“Kau! Kenapa sengaja menemuiku di sini? Aku kira uang kalian sudah banyak untuk menyewa satu bioskop. Aku tahu kau sengaja menemuiku, tidak ada kebetulan di dunia ini.”
“Kau benar, aku sengaja menemuimu kemari,” jawab Leondra singkat. Masih sibuk dengan layar ponselnya sejak tadi.
“Apa peringatan pertamaku padamu belum cukup? Kenapa kau terus mengusikku?” Atlanta mulai hilang kesabaran.
Leondra menggunakan airpods di telinga mungil Leonis. Membiarkan Leonis menonton sebuah video. Leondra tak ingin Leonis mendengar percakapannya dengan Atlanta.
“Aku tahu jika kau dan ayah bertengkar belum lama ini. Kalian berhasil menghancurkan kamar mandi mewah hotel Adams,” Leondra mengalihkan pembicaraan.
Atlanta melipat kedua tangannya di depan dada. “Lalu? Itu bukan urusanmu.”
“Aku tidak akan berhenti mengusikmu hingga kau berhenti dari pekerjaanmu.”
Atlanta berdecih sinis. &l
“Serealmu sungguh sudah habis? Bukankah aku terakhir membelikanmu satu kardus? tanya Dylan.“Kau sepertinya memiliki gangguan ingatan. Kau sudah memberikannya padaku lama sekali.”“Bukankah seharusnya masih tersisa sedikit lagi?”Atlanta memasukkan sepuluh buah kotak sereal dari merek yang sama dengan rasa yang berbeda ke dalam keranjang.“Sebenarnya masih tersisa setengah kotak lagi,” jawab Atlanta.“Secepat itu kau menghabiskannya?” tanya Dylan lagi, mengikuti langkah Atlanta seraya mendorong keranjang belanja.“Tentu saja, itu ‘kan kesukaanku.”Ketika Atlanta hendak mengambil bumbu saos, ponsel Atlanta bergetar. Atlanta mengambil ponselnya dan menatap Dylan ragu karena Leondra lah yang menghubunginya.“Kenapa tidak kau angkat? Siapa itu?” Dylan penasaran.Atlanta masih menatap layar ponselnya yang menunjukkan sederet angka yang s
“Kau sudah lama menungguku?” tanya Atlanta saat Dylan masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Atlanta. Membiarkan Atlanta menyetir mobil.“Aku tidak menunggu lama,” jawab Dylan jujur.Atlanta segera melajukan mobil dan pulang ke apartemen. Sesampainya mereka di basemen apartemen, Dylan menyadari jika mobil mewah itu sudah tidak ada lagi di parkiran.“Eh? Mobil mewah itu sudah pergi?”Refleks Atlanta ikut memperhatikan apa yang sedang Dylan lihat. “Kau benar, mobilnya sudah menghilang.”Dylan menatap Atlanta. “Kenapa Satpam bisa mengira itu mobil milikmu?”Atlanta berdecak pelan dan menggelengkan kepala. “Entahlah. Aku juga tidak mengerti kenapa Satpam itu bisa salah melihat. Jika aku memiliki mobil semewah itu, pasti kita sudah pindah dari sini bukan?”Dylan terkekeh ringan mendengar jawaban Atlanta. “Kau benar.”Atlanta dan Dylan berjalan ber
Atlanta dan Dylan kembali ke ruang apartemen mereka. Kembali melakukan keseharian mereka bersama-sama.“Sayang, apa kau mau kita pindah rumah?” tanya Dylan tiba-tiba.Atlanta yang sedang menuang susu ke dalam mangkuk sereal sontak menoleh. “Kenapa? Apa apartemen ini sudah tidak nyaman bagimu?” tanya balik Atlanta.“Tidak sih, hanya saja… Hanya saja aku merasa lebih baik kita memiliki rumah, bangunan terpisah. Bukan apartemen.” Dylan menjelaskan maksudnya walau tampak sedikit ragu.“Kita membutuhkan rumah yang lebih besar dan kamar lebih banyak untuk anak-anak kita nanti. Tidak mungkin juga bukan kita selamanya tinggal di apartemen?” lanjut Dylan.Mendengar kata ‘anak’ di sebutkan membuat Atlanta mematung sesaat. Atlanta sungguh tidak siap untuk hal yang satu itu. Bahkan Atlanta rajin meminum obat kontrasepsi.“Jadi bagaimana pendapatmu?” tanya Dylan membuyarkan la
