Kim sampai di rumah dalam cuaca yang sedang hujan lebat. Ini saja dari turun taksi di depan gerbang hingga nyampe dalam rumah, ia sudah basah kuyup.
"Ya ampun, Non jadi basah kuyup gini. Kenapa nggak telepon Bibik buat jemput ke depan sih, Non," ujar Bibik sambil membantunya mengeringkan badannya dengan handuk.
"Nggak apa-apa, Bik," balasnya.
"Untung Non cepetan pulang."
"Kenapa memangnya, Bik. Dan Kak Alvin mana?"
"Itu Non, lagi di teras samping, hujan-hujanan. Bibik udah bilangin dari tadi, takutnya bisa demam. Biasanya kan gitu. Tapi nggak di dengerin," terang Bibik.
Kim memberikan handuk pada Bibik dan langsung menuju ke teras samping. Benar saja, saat sampai ia melihat Alvin sedang duduk di tepi kolam berenang masih dengan stelan kemeja kantornya yang sudah basah kuyup.
"Astaga, apa yang dia lakuin di bawah hujan begitu," gumam Kim mengambil payung dan menghampirinya..
"Kak ...." panggil Kim sambil memayunginya
Saat Alvin sampai di kamar, ternyata Kimmy sedang bersama dengan Hani. Ia bisa melihat mata istrinya itu yang masih memerah karena habis menangis."Hmm.., Kim, gue keluar dulu ya," ujar Hani saat ia melihat kedatangan Alvin.Seperginya Hani, Alvin menghampiri Kim yang saat itu masih duduk di lantai."Kim, aku minta maaf," ujar Alvin."Kakak nggak salah. Aku yang salah, aku terlalu emosi. Seharusnya sebagai seorang istri, aku tidak berhak bicara kasar begitu padamu," jelas Kim, tapi tak mengarahkan pandangannya pada Alvin."Kamu nggak salah. Sudah seharusnya sikap mu begitu. Selama ini aku selalu menomorduakanmu. Aku nggak pernah mengerti perasaanmu sebagai wanita. Aku lebih mementingkan karir ku di bandingkan dirimu. Aku minta maaf. Mulai sekarang, aku nggak akan begitu lagi, aku janji," jelas Alvin dengan raut wajah yang penuh keseriusan."Jangan berjanji kalau nantinya nggak bisa menepati, Kak," ingatkan Kim."Aka
"Ada apa?" tanya Alvin pada Kim yang terus menatapnya saat menyetir."Jadi intinya sekarang, Kakak adalah pemilik dari kampus?""Ya," jawabnya.Kim memanyunkan bibirnya saat jawaban yang tak ia harapkan, justru memang itulah kenyataannya. "Kenapa harus jadi pemilik kampus sih, Kak? Apa nggak ada peluang bisnis yang lain?""Bukan gitu, Sayang.Aku cuma mau kamu aman dimanapun kamu berada. Kalau aku adalah pemilik kampus, otomatis nggak ada yang bakalan berbuat semena-mena lagi sama kamu. Termasuk, nggak ada yang berani ngedeketin kamu, apalagi Willy. Karena kamu hanya milikku, milikku," jelasnya."Lah, kenapa pake bawa-bawa Pak Willy segala," gerutu Kim. "Ini berlebihan tau nggak, Kak. Tanpa harus ngelakuin hal itupun aku sudah menjadi milikmu. Kalau begitu, kenapa nggak sekalian aja Kakak jadi dosen di kampus?"Kim merasa gregetan sekali dengan tingkah Alvin yang memang sangat berkesan Ihan pada dirinya. Jangan sampai di
"Kimberly ....""Ya?""Apa benar kalau kamu adalah istri dari pemilik kampus ini, Pak Alvian?" tanya salah satu dari mereka."I-iya," jawabnya gugup-gugup.Waktu SMA saat satu sekolah dengar berita ini, dirinya langsung terkenal karna di bilang menggoda Alvin lah, melet Alvin lah, dan sekarang apa lagi?"Kok bisa, ya? Apa kalian berdua kecelakaan atau gimana?""Apa lo sama Pak Alvian cuma nikah siri? Sekarang kan banyak yang kayak gitu." Pikir yang lainnya.Jeje langsung berdiri dari duduknya sambil menghentakkan meja, membuat pandangan yang sedari tadi mengarah pada Kim, beralih padanya."Denger ya, Kimmy nikah sama Pak Alvian bukan karna hal-hal yang kalian sbuatkan itu. Mereka nikah secara sah menurut negara dan agama kok. Jadi, jangan nyebarin berita hoax. Paham!!" jelasnya."Wah ... Kim, lo pasti seneng dong punya suami kayak Pak Alvian.Udah orangnya ganteng pak kuadrat, kalem, pinter, dan yang paling pentin
