Home / Romansa / NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN / Part 7. Hari Bahagia

Share

Part 7. Hari Bahagia

Author: Putri Barata
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kebahagiaan itu nyata, namun, bukan diperuntukkan kepadanya.

•••

Semua orang membaca doa ketika kata sah itu terlontar saat pemuda berumur 29 tahun mengucapkan ijab kabul yang kedua kalinya. Ucapan pertama kurang tepat karena terlalu gugup. Mungkin dia sedang memikirkan sesuatu dan tidak konsentrasi.

Gedung putih terhiasi banyak bunga dan properti lain menambah kesan kememewahannya. Jujur saja aku sangat tercengang menatap semua ini saat pertama kali masuk di mana ibu berada disamping menuntunku duduk ditempat ijab kabul.

Bukan lagi calon suami, lebih tepatnya suami. Yah beberapa detik yang lalu aku sudah menjadi istri sahnya baik secara agama dan hukum. 

Menghela napas begitu berat ketika kata amin terucap. Bola mataku berkeliling melihat betapa bahagianya mereka melihat seorang gadis desa telah sah menjadi istri dari seorang direktur terbilang muda.

Betapa beruntungnya gadis berusia 18 tahun menikah dengan orang tampan sepertinya. Betapa beruntungnya gadis kelas menengah menikah dari keluarga kelas atas.

Dalam hati tertawa miris. Beberapa membenarkan kalimat tadi termasuk aku sendiri. Tidak ada yang berpikir betapa sengsaranya gadis berusia 18 tahun menghabiskan masa muda dengan menjadi seorang istri yang seharusnya masih bermain dengan yang lain, mengerjakan tugas dan mulai sibuk menata masa depan.

Namun, aku berbeda. Masa depan apa lagi yang akan aku tata? Apa lagi yang akan aku arahkan ke diriku? Ketika segala mimpiku direnggut oleh perjodohan ini.

"Mari duduk ke pelaminan." Lamunan tadi buyar seketika. Seorang wanita telah menjadi ibu mertuaku sendiri membantu aku berdiri lalu memperbaiki tatanan gaun besar yang meresahkan.

"Baik." Aku hanya tersenyum simpul menanggapi. Mataku ter-arah ke satu perempuan yang baru datang. Dia Nea. Sedang menatap datar tanpa berniat tersenyum sedikit saja.

Aku tersenyum pahit ke Nea agar dia juga bisa tersenyum. Aku tahu Nea marah kepadaku. Lantas tadi malam aku menantang pikiran dia dan menerima semua ini. Jujur sangat sedih ketika aku datang ke kota ini tanpa Nea. Akan tetapi perempuan itu mememberi kejutan dengan kehadirannya sekarang.

Sekarang aku dituntun duduk kepelaminan dan hanya mengikut perintah. Pasrah, yah apalagi yang harus aku lakukan ketika semuanya sudah terjadi? Tidak mungkin aku meminta pisah dihari pernikahanku bukan?

"K-kamu cantik," ucap seorang pemuda yang berdiri disampingku.

"Pakai bahasanya aja." Aku tahu Deni belum terbiasa menggunakan aku-kamu. Dan tidak akan kupaksa itu terjadi. "Terima kasih pujiannya." Tubuh tingginya membuatku terpaksa mendongak memberi senyum ke arahnya.

Aku kembali menatap sekeliling gedung dipenuhi tamu dari pemuda disampingku. Juga ada beberapa tetangga telah menyempatkan waktunya hadir dihari bahagia. Bukan hari bahagia aku melainkan hari bahagia kedua orang tuaku.

Ibu bapak menyapa tamu-tamu penuh senyuman tulus. Betapa senang mereka anak perempuan pertamanya telah menikah. Tak jauh dari pelamin aku juga melihat Lika dan Seni tengah bersenang dan berbincang hangat bersama keluarga.

Mengela napas lega melihat momen sekarang. Jika aku tidak bahagia setidaknya keluargaku bahagia. Tak apa aku menutup rapat kesedihan ini.

Mataku kembali mencari sosok Nea. Entah ke mana anak itu, aku tidak melihatnya di tempat dia menatapku tadi. Apa dia sudah pulang secepat ini?

"Hayoloh nyari aku, yaa!" Doar. Seketika jantungku terpompa begitu cepat. Suaranya tak lain dari Nea begitu mengagetkan. Tanganku langsung saja memukul lengannya. Nea terkadang menakutkan seperti saat baru datang tapi anak ini juga lebih menyebalkan.

