"Gina!" panggil seseorang saat Gina baru saja turun dari dalam mobil, ia hendak masuk ke kampus.Gina menoleh ke belakang, dan mendapati Cherly yang tengah berlari menghampirinya.Dengan nafas tersengal, Cherly kemudian menarik tangan Gina, dan mengajaknya pergi ke taman kampus."Gina, coba jelaskan apakah benar, kamu mau menikah dengan David?" tanya Cherly.Gina terdiam, menatap Cherly yang seakan tengah menginterogasi lewat tatapan matanya yang tajam."Jawab, Gina!" sentak Cherly.Gina mengangguk mengiyakan pertanyaan Cherly. Membuat wanita itu terperangah mengetahui hal itu langsung dari Gina."Tapi kenapa, Gina? Memangnya tidak ada lelaki lain, yang bisa kamu nikahi apa? Kenapa harus David, Gina?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menghela nafas panjang, kemudian menatap Cherly."Ceritanya rumit, Cher. Ini masalah kemanusiaan. Aku tidak bisa menolak perjodohan ini," jawab Gina.Cherly mengernyitkan dahinya, menatap lekat ke arah Gina."Oh, jadi kamu dijodohkan sama keluarga kamu
"Em ... Maaf, Bu Wulan. Apakah pernikahan ini dilakukan atas dasar cinta?" tanya Lena.Oma Wulan menoleh ke arah Lena. Ia mengangkat sebelah alisnya, seakan menuntut jawaban atas pertanyaan Lena barusan."Kenapa kamu nanyanya seperti itu? Gina menerima tanpa ada penekanan. Jadi, saya rasa, kamu tidak perlu bertanya seperti itu," imbuh oma Wulan.Gina menunduk, sekilas ia melirik ke arah Lena. Lena pun sekilas mengamati Gina."Em ... Maaf, Bu Wulan. Maksud istri saya baik. Berharap pernikahan Gina bahagia dengan orang yang dicintainya. Kami, sebagai orang tua Gina juga, mengharapkan kebahagiaan putri kami dalam melakukan apa pun. Apalagi menikah, merupakan ibadah panjang. Kami ingin yang terbaik untuk Gina," timpal Rusdi berusaha menengahi, supaya tidak terjadi kesalahpahaman di antara Lena dan oma Wulan.Rusdi mengusap lengan Lena. Menyuruhnya untuk diam."Oh begitu? Kalian tidak usah khawatir. Saya kenal siapa calon suami Gina dan siapa ibunya. Sebagai Omanya Gina, saya juga berharap
Gina menatap seorang wanita yang berdiri di dekat pintu. Wanita itu tampak mengenakan dress selutut dan jaket, selendang yang menutupi kepalanya, serta kacamata hitam dan masker.Bergegas wanita itu menutup pintu itu rapat. Ia menghampiri Gina yang berada di dekat cermin itu."Siapa, kamu?" tanya Gina, ia menatap wanita itu dari atas hingga ke bawah.Wanita itu lantas membuka kacamata hitam dan maskernya. Menampakkan wajah yang pernah Gina lihat beberapa kali, beberapa waktu yang lalu."Ana, kamu Ana?" tanya Gina, ia terkejut melihat wanita itu berada di dalam kamar yang sama dengan Gina."Ssst ... Iya, aku Ana. Gina, apa kamu yakin mau menikah dengan David?" tanya Ana, ia tampak gelisah saat bertanya kepada Gina.Gina menganggukkan kepalanya pelan."Iya, aku dan David akan menikah hari ini. Memangnya kenapa?" tanya Gina.Ana mengusap perutnya yang belum terlalu membesar. Kemudian menatap Gina dengan tatapan sayu."Lalu, bagaimana dengan anak ini? Sementara ayahnya akan melangsungkan
