Di dalam gedung kantor Kitten Group Kim terlihat sibuk dengan tugas yang diberikan sang atasan. Ia sudah mengecek di semua travel, tapi tidak ada jam penerbangan yang sesuai dengan kemauan sang atasan.
"Selamat pagi," sapa Soraya begitu tiba di ruangan mereka.
"Pagi," balas Kim tanpa menatapnya.
Alis Soraya mengerut. "Ada apa? Sepertinya Bu Kim serius sekali?" tanya Soraya saat melihat wajah Kim yang begitu tegang menghadap komputer. Ia meletakkan tasnya, kemudian duduk di samping Kim untuk melihat apa yang membuat seniornya itu begitu serius.
"Aku sedang mencari tiket untuk Pak Dean, tapi semua jadwal penerbangannya tidak ada yang sesuai dengan penernangan Pak Dean."
"Berangkat? Memangnya Bos mau ke mana?"
"Jerman."
Saat itu juga Dean muncul dengan wajah terlihat datar. Soraya yang lebih dulu melihat kedatangan sang atasan,
Ya ampun, bagaimana ini? Kira-kira Kensky akan membatalkan penerbangannya atau tidak, ya? Waduh, Dean pasti akan mengamuk ini. Hahaha. Halo, Sobat semua? Apa kabar? Insyaallah sehat2 semua, ya. Untuk nama2 yg baru muncul, ada Kak Mufida, Kak Gindo, Kak Saputra, Kak Togar, Kak Agustina dan Kak Agus Praatiya, terima kasih banyak karena udh mendukung dan memberikan vote utk cerita ini. Untuk nama2 yg gak sempat ditulis, mohon maaf, karena daerahku jaringannya agak lemot. Sekali lagi terima kasih ya untuk pembaca setia MC, semoga ke depannya lagi makin suka. Hehehe Amin.
Kensky ternganga. "Calon suami? Tapi kenapa Dean tidak pernah mengatakannya padaku?" Dengan wajah ceria ia menatap Soraya, "Kau tenang saja, aku dan Pak Dean tidak ada hubungan apa-apa." Soraya menatap pintu yang kini tertutup. "Kau pikir aku akan membiarkanmu mendekati Bernar, hah? Jangan harap. Tunggu saja, aku akan membuat kalian tidak bisa pergi ke Jerman bersama." *** Setelah mengantarkan Kensky ke kantor, Dean kini pergi bersama Matt untuk makan siang sekaligus menemui pengacara Eduardus. Namun, saat mereka hendak memasuki gedung restoran langganannya, teriakan suara perempuan dari seberang jalan memanggilnya. "Bernar?" Langkah Dean terhenti. "Siapa yang memanggilku?" Matt mencari sosok tersebut. "Mrs. Oxley, Bos. Dia sedang menyeberang jalan menuju ke sini." "Brengsek, sedang apa dia di sini? Kontrol semua area, janga
Saat itulah Soraya menatap ibunya. "Ya, kata sekertaris Bernar, pria itu akan mengajak Kensky ke Jerman. Mereka akan pergi bertiga, Bernar, Kensky dan orang kepercayaan Bernar." "Dalam rangka apa?" Soraya menatap sedih. "Aku tidak tahu, Ma. Yang jelas Mama harus membantuku, cegah mereka berdua. Aku tidak mau mereka pergi bersama-sama ke sana." Rebecca menatap iba. Sebagai perempuan yang pernah mencintai seseorang, ia mengerti apa yang dirasakan Soraya. Anaknya itu pasti tertekan ketika melihat Dean__ pria yang dicintainya__ lebih dekat dengan wanita lain daripada dirinya. Sama halnya waktu dulu saat Eduardus lebih memilih bersama Barbara daripada dirinya. Ia mendudukan dirinya di samping Soraya. "Kamu yang sabar, ya. Mama yakin, di balik ini semua pasti ada sesuatu yang Bernar rencanakan." Soraya menengadahkan kepalanya pada Rebecca. "Aku tidak yakin, Ma. Sikap Bernar p