"Ngagetin aja. Gimana kalo aku tadi teriak? Pingsan? Mau nolongin?"

"Lah, aku bodoamat. Kan ada suami kamu yang tolongin." Nea berkata santai dan sinis diakhir kalimatnya.

"Apaan sih!" ketusku langsung kujewer telinganya. Jujur saja Nea begitu cantik hari ini. Meski hanya memakai dress selutut berwarna moca sangat cocok dikulit kuning langsatnya.

"Tadi aku liat datar mulu, sekarang mood lagi," ejekku menatapnya intens takut anak ini kesurupan. Meski aku hanya bercanda. Aku tahu Nea orangnya seperti itu. Mood dia cepat berubah dan paling bagusnya Nea bisa mengontrol diri ketika emosi.

"Udah ah, lupain. Aku malas bahas itu!"

"Terus?"

"Aku tanya, apa kamu udah siap kalau nanti malam bikin anak?" Ups. Ingin sekali mengumpat saat ini. Nea sialan! Bisanya dia bertanya itu yang pastinya kujawab tidak mau lah.

Aku mempelototi Nea. "Udah sana pergi makan!" Mengusir adalah jalan tepat dari pada tinggal diatas pelamin membuatku kesal dengan pertanyaannya.

"Iyasih. Aku makan aja deh." Baru selangkah dia kembali lagi ke arahku. "Siap punya anak berapa?" Jika saja bukan hari pernikahan. Aku sudah mengejar Nea dengan sapu dan melempari sandal jepit. Gadis itu hanya tertawa, segera berlalu sebelum aku mengamuk. Oh Tuhan, aku belum sanggup dan siap punya anak.

Related chapters

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 8. Obrolan Sebelum Tidur

    Telah terjadi, kini menguatkan mental untuk menghadapi.•••Aku menghela napas begitu berat dan masalah kasur setelah mengganti pakaian dari tas yang ibu bawakan 1 jam lalu. Ibu juga memintaku mengganti dan istirahat di kamar hotel sebelum besok pulang. Otot-otot badanku rasanya kaku juga tulang punggungku terasa remuk."Hari yang sangat melelahka

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 9. Malam Pertama?

    Masih bisa terhindar, entah untuk hari esok.•••Aku mengatur napas pelan-pelan dan mulai berusaha menetralkan diri. Sangat bingung dalam keadaan sekarang. Bersyukur dia tidak memaksaku untuk melakukan hubungan intim. Meskipun melakukannya dalam hubungan suami istri adalah hal yang wajar.Beberapa menit kemudian aku sedikit mendengar dengkuran pelan darinya. Mungkin dia juga sangat kelelahan hari ini. Pelan-pelan aku turunkan tangan dari perut kecilku. Setelah itu bangun diam-diam agar dia tidak menyadari.Mengusap dada saat berhasil lolos dari kasur tadi. Aku segera berjalan ke toilet untuk mencuci muka. Tak lupa menggosok gigi meski tadinya sudah. Setelah gosok gigi, aku menatap cermin besar di sana lalu kembali mencuci muka.

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 10. Pamit

    Menyusuaikan diri pada lingkungan baru tidaklah mudah.•••Setelah kejadian semalam tanpa sengaja mama dan papa mertua mendatangi kamar kami dengan raut wajah begitu panik. Dari ketukan pintu saja bisa menjelaskan mereka khawatir. Aku tidak sadar akan membangunkannya malam-malam akibat suaraku begitu keras.Saat terdengar ketukan pintu Deni langsung saja meninggalkan aku sedang berada dibawahnya. Segera kuperbaiki posisi pakaian dan rambut berantakan akibat meronta begitu keras saat dipelukannya. Namun, kekuatan perempuan seperti diriku kalah dengan Deni.Kami begitu terkejut mendapati pria dan wanita di mana kulit-kulitnya mulai termakan usia. Mereka langsung bertanya ada apa antara kami? Samar-samar aku melihat Deni hanya tersenyum jail sampai dereran giginya terlihat. Jujur saja aku

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 11. Rumah Baru

    Semua akan baik-baik saja.•••Mama dan papa mertua pamit ketika barang kami sudah masuk ke rumah baru. Setelah mobil mereka menghilang dari penglihatan. Aku kemudian masuk rumah mengekor dibelakang punggung Deni penuh kecemasan bukan kebahagiaan.Betapa terkejutnya aku saat pertama kali menginjakkan kaki. Rumah sangat bersih dan sudah terisi barang layaknya rumah pada umumnya. Rumah minimalis berdesain mewah. Entah berapa banyak lagi uang yang dikeluarkan Deni membeli ini dan seisinya."Sini aku tunjukin seisi rumah." Aku hanya mengangguk lanjut mengekor dibelakangnya.Pandangan pertama ketika masuk dihadapkan ruang tamu. Setelah itu ada rak buku, televisi dan satu sofa panjang untuk bersantai sekaligus menjadi ruang kelurga.Dekat sofa ada pintu kamar. "Kamar kit

