Kim mengantar ketiga sahabatnya ke teras depan, saat mereka akan pulang setelah puas bergosip ria dan Dylan menjadi pendengar yang baik.
"Loh, itu bukannya mobil Pak Alvin?" tunjuk Jeje pada sebuah mobil yang sudah terparkir cantik di halaman.
"Wah, Pak Alvin udah pulang dong," ujar Hani bergidik ngeri
"Kayaknya," balas Kim.
Alvin tiba-tiba datang dari arah dapur, karena saat itu dia lagi memegang sebuah minuman kaleng dan pastinya itu diambil dari kulkas yang ada di dapur. Sepertinya dia sudah pulang dari tadi, soalnya saat ini ia sudah berganti pakaian dengan jeans selutut dan kaos hugo berwarna putih. Dan Kim sangat menyukai pemandangan itu.
"Kalian mau kemana?" tanya Alvin menghampiri.
"Kita mau pulang, Pak." Jeje yang menjawab.
"Kita kesini mau ketemu sama Kim, Pak, dan juga kita turut berduka atas meninggalnya orang tua Bapak," jelas Dylan
"Iya, makasih."
"Kalau gitu kita pamit dulu ya, Pak," uca
Nama yang tertera di layar ponsel Kim adalah My Lovely. Tentu saja ia sedikit ragu untuk menjawab, meskipun akhirnya ia jawab juga."Ya, hallo. Siapa, sih?" tanya Kim."Lagi dimana?""Lagi makan di cafe depan sekolah. Ini siap..."Tiba-tiba dia yang diseberang sana langsung memutus percakapan dengan Kim begitu saja."Ini, nih, yang bikin sakit hati. Orang lagi ngomong, main matiin aja." Kim langsung mengomel-ngomel."Why, Kim? Why?" tanya Dylan sok-sok'an pake bahasa inggris."Nggak tau siapa yang nelepon. Waktu gue tanya langsung di matiin.""Ada namanya di ponsel lo?" tanya Jeje."Ah, iya. Itu masalahnya, di sini tertera namanya my lovely. Tapi gue nggak tau siapa. Dan yang pasti, bukan gue juga yang buat," jelas Kim sambil nunjukin layar ponselnya pada mereka bertiga."Apa kalian berdua sependapat s
Kim duduk di teras belakang, karena malas berdebat dengan Alvin. Ujung-ujungnya malah dia yang dianggap salah."Non, makan malam udah Bibik siapin di meja," ujar Bibik tiba-tiba menghampiri."Iya, Bik," jawab Kim. "Oiya, Bibik bisa panggilin Kak Alvin untuk makan?" Meski kesal, ia tetap seorang istri yang memikirkan suaminya."Tadi udah Bibik panggil, Non, tapi Den Alvin bilang Lagi sibuk. Non di minta buat makan duluan aja," jelas Bibik"Ya udah, Bik, nanti aku makan." Mendengar ucapannya, Bibik pun berlalu pergi.Yang ia takutkan kemarin, akhirnya terjadi juga. Sekarang, apa yang mesti ia lakukan.Setelah selesai makan malam sendirian, Kim menuju ke kamar untuk istirahat. Meskipun ini baru jam 9'an tapi ia merasa sangat capek. Lebih tepatnya capek pikiran. Sedangkan Alvin, di mana lagi kalau bukan di ruang kerjanya.---000---
Sementara Kim yang sudah keluar dari toilet, ia hendak kembali ke kelas. Tapi saat melewati ruangan salah satu lorong kelas, tiba-tiba ia bertabrakan dengan seseorang."Astaga!""Kim," ujarnya."Kak, kalau jalan lihat-lihat dong. Gimana, sih."Kim langsung ngoceh nggak jelas saat tahu Alvin-lah yang menabraknya. Aduh, nggak tau deh, mungkin Alvin hobby menabrak dirinya. Nggak sempat ngitung juga, entah ini yang sudah keberapa kali dia menabraknya dari pertama ketemu ."Kim, ingat, ini Sekolah," ingatkan Alvin dengan posisinya saat ini, karena Kim memanggilnya dengan sebutan, Kak."Iya, sorry. Abisnya Kakak, sih," gerutu Kim sedikit melambatkan suara"Ayo masuk kelas, kamu nggak denger bunyi bel.""Iya Bapak Alvin yang terhormat, ini saya dari toilet," jelasnya."Kok pucat, kamu sakit?""Sedikit mual, mungkin asam lambung ku kambuh, dan ini pucat cuma gara-gara lagi PMS," jawab KimAkhirnya Kim
"Hey ..., kalian pada gila ya," kesal Kim pada mereka bertiga. Karena apa? Ternyata, Jeje malah mengeluarkan sebuah tes pack dari kantongnya. Hah, gila! Mereka menyuruh Kim untuk melakukan tes kehamilan. Yang benar saja."Ih, Kimmy, udah jangan banyak omong. Tinggal masuk WC sana, trus pake ini," ujar Hani menyodorkan itu benda asing ke tangan Kim, sambil memaksanya untuk segera masuk wc.Alvin yang tadinya hanya diam, sekarang mulai bereaksi saat mereka bertiga memaksa Kim untuk melakukan tes kehamilan."Heh, kalian bertiga apa-apaan.Kalian itu masih anak sekolah, ngapain pada ngurusin benda ini," kesal Alvin merebut benda itu dari tangan Kim dan membuangnya di tong sampah."Lah, kok dibuang, sih, Pak. Itu kan buat ngebuktiin Kimmy hamil atau enggak.""Hamil?""Astaga, demi apa, kalian mikir kalau gue itu lagi hamil." Kim geregetan dengan tingkah ketiga sahabatnya ini."Kalo nggak hamil, trus kenapa lo mual