Setelah memahami apa tugas dan targetnya hari ini, Atlanta mengambil kunci mobil mewahnya. Teringat sesuatu, Atlanta memanggil Valeria.“Valeria,” panggil Atlanta.“Ya?” sahut Valeria.“Aku tidak menyangka jika tindakanmu akan seceroboh itu. Dylan bisa mengetahui ada orang yang masuk ke apartemen kami karena kau menginjak karpet dan menggesernya sedikit.”Valeria membulatkan mata, terkejut. “Sungguh? Dylan mengetahuinya?”“Dia bahkan mengajakku pergi ke ruang teknisi. Untuk saja aku segera retas dan rusak CCTV. Jika tidak, kau akan ketahuan dan hubungan kita menjadi rumit,” balas Atlanta.“Aku akui Dylan sangat teliti,” puji Valeria.“Tapi, terima kasih. Satpam melihat dengan jelas jika aku yang menggunakan mobil itu ke apartemen, karena itu aku membutuhkan bantuanmu.”Valeria tersenyum geli melihat ekspresi Atlanta yang sangat jelas sedang menu
Dylan mendesah pelan karena hari ini ia harus menyamar menjadi seorang paket. Dylan menatap Zunaira dan Orion malas.“Sungguh aku harus berpenampilan seperti ini di Las Vegas? Kota penuh hura-hura?” tanya Dylan, memastikan sekali lagi.Zunaira dan Orion kompak mengacungkan jari jempol kepada Dylan.“Kau tetap tampan,” puji Zunaira, supaya Dylan berhenti berkecil hati.“Kau tukang paket tertampan seantero Las Vegas,” tambah Orion.Dylan berdecih sinis mendengar pujian omong kosong yang di lontarkan untuknya. Tentu saja Dylan tak percaya dengan pujian palsu itu. Dylan bukan lagi anak kecil yang mudah di bujuk.Walau ini bukan pertama kalinya Dylan menyamar sebagai seorang tukang antar paket, tapi ini adalah pertama kalinya Dylan menyamar seperti ini di sebuah kota dosa yang mewah, Las Vegas.“Kau tidak berharap menyamar menjadi seorang bartender atau pembisnis bukan?” imbuh Orion.D
Akhirnya Dylan menemukan target yang sudah mabuk dan sedang menari bersama wanita berambut pendek yang Dylan lihat tadi. Wanita itu memunggungi Dylan dan badannya terus bergerak menari dengan lihai. Dari belakang saja Dylan bisa mengetahui dengan jelas jika wanita itu adalah wanita pesta. Dengan berani Dylan menghampiri Atlanta dan Tony yang sedang asik menari. Melihat seorang manusia aneh yang datang menghampiri mereka, Atlanta mulai menyadari adanya keanehan. ‘Tukang paket di kasino? Tony tak sebodoh itu untuk menerima sebuah paket dari tukang kurir antar paket yang berpakaian lusuh,’ batin Atlanta. Atlanta memilih untuk memeluk Tony dan mengambil dompet milik Tony. Dompet tersebut akan menjadi kartu kedua Atlanta jika malam ini Tony gagal mengantarnya ke rumah bordil tersebut. “Maaf Tony, aku tidak ingin bekerja sama dengan orang bodoh. Aku berubah pikiran,” gumam Atlanta. Kedua kaki Dylan berhenti melangkah di hadapan Atlanta dan