Kensky tersenyum manis seolah-olah pertanyaan itu biasa-biasa saja. "Itu tidak mungkin Mr. Hans, aku hanya karyawannya." "Tapi dari pandangaku sebagai kaca mata lelaki, aku rasa dia menyukaimu, Sky." Kensky terbahak. "Ah, Mr. Hans ada-ada saja." Mr. Hans ikut tertawa. "Tidak masalah, Sky, beliau kan belum menikah. Apalagi tidak biasanya dia bersikap seperti ini terhadap wanita. Selama ini tidak ada wanita yang dispesialkan di kantor ini, hanya kau." Mata Kensky menyipit. "Dispesialkan? Maksud, Anda?" Saat itulah Mr. Hans berdiri, kemudian mendudukan bokongnya di atas meja menghadap Kensky yang sedang duduk bersandar di kursinya. "Pertama, tidak ada karyawan yang baru lulus bisa menempati jabatan asisten keuangan. Kalaupun orang itu memiliki riwayat dari lulusan Universitas ternama, dia harus punya pengalaman minimal satu tahun menjadi staf di bagian
Rebecca menatap Kensky penuh tanda tanya. "Kenapa dia menangis? Apa jangan-jangan___" "Ma, mungkin Mama salah dengar, mana mungkin Daddy menjodohkan aku." "I-iya, Sky. Kata Daddy-mu sih seperti itu. Tapi dia tidak mengatakannya kalau pria itu siapa." Kensky menatap Rebecca. "Apa mungkin Daddy sengaja tidak memberitahukan pada mereka kalau pria itu adalah Dean? Mungkin juga, secara Soraya kan sangat menyukai Dean," katanya dalam hati. Rebecca yang juga membalas pelukan gadis itu bertanya-tanya dalam hati. "Kenapa dia begitu bahagia?" Hal itu membuatnya semakin penasaran. Dan karena hal itu sangat mengganjal dalam dirinya, Rebecca melepaskan pelukannya dan menatap Kensky dengan alis berkerut-kerut. "Apa yang membuatmu senang, Sky? Apa kau tidak keberatan jika dirimu dijodohkan? Padahal biasanya wanita paling tidak suka jika hal itu terjadi. Selain membuat mereka tidak bebas mencintai, masa muda
Kensky terus menangis karena merasakan sesak di dadanya. Air mata bahkan jatuh ke atas foto yang ada di tangan tepat di atas wajah ibunya. Ini adalah pertama kali ia melanggar aturan Barbara, karena sejak kecil Kensky tidak pernah melanggar atau bahkan menolak apa yang dikatakan Barbara. Namun kali ini ada pengecualian, karena baru kali ini keinginan ibunya bertolak belakang dengannya. Kensky sudah terlanjur jatuh cinta pada Dean, bahkan jauh sebelum ia membuka kotak itu. Drtt... Drtt... Getaran ponsel membuat Kensky menoleh. Sambil memegang foto ia mengambil benda itu, kemudian menghubungkan panggilannya. "Halo?" "Maafkan aku sudah membuatmu menunggu." Sosok di balik telepon ternyata adalah lelaki calon pilihan Barbara. "Bagaimana kabarmu?" Kensky menarik cairan hidungnya dan hal itu membuat sosok di balik telepon bertanya-tanya. "Ada apa? Kau habis menangis?" "Tidak," bohongnya, "Aku sedang