Gina mematung dengan perasaan was-was, takut jika oma Wulan mengenalinya, lalu marah dan memaksanya untuk masuk kembali ke dalam hotel. Gina tidak bisa membayangkan, jika pernikahan ini terjadi. Mungkin, pernikahan ini akan menjadi neraka baginya, karena didasari oleh kebohongan yang dilakukan oleh David.Gina tidak berani menoleh ke belakang. Ia terdiam bagaikan patung, tidak bergerak sama sekali.Oma Wulan kemudian berjalan dan berdiri di hadapan Gina."Uangnya jatuh, tadi saya melihat uang kamu nongol dan jatuh dari saku jaket. Lain kali, kamu hati-hati, ya kalau nyimpan uang," imbuh oma Wulan, kemudian menyerahkan uang pemberian Lena yang tidak sadar terjatuh dari saku jaket yang Gina kenakan.Gina lantas menerimanya, ia merasa lega karena ternyata oma Wulan tidak mencurigainya."Terima kasih, Bu!" ucap Gina, dengan suara yang terdengar serak dan batuk. Sengaja ia lakukan, untuk mengelabuhi oma Wulan.Oma Wulan mengangguk seraya tersenyum. Namun, dari belakang terdengar seseorang
"Mbak-mbak, bangun! Ini sudah sampai," ujar bapak-bapak kondektur.Gina terbangun dari tidurnya, ia kemudian bangkit dari kursi penumpang.Ternyata semua kursi penumpang telah kosong. Tampaknya hanya Gina penumpang yang terakhir saat itu.Gina turun dari bus tersebut, ia menatap sekeliling tempat itu yang tampak sangat asing, tempat yang tidak pernah ia kunjungi sama sekali sebelumnya."Aduh, perut aku lapar. Aku lupa kalau aku belum makan dari tadi," gumam Gina, sambil memegangi perutnya.Gina mengedarkan pandangan, mencari penjual makanan di tempat itu. Gina menemukan sebuah warteg di tempat itu. Bergegas Gina segera menghampiri sebuah warteg yang berada di pinggir jalan."Bu, aku pesan nasi ayam satu," ujar Gina, setelah ia masuk ke dalam warteg tersebut.Tidak perlu menunggu waktu lama, pesanan Gina telah siap. Lantas Gina segera menyantapnya dengan sangat lahap.Suasana di tempat itu begitu ramai dan membuat Gina merasa gerah. Lantas Gina membuka jaket yang sedari tadi ia pakai.
"Jangan menangis, Nona. Atau kamu akan mengundang orang jahat yang selalu berkeliaran di sini," ujar seorang pria, yang baru saja bangun dari tidurnya.Gina masih beringsut mundur menjauhi pria itu.Melihat ekspresi dan sikap Gina, membuat pria itu terkekeh dan terus menatap Gina."Jangan mendekat, atau aku teriak dan kamu akan tahu akibatnya," ancam Gina.Pria itu semakin terkekeh mendengar ancaman Gina."Lah, memangnya saya mau ngapain kamu? Hei, jangan GeEr, kamu! Siapa kamu, kepedean sekali saya mau berbuat macam-macam sama kamu," cetus pria itu.Gina terdiam, sambil mengawasi gerak-gerik pria itu."Sepertinya kamu habis menikah, kok bisa, ada seorang pengantin ada di tempat seperti ini? Oh ... Aku tahu jangan-jangan-""Diam, kamu! Bukan urusan kamu juga!" potong Gina, ia membuang muka."Oh, ok!"Pria itu kemudian mendekati Gina dan menatapnya dengan lekat. Membuat Gina kembali menjauh."Mau apa, kamu dekat-dekat? Jangan sampai aku teriak, ya! Kamu akan tahu akibatnya," ujar Gina.
