Hari ini, entah terkena serangan angin apa ia bangun di jam yang begitu pagi. Biasanya bangun jam enam, kini dirinya bangun di jam lima. Apa mungkin ia baru menyadari kalau statusnya saat ini adalah seorang istri? Mungkin.
"Astaga! Non bikin kaget aja," ujar Bibik kaget, yang tiba-tiba saja dihampiri oleh Kim.
"Bibik, lebay-nya akut, deh. Biasa aja kali," balas Kim.
"Ini mah luar biasa, Non. Apa jam di kamarnya, Non, lagi error ya. Secara, ini masih jam lima," jelas Bibik yang sepertinya sedang meledek majikannya itu.
"Aku tau, Bik, kalau ini masih jam lima, tapi aku pingin bangun cepet aja," dalih Kim memberi jawaban.
"Non sakit?" tanya Bibik khawatir sambil memegangi dahi Kim.
"Ih, Bibik apaan, sih." Ia semakin kesal saja.
"Aduh, aduh, ini ada apaan, subuh-subuh ribut di dapur." Jessica tiba-tiba datang menghampiri Kim dan Bibik yang sedang heboh.
"Ini, Ma, masa aku bangun jam segini Bibik bilang aku sakitlah, jam di kamar ku yang error lah,'' terang Kim dengan wajah cemberutnya. Tapi apa? Bukannya membela, mamanya malah ikut tertawa.
''Ih, Mama, kenapa malah ikutan ketawa, sih," gerutu Kim.
"Maaf, Sayang. Mama seneng liat kamu jam segini udah bangun, kamu harus jadi istri yang baik. Kalau gitu kamu bantuin Bibik masak, ya," suruh Mamanya.
"What! Yang bener aja dong, Ma. Masa seorang Kimberly, masak."
Asal tau saja, terakhir kali ia berurusan dengan panci-pancian, itu waktu kelas 2 SMP, itu juga cuma masak air. Kerennya lagi, sampai tu panci gosong karna dehidrasi. Gimana kalau masak nasi, ya, mungkin tu nasi bakalan brubah jadi ketan hitam.
"Ya iyalah, trus ngapain bangun jam segini kalau bukan mau ngebantuin masak. Mau ngeliatin doang," ceracau mamanya.
"Kalau mau masak, takut kecipratan minyak. Motong bawang nggak, ah, bau. Hmm, gimana kalau aku bantu doa aja, ya, Bik," elak Kim sambil tertawa.
"Lah, Non Kimmy."
Sementara Alvin yang baru saja bangun, tiba-tiba tak mendapati sosok Kim di sebelahnya.
"Kim, kamu di kamar mandi?'' tanya Alvin. Tapi, tak ada jawaban.
Ia pun keluar dari kamar mencari keberadaan wanita yang baru ia kenal, tapi sudah berstatus sebagai istrinya itu. Tak menemukan apa yang dicarinya, hingga turun ke lantai bawah. Mengedarkan pandangan ke arah dapur, saat mendengar suara obrolan dari sana.
"Kamu ngapain di sini?'' tanya Alvin bingung, karna mendapati Kim yang berada di dapur.
"Itu ... tadinya, sih, pengen bantuin Bibik buat masak. Tapi aku nggak mau berurusan sama minyak panas dan bawang-bawang'an. Jadi, aku bantu doa aja," jelas Kim yang nyaris membuat Alvin tertawa ngakak, tapi berusaha ia tahan. Nggak mungkin dong, seorang Alvin ketawa ngakak, bisa hilang image killer nya.
'Aku nggak nyangka bakal punya istri yang manja nya kelewat gini,' batin Alvin.
#di kamar
Kim yang awalnya sibuk di depan cermin, mengalihkan pandangannya pada Alvin yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Kak, hari ini nggak ngajar?'' tanyanya.
"Nanti jam 12," jawab Alvin.
"Bisa anterin aku sekolah dulu, soalnya mobilku lagi diservice."
"Nanti semua orang curiga,'' balas Alvin.
"Ih, alesan doang ... kalo nggak mau nganterin, ya udah."
Kim kesal atas jawaban yang diberikan Alvin dan keluar begitu saja dari kamar sambil meneteng tas sekolahnya.
