Gita memapah Intan ke rumahnya. Sepanjang jalan ia menjadi tontonan warga. Ada yang melihatnya iba, ada juga yang menatapnya hina.
'Allah, bukan inginku menjadi seorang janda, kuatkan aku untuk menerima ujian ini,' batin Intan.
"Ma, kenapa Tante Rena tarik rambut mama?" tanya Gita sembari mengobati tangan ibunya yang berdarah dengan Betadine.
"Cuma salah faham aja nak, orang dewasa sering salah faham," jelas Intan sembari mengulas senyum. Sekuat tenaga ia menahan airmata agar tak jatuh di depan putri semata wayangnya.
"Kok orang dewasa sering salah faham, ya. Oh ya, luka nya sudah Gita obati, mama cepet sembuh ya," ujar Gita. Ia meniup luka di tangan ibunya sebelum menaruh kembali obatnya.
"Nanti kalau Gita sudah dewasa, pasti Gita mengerti," jawab ibunya. Ia memeluk Gita saat gadis kecil itu mendekatinya. Setitik butiran bening lolos dari sudut netranya.
'mungkin lebih baik aku gak usah terima uang pemberian dari mas Fathan lagi, aku harus kerja keras dan membiayai kehidupan Gita sendiri,' batin Intan.
Tok ... Tok ... Tok ...
Terdengar suara pintu di ketuk. Intan dan Gita saling melepaskan pelukan.
"Biar Gita aja yang buka ya ma, mama istirahat aja," titah Gita sembari berlari ke arah pintu.
Intan terenyuh melihat perhatian Gita, perhatiannya benar-benar membuat hati Intan luluh, anak seusianya terpaksa di dewasakan oleh keadaan. Lagi-lagi air mata Intan luruh, namun ia segera menyekanya.
"Siapa yang datang?" tanya Intan. Ia berjalan ke ruang tengah untuk menemui Gita dan tamunya.
"Ini pak RT ma," jawab Gita sembari melirik ke arah lelaki yang mengenakan kaus hitam itu.
"Kamu gak kenapa-kenapa Intan?" tanya pak RT.
"Gak pak, saya gak kenapa-kenapa, silakan duduk pak, kalau boleh tahu ada perlu apa ya?" tanya Intan. Ia mempersilakan pak RT duduk di kursi anyaman bambu yang di buat almarhum suaminya.
"Saya mau menyampaikan amanah ini, kebetulan kemarin ada santunan anak yatim, tapi Gita gak datang, jadi di titipkan ke saya, harap di terima ya," tutur pak RT.
"Alhamdulillah, terimakasih ya, pak," jawab Intan sopan.
Dia sangat tersentuh, sering sekali ada organisasi atau yayasan yang menyelenggarakan acara santunan anak yatim. Namun, seringnya Gita tak kebagian, entahlah jatahnya di kemana kan. Namun Intan tak mempermasalahkan, justru ia sering sedih jika Gita mendapatkan santunan, karena ia dan Gita di dekati hanya atas dasar kasihan. Hal itu membuatnya semakin merindukan suaminya.
Dulu, saat suaminya masih ada. Intan dan Bayu sering ikut menyantuni anak yatim dan mengelus kepala mereka, tak di sangka, ternyata kini anaknya yang mendapatkan santunan dan di elus kepalanya oleh para dermawan. Ada rasa perih dalam dada. Namun ia sadar semua sudah menjadi takdir untuknya dan Gita.
"Kalau begitu saya permisi ya," kata pak RT. Ia bersegera untuk ke luar rumah Intan, ia khawatir terjadi fitnah mengingat Intan seorang janda yang masih sangat cantik, bahkan banyak yang tak menyangka jika dia sudah menjadi seorang ibu.
Baru saja pak RT keluar di antar oleh Intan dan Gita sebagai bentuk adab memuliakan tamu. Bu Rika--istri pak RT datang dengan tergopoh-gopoh. Sorot matanya menyiratkan tak suka.
"Bapak ngapain di rumah janda gatel ini?" tanya ibu Rika.
"Ya Allah Bu, namanya Intan," sela pak RT.
