Saat ia terbangun matanya langsung mengarah pada sebuah jam dinding yang berada tepat di arah depan.
'Jam 06:00'
Ia melihat ke sekitar, dan pandangannya terhenti pada seseorang yang masih duduk di sofa dengan matanya yang tetap fokus pada suatu objek di hadapannya yaitu laptop.
Kadang ia kasihan pada suaminya itu, meskipun lelah, tapi seolah berusaha agar terlihat segar.
"Kak ..."
"Sayang, kamu udah bangun?" ujar Alvin menghentikan pekerjaannya dan berjalan menghampiri Kim.
"Kakak semalem nggak tidur?" Itu terlihat jelas di matanya yang tampak lelah.
"Aku harus nyelesaiin kerjaan, jadi, kalau ada waktu ya kenapa enggak," jawabnya
"Kak, kalau Kakak kurang istirahat, bisa-bisa ntar sakit. Aku nggak mau loh itu terjadi."
"Nggak lah ..."
Tiba-tiba pintu dibuka dari arah luar, membuat pandangan keduanya mengar
"Aku udah mutusin kalau nama anak kita adalah Arland Devano Geraldi.""Bagus, Vin," setuju Jessica penuh semangat.Mamanya kan memang begitu, apapun keputusan yang diambil menantunya pasti setuju."Papa mah setuju wae lah.""Gimana, Sayang?" tanya Alvin pada Kim."Omaigatt...!!!" Jeje tiba-tiba histeris. Tentu saja membuat semuanya heran. Apa yang terjadi padanya, kesambet? Atau apa?"Apaan, sih, Je?""Gue kaget Kimmy,'' ujarnya pada Kim. "Bapak tahu, ini baru pertama kalinya kuping saya ngedenger Bapak manggil Kimmy dengan panggilan, Sayang," ungkap Jeje mengarah pada Alvin.Kim sampai tertawa ngakak mendengar ungkapan Jeje. Bahkan, perutnya yang masih berasa perih bekas operasi, ia abaikan begitu saja."Apa itu masalah besar bagi kamu?" tanya Alvin dengan tampang garangnya.."Nggak, sih, Pak, cuman ...""Kalau enggak, ya udah, diem," timpal Alvin kesal, yang langsung membuat nyal
Alvin bangun dari tidurnya. Ia meraba ke arah sampingnya, tapi tak ia rasakan ada seseorang di sana. Ya ... pasti penghuninya sudah bangun dan sibuk di dapur, menyiapkan sarapan untuknya dan putranya. Bahkan, ia tak menyangka kalau wanita yang sudah mendampinginya selama beberapa tahun itu, bisa melakukan tugas dapur itu. Bukan apa-apa, tahu sendiri bagaimana kepribadian dan sifat istrinya yang terkesan sangat manja.Alvin segera bangun dan masuk ke kamar mandi. Setelah itu, ia bersiap dengan pakaian kantor yang sudah disiapkan oleh Kim di atas kursi. Ia segera turun dan menuju ke meja makan untuk sarapan. Heran, saat menatap ke arah kursi yang biasa digunakan Arland--putranya, masih belum berpenghuni."Arland mana, Sayang?" tanya Alvin pada Kim yang saat itu sedang menyiapkan sarapan di meja makan."Bentar lagi juga turun, Kak," jawab Kim.Benar saja, tak lama kemudian sesosok anak laki laki tampan yang mewarisi ketampanan sang Ayah, d
Arland menuju ke rumah temannya menggunakan sepeda yang baru seminggu ini ia dapatkan. Itupun harus mohon-mohon dulu baru bisa dapetinnya, bukan pada papanya, melainkan pada mamanya.Arland tahu, sebagai seorang Ibu, bukannya tak ingin membelikan sepeda untuknya, tapi beliau hanya takut kalau dirinya jatoh di jalanan, trus kakinya pada lecet lah, ditabrak mobil lah, atau diculik orang tak dikenal lah. Dan banyak lagi pikiran-pikiran buruk. Mungkin, pengalamannya saat menonton sinetron, sampai ia bawa ke dunia nyata. Tapi, meskipun begitu Kim segala-galanya bagi dirinya. Ia ada di dunia ini pun karna wanita itu. Jadi, se-cerewet atau se-overprotektif pun sikapnya, tetap dia yang nomor satu di hatinya. Tahu sendiri, kan, derajat Ibu bagi seorang anak.Arland melajukan sepedanya menuju rumah sahabatnya, Leo. Tapi, saat di sebuah persimpangan jalan, tiba-tiba di arah berlawanan sebuah sepeda juga sedang melaju ke arahnya. Karna sangat dekat, membuat ia tak bisa menghindar.
