Happy Reading-----
Suara pintu yang dibuka terdengar bersamaan dengan Gavriel yang sedang menuangkan whiskey pada sebuah gelas rendah di mini bar.
“Kembalikan keramahanmu pada Liora,” kata Gavriel ketika bunyi langkah sepatu dari anak tangga di arah kanannya mulai terdengar mendekat.
Ia tak perlu menoleh untuk melihat siapa yang datang ke ruang bersantainya.
Daniel terkekeh rendah. Telapaknya menyapu pegangan tangga berbahan besi mengkilap ketika ia telah berada di anak tangga terakhir. Lampu kekuningan di setiap anak tangga menambah sumber pencahayaan sekaligus estetika yang mewah pada ruangan bersantai yang redup dengan warna-warna gelap khas Gavriel.
“Apa aku telah melukainya?” tanyanya ringan dengan selipan senyum satiris.
Ia melirik punggung Gavriel yang masih membelakanginya di mini bar, lalu ia mendudukkan diri di sofa beledu panjang di seberang Pierro yang sudah
Happy Reading-----“Kau sudah pulang?” tanya Liora setelah panggilan telepon dari Gavriel ia angkat.Ia menyalakan lampu projector bergambar bintang-bintang yang segera memantul di dinding kamar Vierra yang telah derup.“Bagaimana kau tahu?”Gavriel melangkah menaiki anak tangga menuju pintu utama mansion. Seperti perkataannya pada kekasih gelap Marco, ia membuat wanita itu ke tempat yang selalu basah atau lebih tepatnya, Gavriel menenggelamkan mayat itu ke tengah laut dengan memberikan pemberat. Sehingga wanita berambut blonde itu akan terus berada di dasar laut bersama ikan-ikan yang memakan tubuhnya.“Dari tadi aku berbicara dengan Ellena di telepon.”“Oh ....” Gavriel menghentikan langkah beberapa saat sebelum melanjutkannya kembali.Ia tak menyangka Ellena akan menceritakan masalah rumah tangganya pada Liora. Ia tak tahu bahwa rupanya dua wanita itu c
Happy Reading-----Liora tak lagi membutuhkan jawaban dari bibir Gavriel ketika pria itu sudah menjawabnya dari segala bentuk respon tubuh yang menegang kaku. Liora menggeleng tak menyangka.Bola mata Liora gemetar, sama hebatnya dengan tubuhnya yang mengigil. Pandangannya pun mulai buram oleh lapisan bening. Namun, ia dengan keras menahan air mata agar tak jatuh. Ia tak boleh terlihat lemah di depan pria yang telah menginjaknya.Tubuh Liora berbalik dengan cepat. Tak ada alasan lagi baginya untuk terus berada di ruang VIP yang telah berubah menjadi tempat menjijikkan ini. Padahal beberapa waktu lalu, tempat ini terasa begitu positif dengan harapan-harapan bisnis besar mereka dan interaksi hangat Gavriel dan Pierro.Bisnis? Apa arti rencana bisnis mereka setelah ini?“Kau mau ke mana?” cegah Gavriel mengambil siku Liora dan membuat wanita itu terpaksa memutar tubuh padanya.“Aku sudah selesai de
Happy Reading-----“Liora, letakkan pistol itu. Kita bisa bicara.” Tangan Gavriel terangkat terulur perlahan ke arah tangan Liora, mencoba menenangkan sekaligus berhati-hati.“Aku sudah cukup berbicara omong kosong denganmu!” Dagu Liora mengeras di tengah dadanya yang terasa terbakar dengan napas terengah-engah.“Lalu kau ingin membunuhku? Itukah yang kau inginkan?” Pandangan Gavriel meredup yang seketika membuat bibir Liora gemetar. Tatapan itu mengingatkan pada Gavriel yang selama ini ia cintainya dan kini telah menghancurkannya.Keduanya saling mengunci pandangan beberapa saat di detik-detik sunyi.Gavriel menggeleng. Pandangan Liora yang tajam dan penuh kebencian itu lebih dari saat awal perkenalan mereka. Gavriel lalu melangkah kecil. “Kita tak seharusnya berakhir seperti ini,” katanya lembut.Liora tersenyum dingin. “Sangat lucu ketika kau sendiri yang membuat