"Lah, iya si Intan kan janda. Ngapain bapak di sini? Jangan-jangan bapak di godain juga sama si Intan," istri pak RT menodong suaminya.
Mendengar perkataan Bu RT Intan merasa sakit hati, sebagai manusia biasa yang punya hati, ia merasakan sakit saat mendengar hinaan akan status dirinya sebagai seorang janda. Namun, ia termasuk orang yang tidak terlalu memperdulikan omongan orang.
Intan terus beristighfar dalam lirihnya. Berusaha tak terpancing emosi, percuma jika ia melawan, toh tak akan ada yang membelanya.
"Bu, bapak cuma mau kasih titipan dari yayasan yang kemarin. Gak usah suudzon begitu kenapa," jelas pak RT sembari menarik istrinya menjauh agar tak membuat keributan di rumah Intan.
"Bener bapak gak ada apa-apa sama intan?" tanyanya lagi.
"Bener Bu, ya Allah gak percaya amat sama suami sendiri," tuturnya.
"Intan, Gita, kami permisi dulu ya," ucap pak RT sembari menganggukan kepalanya sopan. Sementara istrinya memelototinya.
***
"Gue sebel banget sama mas Fathan, masa dia kasih duit terus sama si Intan, mana gede lagi," celoteh Rena saat berbelanja dengan Fika--sahabatnya.
"Lha, kok bisa sih suami lo kasih duit terus? Hati-hati lo, nanti di tikung si Intan," ujar Fika di sela-sela memilih baju.
"Ya, alasannya buat keponakannya. Ngasih ponakan mah sekedarnya aja kali, gak usah sampe jutaan juga. Terpaksa deh jatah jajan Gea gue pangkas," tutur Rena.
"Tapi emang gue pernah denger ceramah di YouTube, katanya kalau anak yatim itu nafkahnya sama keluarga bapaknya, mungkin itu alasan laki lo kasih duit ke ibunya ponakan lo, kan dia masih kecil, jadi di kasih ke ibunya," ucap Fika lagi.
"Emang sih mas Fathan udah sering bilang gitu. Awalnya sih gue no problem ya, tapi kok lama-lama gue khawatir mas Fathan kecantol tuh janda," balas Rena.
"Ah masa sih? Gue lihat tuh si Intan orangnya tertutup deh, agamis gitu dia, masa iya mau godain laki orang, adik iparnya lagi, kayaknya gak mungkin deh," kata Fika lagi.
"Ah lu Fik, hari gini mah bisa aja cuma kerdus, kerudung dusta ha ... ha ..." jawab Rena sembari tertawa.
"Iya ya, tapi gak semua begitu ah, buktinya kakak gue orangnya agamis. Pake baju juga lebar-lebar. Tapi akhlaknya juga emang bagus kok, kalau menurut gue tergantung imannya aja sih,"
"Ya ... Ya, up to you deh, yang pasti gue gak rela duit laki gue di makan sama tuh janda dan anaknya. Nanti takut tuman minta duit terus, mending buat jajan Gea," jawab Rena lagi.
"Eh tapi kata kakak gue yang ustadzah tuh, katanya bapak tiri mah gak punya tanggung jawab sama anak tirinya. Jadi kewajiban laki lu cuma nafkahi lu aja, si Gea mah masih tanggungan bapak kandungnya. Yang gue fahami sih gitu," kata Fika.
"Ah, justru gue cerai sama bapaknya si Gea itu ya karena dia gak bertanggung jawab sama anaknya. Lagian kalau Fathan mau Nerima gue ya dia juga harus terima anak gue dong, ikut nafkahi anak gue, kan anak gue jadi anak dia. Udah ah, gak usah bahas itu lagi, kesel gue jadinya."
Rena menaruh beberapa lembar pakaian ke kasir lalu membayarnya. Ia membelikan beberapa pakaian untuk anaknya juga untuk sahabatnya--Fika.
"Ya udah deh, terserah lo aja, yang penting gue tetep kecipratan," kekeh Fika sembari memeluk baju yang di belikan Rena.
***
"Bro, bukannya ini bini lo ya?" tanya rekan kerja Fathan saat sedang menikmati makan siang.
