Sesaat tiba di kampus, itu dosen langsung masuk. Padahal ia belum sempat ngegosip dengan kedua sobatnya.
Menurut Kim, ini dosen lebih kejam dari suaminya saat menjadi guru. Lumayanlah, Alvin ganteng, jadi meskipun menyebalkan akan tertutupi oleh kegantengannya. Nah ini, udah nyebelin, suka marah-marah nggak jelas, Bapak-bapak lagi. Mau di tutupi pake apa.
Setelah kelas usai, barulah mereka bertiga menuju sebuah cafe yang terletak tak jauh dari area kampus.
"Lo berdua masih ada kelas?" tanya Kim pada keduanya.
"Iya, sama Pak Amir," jawab Jeje
"Ntar malem ke rumah ya, kita makan-makan," jelas Kim.
"Siap!!!" jawab mereka barengan.
Pada saat kita bertiga lagi asik ngobrol, tiba-tiba saja si Dion datang menghampiri.
"Dia lagi," keluh Kim dengan wajah malas. Malas meladeni intinya.
Ia langsung duduk begitu saja tanpa dosa di kursi yang ada di sebelah Kim.
"Kemaren kamu nggak di apa-apain kan sama laki laki
Bukan hanya kaget yang ia rasakan, tapi lebih menjurus ke rasa bingung."Haii, Kim," sapa seorang laki-laki yang ada dihadapannya. Siapa lagi sosok itu kalau bukan, Dion. Bukan hanya ia seorang, tapi tepatnya bisa dibilang satu keluarga besar."Selamat malam, Kim." Seorang ibu-ibu menyapa dan menghampirinya yang masih dalam keadaan bingung akut."Malam, Tante, malam, Om," sapanya ragu-ragu."Maaf ya, kita semua ganggu istirahat kamu, soalnya Dion ngomongnya dadakan aja. Ini aja Om harus minta ijin dari kantor dulu dan langsung datang dari Sumatra tadi sore," jelas papanya Dion.Pada saat ia lagi bingung, kaget, shock yang campur aduk jadi satu kayak es campur yang rasanya nyegerin itu, Jeje datang menghampirinya."Ada apa?" tanya Jeje yang sebelumnya tak melihat keberadaan Dion di situ"Dion? Lo ngapain, pake bawa-bawa rombongan segala?" tanya Jeje ikutan heran."Apa boleh kami masuk?" tanya mamanya Dion
"Om, Tante, aku nggak bohong loh, aku udah nikah. Ini suami aku," jelas Kim sambil menunjuk ke arah Alvin yang dari tadi hanya diam. Bukannya membantunya menjelaskan, ini cuman malah jadi pendengar doang."Sudahlah Kimmy Sayang. Jangan bicara begitu sama orang tua ku, niat kami kesini baik.""Anjirrtt...pake Sayang-sayang. Panas banget kuping gue dengernya, harus di rukyah nih kayaknya," batin Kim merutuki."Eh, lo ngomong apaan barusan?" kesal Restu hendak menghampiri Dion. Tapi Alvin memberi kode untuk tidak ikut campur."Aduh, Dion...,Gue nggak tahu lagi mau pake cara apalagi buat ngebuktiin kalau gue itu udah nikah sama Kak Alvin?" tanya Kim dengan nada emosi. Terserahlah itu orang tuanya Dion mau menilai dirinya seperti apa. Ia tak perduli."Oke, oke, tapi Aku perlu bukti yang jelas dan akurat.""Apalagi? Belum cukup apa yang aku buktiin selama ini?""Kamu nggak mungkin mau melakukan hal bodoh yang aku minta. Tapi sebagai b
Begitulah kehidupan Kim setiap harinya bersama Alvin. Paginya ia ngambek, malamnya baikan lagi. Pernah juga sampai lima hari lamanya, ia tak bicara pada suaminya itu. Masalahnya gini, Alvin mengajaknya makan malam, setelah berdandan se-cetar badai membahana, tiba-tiba ia mengirimi pesan yang berisi, 'Sayang, dinnernya besok aja ya, soalnya kerjaan ku masih banyak.' Saking kesalnya, Kim rasanya ingin melahap ponsel yang ia pegang saat itu.Pagi ini Kim bangun seperti biasa. Tapi kali ini ia merasa badannya sedikit tak sehat. Bukan demam, karena suhu badannya juga tak panas. Hanya saja, ia seolah tak bertenaga dan merasa lemas. Sepertinya ia kecapean.Kim segera mandi, karena hari ini ia masuk kuliah pagi. Setelah itu, ia membangunkan Alvin dan menyiapkan pakaian bagi suaminya itu di tempat tidur."Kak, bangun," ujar Kim membangunkan Alvin."Aku udah bangun," jawabnya menggeliat."Ya udah, sana mandi," suruh Kim."Hmm...,morning kiss, Beb," uj