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 12. Persoalan Sarapan

    Perlakuan atas ketidak biasaan membuatku risih akan itu. ••• Suara alarm membangunkan aku setelah begadang karena terjaga. Melihat jam tertera sudah menunjukkan pukul 05.07 menit, berarti tidurku hanya satu jam lebih empat puluh menit. Menghela napas lega ketika melihat Deni masih terlelap dalam tidur dengan membelakangiku. Perlahan aku turun dari ranjang, sangat pelan agar dia tidak terbangun. Masuk ke dalam toilet berniat menggosok gigi dan mengambil air wudhu melangsungkan salat sendiri. Yah, seharusnya Deni menjadi imamku tapi dia lebih memilih tertidur. Setelah itu aku memakai kerudung. Melihat Deni masih terlelap. Entah apa yang harus kupanggilkan biar dia terjaga dari tidurnya. "

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 13. Menyesuaikan

    Menyesuaikan diri dari awal tidaklah mudah.•••Ketukan pintu dari rumah terdengar. Aku menghentikan tangan mendesain pada kertas putih yang aku minta dari ibu membawakannya. Alhasil ibu memasukkan beberapa alat tulis digunakan mendesain dalam koper.Merapikan secepat mungkin lalu memasukkan ke dalam kotak dan menyelupkan di bawah kasur. Setelah itu aku terburu-buru membuka pintu di mana Deni sudah menunggu."Mari masuk," kataku tanpa senyuman dan hanya menatapnya sekilas. Aku berlalu saat dia masuk, di mana dia duduk di kursi ruang tamu membuka sepatunya."Rhena," panggilnya membuat langkahku terhenti."Iya, apa?" tanya ku begitu polos."Ambil tasku ini dan bawa ke kamar, letakkan di meja," suruh dia langsung saja kuangguki dan mengambil tas hitam b

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 14. Minta Izin

    Lagi-lagi perlakuan kecil membuatku terlena .•••Aku terbangun di jam yang sama seperti hari kemarin. Setelah menunaikan kewajiban dengan salat subuh, segera menuju dapur berniat membuat sarapan. Perihal membersihkan rumah urusan nanti.Sebenarnya kecewa saat Deni

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 15. Bertemu Sahabat

    Pada kenyataan, rahasia ini akan terbongkar juga.•••Jam menunjukkan pukul satu lewat lima menit dan Deni tak kunjung datang. Aku pikir Deni hanya berpura-pura saja ingin mengantar atau hanya sekadar cari empati. Jika saja membiarkan aku keluar sendiri pasti sudah tiba di kafe lebih awal.Aku kembali mengintip dijendala dekat pintu, tak ada tanda-tanda dia akan datang. Tiba-tiba saja deringan HP menghentikan aku mondar-mandir tidak jelas. Aku tersenyum melihat siapa yang menelponku."Halo, Rhena!""Haiii.""Lo udah di mana? Gue di sini sudah nungguin lo nggak datang-datang!""Maaf, ini masih nunggu seseorang nganterin.""Naik taxi nggak bisa?""Nggak bisa, taxi jarang lewat komplek ini dan

Latest chapter

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 28. Good Morning, Dear

    Jangan salahkan jika seorang takut pada situasinya."Good morning, Dear," sapa Deni kala Rhena menggeliat manja. Meskipun rambut acak-acakan wajahnya tetap terlihat cantik natural tanpa polesan make up. Sudah banyak yang mengakui Rhena cantik dan jika dilihat dia tak seperti anak sekolah sewaktu belum menikah.Perlahan mata Rhena terbuka. Deni tersenyum bahagia lalu cepat mengecup kening istrinya. Tidak sadar jam berapa dia tidur semalam, Rhena lalu menepuk kening kala mengingat belum menunaikan kewajibannya tadi subuh."Aauuughh." Langsung saja Rhena ingin bangun dari tidur dan meringis kesakitan pada bagian intim tubuhnya."Hati-hati, Sayang." Dengan sigap Deni membantu Rhena dan berusaha menutupi tubuh indah milik Rhena dengan selimut mengingat dia sedang tidak memakai apapun. Tersadar akan hal itu Rhena langsung terkejut seakan lupa kejadian semalam.Menggeleng kecil mengingat kejadian. Mata kini tertuju pada Deni di samping tak berbaring lagi. Dia sudah memakai handuk dipinggang