Gina terbangun mendengar seseorang berbicara dengan begitu nyaring."Huam!" Gina menggeliatkan tubuhnya sambil terus menguap. Namun, saat matanya terbuka lebar, ia terkejut saat melihat orang yang baru saja membangunkannya."Ka-kamu!" Gina terbelalak saat melihat pria yang tak sengaja ia temui tadi di bangunan kosong."Sedang apa kamu di sini? Kenapa kamu bisa naik ke mobil ini?" tanya pria itu.Gina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tersenyum getir menatap pria itu."Maaf, aku terpaksa naik dan bersembunyi di mobil ini. Aku dikejar sama preman. Tidak ada pilihan lain jadi aku nekat sembunyi di sini," jawab Gina."Oh ... Jadi kamu pacarnya preman tadi? Tahu begini aku bilang saja kamu ada di mobil ini," celetuk pria itu.Gina membelalakkan matanya, ia kesal terhadap pria itu."Amit-amit, siapa juga yang mau jadi pacar dia. Kenal juga nggak! Oh iya, ini sekarang aku ada di mana?" tanya Gina.Pria itu mengangkat sebelah alisnya, hingga temannya yang pemilik mobil menghampiri."Lo
"Gina, kamu kenapa?" tanya nek Sarti, bingung melihat Gina yang terus menatap wanita yang sedang bersamanya.Gina segera menggelengkan kepalanya. Ia segera bergabung bersama mereka."Ini ibunya Farrel, dia Ayumi." Nek Sarti memperkenalkan wanita itu. Gina pun langsung menyalaminya.Melihat Ayumi, Gina menyimpan pertanyaan yang sangat membuatnya penasaran. Namun, ia merasa tidak enak, takut jika Ayumi akan tersinggung oleh pertanyaannya, jika Gina nekat bertanya."Aku sudah masak yang banyak, sebaiknya kita makan sekarang. Aku akan panggilkan Farrel dulu," ujar Ayumi.Nek Sarti mengangguk, ia pun segera menyiapkan makanan yang telah tersimpan di atas meja.Gina masih terus menatap Ayumi sampai ia menghilang di balik pintu."Apakah ada yang aneh dengan Ayumi?" tanya nek Sarti, membuat Gina menggelengkan kepalanya cepat."Ah nggak ada yang aneh kok, Nek. Hanya saja ... Aku seperti pernah melihatnya. Tapi mungkin, hanya mirip saja kali, ya dengan wanita yang pernah aku lihat. Oh iya, apak
"Gina, kamu kenapa?" tanya nek Sarti, bingung melihat Gina yang terus menatap wanita yang sedang bersamanya.Gina segera menggelengkan kepalanya. Ia segera bergabung bersama mereka."Ini ibunya Farrel, dia Ayumi." Nek Sarti memperkenalkan wanita itu. Gina pun langsung menyalaminya.Melihat Ayumi, Gina menyimpan pertanyaan yang sangat membuatnya penasaran. Namun, ia merasa tidak enak, takut jika Ayumi akan tersinggung oleh pertanyaannya, jika Gina nekat bertanya."Aku sudah masak yang banyak, sebaiknya kita makan sekarang. Aku akan panggilkan Farrel dulu," ujar Ayumi.Nek Sarti mengangguk, ia pun segera menyiapkan makanan yang telah tersimpan di atas meja.Gina masih terus menatap Ayumi sampai ia menghilang di balik pintu."Apakah ada yang aneh dengan Ayumi?" tanya nek Sarti, membuat Gina menggelengkan kepalanya cepat."Ah nggak ada yang aneh kok, Nek. Hanya saja ... Aku seperti pernah melihatnya. Tapi mungkin, hanya mirip saja kali, ya dengan wanita yang pernah aku lihat. Oh iya, apak
Gina terbangun mendengar seseorang berbicara dengan begitu nyaring."Huam!" Gina menggeliatkan tubuhnya sambil terus menguap. Namun, saat matanya terbuka lebar, ia terkejut saat melihat orang yang baru saja membangunkannya."Ka-kamu!" Gina terbelalak saat melihat pria yang tak sengaja ia temui tadi di bangunan kosong."Sedang apa kamu di sini? Kenapa kamu bisa naik ke mobil ini?" tanya pria itu.Gina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tersenyum getir menatap pria itu."Maaf, aku terpaksa naik dan bersembunyi di mobil ini. Aku dikejar sama preman. Tidak ada pilihan lain jadi aku nekat sembunyi di sini," jawab Gina."Oh ... Jadi kamu pacarnya preman tadi? Tahu begini aku bilang saja kamu ada di mobil ini," celetuk pria itu.Gina membelalakkan matanya, ia kesal terhadap pria itu."Amit-amit, siapa juga yang mau jadi pacar dia. Kenal juga nggak! Oh iya, ini sekarang aku ada di mana?" tanya Gina.Pria itu mengangkat sebelah alisnya, hingga temannya yang pemilik mobil menghampiri."Lo
"Jangan menangis, Nona. Atau kamu akan mengundang orang jahat yang selalu berkeliaran di sini," ujar seorang pria, yang baru saja bangun dari tidurnya.Gina masih beringsut mundur menjauhi pria itu.Melihat ekspresi dan sikap Gina, membuat pria itu terkekeh dan terus menatap Gina."Jangan mendekat, atau aku teriak dan kamu akan tahu akibatnya," ancam Gina.Pria itu semakin terkekeh mendengar ancaman Gina."Lah, memangnya saya mau ngapain kamu? Hei, jangan GeEr, kamu! Siapa kamu, kepedean sekali saya mau berbuat macam-macam sama kamu," cetus pria itu.Gina terdiam, sambil mengawasi gerak-gerik pria itu."Sepertinya kamu habis menikah, kok bisa, ada seorang pengantin ada di tempat seperti ini? Oh ... Aku tahu jangan-jangan-""Diam, kamu! Bukan urusan kamu juga!" potong Gina, ia membuang muka."Oh, ok!"Pria itu kemudian mendekati Gina dan menatapnya dengan lekat. Membuat Gina kembali menjauh."Mau apa, kamu dekat-dekat? Jangan sampai aku teriak, ya! Kamu akan tahu akibatnya," ujar Gina.