Saat ini, Alvin, Restu dan seorang klien perempuan bernama Alice, berada di sebuah cafe. Mereka sedang melakukan pertemuan, sekalian makan malam.Alice meminta pertemuan di cafe, tentu saja kalau hanya berdua Alvin tak bisa. Makanya, ia mengajak Restu bersamanya. Setidaknya, ia harus menjaga kepercayaan yang diberikan oleh istrinya. Apalagi Alice adalah perempuan yang sempat membuat Kim salah paham.''Maaf, kalau Pak Alvin dan Pak Restu tidak menyukai tempat yang saya pilih," ujarnya sesaat setelah makan."Nggak apa-apa." Restu yang jawab,"Maaf, Pak Alvin, apa ada masalah?" tanya Alice yang tak mendapat respon dari Alvin."Tidak," jawabnya singkat."Biasalah, Pak Alvin lagi mikirin seseorang yang namanya tak pernah bisa menghilang walau sedetik pun dari pikirannya," jelas Restu."Apa sih, Restu," gumam Alvin sambil geleng-geleng."Emang bener, kan," balasnya. "Bentar ya, saya ke toilet dulu," ujar Restu meninggalkan Alvin dan
'Prankkk....' Tak tahu harus melampiaskan kekesalan dan rasa kecewanya pada siapa, jadilah sebuah kaca berukuran besar yang posisinya ada di dinding dekat pintu kamar, hancur berserakan di lantai, diiringi tetesan darah yang mengucur dari tangan Alvin.Mendengar itu, Bibik dan Restu yang berada di bawah segera menghampiri asal suara."Astaga, Vin, lo apa-apaan coba," kaget Restu sedikit berlari menghampiri Alvin dengan tangan kanannya yang sudah bersimbah darah."Kita ke rumah sakit," ajak Restu menarik Alvin untuk mengikutinyaIa menyingkirkan tangan Restu."Cuma luka kecil," balasnya masih tetap tenang. Entah ia tak merasakan sakit pada tangannya hingga sikapnya masih seperti itu."Heh, ini tangan lo luka parah.Lo nggak liat, ini darahnya nggak berhenti-berhenti ngucur," omel Restu.Tapi sepertinya ocehan sobatnya itu tetap tak ia hiraukan. Karena dengan santai nya ia jalan meninggalkan Bibik dan Restu
Sosok yang masih berada di posisi teratas dalam hidupnya, dalam keadaan tergeletak di lantai dengan bekas darah yang sudah mengering di pergelangan tangan dan jarinya.Kim langsung menghampirinya dengan rasa khawatir."Kak Alvin...,Kak bangun...,aku nggak mau ditinggal sama Kakak," pekik Kim langsung histeris mendapati kondisi suaminya.Bibik juga ikut menghampiri, berharap majikannya itu dalam keadaan yang baik-baik saja.Alvin tiba-tiba tersadar."A-aku cinta sama kamu dan nggak pernah khianatin ka-kamu, Kim," ujar Alvin terbata-bata melanjutkan ucapannya hingga ia kembali tak sadarkan diri."Kak...,bangun...,Kak Alvin...." Tangis Kim semakin menjadi, ia takut sesuatu yang buruk menimpa Alvin.Alvin menghapus air matanya, dan meminta Mang Didin dan juga Bibik membantunya membawa Alvin menuju mobil."Aku mau ke Rumah sakit, sepertinya dia kehilangan banyak darah. Bibik tolong hubungin Kak Restu, ya. Ce