"Apa yang terjadi padanya, kenapa tiba-tiba jadi gitu. Bukannya dia yang tak ingin semua orang tau tentang hubungan ini," pikir Alvin atas sikap yang ditunjukkan Kim.
Alvin malah bingung dengan sikap Kim. Benar ternyata, dia masih ABG labil. Sekarang bilang, ya, mungkin satu jam lagi dia akan bilang, tidak.
Kim menuruni anak tangga, kemudian lanjut menuju ke meja makan untuk sarapan.
"Papa mana, Ma?'' tanya Kim yang mendapati mamanya berada di meja makan sendirian.
"Udah berangkat, barusan."
"Oo...."
"Alvin mana?''
"Masih di kamar,'' jawabnya dengan kecut.
Jessica merasa terjadi sesuatu pada putrinya itu, terlihat sekali wajah cemberut yang ditunjukkannya.
"Ada masalah?"
"Iya dan masalahnya itu ada pada menantu kesayangan Mama," jawabnya kecut.
"Alvin ... memangnya dia kenapa?"
"Dia nyebelin banget. Masa aku minta anterin ke sekolah, dianya nggak mau. Pake alesan takut ketauan sama orang satu sekolah lah," jelas Kim dengan nada kesal.
"Kim, nggak boleh gitu. Dosa loh, merutuki suami sendiri," omel mamanya.
"Abisnya aku gregetan, berasa pingin jambak-jambakin," umpat Kim.
"Ehem."
Deheman seseorang membuat nyali Kim langsung ciut seketika. Mulut rempongnya yang tadi semangat berkoar-koar, seolah tak berani untuk bicara. Seperti bara api yang disiram dengan air satu gayung.
"Tuh, berani nggak ngomong sama orangnya langsung?" tanya Jessica mengetes perkataan putrinya tadi.
Kim tak berani menjawab, ia hanya menatap ke arah piring yang ada dihadapannya. Seolah, ia benar-benar sedang menikmati sarapan dengan penuh penghayatan. Padahal ia sedang membayangkan kalau dirinya sampai diolmeli oleh Alvin.
"Pagi, Ma," sapa Alvin pada mama mertuanya itu.
"Pagi, Vin."
Alvin duduk di kursi yang ada di samping sang istri, kemudian mengarahkan pandangan pada gadis itu. "Bukannya aku nggak mau nganterin, tapi bukankah kamu sendiri yang nggak ingin semua orang mengetahui tentang hubungan kita. Kalau aku, sih, terserah," jelasnya.
"Tuh, dengerin kalau suami lagi ngomong," sahut Jessica seolah sedang meledek putrinya.
"Ih, Mama apaan, sih," umpatnya.
Setelah selesai sarapan, Kim hendak berangkat ke sekolah. Tapi, tangannya ditahan oleh Alvin.
"Biar aku anterin," ucap Alvin.
"Nggak usah."
"Kim." Jessica menatap putrinya dengan garang.
Dengan wajah yang masih ditekuk, akhirnya iapun di antar oleh Alvin ke Sekolah.
Kalau di pikir-pikir, Alvin itu nggak ada capek-capeknya. Pagi hari dia ngantor, trus ngajar, habis ngajar balik lagi ke kantor, sampai malem. Bahkan, Kim yang memikirkan saja merasa capek.
"Kak, nganterinnya jangan sampe parkiran Sekolah dong. Kalau semua pada liat, gimana," ujar Kim saat Alvin malah hendak melajukan mobilnya hingga parkiran Sekolah.
Alvin segera menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan yang tak jauh dari gerbang.
"Bukannya tadi kamu bilang aku yang nggak mau nganterin?"
"Maaf soal yang tadi. Aku mau masuk dulu," ujarnya pamit sambil menyambar dan mencium punggung tangan Alvin.
"Belajar yang bener," pesan Alvin.
"Aku belajar yang bener terus, kok. Gurunya aja yang ngajarin pada nggak bener," kilah Kim memberi jawaban.
Ia melihat keadaan sekeliling sebelum keluar dari mobil. Setelah dirasa aman, barulah ia keluar. Kemudian berjalan melewati beberapa kelas sebelum mencapai kelasnya.
"Pagi," sapa Kim pada kedua sahabatnya yang sudah menunggu di kelas.
"Nggak bawa mobil?"
"Lagi di service," jawab Kim
"Trus, barusan?"