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 27. I Love You, Rhena

    Pengakuan bagaikan hasutan merobohkan diri.Author POVLumatan kecil antara bibir sepasang suami istri tu terhenti. Deni menatap Rhena penuh keyakinan bahwa dirinya benar menyayangi sang istri. Perlahan menarik pergelangan tangan Rhena menuju kamar. Perempuan itu hanya mengekor tanpa banyak bertanya.Sampainya dalam kamar Deni menuntun Rhena duduk ke kasur lalu kembali menutup pintu kamar. Untung saja rumah juga sudah dikunci tadinya. Perempuan itu hanya terdiam membisu, entah apa yang sedang dipikirkan hingga bisa menurut begitu saja.Deni kembali kepada Rhena. "Kenapa diam saja?" tanya laki-laki yang sudah menjadi suami sah dari Rhena hanya dibalas gelengan kecil."Kamu mau tidur?" Lagi-lagi Rhena menggeleng. Seharusnya dia mengantuk dan tidur tapi pertengkaran tadi membuat rasa kantuk hilang seketika."Boleh?" Entah apa yang sudah memasuki Rhena barusan. Dia hanya mengangguk polos. Apa mengiyakan suaminya kembali menciumnya. Kemungkunan bukan itu yang dimaksud Deni melainkan hal la

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 26. Deni Cemburu

    Aku tidak pernah bermaksud untuk mendatangkan rasa cemburu itu.Aku menghela napas lega kala mobil Vaeru melaju meninggalkan pakarangan rumah. Viyata sangat beruntung memiliki kakak seperti Vaeru yang sangat menyayangi sang adik. Bahkan, mereka masih bercanda sebelum pamit tadi.Pagar ku dorong dan menguncinya kembali. Di mall setelah menonton kami bertiga memutuskan membeli baju yang sama.Baru saja ingin mengetuk pintu rumah ternyata Deni lebih dulu membuka pintu Aku tersenyum melihatnya. Dia hanya terdiam lalu meninggalkanku sendiri di ruang tamu."Kamu sudah makan?" tanyaku. Mata melirik jam pada dinding telah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku menggigit bibir bawah sedikit kikuk. Apalagi Deni tadi hanya menghiraukan pertanyaanku dan masuk ke dalam kamar.Apa dia lagi marah? batinku bersuara.Setelah semua pintu termasuk pagar aku kunci. Dan mengecek dapur melihat makanan ternyata Deni sudah makan. Aku sempat masak sebelum dia mengantarku tadi. Perlahan aku masuk ke kamar, Deni

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 25. Pergi Mall

    Sungguh untuk memberi tahu kenyataan pada orang lain aku belum bisa mengungkap sebenarnya.Deni memberi izin malam ini. Bahkan dia mengantarku ke mall tempat kami janjian. Sebenarnya Oza dan Viyata ingin menjemput tapi aku melarangnya takut sewaktu-waktu Deni tidak memberi izin. Setelah aku sampai 30 menit yang lalu, Deni juga mengatakan keluar malam ini bersama temannya mengingat ada urusan pekerjaan."Temenin gue pipis dong. Please!" Viyata membujuk Oza di mana kami sedang berada di dalam salah satu tono kosmetik."Apaan sih, ngerepotin orang mulu." Oza mendengus kesal. "Sini gue temenin cepet," lanjutnya dibalas cengiran."Rhena, lo tolong tunggu di luar ya, kaka gue mau datang. Mau ikut nonton." Langsung saja Viyata memberikan HP nya ke aku. "Kalau dia telepon angkat aja, dia nggak tahu posisi kita. Tunggu di sini aja ya!" Tanpa menunggu aba-aba dari aku, dia langsung menarik tangan Oza ke toilet.Aku menghela napas. Kebetulan ada sofa duduk tak jauh dari toko kosmetik tadi. Menun

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 24. Kunjungan Oza dan Viyata