Jam 7 malam, Alvin pulang dari kantor, dengan kemejanya yang sengaja ia gulung hingga siku. Sampai sekarang pun, dia masih terlihat sangat tampan, padahal udah punya satu anak."Malam, Sayang," ujar Alvin sambil mencium pipi Kim sekilas saat menyambut kedatangannya di pintu."Malam, Kak," balas Kim sedikit memelankan suara. Takut, ntar kena labrak lagi sama Arland karna ia selalu memanggil papanya dengan panggilan, Kak."Arland mana?" tanya Alvin sambil sedikit celingak celinguk melihat keberadaan putranya."Di kamar. Tapi, sih, katanya mau baca buku. Lupa ya ... dia kan foto copy Kakak banget.""Tentu saja, dia kan anakku," balas Alvin.Keduanya menuju ke kamar. Alvin akan segera mandi, dan Kim harus menyiapkan pakaiannya terlebih dahulu. Salah satu aktifitasnya setiap hari.15 menitan di kamar mandi, iapun keluar dengan mengenakan jeans selutut dan kaos putih. Entah kenapa Kim sangat menyukai saat Alvin mengenakan warna putih. Dulun
Ini adalah hari minggu, itu artinya Alvin nggak ke kantor dan Arland nggak sekolah. Enaknya kemana, ya, liburan gini?Kim menghampiri Alvin dan Arland yang berada di ruang keluarga, dan duduk di antara keduanya. Arlamd sibuk dengan buku di tangannya, sedangkan Alvin sibuk sama tab nya. Klop banget lah mereka berdua. Ia saja lupa kapan terakhir baca buku, kalau baca majalah mah tiap hari."Ehem ....." Ia sengaja berdehem untuk membuyarkan fokus keduanya."Mama mau ngomong sesuatu?" tanya Arland langsung menutup buku yang barusan ia baca."Kita jalan-jalan, yuk," ajaknya langsung sambil melirik ke arah suami dan putranya secara bergantian."Palingan ntar Mama ngajakin kita shooping lagi," keluh Arland kembali membuka bukunya dan kembali fokus pada halaman buku.Arland tahu saja apa yang sedang ia pikiran. Eittss ... tapi dia nggak bisa baca pikiran kayak papanya, kok, itu karna dirinya sering ngajak jalan, dan ujung-ujungnya adalah shooping.