Happy Reading-----“Jangan lakukan apa pun!” sergah Vello cepat ketika panggilan teleponnya pada sang suami terangkat.“Lakukan apa?” tanya Dexter datar dan santai.Ia menaikkan mata pada kedatangan seorang pria berjas hitam bertubuh tegap. Dexter lalu menggerakkan jari sebagai kode pada kepala bodyguard itu untuk melangkah memasuki ruang kerjanya di kantor.Bodyguard berkepala botak itu kemudian berhenti beberapa langkah di depan meja sang chairman sekaligus CEO Quinton Corp. Bodyguard tersebut berdiri siaga dengan menutup punggung tangan di bawah perut. “Aku tahu yang terjadi dengan Liora. Arthur juga melapor padaku.”Dexter seketika menegakkan duduknya. Pria itu lalu berdecak.“Aku yang memintanya melapor. Jangan salahkan Arthur,” kata Vello yang membuat Dexter menghela napas kasar. Istrinya seolah dapat membaca isi kep
Jawaban mayoritas pada salah hahaha, tapi aku tetap publish malem ini karena seru banget baca antusiasme kalian :* Makasi yaaa. Lope u all!!Happy Reading-----Bulu mata lentik Liora mengerjap cepat, tak menyangka mendapati sosok pria ini ada di hadapannya. Terlebih datang ke kantor.Pria itu semakin tersenyum lebar mendapati keterkejutan Liora. Jenis senyum kekanakan khasnya yang tengil sekaligus tampan, membuat siapa pun mudah merindukan pria itu.“Baby!” Grayden merentangkan tangan dan langsung memeluk Liora tanpa menunggu wanita itu mendekat padanya lebih dahulu.“Ada apa dengan wajahmu? Apakah kau baru saja mengalami hari yang buruk?” tanya Grayden di rambut Liora sebelum menyematkan kecupan sayang.Liora menjatuhkan tasnya. Kedua tangan itu langsung melingkar ke punggung Grayden. Air matanya kembali luruh dengan dirinya yang terpejam.Kedatangan Grayden terasa begi
Happy Reading-----Waktu seolah terhenti tiba-tiba. Lantai yang Gavriel pijak pun terasa berguncang di bawah kakinya karena mendengar seluruh perkataan Liora.Ia tak pernah membayangkan secuil pun hari di mana Liora tak lagi ingin melihatnya seperti saat ini. Tatapan itu, perkataan itu.Cara Liora memandangnya begitu dingin menghunjam. Seperti sudah tidak ada lagi cinta yang tersisa, hanya ada benci dan kekecewaan.Tidak, tidak. Ia tak bisa menerimanya. Bahkan untuk sekadar menjadi mimpi buruk.“Demi Tuhan, aku tak bercinta dengannya!” seru Gavriel cepat. Ia tak bisa memikirkan apa pun lagi selain harus mendapatkan Liora kembali di sisinya.“Terserah apa katamu.”Liora langsung masuk ke mobil dan menutup pintu dengan cepat. Pandangan Gavriel meradang, lalu beralih pada Grayden. Keduanya bertatapan tajam. Grayden tak bisa lagi bersikap biasa, sementara ia kini telah mengetahui pokok permas
Happy Reading----- “Kabarkan padaku jika kau membutuhkan sesuatu,” kata Liora pada Anna. Gendongan Vierra segera beralih pada Liora yang pagi ini sudah rapi mengenakan midi dress formal untuk bekerja. “Baik, Nyonya. Maafkan saya.” Anna menunduk segan dengan kecemasan yang tak bisa hilang di wajahnya. Sejak kemarin adiknya yang berada di Inggris tak bisa dihubung, hingga sampai pagi ini. Monica—adik Anna, bukanlah tipe orang yang sulit dihubungi seperti itu karena Monica tahu kakaknya perlu mengetahui kabar ia dan ibu mereka di Inggris, terlebih jika mengingat kondisi ibu mereka yang hanya bisa berbaring di ranjang dan keluar masuk rumah sakit. Hari ini Liora langsung membebaskan tugas pada Anna, agar gadis itu dapat lebih banyak mencari tahu kabar tentang Monica. Apalagi jika Monica tak di rumah hingga pagi ini, itu berarti ibu gadis itu seorang diri di rumah sejak kemarin. “Tak apa. Aku mengerti.” Liora menepuk s