"Mana?" tanya Fathan sembari menoleh ke arah ponsel rekannya.
Betapa terkejutnya ia, ternyata video istrinya melabrak Intan viral. Bahkan Fathan sama sekali tak tahu jika Rena menemui Intan dan terjadi insiden memalukan itu.
Fathan membaca komentar yang beragam. Namun kebanyakan menghujat Intan dengan sebutan pelakor, j*l*ng syar'i, janda gatal dan sebagainya.
Dada Fathan bergemuruh. Meski banyak yang membela istrinya, namun ia tahu betul yang salah sebenarnya adalah istrinya. Terkadang yang terlihat benar tak sepenuhnya benar. Begitupun yang terlihat salah, bisa jadi justru sebenarnya dia lah yang berada di pihak yang benar, semua tergantung siapa yang menggiring opininya.
"Bro, emang iya lo ada main sama kakak ipar lo?" tanya rekannya.
"Gak lah, gila aja. Gue cuma sekedar tanggung jawab aja buat nebus kesalahan gue," jawab Fathan sekenanya. Pikirannya kalut mengingat Intan yang pasti akan semakin menderita.
"Tunggu ... Tunggu ... nebus kesalahan? Emang lo punya kesalahan apa sama kakak ipar lo?" tanya rekannya.
Bersambung.
"Gea, aku boleh pinjam boneka kamu gak?" tanya Gita saat bermain dengan teman-temannya di teras rumah Bu RT, tempat anak-anak berkumpul."Gak boleh," jawab Gea sembari menarik beberapa boneka yang tergelatak begitu saja di hamparan karpet."Tapi kan boneka kamu banyak," kata Gita dengan wajah memelas, berharap sepupunya akan iba.Namun, Gea justru melempar beberapa boneka yang sudah tak lagi di gunakan itu ke comberan yang tak jauh dari tempat mereka bermain."Gea, kok di buang?" tanya salah satu temannya."Biarin aja, mendingan di buang dari pada di kasih sama Gita," jawab Gea sombong.Gita murung seketika, ia sakit hati melihat perlakuan sepupunya. Hanya Gita yang tak memiliki boneka untuk bermain bersama teman-temannya. Boneka pemberian almarhum papanya sudah rusak dan tak layak pakai.Mata Gita berembun melihat boneka yang menurutnya masih bagus di buang begitu saja oleh sepupunya."Kamu mau? Ambil
Setelah menaruh Al-Qur'an, Intan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Matanya menerawang, menatap ruang hampa, separuh jiwanya pergi seiring terkuburnya sang pujaan hati.Adzan isya sudah di kumandangkan sejak beberapa menit yang lalu, namun Gita yang sedang ngaji di rumah pak ustadz belum juga pulang. Biasanya, mereka akan shalat isya bersama setelah Gita pulang.Intan masih tetap menunggu, ia berjalan ke arah meja riasnya yang sudah usang. Ia mengambil sebuah bingkai foto di laci, di foto itu, dia sedang menggendong Gita yang masih bayi, suaminya memeluknya dari belakang. Seketika airmatanya mengalir, batinnya sakit. Kerinduan yang semakin membubcah di jiwanya, membuat dadanya kian sesak. Kehilangan orang tercinta kembali menumpahkan air matanya.'Mas, andai kamu masih ada bersamaku, mungkin aku gak akan di pandang rendah oleh mereka, mungkin saat ini Gita sedang bermain atau membaca Al-Qur'an bersama kamu,' batin Intan. Dia memang sudah ikhlas
"Pak Fathan, hape saya hancur, pokoknya pak Fathan harus ganti rugi," ancam Bu Lastri."Besok saya ganti, ini pelajaran buat ibu yang gak punya adab. Jangan asal merekam sesuatu kalau gak di izinkan. Apalagi memviralkan dengan opini menyesatkan!" hardik Fathan.Mata Rena membulat. Ia tak menyangka suami yang sangat lembut itu kini sering tersulut emosi. Fathan menarik lengan Rena ke arah motornya yang terparkir. Sepanjang jalan Fathan hanya diam. Ia akan memberikan pelajaran pada istrinya di rumah, tak elok jika ia dan istrinya ribut di luar bahkan di rumah orang lain."Mas, kamu kok marah sih sama aku? Harusnya aku loh yang marah sama kamu," ujar Rena di perjalanan. Namun Fathan tak merespon ucapan istrinya."Turun!" titah Fathan saat sudah sampai di gerbang rumahnya.Rena segera turun lalu membuka gerbang. Fathan memasukan motornya ke dalam garasi bersebelahan dengan mobil mewahnya."Maaas," ujar Rena sembari bergelayut di ta