"Kim," panggil seseorang saat ia hendak berjalan menuju ruang kelasnya.Mendengar namanya dipanggil, Kim membalikkan badannya ke arah sumber suara. Ia langsung memasang wajah malas saat mengetahui yang memanggilnya adalah Dion."Ck, Dion," dengusnya."Kim, sorry, aku nggak bermaksud gangguin kehidupan kamu lagi. Tapi kali ini aku mau minta tolong sama kamu," ujar Dion"Minta tolong apa?" "Karna kejadian waktu itu, papaku dipecat dari pekerjaannya.Dan karna berurusan dengan Pak Alvian, sampe saat ini beliau nggak diterima di manapun melamar pekerjaan," jelas Dion"Urusannya sama aku?""Aku mohon, tolong bilangin sama Pak Alvian buat maafin semua kesalahanku dan keluargaku.Karna kalau beliau belum memaafkan, papaku nggak akan mendapatkan pekerjaan sampai kapan pun.''Ribet ya, kalau sudah bermasalah dengan Alvin, pikirnya."Ntar, aku pikirin lagi,
Saat terbangun, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ia mengarahkan pandangan ke sebelahnya, sosok laki-laki yang masih berada di alam tidurnya. Dialah, suaminya.Kim berniat beranjak dari tempat tidur untuk segera mandi, tapi Alvin langsung menariknya untuk kembali tidur."Kamu mau kemana sih, hmm?" tanya Alvin memeluknya posesif dengan suara serak khas bangun tidur."Mau mandilah, Kak," jawabnya."Ntar ajalah," balasnya."Ini udah jam 7 malam loh, Kak."Alvin melirik Kim dengan lirikan yang aneh. "Kita ulang lagi, ya?" rengeknya.Mendengar rengekannya yang sangat-sangat manis, ia serasa mau meleleh kayak es krim."Nggak. Aku capek," tolak Kim.Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara ponsel yang berdering pertanda ada pesan masuk. Alvin memandang Kim dengan garang, tapi Kim nya malah tersenyum gaje."Itu bukan ponsel aku loh, Kim.""Maaf, itu pon
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 18:00, semua kejutan dan lain sebagainya sudah selesai di persiapkan. Tinggal menunggu Alvin kembali dari kantor untuk memberi kejutan. "Mama ..." panggil Arland yang baru pulang sekolah. Lihat, jam segini dia baru balik ke rumah. Bukan sekolah, melainkan pulang dari les tambahan. "Udah pulang, Sayang." "Tante di sini?" tanya Arland pada Jeje "Iya," jawab Jeje. "Dilla nya udah pulang ya, Land?" "Udah, Tan." "Ya udah Kim, kalau gitu gue mau pulang dulu. Ntar balik lagi kesini , oke," pamit Jeje. "Bye, Tante." "Dahhh ...." "Ayo, Sayang ... kamu mandi dulu. Udah bau acem," ejek Kim. "Hmm ...," angguknya. "Sekarang ulang tahunnya Papa loh, Mama nggak lupa, kan? Jangan bilang kalau Mama belum nyiapin hadiah buat Papa karna bingung mau ngasih apa?" jelas Arland pada Kim. Ya ... pengalaman tahun kemarin yang ia ungkit kembali. Sampai-sampai putranya sa
Pagi ini sangat berbeda, tak biasanya ia masih berada di balik selimut. Sementara Alvin sudah bangun dan sekarang sedang sarapan bersama Arland. Badannya terasa sangat lemas, nggak ada tenaga, mual, pusing, dan nggak mood untuk melakukan apapun."Sayang ... kamu benar nggak apa-apa aku tinggal?" tanya Alvin masuk dan menghampiri dirinya yang masih tiduran."Iya, Kak, nggak apa-apa," jawabnya."Aku nggak tenang ninggalin kamu dalam keadaan kayak gini,'' khawatir Alvin"Kan ada Bibik, Kak. Udahlah, sana Kakak ke kantor aja.""Pa ... Ma ..." panggil Arland sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya. Ia tak akan menyelonong masuk ke dalam kamar begitu saja, apalagi kamar orang tuanya. Sangat tidak sopan kalau begitu."Masuk, Sayang ...," jawab Alvin.Mendengar ijin yang di berikan papanya, barulah ia yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya pun masuk. Ternyata ia masuk bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan segelas susu hangat.