Saat ini kedua bocah itu lagi duduk di sebuah ayunan yang ada di halaman belakang. Arland cuma mendengar ocehan Ceryl yang sama sekali tak berujung. Kupingnya berasa sudah panas dalam."Kak Arland, nanti kalau udah gede, kita pacaran, ya?""Hahh?!" kaget Arland."Iya, pokoknya Kakak harus jadi pacarnya Ceryl. Oke?"Arland menenangkan pikirannya saat harus menjelaskan sebuah pembahasan pada gadis seperti Ceryl. "Ceryl, kita ini masih anak-anak, jadi, berpikirlah sesuai usia kita. Jangan memikirkan masalah pacaran. Itu waktu yang masih lama," jelas Arland lembut."Pokoknya aku nggak mau tau! Nanti Kakak harus jadi pacar aku dan kita menikah."Astaga, menikah! Dikira menikah itu sebuah permainan kali, ya. Pikirannya terlalu jauh, hingga Arland yang bisa dikatakan pintarpun seolah sulit menggapainya."Denger Ceryl ... umurku baru 9 tahun, dan kamu 8 tahun, jadi, jangan memikirkan masalah pacaran, apalagi pernikahan.""Janji?" tanya
"Loh, Arland kok ada di sini?" tanya Fikri yang baru saja turun dari mobilnya, dan berpapasan dengan bocah 9 tahun itu yang juga baru turun dari bis sekolah yang mengantarkan nya ke kantor papanya."Iya, Om ... soalnya Mama lagi nggak ada di rumah. Lagian, Om tahu sendiri, kan, Mama nggak akan biarin aku di rumah, meskipun ada Bibik. Takut ada rampoklah, takut aku diculik tamu yang nggak dikenal lah. Efek nonton sinetron, mungkin," jelas Arland."Oo ...gitu. Ya udah, ayo masuk," ajak Fikri pada Arland.Jadilah mereka berdua menuju ke ruangan Alvin."Siang Pak bos," ujar Fikri saat memasuki ruangan Alvin, di ikuti Arland dibelakangnya yang masih mengenakan seragam sekolah."Fik, kok bisa sama Arland?'' tanya Alvin menhentikan pekerjaannya dan menghampiri putranya yang duduk di sofa."Ketemu di bawah," jawab Fikri yang malah menggantikan Alvin duduk di kursi kebesarannya."Kamu udah makan, Nak?" tanya Alvin pada putranya."
"Ma, aku duduk di situ, ya," ujar Arlan pada Kim."Iya, Sayang," jawabnya."Hani belum datang, ya?" tanya Kim pada semuanya."Yuhuuu ... Hani di sini.""Ceryl juga di sini."Parah ... anak dan Emak kelakuannya sama persis. Heboh, rempong dan nggak bisa diam."Emak-emak rempong datang sama penerusnya," gumam Ricky sedikit melambatkan suaranya, tapi tetap saja masih bisa dengar. Buktinya, Hani langsung berkomentar."Biarin, dari pada jones akut," ledek Hani tak mau kalah"Eh ... jangan bawa-bawa status dong Hani yang cempreng. Aku bukannya jones, cuma belum punya pasangan aja," bantah Ricky tak terima."Terserah lah apa kata Kakak. Intijya, sih, tetap saja masih sendirian, enggak ada yang belai-belai manja, enggak ada yang bilang sayang." Hani tetap pada ejekannya.Keh
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 18:00, semua kejutan dan lain sebagainya sudah selesai di persiapkan. Tinggal menunggu Alvin kembali dari kantor untuk memberi kejutan. "Mama ..." panggil Arland yang baru pulang sekolah. Lihat, jam segini dia baru balik ke rumah. Bukan sekolah, melainkan pulang dari les tambahan. "Udah pulang, Sayang." "Tante di sini?" tanya Arland pada Jeje "Iya," jawab Jeje. "Dilla nya udah pulang ya, Land?" "Udah, Tan." "Ya udah Kim, kalau gitu gue mau pulang dulu. Ntar balik lagi kesini , oke," pamit Jeje. "Bye, Tante." "Dahhh ...." "Ayo, Sayang ... kamu mandi dulu. Udah bau acem," ejek Kim. "Hmm ...," angguknya. "Sekarang ulang tahunnya Papa loh, Mama nggak lupa, kan? Jangan bilang kalau Mama belum nyiapin hadiah buat Papa karna bingung mau ngasih apa?" jelas Arland pada Kim. Ya ... pengalaman tahun kemarin yang ia ungkit kembali. Sampai-sampai putranya sa
Pagi ini sangat berbeda, tak biasanya ia masih berada di balik selimut. Sementara Alvin sudah bangun dan sekarang sedang sarapan bersama Arland. Badannya terasa sangat lemas, nggak ada tenaga, mual, pusing, dan nggak mood untuk melakukan apapun."Sayang ... kamu benar nggak apa-apa aku tinggal?" tanya Alvin masuk dan menghampiri dirinya yang masih tiduran."Iya, Kak, nggak apa-apa," jawabnya."Aku nggak tenang ninggalin kamu dalam keadaan kayak gini,'' khawatir Alvin"Kan ada Bibik, Kak. Udahlah, sana Kakak ke kantor aja.""Pa ... Ma ..." panggil Arland sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya. Ia tak akan menyelonong masuk ke dalam kamar begitu saja, apalagi kamar orang tuanya. Sangat tidak sopan kalau begitu."Masuk, Sayang ...," jawab Alvin.Mendengar ijin yang di berikan papanya, barulah ia yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya pun masuk. Ternyata ia masuk bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan segelas susu hangat.