"Mas, kamu masih marah?" tanya Rena saat menyiapkan sarapan."Gak, Gea mau di jemput jam berapa?" tanya Fathan mengalihkan pembicaraan."Sore palingan, katanya Rima baru saja datang dari Palembang. Dia mau tinggal di rumah ibu," jawab Rena."Rima? Kenapa? Bukannya setahun yang lalu dia tiba-tiba aja pindah ke Palembang? Kenapa sekarang balik lagi?" tanya Fathan penasaran.Rima adalah adik kandung Rena, setahun yang lalu dia pergi dengan alasan ikut suaminya ke Palembang. Sebelum pindah ke sana, Fathan tahu betul kalau hubungan Rena dan Rima sedang bermasalah hingga keduanya tak saling bicara. Namun, Fathan tak mau tahu tentang masalah mereka."Gak tahu mas. O ya, kamu kan libur, mau kan temenin aku ke rumah Intan, kita buat video klarifikasi," ajak Rena.Fathan mendongak. Ia seolah tak percaya dengan ajakan istrinya."Kamu serius?" tanya Fathan."Iya, aku menyesal mas, aku sadar kalau aku sudah keterlaluan,"
Fathan menjemput Gea tanpa di temani oleh Rena. Ia merasa senang karena sesuai rencana.Sebelum berangkat ke rumah mertuanya untuk menjemput Gea, Fathan berhenti di toko kue, ia mencari kue terbaik untuk merayakan anniversary pernikahannya yang ke 6 tahun.Setelah membeli kue, Fathan pergi ke toko bunga langganannya. Ia sering sekali memberikan bunga untuk istrinya. Fathan adalah suami yang sangat romantis.Hari semakin sore, Fathan memilih untuk menjemput Gea terlebih dahulu, baru setelah itu ia akan mencari kado untuk istrinya bersama dengan Gea. Sebelumnya ia membeli martabak telor kesukaan bapak mertuanya. Fathan ingin sekali segera memiliki anak dari Rena, namun Allah belum memberikan kepercayaan pada mereka.Sesampainya di rumah mertuanya. Fathan langsung menyuruh Gea bersiap-siap pulang. Gea ingin terus di rumah neneknya karena sekarang ia memiliki teman baru--sepupunya yang bernama Tari. Namun, saat Fathan menjelaskan akan memberikan
"Happy anniversary mam," ucap Fathan pada Rena. Malam ini keluarganya sedang berbahagia karena merayakan ulangtahun pernikahan di sebuah restoran mewah. Sebelumnya Fathan mengajak Rena untuk belanja bulanan, ternyata itu hanya cara dia agar sang istri ikut dengannya. Padahal, Fathan sudah menyiapkan makan malam romantis untuk keluarganya.Fathan memberikan sebuah kado untuk Rena, selain itu, Fathan juga memberikan sekuntum bunga untuk istrinya yang selalu setia menemani. Meski terkadang ia sering membuat Fathan jengkel, namun ia sadar, tak ada rumah tangga yang sempurna."Selamat ulang tahun pernikahan mama, papa, semoga Gea cepet punya adik," ungkap Gea polos."Aamiin," jawab Fathan sembari tersenyum dan berharap.Rena sangat bahagia karena suaminya adalah lelaki idaman. Namun, dia terlena atas kebaikan dan kelembutan Fathan, ia menyangka hal itu karena semata-mata Fathan terlalu bucin padanya.Rena hanya tersenyum mendengar ucapan a
Sepulang kerja, Fathan mampir ke rumah sakit tanpa sepengetahuan Rena. Sejujurnya ia curiga, hanya saja ia takut dugaannya salah.Fathan menghubungi Intan untuk menanyakan di ruang apa Gita di rawat. namun Intan sama sekali tak membalas pesan Fathan.Meski di abaikan, Fathan tetap pergi ke rumah sakit untuk menjenguk dan memastikan keadaan keponakannya.Sesampainya di rumah sakit, ia menanyakan pada resepsionis rumah sakit dengan menyebutkan nama Gita juga penanggung jawabnya bernama Intan. Tak butuh waktu lama, suster penjaga resepsionis langsung memberi tahu di kamar mana Gita di rawat.Intan sedang memberi Gita makan sore saat Fathan menyibak gorden pembatas. Dia sedikit terkejut karena kedatangan Fathan, hatinya gelisah tak menentu. Lagi-lagi ia teringat insiden kecelakaan suaminya."Om Fathan," gumam Gita, matanya berbinar karena kedatangan om-nya. Saking senangnya, Gita berusaha hendak turun dan menyalami Fathan.