"Diantar sama Papa,"
"Oowh...."
"Pulang sekolah kita jalan, yuk. Shooping kek, makan di luar kek," ajak Hani.
"Setuju," jawab Jeje cepat.
"Gue?" Kim menunjuk dirinya sendiri.
'Gue minta izin sama Kak Alvin dulu tentunya. Jadi istri yang baik,' batin Kim.
"Ntar gue minta ijin dulu," ujar Kim
Saat jam pelajaran dengan Bapak Tony sedang berlangsung, ia sengaja minta ijin keluar. Ijinnya, sih, ke toilet, tapi niatnya bukan.
''Mau kemana?'' tanya Jeje.
"Kebelet," jawabnya.
"Tumben?''
"Biasa aja."
Pada saat berjalan di antara lorong kelas, ia menelvon seseorang.
''Kak, di mana?''
"Di parkiran Sekolah, baru nyampe."
"Tunggu di sana," pintanya langsung menutup percakapan di telepon.
Dengan sedikit berlari, ia menuju parkiran. Benar saja, mesin mobil Alvin masih menyala, itu berarti dia memang baru sampai. Ia segera masuk ke dalam mobil yang nyatanya memang tak dikunci.
"Ada apa?'' tanya Alvin yang sedang mengenakan sweater abu-abunya.
"Aku mau minta ijin jalan sama temen-temen boleh, nggak?'' tanya Kim ragu-ragu.
"Kemana? Ngapain? Sama siapa aja?'' tanya Alvin bertubi-tubi.
Mendengar pertanyaan Alvin, ia merasa dirinya seperti seorang istri yang dicurigai sedang selingkuh saja.
"Jalan ke Mall bareng Jeje sama Hani. Boleh, ya?"
"Hmm, boleh. Tapi jangan pulang kesorean, dan jangan lupa makan siang," pesan Alvin.
"Kenapa?'' tanya Alvin bingung karena Kim terus bengong memandang ke arahnya.
"Nggak," elaknya menyadari. "Ya udah, aku balik ke kelas dulu," ujarnya segera keluar dari mobil Alvin.
Seperti yang sudah di rencanakan, kini mereka bertiga akan menuju ke sebuah pusat perbelanjaan. Di perjalanan dari kelas menuju parkiran, semuanya cuma membicarakan Pak Alvin.
"Pak Alvin keren banget, ya," puji seorang siswi.
"Gue mau kali jadi istrinya," tambah yang lain ikut-ikutan.
"Iya, apalagi waktu ngajar barusan, bikin meleleh."
"Punya WA nya nggak?"
"Nggaklah."
"Duh, kita mesti stalk kehidupannya Pak Alvin, nih," usul yang lain.
Masih banyak komentar-komentar yang lalu lalang saat Kim hendak menuju parkiran. Entah kenapa, rasanya kupingnya berasa panas.
"Lo kenapa, Kim?" tanya Jeje melihat ekspresi Kim yang seolah sedang menahan sesuatu. Yang jelas ia tak sedang menahan BAB.
"Nggak," elaknya.
"Eh, liat noh Pak Alvin," tunjuk Hani ke arah Alvin yang saat itu sedang berjalan di lorong kelas yang berlawanan dengan mereka. "Keren gila," tambahnya memuji.
"Makin ganteng aja kalo pake sweater gitu." Jeje ikut-ikutan.
'Woy, puji aja terus. Bininya ada di sini, nih!!!' teriak Kim dalam hati. Karena nggak mungkinlah ia teriak langsung.
"Beruntung banget cewek yang jadi pacarnya Pak Alvin. Bisa ketemu dan ngobrol tiap hari." Hani sudah mulai berimajinasi.
"Emang Pak Alvin punya cewek?" tanya Jeje.
"Pastilah, orang ganteng tingkat dewa gitu, masa iya nggak punya cewek."
"Ehem, udah selesai muji-mujinya? Kapan kita jalan, nih," kesal Kim.
"Ih, Kim. Pertama kali ketemu udah punya pengalaman buruk sama Pak Alvin, jadi kesel gitu," ledek Hani.
Kim memberungut mendengar perkataan Jeje. Tapi, bukan karena itulah ia kesal. Yang jelas, ia kesal saja, dan tak tau apa penyebabnya.