"Mbak-mbak, bangun! Ini sudah sampai," ujar bapak-bapak kondektur.Gina terbangun dari tidurnya, ia kemudian bangkit dari kursi penumpang.Ternyata semua kursi penumpang telah kosong. Tampaknya hanya Gina penumpang yang terakhir saat itu.Gina turun dari bus tersebut, ia menatap sekeliling tempat itu yang tampak sangat asing, tempat yang tidak pernah ia kunjungi sama sekali sebelumnya."Aduh, perut aku lapar. Aku lupa kalau aku belum makan dari tadi," gumam Gina, sambil memegangi perutnya.Gina mengedarkan pandangan, mencari penjual makanan di tempat itu. Gina menemukan sebuah warteg di tempat itu. Bergegas Gina segera menghampiri sebuah warteg yang berada di pinggir jalan."Bu, aku pesan nasi ayam satu," ujar Gina, setelah ia masuk ke dalam warteg tersebut.Tidak perlu menunggu waktu lama, pesanan Gina telah siap. Lantas Gina segera menyantapnya dengan sangat lahap.Suasana di tempat itu begitu ramai dan membuat Gina merasa gerah. Lantas Gina membuka jaket yang sedari tadi ia pakai.
Gina mematung dengan perasaan was-was, takut jika oma Wulan mengenalinya, lalu marah dan memaksanya untuk masuk kembali ke dalam hotel. Gina tidak bisa membayangkan, jika pernikahan ini terjadi. Mungkin, pernikahan ini akan menjadi neraka baginya, karena didasari oleh kebohongan yang dilakukan oleh David.Gina tidak berani menoleh ke belakang. Ia terdiam bagaikan patung, tidak bergerak sama sekali.Oma Wulan kemudian berjalan dan berdiri di hadapan Gina."Uangnya jatuh, tadi saya melihat uang kamu nongol dan jatuh dari saku jaket. Lain kali, kamu hati-hati, ya kalau nyimpan uang," imbuh oma Wulan, kemudian menyerahkan uang pemberian Lena yang tidak sadar terjatuh dari saku jaket yang Gina kenakan.Gina lantas menerimanya, ia merasa lega karena ternyata oma Wulan tidak mencurigainya."Terima kasih, Bu!" ucap Gina, dengan suara yang terdengar serak dan batuk. Sengaja ia lakukan, untuk mengelabuhi oma Wulan.Oma Wulan mengangguk seraya tersenyum. Namun, dari belakang terdengar seseorang
Gina menatap seorang wanita yang berdiri di dekat pintu. Wanita itu tampak mengenakan dress selutut dan jaket, selendang yang menutupi kepalanya, serta kacamata hitam dan masker.Bergegas wanita itu menutup pintu itu rapat. Ia menghampiri Gina yang berada di dekat cermin itu."Siapa, kamu?" tanya Gina, ia menatap wanita itu dari atas hingga ke bawah.Wanita itu lantas membuka kacamata hitam dan maskernya. Menampakkan wajah yang pernah Gina lihat beberapa kali, beberapa waktu yang lalu."Ana, kamu Ana?" tanya Gina, ia terkejut melihat wanita itu berada di dalam kamar yang sama dengan Gina."Ssst ... Iya, aku Ana. Gina, apa kamu yakin mau menikah dengan David?" tanya Ana, ia tampak gelisah saat bertanya kepada Gina.Gina menganggukkan kepalanya pelan."Iya, aku dan David akan menikah hari ini. Memangnya kenapa?" tanya Gina.Ana mengusap perutnya yang belum terlalu membesar. Kemudian menatap Gina dengan tatapan sayu."Lalu, bagaimana dengan anak ini? Sementara ayahnya akan melangsungkan