Rebecca sedang mangatur meja makan keesokan harinya. Mengatur piring dan peralatan makan sedemikian rupa, seperti biasa yang sering dilakukannya setiap pagi. Di rumah itu Rebecca mengurus semunya sendiri. Bukan tidak bisa menggaji pelayan, melainkan Rebecca tidak mau ada orang asing dalam kehidupan mereka. Baginya pelayan hanya penghalang untuk menghancurkan Eduardus. Soraya muncul dengan pakaian rapi. Rambutnya tergerai indah. Dan seperti biasa, riasan wajahnya terlalu tebal dengan lipstik, serta alis yang cetar membahana. Tapi meski terlihat menor, wanita itu tetap cantik. Sebagai ibu Rebecca bahkan sangat memuji kecantikan anaknya itu. "Selamat pagi, Ma." Kensky juga muncul dengan pakaian rapi khas eksekutif berwibawa. Kemeja putih berbahan satin dipadukan dengan rok merah ketat yang panjangnya di atas lutut membuatnya terlihat seksi dan berkelas. Riasan wajah tipis, namun tetap cantik. Dan itulah yang selalu me
Kensky keluar dari lift dengan jantung berdetak cepat. Meski sebenarnya ada rasa bahagia menyelimuti__ untuk pertama kali ia bertemu pria yang ternyata adalah calon suaminya__ namun tetap saja ada rasa gugup melebihi bahagianya. "Soraya, apa Pak Dean ada?" Senyum Soraya melebar. "Ada. Kebetulan beliau sedang menunggumu di dalam." Kensky menatap bingung. "Kenapa ekpresi Soraya begitu bahagia? Perasaan dia akan marah jika aku bertemu Dean," katanya dalam hati, "Baiklah, aku masuk dulu." Soraya menatap Kensky yang kini masuk ke dalam ruangan Dean. Dengan mata menyipit dan senyum licik ia berkata dalam hati, "Mungkin saat ini kau akan bahagia karena dia akan memindahkanmu ke Jerman, tapi tak lama lagi kau akan ditendang dan diterlantarkan olehnya." Di sisi lain. "Selamat pagi, Pak. Apa benar Anda memanggil, Saya?" Dean segera be
Di kediaman keluarga Oxley, tepatnya di gudang tempat penyimpanan barang-barang, Rebecca sedang sibuk mencari anak-anak kunci duplikat untuk semua pintu di rumah itu. Rasa penasaran karena sikap Kensky semalam membuatnya ingin membuka kamar gadis itu tanpa sepengetahuan dia. "Semoga saja duplikatnya tidak ada di sini." Rebecca terus membongkar peti kayu berukuran besar yang memang dikhususkan untuk menyimpan benda-benda penting di rumah itu, termasuk foto-foto Barbara bersama Kensky saat masih kecil. "Ketemu!" seru Rebecca ketika melihat rentenan anak kunci yang bergelantungan pada sebuah besi bulat saat ia mengangkat bingkai foto ukuran sedang, di mana ada Barbara dan Eduardus sedang mengenakan pakaian pengantin. Ia bahkan tak peduli dengan foto itu, karena yang lebih penting baginya adalah kunci untuk membuka kamar Kensky. "Semoga saja salah satu di antara mereka ini bisa membantuku," bisik Rebecca.
Kensky bergairah. Dari awalnya hanya iseng saat mulutnya yang kecil mengulum pucuk buah dadanya Dean, kini sambil memejamkan mata ia memindah posisi dan berlutut di hadapan lelaki itu. Tangannya yang halus dengan lembut bergerak ke arah handuk dan melepaskannya. Dean terkejut. Dengan mata sayu ia menatap Kenksy yang sedang menyerang perutnya dengan kecupan-kecupan kecil hingga membuatnya terasa nikmat. Kensky yang semakin lama dilanda gairah ketika merasakan elusan lembut dari tangan Dean, kini menunduk dan melihat bagian yang mengeras dan tegas. Ia terkejut melihat bagian itu untuk pertama kalinya yang ternyata lumayan panjang dan berisi. Sambil menatap Dean ia tersenyum dan berkata, "Ini ukuran yang sangat menakjubkan, Dean." Lelaki itu mencondongkan badan dan melumat bibir Kensky. Setelah puas saling melumat, mereka melepaskan bibir dan saling bertatap. "Kau tidak perlu melakukannya, Sayang."