Atlanta berdecak kesal melihat sebuah bangunan dengan penjagaan ketat di depannya saat ini. “Ini semua karena kurir sialan tadi. Kenapa aku harus lari? Bukankah aku bisa menghajarnya? Aku jadi kehilangan Tony gara-gara kurir sialan itu,” gerutu Atlanta. “Percuma aku mengajak Tony, pria itu hanya bisa di manfaatkan.” Atlanta segera turun dari mobil dan masuk ke rumah bordil melalui pintu depan. Dengan bangga Atlanta menunjukkan sebuah kartu identitas milik Tony yang kini berada di tangannya kepada salah satu penjaga tersebut. “Tony memberiku ini sebagai jaminan jika dia memberikanku aksses untuk masuk ke rumah bordil ini,” ujar Atlanta. Ketika penjaga tersebut hendak menghubungi atasannya, Atlanta segera mencegahnya. “Bosmu sedang mabuk di kelab. Aku dan dia sedang berpesta di kasino. Aku harus masuk, aku memiliki urusan pribadi di sini. Aku sudah mendapatkan izin dari Bossmu.” Penajaga tersebut menatap Atlanta ragu sebelum akhirnya mem
Tak sabar, Atlanta segera merebut chip yang menempel di kuku Mauren dengan cara mencabutnya secara paksa. Terakhir, Atlanta membuka pintu mobil. Menyuruh Mauren segera keluar dari mobilnya karena urusan Atlanta sudah selesai. Cepat-cepat Mauren turun dari mobil karena takut. Darah dari jarinya terus bercucuran. Untungnya tetesan darah itu tidak mengenai mobil Atlanta. Melalui jendela, Atlanta melemparkan satu tas jinjing yang berisi setumpuk uang kepada Mauren. Setelah itu Atlanta segera pergi secepat mungkin dan meninggalkan Mauren di pinggir jalan. Tiba-tiba sebuah sepeda motor memotong jalannya, membuat Atlanta terpaksa menginjak pedal rem supaya tidak terjadi tabrakan. Tidak salah lagi, itu tukang paket yang terus mengejarnya sejak tadi. Sementara Dylan berusaha melihat wajah wanita itu dengan jelas walau cahaya mobil menyorotinya dengan tajam. “Atlanta? Istriku?” Dylan menyipitkan mata, berusaha meyakinkan jika dirinya tak salah lihat.
Dylan meraba saku celana dan menemukan sebuah kuku palsu milik Atlanta ketika hendak menaruhnya ke dalam tumpukan pakaian kotor. “Kuku Atlanta?” Sejenak Dylan memperhatikan kuku palsu cantik tersebut dengan detail. Saat mengarahkannya ke arah sinar matahari, Dylan menyadari jika ada yang berbeda. “Ini bukan hiasan biasa. Ini chip. Manikur menanam chip.” Dlan bergegas untuk membuka data dalam chip tersebut. “Kapan Atlanta meninggalkan ini di dalam saku celanaku?” gumam Dylan. Mendapatkan info-info penting untuk menyelesaikan kasusu, Dylan mencetak informasi yang Atlanta tinggalkan untuknya. Ini sama seperti Atlanta meninggalkannya sebuah peta dengan keterangan rinci. Hal yang harus Dylan lakukan adala mengikuti semua ptunjuk yang telah Atlanta tinggalkan untuknya. “Pelaku pembunuhan hilton selama ini adalah Olivia? Ayah Olivia juga membunuh Ibu kandung Atlanta? Oliver selama ini menggunakan replika sidik jari Atlanta untuk menutupi jeja
Johnattan menggebrak pintu kantor Interpol. Ada Leondra membuntuti Johnattan. Tak lupa Johnattan membawa beberapa ajudannya. Johnattan datang ke kantor dengan penuh emosi setelah mendapati kabar darii Dylan apa yang terjadi dengan putri kesayangannya.“DIMANA ANAKKU?” bentak Johnattan.Ketika ada salah seorang anggota Interpol yang hendak menenangkan Johnattan, dengan cepat Johanattan menghempaskan tangan tersebut lalu memaksa untuk masuk.Langkah kaki Johnattan berhenti ketika melihat Dylan berdiri lesu. Hidung dan mata Dyan merah, menunjukkan Dylan telah nangis untuk waktu yang lama.“Apa yang terjadi dengan anakku? Aku tahu jika anaku pergi jauh untuk keluar dari orginasasi sialan itu, tapi bagaimana bisa Atlanta bunuh diri?” Johnattan mencengkram kemeja menantunya.Dylan sendiri diam saja. Perasaan Dylan sama hancurnya dengan Johnattan saat ini. Dylan tak bisa mengatakan apa-apa selain kata,“Maaf,” gu