    Teman yang benar teman tidak meninggalkan dalam keadaan apapun.•••Sore hari Oza dan Viyata datang ke rumah berniat menjengukku. Awalnya kaget melihat aku yang tidak berbaring di kasur layaknya orang sakit malah membersihkan halaman. Padahal aku sudah melarangnya menjenguk mengingat sudah sembuh tinggal pusing sedikit saja. Baru saja Deni keluar beralasan ada urusan, Oza dan Viyata datang."Gue pikir lo udah sekarat," ejek Oza. Kami sedang duduk di teras luar. Karena kursi teras hanya ada dua jadinya aku mengambil satu kursi makan dari dapur untuk diduduki."Astaghfirullah, jangan sampai ih. Gue cuman demam aja."Disisi lain Viyata menikmati makanan yang dia bawa sendiri bersama Oza. Memang banyak makanan, ada buah mangga,

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 23. Benih-Benih Cinta

    Perasaan ini semakin nyata akan benih cinta yang tumbuh.•••Melakukan hubungan intim pada status yang halal sebagai suami dan istri merupakan kebutuhan tiap pasangan untuk memperoleh keturunan nantinya. Namun, hal ini aku belum bisa wujudkan dikarenakan ketakutan mengingat umur masih terbilang muda untuk merasakan hamil.Meskipun demikian, hari semalam berhasil menciptakan benih-benih dalam hatiku. Deni berhasil mengambil firs kiss yang kusimpan baik untuk suami ku nantinya. Aku memang awam untuk perihal itu tapi adanya Deni yang selalu berusaha memberi kenyamanan tiap sentuhan bibir dan menikmati tubuh mungil ini.Hanya saja, jika untuk lebih jauh. Lagi-lagi kukatakan aku belum bisa melakukannya. Deni sangat senang atas afsu terladeni meskipun organ intimnya tidak menyentuh. Cukup bagian tubuh dari ku dirasa

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 22. Kembali Luluh

    Perasaan luluh ini memang dari dalam bukan settingan.•••Aku menggeliat merasakan diriku masih sama dengan kemarin. Mencari handphone dan melihat jam, ternyata sudah pukul setengah enam pagi. Aku melihat Deni masih mendengkur dengan membelakangiku.Kain yang mengompres diriku semalam aku lepas dan perlahan turun dari kasur. Pusing di kepala masih bisa tertahan, aku harus mengganti pakaian dan pembalut takut bocor terkena sprei.Mengingat kejadian kemarin aku pikir Deni kembali ke kantor ternyata pemuda itu memilih tinggal di rumah. Katanya aku lagi sakit takut jika kenapa-napa sendiri dalam rumah.Sore menjelang malam Deni membantuku ke kamar mandi mengganti pakaian dan m

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 21. Sakit

    Karakter yang berubah-ubah.•••Setelah kejadian tadi aku tersadar di jam 5 pagi. Tubuh rasanya remuk seakan habis bertengkar hebat bermain fisik. Untuk bangun saja badanku lemas dan terasa sakit. Aku langsung menggeleng kala bangun dari tidur.Entah kenapa kepala aku rasanya sangat berat tuk aku angkat, pusing seperti sedang terjadi gempa. Aku memegang dahiku sendiri dan terasa hangat. Apa aku sedang sakit?Aku mengesot ke dinding, memegang dinding untuk membantuku memopang tubuh berdiri. Perutku juga terasa keram sekali. Dengan sekuat tenaga akhirnya aku berhasil berdiri meski pusing itu melanda.Gagang pintu kupegang erat, di mana tangan kanan tengah memegang perut. Aku menghela napas berat berusaha ke kamar mandi bagian dapur mengambil air wudhu. Kaki terseret-seret kupaksakan.Aku tidak boleh sakit, siapa yang akan mengurus rumah dan memasakkan Deni? Aku tersenyum kecut, meski sedang lemas seperti ini ju

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 20. Memaksa Berhubungan

    Jeritan hati kecil tidak dapat terdengar.•••Deni frustasi dan mengacak rambutnya. Napas tidak beraturan sudah diselimuti oleh rasa marah. "LAKUKAN SAJA APA YANG AKU MINTA, RHENA!" ucapnya menarikku kembali duduk tapi aku tepis erat."Tidak! Atas dasar apa aku lakukan perintahmu?" tanyaku membantah mulai memberanikan diri meski terselip rasa takut di dalam dada."Kamu istriku, sudah sewajarnya kita melakukan hubungan intim ini!" Tatapan Deni kali ini benar tajam. Aku hampir menciut melihatnya."Sudah aku katakan aku belum siap dan jangan memaksaku." Masih dengan sesenggukan menghapus jejak air mata. Aku tidak ingin terlihat lemah seperti ini."Kenapa kamu membantah, hah? Apa pemberianku selama ini ke kamu itu tidak cu

DMCA.com Protection Status