Intan membuka amplop pemberian dari Fathan. Setelah di hitung, Fathan memberinya sebesar 5 juta rupiah.Jauh dalam hatinya ia bersyukur karena Allah memberinya kemudahan. Masih jelas dalam ingatannya saat ia memohon pada tetangga dan temannya untuk meminta pinjaman, namun tak ada yang memberikan. Intan tak yakin jika tak ada, namun ia cukup mengerti, mungkin orang-orang takut jika dirinya tak mampu mengembalikannya.Setelah membereskan barang-barang, Intan pergi ke kasir yang menyambung dengan apotek, ia akan membayar biaya perawatan sekaligus menebus obat untuk Gita.Total keseluruhan 4,5 juta. Intan bersyukur karena uang yang di berikan Fathan tak kurang, bahkan masih tersisa.Intan mengirim pesan pada Fathan, ia mengucapkan terimakasih dan mengabari bahwa Gita sudah pulang dari rumah sakit, sekalian Intan mengajaknya bertemu untuk membicarakan sesuatu.Intan dan Gita kembali ke rumah. Tetangga kampungnya sangat miris, selama Gita di rawat tak ad
"Ya Allah, Rima bangun," ucap ibunya Rima dengan panik.Namun seketika ia ingat sesuatu bahwa anak keduanya ini sering prank orang lain."Mama kenapa nek?" tanya Tari saat melihat Rima terkulai lemah."Ah palingan mama kamu pura-pura pingsan karena gak mau nikah sama om Agus," ujar ibunya."Apa? Horeeeee, gak sia-sia dong kita kirim surat sama om Agus," jawab Tari kegirangan."Surat?" tanya Rima dalam hati. Seketika ia ingat kejadian beberapa hari yang lalu."Terimakasih suratnya neng Rima, aa gak nyangka neng Rima juga cinta sama aa Agus, urusan mahar gak perlu khawatir, aa kasih seekor sapi buat neng Rima," ujar Agus tempo hari, namun Rima tak memperdulikannya karena ia fikir Agus sedang mengigau atau berkhayal cintanya di terima."Ooh, jadi kalian yang kirim surat kaleng buat Agus? Apa isi suratnya?" tanya Rima yang tiba-tiba bangun dari pura-pura pingsannya."Tuh kan Tari, nenek mah udah Khatam sama kelakuan mama kamu
"Gea ada?" tanya Intan dengan senyum ramah terlukis di bibirnya."A--ada ..." jawab Rima gugup. Dia tak menyangka jika Intan dan Fathan baik-baik saja bahkan keduanya semakin mesra."Sial," gerutu Rima dalam hati"Gitaaaa ..." teriak Gea saat melihat Gita datang bersama Fathan dan Intan."Sudah siap?" tanya Fathan dengan penuh kasih sayang pada Gea."Siap dong pa," Jawab Gea semangat."Gea sarapan dulu," ujar Rima."Gak mau Tante, nanti aja," jawab Gea sambil melewati Tantenya."Emang Gea belum sarapan?" tanya Fathan."Belum pa," jawab Gea sembari cengengesan."Ya udah, nanti sarapan sama papa, mama sama Gita, ya," timpal Intan sembari menuntun tangan Gea."Kita pergi dulu ya, titip salam sama ibu dan bapak," kata Fathan lalu mereka bersama-sama masuk mobil."Iiihhhhh ... kenapa sih kok mereka gak berantem? Kenapa mereka kok diem-diem aja sih? Oooo ... jangan-jangan si Intan emang