Atlanta pergi keluar setelah selesai berpakaian menggunakan kaos milik suaminya. Ketika membuka pintu toilet, Atlanta dikejutkan dengan kehadiran Dylan. Sesaat Dylan dan Atlanta saling menatap tanpa kata-kata. Detik selanjutnya Atlanta menarik kerah seragam Dylan dan mencium bibirnya. Dylan yang awalnya terkejut pun perlahan menetralkan reaksinya sebelum membalas cumbuan itu. Tangan Dylan terangkat untuk merengkuh pinggang Atlanta. Betapa besarnya kerinduan yang terpendam dalam diri mereka satu sama lain. Meskipun tidak ada kata-kata yang terlontar, tetapi Atlanta dan Dylan tahu betul bagaimana perasaan pasangannya yang sesungguhnya. “Aku merindukanmu dengan buruk. Sangat merindukanmu,” bisik Dylan begitu pangutan mereka berakhir. Atlanta mengulum senyum dan menundukkan kepala. Tak berani menatap Dylan sebagai seorang suami setelah apa yang ia lalui selama ini. “Maafkan aku. Sebenarnya aku—” “Aku tahu, aku tahu jika kau sebenarnya melakukan in
CHAPTER 146 Atlanta membaca satu persatu kertas tersebut. Pembunuhan, perampokan, sabotase, spionase Industri, penyerangan siber, dan penipuan. Lengkap sekali. “Kenapa sejak awal kalian tidak menunjukkan ku semua bukti ini? Jika sejak awal aku melihat ini, bukankah akan lebih cepat selesai?” Atlanta berdecak kagum membaca buku kasus dalam rentang tiga belas tahun yang mengarah kepada namanya, Leona. “Ini lebih buruk dari buku kasusku ketika masih SMU dulu,” komentar Atlanta. Atlanta memisahkan tumpukan dokumen bukti-bukti sesuai jenisnya. Pertama, Atlanta menyingkirkan tumpukan dokumen mengenai kasus pembunuhan. “Aku juga baru tahu jika sidik jariku pernah ada di bukti-bukti pembunuhan. Pasti selama sepuluh tahun terakhir, kalian kehilangan jalan untuk menyelesaikan kasus bukan karena bukti selalu mengarah kepada orang yang sudah meninggal. Menemukan sidik jari yang tidak ada pemiliknya. Tapi aku yakin jika sidik jarik
“Kau terlambat lima belas menit. Tidak ada waktu. Letakkan saja barang milik Leona di sini dan pergi dari sini,” pinta Lay dingin, tanpa menatap Dylan. “Apa?” Dylan mundur satu langkah, menyadari ada sesuatu yang janggal. Lay berbalik badan, melayangkan tatapan meremehkan kepada Dylan. “Aku pikir kau setampan dewa hingga Leona rela menjadi orang normal ketika menikah denganmu. Ternyata kau tidak sehebat yang aku bayangkan.” “Letakkan saja barang Leona disini. Aku akan membereskannya,” sambung Dylan. Dylan menaikkan alisnya sebelah. “Setidaknya kita harus berkenalan terlebih dahulu bukan? Aku rasa kita memerlukan sedikit formalitas.” Lay memasang kaca mata hitam. “Untuk apa? Bukannya aku sudah mengenalmu?” Dylan tersenyum miring dan melemparkan ransel hitam ke arah Lay. “Itu yang kau inginkan? Ransel Atlanta? Kau memintanya secara paksa seakan ini berisi harta karun,” Ketika Lay menunduk, Dylan menodongkan pistol ke arah Lay. Be