Di dalam kamar vila mewah dan terbesar di Amerika, Dean sedang berdiri sambil menghadap jendela kaca dengan tubuh yang hanya mengenakan celana pendek. Tubuh bagian atasnya terbuka, sedangkan sebelah tangannya menahan ponsel yang menempel di telinga."Maafkan aku, Dean. Padahal aku dan istriku ingin sekali menghadiri pernikahanmu, tapi kakak iparku mendadak menyuruh kami ke Rusia pagi tadi. Mertuaku meninggal, karena kecelakaan.""Aku turut berduka cita. Kapan pemakamannya?""Terima kasih, Dean. Pemakamannya besok. Anak-anaknya ingin mempercepat pemakaman, karena bagian tubuhnya hancur. Jadi mereka tidak mau menahan jenazah-nya lebih lama lagi.""Maafkan aku, Mister. Aku ingin sekali hadir ke pemakaman itu, tapi Anda sendiri tahukan?""Aku mengerti, Dean. Tapi ngomong-ngomong soal vila, kau suka kan tempat itu, kan? Aku sengaja memberikan kamu vila di atas puncak biar kau bisa men
"Enam sembilan?""Iya," balas Tanisa, "Tunggu di sini. Aku akan mengambil laptop dulu."Kensky menatap bingung ke arah Tanisa yang kini berjalan memasuki kamarnya."Kau harus melihat ini, Sky," kata Tanisa yang tiba-tiba muncul sambil membawa laptop. Ia duduk di sebelah Kenksy kemudian mengotak-atik benda itu, "Ini adalah situs terbaik yang pernah aku lihat."Zet!Kensky terkejut. "Kau sering melihatnya di situs ini, ya?"Tanisa tertawa. "Memangnya kenapa? Kan mencari pengalaman bukan harus mempraktekkannya saja. Sama seperti sekolah, kita akan mendapat materi dulu, baru dipraktekkan. Bukan begitu?"Kensky terdiam karena apa yang dikatakan Tanisa ada benarnya. Ia tidak perlu bercinta dulu baru mendapatkan pengalaman, tapi hanya dengan berbagi pengalaman bersama Tanisa dan melihat video di situs itu sudah cukup bagi Kensky untuk mempraktek
Mata Dean berubah sayu. Perlahan ia mulai membuka kancing kemeja Kensky hingga semuanya terlepas. Setelah semua kancing terlepas, ia membuka lebar kemeja itu hingga terlihat bagian suburnya yang tegas. Perlahan Dean membenamkan wajah di sana untuk menghirup aroma di balik pelindung tipis yang masih melekat di tubuh Kensky.Gadis itu mendesah saat Dean menyentuh bagian itu dengan lidahnya. "Dean ...."Lelaki itu mendongak menatap wajah Kensky. Tangannya perlahan menyusup ke balik punggung untuk membuka pengait yang menghalanginya.Kensky pasrah dan sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari wajah Dean. "Aku ingin sesuatu yang beda di malam pengantin kita nanti."Tepat di saat itu pengait bra gadis itu terlepas. Sambil mengangkat pelindung itu dengan pelan ia berkata, "Kau ingin apa?" Dean menunduk dan mencium pucuknya yang berwarna cokelat.Kensky memejamkan mata sambil mengusap
Dengan perasaan sedih dan bahagia Eduardus mengangguk. Ia bahkan tak bisa mengeluarkan suara, akibat air mata yang kini membasahi pipinya.Mata Kensky ikut berkaca-kaca. "Apa itu artinya Papi menerima lamaran ini?"Eduardus menarik cairan hidungnya. "Tentu saja. Tentu saja, Sayang. Papi menerima lamaran Dean merestui hubungan kalian."Dengan cepat Kensky beranjak dari sofa dan mendekati ayahnya. Mereka saling berpelukan dan menangis bersama. "Terima kasih, Pi. Terima kasih karena Papi telah mengijinkan Dean menjadi suamiku."Mrs. Stewart ikut menangis. Dalam hati ia bertanya-tanya, "Jika Eduardus tahu kalau Kensky adalah cucu kandungnya, apakah dia akan menerima Dean sebagai suami Kensky?"Dean yang duduk sambil menatap mereka pun sama pemikiran. Ia bertanya-tanya dalam hati, "Seandainya Eduardus tahu aku punya hubungan dengan keluarga Barbara, apakah dia akan menerima lamaranku