"Apa maksud mbak Rima?" tanya Intan sambil menautkan alisnya."Tuh ... mas Fathan itu pernah bilang kalau dia gak cinta sama kamu. Dia menikahi kamu cuma khawatir aja sama masa depannya Gita," ujar Rima sembari menaruh sebuah foto di atas meja lalu ia kembali bersidekap dengan menyilangkan tangan di dada.Intan mengambil kertas foto yang sengaja di perlihatkan oleh Rima kepadanya.Wanita itu membulatkan matanya saat melihat foto yang tak pernah dia sangka sebelumnya, Intan menutup mulutnya saking terkejut dan tak percaya atas apa yang di lihatnya."Gak mungkin .... Astaghfirullah," lirih Intan, butiran bening terjatuh dari mata lentiknya.Sementara Rima tersenyum puas melihat Intan mengeluarkan airmata. Dia yakin Intan akan marah besar pada Fathan karena foto itu."Mungkin aja ... kamu terlalu percaya sama suami kamu, padahal di luar dia tak sebaik yang kamu kira, oh ya Tan, ngomong-ngomong mas Fathan hebat juga ya, aku jadi ke
Duuuttt ....Tiba-tiba perut Rima bergejolak, rasanya mulas, panas dan perih. Wanita itu segera berlari ke toilet.Sialnya ada orang sedang buang hajat di toilet rumah Intan. Rima terus menggedor pintu karena dorongan di perutnya semakin kuat. Keringat dingin sudah mengucur dari dahinya."Buruan dong!" pinta Rima. Namun sepertinya orang di dalam toilet tak menghiraukan kegelisahan Rima.Wanita itu berlari ke rumah Bu Ida-- tetangganya Intan. Di perkampungan biasanya jika ada yang mengadakan hajatan maka rumah tetangga akan ikut ramai."Mamaaaa ... Mau jajan," pinta Tari, ia mengejar Rima yang berlari ke arah rumah Bu Ida sembari memegang perutnya."Nanti aja!" tolak Rima, ia sudah tak kuat menahan dorongan di perutnya hingga lari terbirit-birit.Namun Tari justru menarik lengan Rima dan menahannya."Mama jajan ... Mama jajan ... Mama jajan ...mau boneka di Abang depan," rengek Tari sembari bergelayut di tangan ibu
Segala pernak-pernik Pernikahan Intan dan Fathan sudah di siapkan. Keduanya bahagia karena akhirnya cinta mereka bisa di persatukan dengan ikatan suci.Di sepertiga malam Fathan menggelar sajadah, dia bersyukur tak hentinya pada sang kuasa karena do'a yang dulu selalu ia lantunkan Allah kabulkan.Allah selalu mendengar do'a setiap mahluk. Karena Allah adalah sebaik-baik pengijabah segala pinta. Hanya saja Dia akan mengabulkan setiap permohonan setiap hamba pada waktu yang telah di tentukan, Dia yang maha tau atas apa yang setiap manusia butuhkan, bukan inginkan.Setelah melipat sajadah dan menaruh kembali ke tempat semula, Fathan berjalan perlahan, ia mengambil sebuah album foto di dalam laci.Fathan membuka lembar demi lembar album foto itu. Di lembar pertama ia melihat foto dirinya bersama Bayu sedang mencium pipi ibunya bersama-sama. Foto itu telah sedikit memudar karena di ambil saat Fathan masih remaja.Dia membuka ke
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un," gumam Intan lirih.Intan gegas menelpon Rima untuk menanyakan kebenaran kabar meninggalnya Rena."Assalamualaikum Rima, apa benar kabar tentang Rena?" tanya Intan dengan perasaan tak menentu."Iya mbak, betul hu ... hu ..." jawab Rima di sebrang sana. Ia menangis tersedu."Kalau boleh tahu kenapa? Tadi siang dia bantu aku selamatkan Gita?" tanya Intan tak percaya."Mbak Rena meninggal waktu shalat ashar di masjid, aku juga gak tahu persis kenapa, sekarang masih di periksa juga. Tapi kata saksi mbak Rena shalat berjama'ah sama dia, pas salam tahunya dia masih sujud, pas di sentuh ternyata udah gak ada," ungkap Rima dengan suara serak lantaran terlalu banyak menangis.Intan terkejut dengan ucapan Rima, menurut Intan, kematian Rena adalah kematian terindah.Kematian adalah sebuah misteri, jangan berbangga jika merasa hari ini menjadi diri yang sangat religius, karena jika niatnya bu