[][][][]
Selesai mengajar, Alvin langsung pulang ke rumah.
"Alvin, kok pulang sendirian, Kimmy mana?'' tanya Jessica pada menantunya itu.
"Dia tadi minta ijin jalan sama
temen-temennya, Ma," jawab Alvin.
"Kok diijinin?''
"Nggak apa-apa, Ma," jawab Alvin masih dengan pembawaannya yang tenang.
"Kamu nggak ke kantor?"
"Iya, Ma. Ini mau ganti baju dulu," jawabnya.
"Oo, ya udah. Bibik udah siapin makan siang kamu di meja. Mama mau ke butik dulu."
"Iya, Ma."
Setelah mertuanya pergi, Alvin segera menuju ke kamar untuk ganti baju. Pada saat di kamar tiba-tiba ponselnya berdering pertanda ada pesan masuk. Setelah membaca pesan, Alvin segera mengganti pakaiannya dan bersiap untuk kembali ke kantor.
"Den, makan siang dulu. Bibik udah siapin."
"Nanti aja, Bik, aku ada meeting," balasnya tanpa menghentikan langkahnya dan segera menuju mobil.
[][][][]
"Kim, yang ini bagus nggak?" tanya Jeje sambil menunjukkan sebuah dress selutut pada Kim.
"Ih, nggak bagus, jelek, cari yang lain," jawab Kim mengeluarkan pendapatnya.
"Jelek, ya," ujar Jeje kembali mencari baju yang lain.
Setelah membeli beberapa potong pakaian, mereka bertiga pun menuju sebuah cafe untuk makan siang.
"Wah, Kim, dapet kredit card lagi, ya, dari bokap lo?" tanya Hani saat melihat tambahan dua lembar kredit card yang nangkring di dompet sobatnya saat membayar tagihan makanan.
"Eh, i-iya." Nggak mungkin juga ia katakan kalau Alvin-lah yang memberi.
"Wah, senangnya."
"Kita balik, yuk," ajak Kim.
"Iya, gue juga mau nganterin Emak gue kondangan," tambah Jeje
"Kim, gue anterin lo dulu, ya. Trus, baru gue anterin Jeje," terang Hani.
"Oke."
Kedua gadis itupun mengantarkan Kim pulang ke rumah. Saat hampir sampai di gerbang, Hani menghentikan mobilnya secara tiba-tiba.
"Aduh, pala gue," jerit Jeje karena kepalanya kejedot.
"Lo apaan, sih, Han. Berhenti kok tiba-tiba," omel Kim ikut-ikutan.
"Untung gue nggak amnesia." Jeje terlalu berlebihan.
"Kim, mobil yang baru masuk ke halaman lo, mobil siapa, ya? Kok gue kayaknya familiar banget sama tu mobil?" tanya Hani pada Kim dengan efek heran yang menyelimuti wajahnya.
"Ah, itu mobilnya sepupu gue," gagap Kim menjawab pertanyaan Hani.'Andai kalian tahu, kalau itu adalah mobilnya Kak Alvin,' batin Kim mulai resah."Aduh, Han ... mobil kayak gitu banyak kali," ujar Jeje."Ah, iya, ya," setuju Hani dengan pendapat Jeje."Ya udah, gue turun dulu, ya. Makasih udah nganterin," ujar Kim segera turun dari mobil."Nggak nawarin kita masuk dulu gitu?""Hah?!" Tampang kaget langsung ia tunjukkan."Idih, biasa aja dong. Gue cuma becanda doang. Lagi nggak minat main di rumah lo," kelakar Hani dengan candaannya, tapi sukses membuat Jantung Kim seakan mau copot."Huft ... kirain," gumam Kim menghembuskan napas leganya saat keluar dari mobil.Ia segera memasuki halaman rumah dengan sedikit berlari. Berharap agar segera sampai di dalam rumah. Capek, pengin istirahat."Aku pulang!!!" teriakn
Pagi ini Kim berangkat sekolah dengan penampilan yang berbeda. Bahkan dari saat menginjakkan kakinya di area sekolah, semua mata seolah sedang memandang aneh ke arahnya."Kim, ini kenapa lo pake sweater dan masker gitu?" tanya Jeje bingung dengan penampilan sobatnya."Gaya terbaru, ya? Apa perlu gue ngikutin juga?" Hani mengedipkan mata."Lo bilang gaya terbaru? Nih, liat muka gue, tangan gue, semuanya merah-merah," jelas Kim sambil membuka masker dan juga sweater yang ia kenakan."Omigos! Lo kenapa, Beb?" tanya Hani kaget dengan penampakan muka Kim.''Gara-gara makanan lo yang gue icip kemaren, nih," terang Kim memberungut.Hani dan Jeje malah tertawa. Di satu sisi, mereka merasa kasihan. Di sisi lain, penampilan Kim sangatlah lucu. Ada efek merah-merahnya."Makanya, jangan ngambil makanan orang sembarangan.''Karin yang berada di kursi