Seminggu pun berlalu. Kensky yang seharusnya sudah kembali ke Eropa akhirnya tertunda akibat permintaan Dean."Aku terlalu lama di sini. Kalau aku lebih lama lagi, yang ada pekerjaanku semakin tertunda. Aku tidak mau meskipun kau pacarku, tapi melalaikan tugas sebagai karyawanmu."Dean tersenyum sayang. Saat ini mereka sedang berada di restoran langganan sambil menikmati makan siang. "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah menghubingi Mr. Bon dan menyuruhnya untuk menangani semuanya. Kau tenang saja.""Aku tidak ingin mereka menganggap aku dispesialkan olehmu, Dean. Aku tidak ingin mereka menilai bahwa kau membeda-bedakan karyawan."Lelaki itu menyudahi makannya. "Kenapa kau harus khawatir? Kau kan memang orang yang spesial bagiku dan Kitten Group. Hanya saja mereka tidak tahu bahwa kaulah pemilik Kitten Group yang sebenarnya, bukan aku."Kensky menatap haru. Perlahan ia meraih sebe
Ekspresi Dean langsung berubah. "Saat malam ulangtahunmu yang ketujuh tahun, ibumu menemuiku waktu itu."Kensky tampak berpikir. "Kalau itu aku ingat, tapi mami tidak bilang kalau mau ke mana.""Malam itu dia datang untuk meramaikan acara yang aku, kakek da nenekmu laksanakan demi memperingati hari ulangtahunmu. Jadi setiap tanggal lima belas juni, kami merayakan ulangtahunmu tanpa kau ketahui."Mata Kensky kembali berkaca-kacaa. "Benarkah?"Dean tersenyum. "Iya. Dan saat itulah kami sepakat membuat ulang tahun Kitten Group tepat di tanggal yang sama dengan tanggal kelahiranmu.""Ya, Tuhan. Jadi barusan peringatan itu bukan karena ulang tahun kantor?""Iya, tapi peringatan untuk tanggal kelahiranmu. Dan itu tidak ada yang tahu kecuali aku dan semua keluargamu."Kensky kembali menangis. "Aku tak menyangka, ternyata keluarga mami tidak pernah melupakanku
"Dean, kumohon kabulkanlah permintaanku ini . Mungkin bagimu ini sangat tidak mungkin, tapi hanya kamulah orang yang kupercaya. Kumohon, Dean. Berjanjilah padaku bahwa kau akan menikah dengan Kensky. Hanya kau laki-laki yang kupercaya untuk menjaganya. Aku tak peduli kau mau atau tidak, pokoknya yang aku tahu Kensky harus menikah denganmu. Aku tak peduli bagaimapun caramu mendapatkannya, pokoknya kau harus menikahinya. Dan aku harap setelah membaca surat ini, kau mau berjanji dan melakukan apa yang sudah aku minta. Bertanda tangan, Barbara Stewart."Zet!Lagi-lagi Kensky terkejut. "Nama belakang mami Stewart?""Iya.""Sumpah, selama ini aku tidak tahu nama belakang mami. Yang aku tahu nama mami hanyalah Barbara Oxley."Dean mengusap pipi Kensky. "Kau ingat wanita yang kuceritkan padamu tempo hari ... wanita yang telah menolongku di depan tokonya?""Iya."
Tanpa berkata apa-apa lagi Kensky pun langsung berdiri dan memeluk Dean. "Aku juga sangat merindukanmu.""Cium aku," kata Dean.Kensky melepaskan pelukannya dan menatap Dean. "Cium?""Iya."Kensky mendunduk dan mencium dahi Dean. "Sudah.""Bibir."Wajah Kensky berubah merah. "Ini rumah sakit, Dean. Kalau perawat datang dan memperkogi kita, bagaimana?""Ini sudah larut, mereka tidak akan datang.""Tapi___""Sudah, cepat. Jangan membantah."Dengan malu-malu Kensky pun mendudukkan tubuhnya di atas ranjang. Perlahan ia menunduk kemudian mencium Dean.Lelaki itu tak hanya diam. Tangan sebelahnya terulur dan menehan kepala Kensky lalu membalas ciuman Kensky. Ciuman yang awalnya hanya sebuah kecupan lembut, berubah menjadi lumatan yang penuh perasaan.&nbs