"Em ... Maaf, Bu Wulan. Apakah pernikahan ini dilakukan atas dasar cinta?" tanya Lena.Oma Wulan menoleh ke arah Lena. Ia mengangkat sebelah alisnya, seakan menuntut jawaban atas pertanyaan Lena barusan."Kenapa kamu nanyanya seperti itu? Gina menerima tanpa ada penekanan. Jadi, saya rasa, kamu tidak perlu bertanya seperti itu," imbuh oma Wulan.Gina menunduk, sekilas ia melirik ke arah Lena. Lena pun sekilas mengamati Gina."Em ... Maaf, Bu Wulan. Maksud istri saya baik. Berharap pernikahan Gina bahagia dengan orang yang dicintainya. Kami, sebagai orang tua Gina juga, mengharapkan kebahagiaan putri kami dalam melakukan apa pun. Apalagi menikah, merupakan ibadah panjang. Kami ingin yang terbaik untuk Gina," timpal Rusdi berusaha menengahi, supaya tidak terjadi kesalahpahaman di antara Lena dan oma Wulan.Rusdi mengusap lengan Lena. Menyuruhnya untuk diam."Oh begitu? Kalian tidak usah khawatir. Saya kenal siapa calon suami Gina dan siapa ibunya. Sebagai Omanya Gina, saya juga berharap
"Gina!" panggil seseorang saat Gina baru saja turun dari dalam mobil, ia hendak masuk ke kampus.Gina menoleh ke belakang, dan mendapati Cherly yang tengah berlari menghampirinya.Dengan nafas tersengal, Cherly kemudian menarik tangan Gina, dan mengajaknya pergi ke taman kampus."Gina, coba jelaskan apakah benar, kamu mau menikah dengan David?" tanya Cherly.Gina terdiam, menatap Cherly yang seakan tengah menginterogasi lewat tatapan matanya yang tajam."Jawab, Gina!" sentak Cherly.Gina mengangguk mengiyakan pertanyaan Cherly. Membuat wanita itu terperangah mengetahui hal itu langsung dari Gina."Tapi kenapa, Gina? Memangnya tidak ada lelaki lain, yang bisa kamu nikahi apa? Kenapa harus David, Gina?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menghela nafas panjang, kemudian menatap Cherly."Ceritanya rumit, Cher. Ini masalah kemanusiaan. Aku tidak bisa menolak perjodohan ini," jawab Gina.Cherly mengernyitkan dahinya, menatap lekat ke arah Gina."Oh, jadi kamu dijodohkan sama keluarga kamu
"Eits ... Tidak boleh marah. Ingat, aku adalah pewaris sah atas semua perusahaan papa dan rumah peninggalannya beserta semua kendaraan, karena aku terlahir dari rahim seorang istri sah. Dan kamu, kalau masih mau bertahan di rumahku dan menikmati hartaku, turuti apa yang aku mau. Ngomong-ngomong, pintar juga aktingmu, wanita tua. Sampai-sampai mereka yang naif itu, percaya dengan semua ucapan kamu. Tapi bagus, itu yang aku mau," cetus David.Rima mengalihkan pandangan ke arah langit-langit. Sudah muak dengan sikap David yang selama ini tidak pernah bisa menerimanya sebagai ibu sambung."Kalau boleh jujur, aku lebih setuju Gina menikah dengan Denis dari pada kamu. Tapi kamu, bisanya hanya mengancam dan mengancam. Ingat, aku juga istri ayah kamu, Denis juga anak kandung ayah kamu. Jadi, otomatis kami juga berhak atas semuanya, bukan hanya kamu. Kamu tidak bisa seenaknya menguasai semua semau kamu," sahut Rima merasa kesal.David terkekeh kecil mendengar apa yang diucapkan oleh Rima."Oh