"Lo nggak makan?" tanya Jeje pada Kim sambil memakan baksonya dengan lahap."Nggak laper," jawab Kim sambil menyeruput jus jeruknya.Di saat yang bersaman, seorang cowok datang menghampiri meja mereka bertiga. Sontak, Kim merasa kaget."Angga, lo kok ...""Iya, ini gue, Kim," sahutnya.Angga adalah salah satu most wanted di sekolah dan juga ketua tim basket. Dia menyukai Kim, begitupun sebaliknya. Tapi, ya itu ... mungkin karna sok ganteng nya, dia suka gonta ganti cewek.Kenapa dia baru nongol? Karna dua minggu ini dia lagi ijin Sekolah, karena ada urusan keluarga."Kim, udah lama kita nggak ketemu. Kangen nggak sama gue?" tanya Angga pada Kim."Ih, apaan, sih," balas Kim merasa risih, entah karena apa. Biasanya juga dia fine-fine aja saat Angga merayunya seperti itu."Oiya, Kim ... gue mau ngomong sesuatu sama lo,
ini adalah hari minggu, hari di mana saatnya Kim dan Alvin pindah ke rumah baru yang sudah disiapkan Alvin. Ia tak menyangka, kalau Alvin akan mengeluarkan uang segitu banyak hanya untuk membeli sebuah rumah."Kimmy Sayang ... baik-baik ya, di rumah yang baru. Jangan cengeng, jangan manja, jangan nakal, jangan suka keluyuran, jangan bikin masalah, jangan buat Alvin susah," pesan Jessica yang seolah-seolah putrinya adalah anak SD yang mau pergi pramuka."Mama apaan, sih? Harusnya Mama sedih gitu anaknya mau pindah. Ini apaan coba, nggak banget deh Mak gue," dengus Kim tak terima.''Nggak boleh bicara gitu sama orangtua," ingatkan Alvin akan ucapan yang digunakan sang istri."Kakak mah, sama aja kayak Mama. Cerewet," gerutunya."Udah-udah. Kalau kamu heboh terus sama Mama, kapan berangkatnya." Giliran William yang mengomeli putrinya."Ya udah. Kalau gitu kita berdua p
Sesampainya di sebuah pusat perbelanjaan ternama yang merupakan milik keluarga Alvin, mereka berdua pun masuk ke sebuah cafe dan memesan makanan."Kamu kenapa, masih mikirin ciuman tadi? Apa mau kita ulang?" tanya Alvin menggoda.Kesal, dengan sengaja Kim malah menyikut lengan suaminya itu. "Udah, jangan bahas ciuman-ciuman lagi," dengusnya.Alvin malah tersenyum mendengar ocehan Kim yang menurutnya sangatlah lucu.'Dia senyum. Ah, mungkin cuma gue cewek yang paling beruntung bisa nyaksiin si Mr.killer senyum kayak gini,' batin Kim memandang fokus ke arah Alvin."Jangan memujiku dalam diam," ucap Alvin.Kim sedikit tersentak saat pikirannya di ketahui Alvin. "Apa? Siapa yang memuji? Pede sekali," balas Kim mengelak."Terserah, karena aku tahu isi hatimu, Kim.""Ish, tidak sopan." Kim memberungut."Oiya, aku mau bilang makasih sama kamu,'' ujar Alvin mengubah topik pembicaraan. Terus membahas, justru malah membuat situasinya dengan gadis i
Di mobil, Kim masih shock dengan kejadian barusan. Ia membayangkan, entah apa yang terjadi kalau kedua sahabatnya itu sampai tahu tentang hubungannya dan Alvin."Maaf, Pak ... ini kita langsung pulang?'' tanya Kim pada sopir."Iya, Non. Bapak memerintahkan saya untuk mengantar Non pulang sampai ke rumah," jelasnya masih sambil mengemudi.Setelah 15 menit perjalanan dari sekolah menuju rumah, akhirnya sampai juga."Makasih, Pak,'' ucapnya pada sopir saat sampai di tujuan.Oke, setengah hari yang membosankan pun akan dimulai. Ya, di rumah yang segede GOR ini, ia cuma sendirian. Bayangkan saja, nggak ada satpam, nggak ada asisten rumah tangga, nggak ada tukang kebun, benar-benar sendirian.