"Non, jalannya pelan-pelan atuh. Ntar jatoh."Sekarang gilirannya Bibik yang teriak-teriak histeris dari arah dapur menghampiri Kim yang hendak menuju kamar di lantai atas dengan sedikit berlari."Bik ... Jangan ikut-ikutan jadi cerewet deh," komentarnya."Abisnya Bibik takut ntar Non jatoh, kepeleset atau gimana gitu,'' terang wanita paruh baya itu menghampiri sang majikan yang sudah berada di anak tangga ke lima."Nggak lah, Bik."Di saat yang bersamaan, ponsel yang berada di genggamannya, berdering. Ia segera menggeser tombol hijau ke arah kanan melihat nama mamanyalah yang tertera."Ya, Mam?" Sahut Kim sambil melanjutkan langkahnya menuju kamar."Hallo, Sayang. Gimana kabarnya Alvin?" tanya Jessica yang membuat Kim memberengut."Dia baik, kok. Sekarang lagi di kantor. Mama tega amat sih. Malah nanyain kabar Kak Alvin, anak sendiri dilupain,"
"Kak, setelan kantornya kan udah aku siapin tadi di sofa,'' ujar Kim pada Alvin yang menghampirinya menyiapkan sarapan di meja makan. Karena saat itu Alvin malah mengenakan celana jeans dan kaos doang."Sayang ... Kan semalam aku udah bilang kalau hari ini aku free alias libur. Makanya, kalau aku lagi ngomong itu didengerin. Bukannya malah bengong memandangi tubuhku. Ya, aku juga tahu kalau tubuhku ini begitu menggodamu," ungkapnya penuh percaya diri. Tapi memang kenyataan, sih."Ya ampun, Kakak ngomong apaan sih. Ada bibik tuh, malu-maluin banget tahu nggak," oceh Kim.Alvin memperlihatkan tampang kagetnya. Ia langsung balik badan, ternyata benar, Bibik sudah senyum-senyum nggak jelas sambil membawa air minum."Bibik denger barusan?"Omongan sejelas itu ya pasti dengarlah, kecuali telinga nya Bibik lagi bermasalah."Ah, enggak, Den," elak Bibik"Syukurlah," leganya."Ini apa? " tanya Alvin mengarahkan pandangannya pada tumpuka
Ia mengganti hels dengan sepatu kets, dan kembali pada Alvin."Oke kan?" tanya Kim sambil menunjukkan penampilannya pada suaminya yang duduk di sofa.Alvin berlagak sok mikir sambil memperhatikan penampilan istrinya dari atas sampai bawah. Memang, sih, tak ada manusia yang sempurna. Tapi menurutnya, Kim adalah tipe wanita yang sempurna di matanya. Fisiknya sempurna, dan ia juga seorang wanita yang mau berubah jadi lebih baik."Ada yang lain nggak sepatunya?""Yang kayak gini ya cuman ini doang. Ngapain aku beli sepatu dengan mode dan corak yang sama," balasnya."Maksud aku ....""Makanya, beliin dong sepatu buat istrinya. Udah jadi guru, punya perusahaan, punya pusat perbelanjaan, dan sekarang pemilik kampus, masa iya nggak kuat beliin sepatu buat istrinya," ledek Kim sambil menahan tawanya."Ntar aku beliin sama toko-tokonya sekalian.""Ngomong doang bisanya. Pulang sepasang aja aku udah seneng.Kalau beneran sih," guma
Setiap kali Alvin mengomel dan bicara panjang tanpa jeda, itu sangatlah lucu baginya."Hmm ...." Berpikir sambil mengetuk-ngetuk kepala dengan telunjuknya. Berharap otaknya yang sedang tidur siang, terbangun dan merekomendasikan sebuah ide."Jangan sok mikir. Jadi, kita mau kemana?""Temenin aku shooping," jawabnya penuh semangat.Alvin menarik nafas panjang saat memikirkan dirinya akan mengekori istrinya belanja. Itu bukanlah dirinya."Masa iya aku ngekorin kamu belanja-belanja gitu," komentarnya ingin menolak, tapi secara halus."Iyalah. Mau kan, Kak?" rengek Kim dengan tampang memelas. "Istri lagi hamil loh ini, masa nggak mau nemenin. Mau anakmu ngeces?""Ya ampun, pake bawa-bawa anakku segala," gumam Alvin."Ayolah ...."Setelah memikirkan 1001 kali, akhirnya ia mengambil keputusan terberat dalam hidupnya."Ya udah, tapi dengan satu syarat," ujarnya."Kok pake syarat-syarat segala?" tanya Kim tak terim
"Hmm ... Ke situ," tunjuknya mengarah pada sebuah toko pakaian dalam khusus wanita.Tentu saja Alvin langsung menunjukkan ekspresi tak setujunya."Aku nggak mau. Kamu saja yang masuk, aku tunggu di sini aja," tolaknya."Ayolah, Kak, kalau Kakak ikut masuk kan aku bisa tanya-tanya dan konsultasi mana yang bagus buat aku."Kim kembali merengek agar suaminya itu mau menemaninya. Tapi jujur, sebenarnya ia mau membuktikan, Alvin tipe seperti apa, dia mau atau tidak diajak ke tempat yang semacam itu."Apaan coba yang mesti di tanyain sama aku, kan yang make kamu bukan aku, Kim," jelas Alvin"Iya, sih, yang make aku, tapi yang ngeliat dan menikmatinya kan Kakak," balasnya sambil menaikturunkan kedua alisnya dengan senyuman jahil."Heh ...," keluhnya."Bener kan? Jadi, ayo masuk." Langsung aja ia menarik Alvin untuk masuk ke dalam toko."Omaigattt!!! Tempat apaan, sih, ini," gumamnya sambil mengenakan kaca mata hitam yang tadiny