"Kak, bangun dong, Kak Fikri nelepon, nih," ujarnya sambil membangunkan Alvin, tapi tak ada respon."Kak ...."Ia memutuskan untuk menjawab panggilan itu. Toh, yang menelepon adalah Fikri."Hallo ....""Kim?" tanya kak fikri"Iyalah, Kak," jawabnya. "Siapa lagi cewek yang bisa menyentuh ponselnya Kak Alvin selain aku." "Ya kali aja Alvin punya selingkuhan, mungkin.""Apa!? Kak Alvin punya selingkuhan!?" kagetnya dengan nada tinggi, sampai-sampai Alvin yang lagi tidur dan dari tadi ia coba bangunkan tak berhasil, sekarang ikut terbangun."Siapa yang selingkuh?" tanya Alvin langsung duduk dengan tampang cengok nya."Ihhh ... masih nanya lagi, Kakak lah yang selingkuh," kesalnya langsung banting tu ponsel ke lantai dan beranjak menuju ke kamar mandi.Alvin ikut m
Sesampainya di rumah, ia langsung jalan menuju ke kamar karna rasanya badannya lagi nggak enak aja. Sementara Alvin, dia lagi teleponan di teras depan sama klien bisnisnya, mungkin. Karna ia juga nggak mau tahu juga lah sama urusan kantor dan pekerjaannya itu.Tapi kalau dia teleponan sama cewek, barulah dirinya bakalan ngamuk."Kamu tidur?" tanya Alvin yang tiba-tiba masuk menghampirinya di tempat tidur."Cuma tidur-tiduran," jawabnya mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Alvin."Hmm ....""Kak, itu masih perih?" tanya Kim sambil menunjuk ke arah bibir Alvin yang luka akibat gigitannya."Iyalah ... kalau kamu ngegigit bibirku dengan penuh nafsu, sih, aku terima meskipun agak sakit.Nah ini enggak, jadi sakit nya tu berasa banget," jelas Alvin dengan penjelasan anehnya itu.Kim yang tadinya masih tiduran, sekarang bangun. "Aku kan udah minta maaf, Kak. Masa iya belum di maa
Pagi ini Alvin memasuki area kantor dengan wajah yang berseri-seri. Biasanya ia akan bersikap dingin dan cuek pada karyawan yang berpapasan dengannya. Tapi kali ini enggak, bahkan ia lah yang menyapa ataupun menegur mereka. Tentu saja ini menjadi tanda tanya besar bagi semua bawahannya. Apa bos mereka kesambet jin atau sejenisnya?"Pak Alvin kenapa, ya?""Tumben banget aura mistisnya nggak kelihatan.""Jangan jangan beliau lagi menang lotre.""Nggak mungkinlah, menang tender dengan nilai yang fantstis aja ekspresinya biasa aja. Itu artinya ini lebih luar biasa dari menang tender." Begitulah komentar beberapa karyawan yang berpapasan dengannya. Mereka semua hanya bisa menebak-nebak tanpa berani untuk bertanya langsung."Pagi, Pak," sapa Alin yang berpapasan dengan Alvin yang hendak memasuki ruangan nya."Pagi," balasnya sambil terus melangkahkan kaki menuju ruangannya."Apa yang terjadi?" bin