Pagi ini seperti biasa, Kim sekolah, dan Alvin mengajar. Satu lagi yang lebih membuat ia kesal pada Alvin. Dia pelit banget ngasih bocoran ulangan yang bakal dikasih di kelas. Parah, kan? Apa gunanya punya suami yang berprofesi guru, ngasih bocoran sebiji aja nggak dapat."Pagi.""Pagi, Kim," jawab Hani dan Jeje yang sedang asik bergosip ria."Lagi ngebahas apaan, sih? Ada gosip terbaru?" tanya Kim ikutan antusias."Mr.killer," jawab Jeje dan Hani serentak"Memangnya Pak Alvin kenapa?" tanya Kim ikut penasaran. Yakali aja ada berita penting gitu."Cie cie ... tumben amat antusias gitu nanyainnya," ledek Jeje."Lah, kan cuma pingin tau doang. Kalau mau jawab, sok. Kalau enggak, ya udinlah," terang Kim tak terlalu peduli."Gini, Kim ... denger-denger, nih, Pak Alvin itu udah tunangan," ucap Jeje."Astaga!" Kaget Kim.Kali ini kagetnya kebangetan..Apa jangan-jangan semua rahasianya dan Alvin bakalan terbongkar?
Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba Pak Rudi masuk kelas. Padahal saat itu bukanlah jadwal mata pelajaran beliau. Apa beliau mulai rada pikun gara-gara faktor U, hingga salah masuk kelas."Loh, kok Bapak?" tanya Dylan."Saya ke sini cuma mau ngasih tugas yang dititipkan bu Dina tadi sama Pak Alvin. Tapi karna Pak Alvinnya agak sedikit nggak enak badan, jadi saya yang bawa ke sini tugasnya," jelas Pak Rudi menjelaskan."Habis ngomelin lo, Pak Alvin langsung pusing, Kim. Keren," puji Jeje sambil bertepuk tangan."Pusing dari mana, perasaan tadi nggak kenapa-kenapa," gumam Kim."Pak Alvin pusing kenapa ya, Pak?""Saya boleh lihat nggak, Pak?""Aduh, yayang mbeb gue kenapa, ya.''"Astaga. Apa-apaan coba mereka semua," dengus Kim saat mendengar rentetan bentuk rasa perhatian para cewek cewek.
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 18:00, semua kejutan dan lain sebagainya sudah selesai di persiapkan. Tinggal menunggu Alvin kembali dari kantor untuk memberi kejutan. "Mama ..." panggil Arland yang baru pulang sekolah. Lihat, jam segini dia baru balik ke rumah. Bukan sekolah, melainkan pulang dari les tambahan. "Udah pulang, Sayang." "Tante di sini?" tanya Arland pada Jeje "Iya," jawab Jeje. "Dilla nya udah pulang ya, Land?" "Udah, Tan." "Ya udah Kim, kalau gitu gue mau pulang dulu. Ntar balik lagi kesini , oke," pamit Jeje. "Bye, Tante." "Dahhh ...." "Ayo, Sayang ... kamu mandi dulu. Udah bau acem," ejek Kim. "Hmm ...," angguknya. "Sekarang ulang tahunnya Papa loh, Mama nggak lupa, kan? Jangan bilang kalau Mama belum nyiapin hadiah buat Papa karna bingung mau ngasih apa?" jelas Arland pada Kim. Ya ... pengalaman tahun kemarin yang ia ungkit kembali. Sampai-sampai putranya sa
Pagi ini sangat berbeda, tak biasanya ia masih berada di balik selimut. Sementara Alvin sudah bangun dan sekarang sedang sarapan bersama Arland. Badannya terasa sangat lemas, nggak ada tenaga, mual, pusing, dan nggak mood untuk melakukan apapun."Sayang ... kamu benar nggak apa-apa aku tinggal?" tanya Alvin masuk dan menghampiri dirinya yang masih tiduran."Iya, Kak, nggak apa-apa," jawabnya."Aku nggak tenang ninggalin kamu dalam keadaan kayak gini,'' khawatir Alvin"Kan ada Bibik, Kak. Udahlah, sana Kakak ke kantor aja.""Pa ... Ma ..." panggil Arland sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya. Ia tak akan menyelonong masuk ke dalam kamar begitu saja, apalagi kamar orang tuanya. Sangat tidak sopan kalau begitu."Masuk, Sayang ...," jawab Alvin.Mendengar ijin yang di berikan papanya, barulah ia yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya pun masuk. Ternyata ia masuk bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan segelas susu hangat.