"Kak, bangun dong, Kak Fikri nelepon, nih," ujarnya sambil membangunkan Alvin, tapi tak ada respon."Kak ...."Ia memutuskan untuk menjawab panggilan itu. Toh, yang menelepon adalah Fikri."Hallo ....""Kim?" tanya kak fikri"Iyalah, Kak," jawabnya. "Siapa lagi cewek yang bisa menyentuh ponselnya Kak Alvin selain aku." "Ya kali aja Alvin punya selingkuhan, mungkin.""Apa!? Kak Alvin punya selingkuhan!?" kagetnya dengan nada tinggi, sampai-sampai Alvin yang lagi tidur dan dari tadi ia coba bangunkan tak berhasil, sekarang ikut terbangun."Siapa yang selingkuh?" tanya Alvin langsung duduk dengan tampang cengok nya."Ihhh ... masih nanya lagi, Kakak lah yang selingkuh," kesalnya langsung banting tu ponsel ke lantai dan beranjak menuju ke kamar mandi.Alvin ikut m
Sesampainya di rumah, ia langsung jalan menuju ke kamar karna rasanya badannya lagi nggak enak aja. Sementara Alvin, dia lagi teleponan di teras depan sama klien bisnisnya, mungkin. Karna ia juga nggak mau tahu juga lah sama urusan kantor dan pekerjaannya itu.Tapi kalau dia teleponan sama cewek, barulah dirinya bakalan ngamuk."Kamu tidur?" tanya Alvin yang tiba-tiba masuk menghampirinya di tempat tidur."Cuma tidur-tiduran," jawabnya mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Alvin."Hmm ....""Kak, itu masih perih?" tanya Kim sambil menunjuk ke arah bibir Alvin yang luka akibat gigitannya."Iyalah ... kalau kamu ngegigit bibirku dengan penuh nafsu, sih, aku terima meskipun agak sakit.Nah ini enggak, jadi sakit nya tu berasa banget," jelas Alvin dengan penjelasan anehnya itu.Kim yang tadinya masih tiduran, sekarang bangun. "Aku kan udah minta maaf, Kak. Masa iya belum di maa
Pagi ini Alvin memasuki area kantor dengan wajah yang berseri-seri. Biasanya ia akan bersikap dingin dan cuek pada karyawan yang berpapasan dengannya. Tapi kali ini enggak, bahkan ia lah yang menyapa ataupun menegur mereka. Tentu saja ini menjadi tanda tanya besar bagi semua bawahannya. Apa bos mereka kesambet jin atau sejenisnya?"Pak Alvin kenapa, ya?""Tumben banget aura mistisnya nggak kelihatan.""Jangan jangan beliau lagi menang lotre.""Nggak mungkinlah, menang tender dengan nilai yang fantstis aja ekspresinya biasa aja. Itu artinya ini lebih luar biasa dari menang tender." Begitulah komentar beberapa karyawan yang berpapasan dengannya. Mereka semua hanya bisa menebak-nebak tanpa berani untuk bertanya langsung."Pagi, Pak," sapa Alin yang berpapasan dengan Alvin yang hendak memasuki ruangan nya."Pagi," balasnya sambil terus melangkahkan kaki menuju ruangannya."Apa yang terjadi?" bin