Alvin mengantarkan Kim menuju Rumah Sakit dengan keadaan badan yang lemes pake banget dan mual mual. Ia merasa sudah tak ada lagi stok di lambungnya yang akan dikelurkan, tapi rasa mual itu terus saja munculSetibanya di RS ia langsung di bawa ke UGD dan di periksa sama dokter."Gimana keadaan istri saya, dokter?Apa benar ini cuma asam lambung nya yang lagi kambuh?" tanya Alvin pada Dokter yang habis memeriksa Kim.Dokter malah tersenyum menanggapi pertanyaan Alvin."Bukan ... ini bukan mual mual akibat asam lambung yang kambuh," jawab dokter."Lalu, apa, dok?""Kalau boleh saya tahu, apa kalian berdua lagi berniat punya anak?"Alvin dan Kim malah saling pandang menanggapi pertanyaan dokter. "Maksud dokter?" tanya Kim bingung."Ya, karna setelah saya periksa barusan ... sepertinya saat ini anda sedang hamil."Keduanya langsung memasang tampang kaget mendengar pernyataan dokter. "Serius dok?" tanya Kim tak percaya
Sudah seminggu Hani dan Ceryl berada di Indonesia, dan hari ini adalah hari keberangkatan mereka untuk kembali ke LA. Kim dan Arland saat ini lagi di bandara untuk mengantar mereka.Pada awalnya, sih, putranya itu menolak buat ikut, tapi ia paksa.Karena semenjak kejadian di acara ultahnya Dilla waktu itu, dia udah males sama Ceryl. Ini pun tampang nya Arland enggak banget. Jutek abiss."Han, hati-hati, ya. Jangan suka ngomel-ngomel nggak jelas sama Ceryl," pesan Kim sama Hani. Soalnya Hani kan gitu orangnya. Kerjaannya ngomel mulu."Iya.""Ceryl sayang, jangan nakal, ya," ujar Kim pada Ceryl."Iya, Tante," balasnya."Arland, nggak mau ngomong sesuatu sama Ceryl?" tanya Kim pada Arland yang masih dengan sikap dingin nya itu"Nggak, Ma," jawabnya singkat tanpa sedikitpun menoleh pa
"Kamu nggak makan, Sayang?" tanya Alvin pada putranya yang duduk sendiri di sofa."Nggak, Pa," jawabnya dingin. "Ini masih lama, ya, Pa, aku pingin cepat-cepat pulang," ungkapnya.Alvin tahu betul apa yang dirasakan Arland. Taoi, ia hanya pura-pura enggak tahu saja."Kenapa? Kok bete?" tanya Alvin lagi."Pa, aku males sama sikapnya Ceryl. Kita pulang aja.""Ya udah, kalau kamu maunya gitu. Papa bilang sama Mama dulu, ya."Alvin segera menghampiri Kim yang saat itu lagi ngobrol sama Hani dan Jeje."Kim, aku mau bicara bentar," ujar Alvin pada Kim."Apa?" tanya Kim.Hani dan Jeje pun ikut menunggu apa yang akan dikatakan Alvin pada Kim."Berdua, Kim," tambah Alvin sambil berlalu pergi kembali pada Arland."Ishh ....," dengus Kim sambil mengikuti langkah kaki suaminya tercinta. Dan ternyata Alvin malah mengajaknya untuk menghampiri Arland.Kim mengedarkan pandangan pada duo sosok laki-laki yang sangat e
"Ma, aku duduk di situ, ya," ujar Arlan pada Kim."Iya, Sayang," jawabnya."Hani belum datang, ya?" tanya Kim pada semuanya."Yuhuuu ... Hani di sini.""Ceryl juga di sini."Parah ... anak dan Emak kelakuannya sama persis. Heboh, rempong dan nggak bisa diam."Emak-emak rempong datang sama penerusnya," gumam Ricky sedikit melambatkan suaranya, tapi tetap saja masih bisa dengar. Buktinya, Hani langsung berkomentar."Biarin, dari pada jones akut," ledek Hani tak mau kalah"Eh ... jangan bawa-bawa status dong Hani yang cempreng. Aku bukannya jones, cuma belum punya pasangan aja," bantah Ricky tak terima."Terserah lah apa kata Kakak. Intijya, sih, tetap saja masih sendirian, enggak ada yang belai-belai manja, enggak ada yang bilang sayang." Hani tetap pada ejekannya.Keh