Dylan membuka video terakhir, video yang belum lama di ambil. Tepat hari jadi kedua tahun pernikahan mereka.“Hari ini adalah hari jadi tahun kedua pernikahan kita. Aku tidak menyangka jika pernikahan kita masih bertahan.”Di dalam video itu Atlanta tampil anggun menggunakan gaun putih pendek. Rambutnya yang penjang di sanggul dan membiarkan anak rambut menjuntai. Video ini diambil sebelum mereka makan malam.“Sayang, Atlanta, manis, cantik, kenapa aku sangat menyukai setiap panggilan itu setelah menikah denganmu? Setiap kali kau memanggilku ‘sayang’ atau ‘Atlanta’, aku sangat menyukainya hingga ingin melupakan namaku asliku.” Sejak detik pertama, di video terakhir ini Atlanta tersenyum sendu. Tidak ada lagi senyuman ceria yang ia pancarkan.“Mungkin, ini akan menjadi video terakhir yang aku rekam untukmu. Aku tahu jika Interpol mulai menyelidikiku. Untuk kali ini aku akan
“Apakah aku di masa depan sudah ketahuan?”Atlanta tampil menawan menggunakan gaun pernikahan. Sudah jelas jika video ini telah di rekam lebih dari dua tahun yang lalu.“Hari ini adalah hari pernikahanku. Aku kira aku tidak akan menikah seumur hidup, ternyata aku masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan pangeran berkuda putih dalam hidupku.”Walau Atlanta terus mengatakan hal negatif, tapi senyuman manis yang menunjukkan kebahagiaan terus Atlanta tunjukkan sejak detik pertama video di mulai.“Jika video ini telah sampai kepada suamiku, artinya sesuatu yang buruk telah terjadi kepadaku.”Rupanya, Atlanta sudah mengetahui jika hari seperti ini akan mendatangi kehidupan pernikahan mereka yang damai. Atlanta sudah mempersiapkan diri sejak memutuskan menikah dengannya.“Ah, kau pasti tidak mengenal siapa aku. Tujuanku membuat video ini supaya kau lebih mengenal diriku.
“Sudah aku bilang aku bukan Atlanta. Leona bukanlah istrimu.”Dylan mencengkram bahu Atlanta, menatap mata Atlanta lekat-lekat. Mata Dylan sudah berkaca-kaca. Mencari sisa-sisa ketulusan dari pernikahan mereka.“Jika itu benar, tatap mataku.”Atlanta masih tidak bergeming dan tidak kuasa untuk menatap Dylan saat ini.“TATAP AKU ATLANTA!” Dylan mulai frustasi.“Tatap mataku dan katakan hal itu sekali lagi jika kau memang bersungguh-sungguh,” pinta Dylan.Perlahan, Atlanta memberanikan diri menatap mata Dylan. Sorot mata Dylan masih menunjukkan kehangatan sebagai seorang suami sekaligus tempatnya berpulang.Atlanta tidak bisa menyingkirkan suaminya sendiri dari hidupnya. Atlanta juga tidak ingin meninggalkan tempatnya berpulang. Tapi apa boleh buat? Atlanta tidak ingin menarik Dylan dalam bahaya lebih lanjut lagi.“Aku…” sesaat Atlanta lupa bagaimana caranya berna
“Zunaira, bukankah kau harus duduk di sini bersamaku untuk bercerita? Bagaimanapun kau juga terlibat secara langsung dalam kematian Lila. Kau harus menjelaskan kronologis bagaimana sahabat tersayangmu yang menjadi selingkuhan kekasihmu itu bisa tewas mengenaskan. Sepertinya kita harus bernostalgia bersama.”Johnny dan Orion sontak menatap Zunaira penuh tanda tanya. Zunaira berdeham dan menyalakan alat pengeras suara yang terhubung langsung dengan ruang introgasi.“Apa maksudmu Leona? Apa yang kau bicarakan?”Zunaira berusaha menahan amarahnya. Melihat raut wajah menyebalkan Atlanta selalu berhasil memancing amarah Zunaira. Sama seperti pertemanan mereka sepuluh tahun yang lalu.Atlanta mengerutkan dahi, pura-pura kebingungan. “Kenapa kau menanyaiku kembali? Aku mempunyai bukti yang konkret mengenai hubungan kalian. Datanglah kemari dan duduk bersamaku untuk membuktikan jika kau ingin membuktikan bahwa dirimu adalah manusia ta