Kim segera membawa Alvin menuju Rumah sakit. Melihat kondisinya yang tak berdaya seperti itu, tentu saja Kim ingin secepatnya segera sampai ditujuan."Jangan ngebut, Kim." Dalam keadaan lemas gitu, dia masih bisa komentar."Tenang aja," balas Kim.Sesampainya di Rumah Sakit, Alvin langsung ditangani oleh seorang dokter. Sedangkan Kim, menunggu di depan ruang periksa."Gimana, dok?" tanya Kim pada dokter yang keluar setelah memeriksa keadaan Alvin."Sebaiknya Bapak Alvin dirawat dulu. Ia mengalami kelelahan, ditambah lagi kondisi fisiknya sedang dalam keadaan tak baik. Sepertinya dia bekerja terlalu keras," jelas dokter.Benar sekali yang dikatakan dokter, dia memang bekerja terlalu keras.Sementara Alvin dipindahkan ke ruang rawat, Kim mengurus administrasi. Sebelumnya, ia sudah memberitahukan keadaan Alvin pada mamanya lewat pesan singkat.Saat Kim menghampiri Alvin di ruang rawat, ia masih dalam keadaan ter
Pagi ini, otaknya seolah harus dipaksa untuk berpikir. Tapi kali ini bukan masalah pekerjaan yang ia pikirkan. Melainkan tentang pembicaraannya bersama mertuanya semalam."Pagi pangeran es," sapa Andi datang menghampiri."Kalau cuma mau ledekin gue, mending lo pergi aja," suruh Alvin dengan ekspressi dinginnya."Tenang, gue ke sini cuma mau nemenin lo, karna gue tau lo sendirian. Ntar kalau lo diculik sama wewe gombel, trus dijadiin suami, gimana?" Ketularan si Restu nih kayaknya."Terserah lo mau ngomong apa.""Eh, kenapa muka lo di tekuk gitu, ada masalah?" tanya Andi"Enggak.""Sebelumnya, gue minta maaf banget nih, Vin. Lo pasti mikirin omongan mertua lo semalam, kan? tebak Andi yang langsung membuat Alvin sedikit kaget'Kenapa dia bisa tau?' pikirnya."Sorry, semalam gue nggak sengaja denger," tambah Andi seolah tahu apa yang akan ditanyakan Alvin padanya."Gue butuh solusinya.""Udah bicarain ini sama
"Mama semalam bilang sama aku , kalau Papa minta kita untuk--""Untuk apa, Kak?""Tapi ini Papa yang minta loh, bukan aku," jelas Alvin, sebelum Kim salah paham dengan ucapannya."Iya, apa?" Kim semakin penasaran."Papa minta kita buat segera punya anak," jelas Alvin"Apa!?" Kim beranjak dari duduknya, saat kalimat itu diucapkan Alvin.Jujur saja, ia benar-benar kaget. Kenapa papanya malah memintanya segera punya anak, yang memang masih jauh dari pemikirannya.''Gimana?" tanya Alvin"Kok Kakak masih tanya gimana, ya jelas aku belum siaplah. Kita kan udah buat kesepakatan nggak akan ngebahas masalah anak dulu, tapi kenapa ....""Aku nggak pernah nuntut itu sama kamu Kim, itu Papa yang minta," jelas Alvin lagi.Ia nggak mau kalau Kim merasa dirinyalah yang menginginkan itu semua. Meskipun di lubuk hatinya yang paling dalam, ada sedikit rasa keinginan yang sama dengan mertuanya. Tapi, ia masih mengingat kalau i
Saat ini pikiran Kim sedang kacau. Di satu sisi ia sedang mikirin UN yang waktunya semakin dekat, dan di sisi lain, orang tuanya malah memintanya untuk segera punya anak.Ia merasa kepalanya seakan mau pecah. Membayangkan dirinya dan Alvin harus melakukan hubungan itu, lalu ia hamil, dan punya anak.Tiba-tiba ponselnya bergetar pertanda ada pesan masuk. Ia yang menyadari itu, segera memeriksa.-my lovely-"Udah malam, Kim, tidurlah. Jangan mikirin masalah tadi.""Hoh, dia tau aja kalo gue masih mikirin masalah itu," gumamnya sambil membalas pesan dari Alvin."Nggak kok, ini udah mau tidur. Barusan lagi belajar.""Hmm, sana tidur. Good night."Kim memutuskan untuk segera tidur, tapi tetap saja, matanya tak bisa tidur. Masalah itu, dan itu lagi yang ia pikirkan.Jam 5 subuh, ia terbangun dengan sendirinya tanpa ada suara alarm yang berteriak, dan gedoran pin