"Yang benar Gea?" tanya Rena dengan wajah pias."Iya ma, waktu Gea main pernah denger om Thariq bilang sama orang katanya mau jual Gita, terus Gea lari mau kasih tahu Gita, tapi ada mobil kenceng banget tabrak Gea," jawab gadis itu sembari mengingat-ingat."Astaghfirullah, kalau begitu Gita dalam bahaya, mama telpon papa Fathan dulu ya," ujar Rena lalu di balas anggukan oleh Gea.Gea memang sombong, tapi sebenarnya dia masih mempunyai sedikit kebaikan dalam hatinya, apalagi kini hanya Gita yang mau menemaninya saat dia tak lagi memiliki uang jajan karena perceraian Rena dan Fathan.Rena gegas mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas, dia langsung mencari kontak Fathan namun nomornya tak aktif.Rena semakin gelisah, ia mencari kontak Intan namun nomor Intan sulit sekali di hubungi. Wajah Rena semakin pias, hatinya sangat gelisah.Berkali-kali Rena menghubungi nomor Intan dan Fathan bergantian namun nomor keduanya tetap tak
Fathan gegas ke rumah Intan, ia amat khawatir terjadi sesuatu hal yang buruk pada keponakannya."Semoga Gita baik-baik saja ya, mas," ujar Rena saat Fathan hendak pergi.Lelaki itu hanya tersenyum sembari menganggukan kepala pada Rena.Sementara Rena menatap nanar kepergian mantan suaminya, lelaki yang dulu begitu memuja dan memperlakukannya bak ratu, namun karena kebodohannya dia telah kehilangan cinta sucinya.Rena gegas masuk lagi ke ruang di mana Gea di rawat, Gea masih tertidur nyenyak di ranjangnya.Rena mengambil air wudhu dan membentangkan sajadah untuk shalat Dhuha. Sejak Gea sakit dia sering sekali mendengar ceramah via YouTube untuk menguatkan hatinya, ia juga sering bertanya tentang tauhid pada orang yang ia anggap mempunyai ilmu yang mumpuni.Rena senang karena kemarin saat Intan di rumah sakit dia sudah meminta maaf pada mantan kakak iparnya itu, dia juga meminta maaf pada Gita karena sudah mencelakainya.R
"Permisi ... Assalamualaikum," teriak Bayu di depan pagar gerbang sebuah rumah besar berlantai dua.Sudah berkali-kali Bayu mengucap salam sembari mengadukan tembok dengan besi gerbang agar menimbulkan suara hingga ada orang ke luar.Sebelumnya ia menekan bel, namun ternyata bel rusak dan tak berfungsi.Hampir setengah jam Bayu menunggu seseorang untuk keluar rumah, namun tak ada satu orangpun yang datang.Padahal gerbang tak di kunci, tapi pantang bagi Bayu untuk masuk sebelum mendapatkan izin sang punya rumah, meski itu hanya sekedar memasuki pagarnya saja. Almarhum ibunya mengajarkan ia sopan santun yang sangat tinggi.Berkali-kali-kali ia menelpon pelanggan bernama Thariq yang memesan makanan melaluinya, namun tak juga di angkat.[Mas di mana? Ayo buruan, nanti aku telat]Ponselnya berdenting, sebuah pesan dari Fathan, adik yang sangat ia sayangi. Hari ini ia berjanji akan bertemu Fathan untuk memberikan surat