"Kak, bangun dong, Kak Fikri nelepon, nih," ujarnya sambil membangunkan Alvin, tapi tak ada respon."Kak ...."Ia memutuskan untuk menjawab panggilan itu. Toh, yang menelepon adalah Fikri."Hallo ....""Kim?" tanya kak fikri"Iyalah, Kak," jawabnya. "Siapa lagi cewek yang bisa menyentuh ponselnya Kak Alvin selain aku." "Ya kali aja Alvin punya selingkuhan, mungkin.""Apa!? Kak Alvin punya selingkuhan!?" kagetnya dengan nada tinggi, sampai-sampai Alvin yang lagi tidur dan dari tadi ia coba bangunkan tak berhasil, sekarang ikut terbangun."Siapa yang selingkuh?" tanya Alvin langsung duduk dengan tampang cengok nya."Ihhh ... masih nanya lagi, Kakak lah yang selingkuh," kesalnya langsung banting tu ponsel ke lantai dan beranjak menuju ke kamar mandi.Alvin ikut m
Sesampainya di rumah, ia langsung jalan menuju ke kamar karna rasanya badannya lagi nggak enak aja. Sementara Alvin, dia lagi teleponan di teras depan sama klien bisnisnya, mungkin. Karna ia juga nggak mau tahu juga lah sama urusan kantor dan pekerjaannya itu.Tapi kalau dia teleponan sama cewek, barulah dirinya bakalan ngamuk."Kamu tidur?" tanya Alvin yang tiba-tiba masuk menghampirinya di tempat tidur."Cuma tidur-tiduran," jawabnya mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Alvin."Hmm ....""Kak, itu masih perih?" tanya Kim sambil menunjuk ke arah bibir Alvin yang luka akibat gigitannya."Iyalah ... kalau kamu ngegigit bibirku dengan penuh nafsu, sih, aku terima meskipun agak sakit.Nah ini enggak, jadi sakit nya tu berasa banget," jelas Alvin dengan penjelasan anehnya itu.Kim yang tadinya masih tiduran, sekarang bangun. "Aku kan udah minta maaf, Kak. Masa iya belum di maa
Pagi ini Alvin memasuki area kantor dengan wajah yang berseri-seri. Biasanya ia akan bersikap dingin dan cuek pada karyawan yang berpapasan dengannya. Tapi kali ini enggak, bahkan ia lah yang menyapa ataupun menegur mereka. Tentu saja ini menjadi tanda tanya besar bagi semua bawahannya. Apa bos mereka kesambet jin atau sejenisnya?"Pak Alvin kenapa, ya?""Tumben banget aura mistisnya nggak kelihatan.""Jangan jangan beliau lagi menang lotre.""Nggak mungkinlah, menang tender dengan nilai yang fantstis aja ekspresinya biasa aja. Itu artinya ini lebih luar biasa dari menang tender." Begitulah komentar beberapa karyawan yang berpapasan dengannya. Mereka semua hanya bisa menebak-nebak tanpa berani untuk bertanya langsung."Pagi, Pak," sapa Alin yang berpapasan dengan Alvin yang hendak memasuki ruangan nya."Pagi," balasnya sambil terus melangkahkan kaki menuju ruangannya."Apa yang terjadi?" bin