Alvin mengantarkan Kim menuju Rumah Sakit dengan keadaan badan yang lemes pake banget dan mual mual. Ia merasa sudah tak ada lagi stok di lambungnya yang akan dikelurkan, tapi rasa mual itu terus saja munculSetibanya di RS ia langsung di bawa ke UGD dan di periksa sama dokter."Gimana keadaan istri saya, dokter?Apa benar ini cuma asam lambung nya yang lagi kambuh?" tanya Alvin pada Dokter yang habis memeriksa Kim.Dokter malah tersenyum menanggapi pertanyaan Alvin."Bukan ... ini bukan mual mual akibat asam lambung yang kambuh," jawab dokter."Lalu, apa, dok?""Kalau boleh saya tahu, apa kalian berdua lagi berniat punya anak?"Alvin dan Kim malah saling pandang menanggapi pertanyaan dokter. "Maksud dokter?" tanya Kim bingung."Ya, karna setelah saya periksa barusan ... sepertinya saat ini anda sedang hamil."Keduanya langsung memasang tampang kaget mendengar pernyataan dokter. "Serius dok?" tanya Kim tak percaya
Sudah seminggu Hani dan Ceryl berada di Indonesia, dan hari ini adalah hari keberangkatan mereka untuk kembali ke LA. Kim dan Arland saat ini lagi di bandara untuk mengantar mereka.Pada awalnya, sih, putranya itu menolak buat ikut, tapi ia paksa.Karena semenjak kejadian di acara ultahnya Dilla waktu itu, dia udah males sama Ceryl. Ini pun tampang nya Arland enggak banget. Jutek abiss."Han, hati-hati, ya. Jangan suka ngomel-ngomel nggak jelas sama Ceryl," pesan Kim sama Hani. Soalnya Hani kan gitu orangnya. Kerjaannya ngomel mulu."Iya.""Ceryl sayang, jangan nakal, ya," ujar Kim pada Ceryl."Iya, Tante," balasnya."Arland, nggak mau ngomong sesuatu sama Ceryl?" tanya Kim pada Arland yang masih dengan sikap dingin nya itu"Nggak, Ma," jawabnya singkat tanpa sedikitpun menoleh pa
"Kamu nggak makan, Sayang?" tanya Alvin pada putranya yang duduk sendiri di sofa."Nggak, Pa," jawabnya dingin. "Ini masih lama, ya, Pa, aku pingin cepat-cepat pulang," ungkapnya.Alvin tahu betul apa yang dirasakan Arland. Taoi, ia hanya pura-pura enggak tahu saja."Kenapa? Kok bete?" tanya Alvin lagi."Pa, aku males sama sikapnya Ceryl. Kita pulang aja.""Ya udah, kalau kamu maunya gitu. Papa bilang sama Mama dulu, ya."Alvin segera menghampiri Kim yang saat itu lagi ngobrol sama Hani dan Jeje."Kim, aku mau bicara bentar," ujar Alvin pada Kim."Apa?" tanya Kim.Hani dan Jeje pun ikut menunggu apa yang akan dikatakan Alvin pada Kim."Berdua, Kim," tambah Alvin sambil berlalu pergi kembali pada Arland."Ishh ....," dengus Kim sambil mengikuti langkah kaki suaminya tercinta. Dan ternyata Alvin malah mengajaknya untuk menghampiri Arland.Kim mengedarkan pandangan pada duo sosok laki-laki yang sangat e
"Ma, aku duduk di situ, ya," ujar Arlan pada Kim."Iya, Sayang," jawabnya."Hani belum datang, ya?" tanya Kim pada semuanya."Yuhuuu ... Hani di sini.""Ceryl juga di sini."Parah ... anak dan Emak kelakuannya sama persis. Heboh, rempong dan nggak bisa diam."Emak-emak rempong datang sama penerusnya," gumam Ricky sedikit melambatkan suaranya, tapi tetap saja masih bisa dengar. Buktinya, Hani langsung berkomentar."Biarin, dari pada jones akut," ledek Hani tak mau kalah"Eh ... jangan bawa-bawa status dong Hani yang cempreng. Aku bukannya jones, cuma belum punya pasangan aja," bantah Ricky tak terima."Terserah lah apa kata Kakak. Intijya, sih, tetap saja masih sendirian, enggak ada yang belai-belai manja, enggak ada yang bilang sayang." Hani tetap pada ejekannya.Keh