Happy Reading----- “Ya. Semua baik-baik saja,” lirik Liora tajam pada Gavriel sebelum kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan parkiran basement. Hunter dan Gavriel sempat bersitatap beberapa saat sebelum keduanya sama-sama berbalik badan. Gavriel masuk ke mobil, sementara Hunter menyusul Liora. “Biar aku bantu bawakan,” tawar Hunter kala melihat tas bayi yang Liora bawa bersamaan dengan tas kerja wanita itu. Liora memberikan tas itu, sementara Vierra memeluk leher sang ibu dengan arah pandangan pada Gavriel. Wajah bayi itu muram sembari menempelkan pipinya di pundak Liora. Gavriel membuang napas melihat cara pandang bayi tersebut. “Kau benar-benar sudah semakin menyayangi bayi itu, Gav?” gumam Gavriel tak tega. Namun, kemudian ia menggeleng frustrasi. Ia menyalakan kembali mesin mobil dan meninggalkan kantor Liora. “Selamat untuk kemenangan kasus yang kalian tangani,” kata Liora datar dengan sedi
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah
Happy Reading----- Liora tersenyum menatap buku kolase album Vierra yang rupanya telah Hunter buat selama ini. Beberapa merupakan foto yang pria itu ambil diam-diam dan beberapa di antaranya adalah foto yang Liora bagikan untuk pria itu. Andai Hunter tak ambisius dengan dendam yang membuatnya berubah mengerikan, mungkin saat ini Hunter masih bisa menimang Vierra. Dari album ini Liora tahu ketulusan Hunter mencintai ponakannya. Liora kemudian menutup album itu dan menyimpannya di kotak kardus. Ada beberapa benda yang telah mengisi kotak kardus itu. Ia sengaja memilahnya untuk ia simpan dan menunjukkan pada Vierra saat sang anak sudah dewasa nanti. Beberapa di antaranya penghargaan dan piagam yang pasti akan membuat Vierra bangga memiliki paman pengacara hebat seperti Hunter. Sama seperti benda-benda dari Alex dan Rose yang ia simpan untuk Vierra. Vierra cukup tahu segala hal yang baik itu. Sebuah aib tak perlu disebar dan diturunka
Happy Reading----- “Kau membuat pertanyaan yang jelas tak ingin untuk aku tolak,” erang Liora kesal bercampur suka cita. Gavriel terkekeh begitu juga dengan yang lain mendengar hal itu. “Ya Tuhan, kau benar-benar sudah sadar dari koma.” Mata Liora kembali berkaca-kaca seraya mengusap sisi wajah Gavriel, seolah ini semua hanya ilusinya karena terlalu takut kehilangan Gavriel. Pria itu tersenyum lembut, merasa kembali jatuh cinta berkali-kali mendapati dirinya sangat begitu berarti untuk Liora. Tak ada hal paling membahagiakan bagi seorang manusia biasa sepertinya di saat hidupnya berarti untuk orang lain, terlebih itu wanita yang paling ia cintai. “Kita bisa memulainya kapan pun kalian siap,” bisik seorang pria paruh baya yang menjadi officiant yang baru Liora sadari ada di tengah-tengah mereka sedari tadi. “Oh maaf.” Liora mendadak salah tingkah ditegur seperti ini. “Aku terlalu larut. Tentu, tentu kita bi
Happy Reading-----Liora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menembak kepala co-pilot itu saat ini juga. Sehingga Liora hanya mengangguk, sementara isi kepalanya mulai memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri bersama Vierra saat mendarat nanti. Diam-diam ia merutuk karena selalu melewatkan kesempatan untuk belajar menerbangkan helikopter.Beberapa saat kemudian mereka tiba di Eau Claire. Setidaknya itu yang Liora dengar dari pembicaraan co-pilot dengan menara pengawas. Helikopter mendarat di sebuah helipad di antara bangunan megah kuno dengan taman super luas di sepanjang mata memandang.Pikiran Liora semakin tak menentu. Ini jelas-jelas bukan rumah sakit keluarga Arvezio. Ia kemudian turun dengan tangannya yang terus bersiaga untuk segera mengambil revolver di tas jika terjadi sesuatu.“Sebelah sini, Donna Liora,” kata co-pilot tersebut bersama beberapa orang berseragam hitam yang mengirin