Alvin mengantarkan Kim menuju Rumah Sakit dengan keadaan badan yang lemes pake banget dan mual mual. Ia merasa sudah tak ada lagi stok di lambungnya yang akan dikelurkan, tapi rasa mual itu terus saja munculSetibanya di RS ia langsung di bawa ke UGD dan di periksa sama dokter."Gimana keadaan istri saya, dokter?Apa benar ini cuma asam lambung nya yang lagi kambuh?" tanya Alvin pada Dokter yang habis memeriksa Kim.Dokter malah tersenyum menanggapi pertanyaan Alvin."Bukan ... ini bukan mual mual akibat asam lambung yang kambuh," jawab dokter."Lalu, apa, dok?""Kalau boleh saya tahu, apa kalian berdua lagi berniat punya anak?"Alvin dan Kim malah saling pandang menanggapi pertanyaan dokter. "Maksud dokter?" tanya Kim bingung."Ya, karna setelah saya periksa barusan ... sepertinya saat ini anda sedang hamil."Keduanya langsung memasang tampang kaget mendengar pernyataan dokter. "Serius dok?" tanya Kim tak percaya
Sudah seminggu Hani dan Ceryl berada di Indonesia, dan hari ini adalah hari keberangkatan mereka untuk kembali ke LA. Kim dan Arland saat ini lagi di bandara untuk mengantar mereka.Pada awalnya, sih, putranya itu menolak buat ikut, tapi ia paksa.Karena semenjak kejadian di acara ultahnya Dilla waktu itu, dia udah males sama Ceryl. Ini pun tampang nya Arland enggak banget. Jutek abiss."Han, hati-hati, ya. Jangan suka ngomel-ngomel nggak jelas sama Ceryl," pesan Kim sama Hani. Soalnya Hani kan gitu orangnya. Kerjaannya ngomel mulu."Iya.""Ceryl sayang, jangan nakal, ya," ujar Kim pada Ceryl."Iya, Tante," balasnya."Arland, nggak mau ngomong sesuatu sama Ceryl?" tanya Kim pada Arland yang masih dengan sikap dingin nya itu"Nggak, Ma," jawabnya singkat tanpa sedikitpun menoleh pa
"Kamu nggak makan, Sayang?" tanya Alvin pada putranya yang duduk sendiri di sofa."Nggak, Pa," jawabnya dingin. "Ini masih lama, ya, Pa, aku pingin cepat-cepat pulang," ungkapnya.Alvin tahu betul apa yang dirasakan Arland. Taoi, ia hanya pura-pura enggak tahu saja."Kenapa? Kok bete?" tanya Alvin lagi."Pa, aku males sama sikapnya Ceryl. Kita pulang aja.""Ya udah, kalau kamu maunya gitu. Papa bilang sama Mama dulu, ya."Alvin segera menghampiri Kim yang saat itu lagi ngobrol sama Hani dan Jeje."Kim, aku mau bicara bentar," ujar Alvin pada Kim."Apa?" tanya Kim.Hani dan Jeje pun ikut menunggu apa yang akan dikatakan Alvin pada Kim."Berdua, Kim," tambah Alvin sambil berlalu pergi kembali pada Arland."Ishh ....," dengus Kim sambil mengikuti langkah kaki suaminya tercinta. Dan ternyata Alvin malah mengajaknya untuk menghampiri Arland.Kim mengedarkan pandangan pada duo sosok laki-laki yang sangat e
"Ma, aku duduk di situ, ya," ujar Arlan pada Kim."Iya, Sayang," jawabnya."Hani belum datang, ya?" tanya Kim pada semuanya."Yuhuuu ... Hani di sini.""Ceryl juga di sini."Parah ... anak dan Emak kelakuannya sama persis. Heboh, rempong dan nggak bisa diam."Emak-emak rempong datang sama penerusnya," gumam Ricky sedikit melambatkan suaranya, tapi tetap saja masih bisa dengar. Buktinya, Hani langsung berkomentar."Biarin, dari pada jones akut," ledek Hani tak mau kalah"Eh ... jangan bawa-bawa status dong Hani yang cempreng. Aku bukannya jones, cuma belum punya pasangan aja," bantah Ricky tak terima."Terserah lah apa kata Kakak. Intijya, sih, tetap saja masih sendirian, enggak ada yang belai-belai manja, enggak ada yang bilang sayang." Hani tetap pada ejekannya.Keh