Yang terjadi sebelum pernikahan ....
“Bagaimana, Ri? Enak, kan, makan di sini?” tanya Alyssa yang masih asyik dengan dessert yang berada di hadapannya.
“Pilihan yang bagus ... Lyssa,” jawab Riko seadanya.
Kedua pipi Alyssa memerah karena mendapat respon baik dari Riko. Biasanya laki-laki itu tak akan banyak berkomentar dan lebih banyak diam. Tapi entah mengapa hari ini terasa berbeda.
“Tapi lebih baik jika kamu membawa laki-laki yang benar-benar tertarik padamu.” ujar Riko kemudian.
Wajah Alyssa seketika pias. Bukan ini yang ingin ia dengar.
“Aku sudah memiliki calon istri. Dan sebentar lagi akan menikah. Aku harap mulai saat ini kita menjaga jarak, karena aku harus menjaga perasaan calon istriku.” imbuhnya.
Riko yang sejak tadi memang merasa tak nyaman karena ulah Alyssa yang menunjukkan kepada pengunjung sekitar, bahwa mereka seperti memiliki hubungan, beranja
Mita merasakan gugup setelah masuk ke kamarnya sendiri bersama seorang laki-laki yang kini sudah resmi menjadi suaminya. Ia belum sepenuhnya percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Semuanya terasa mendadak dan tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Menikah secara agama hanya untuk menghindari perbuatan yang melibatkan nafsu. Tak bisa di pungkiri jika selama pergi bersama, mereka selalu melakukan kontak fisik yang memang tidak dianjurkan bagi pasangan yang belum menikah. Kecemasan para orang tua memang bukan tanpa alasan. Mereka lebih tahu bagaimana pergaulan anak muda, apalagi jaman sekarang. Mereka pernah muda dan merasakan bagaimana perasaan cinta mampu membuat hati porak-poranda. Sejak masuk ke kamar dan mengganti pakaiannya, Mita tidak berani menatap Riko yang kini terbaring di atas tempat tidurnya. Ia memilih duduk membelakangi suami yang mengajaknya istirahat bersama. “Mau sampai kapan kamu duduk seperti ini, Sayang?” tanya Riko yang sudah bangun
Dalam impian yang sudah Mita rancang dalam hidupnya, pernikahan berada di urutan paling bawah dan terakhir. Tapi hal itu justru menjadi paling pertama dia dapatkan.Entah harus bahagia atau sedih, ketika laki-laki yang akan menjadi suaminya adalah orang yang sangat ia kenal. Yaitu kakak dari sahabatnya sejak SMP.“Huft! Semua orang menyebalkan!” gerutu Mita yang sudah mengganti pakaiannya dengan piama.“Kenapa melamun di sini?”Suara berat Riko membuat Mita menegang. Kegugupan yang sempat mereda kini kembali menyapanya.“Ehm ... Mita nggak melamun kok, Kak,” jawab Mita, gugup.“Ayo tidur! Besok Opa dan Oma bakalan menginap di sini.” Riko menarik tangan Sang istri untuk membawanya beristirahat.Riko yang baru saja membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, mengernyit heran karena Mita masih duduk membelakanginya.“Kamu nggak tidur?”Mita menoleh. Sial! Melihat R
“Kamu mau malam pertama kita, iya?” bisik Riko dengan sensual di depan wajahnya.Deg ...Jantung Mita berdetak kencang mendengar pertanyaan Riko. Apalagi posisi sang suami yang sudah menindih sebagian tubuhnya membuat getaran aneh menyusup di setiap aliran darahnya.“Sayang,” panggil Riko seraya menjatuhkan kecupan di bibir Mita yang membuka.“K-kak,” lirih Mita, gugup.Riko tersenyum dan kembali mengecup bibir Mita yang bergetar.“Tidur, ya?” ajak Riko setelah ia berguling ke samping Mita dan meraih tubuh istrinya yang bergetar ke dalam dekapannya. Riko tahu istrinya masih gugup dan ketakutan. Ia pun tak ingin memaksa.Hening. Mita kembali membuka matanya ketika mendengar nafas teratur Riko dan elusan tangan di punggungnya berhenti. Diam-diam ia tersenyum seraya membenamkan wajahnya di dada suaminya.Sesuai perintah Mamanya kemarin, Mita lebih dulu beranjak dari tempat tidur 
Bukan tanpa alasan jika Mita mempunyai banyak pertanyaan tentang suaminya. Semua keluarganya terasa aneh bisa menerima dengan cepat sang suami yang terbilang sebagai orang asing.“Aku pasti cepet tua kalau berpikir sekeras ini,” gumam Mita pelan. Ia beranjak dari atas tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Ceklek ...Mita yang mengira masih sendirian di kamar, tak menyadari tatapan liar Riko yang berada di atas tempat tidur. Mita keluar dari kamar mandi hanya melilitkan handuk pendek yang menutup dada hingga pertengahan pahanya saja.“Ahhh ...” pekik Mita seraya masuk ke walk in closet dan menutup pintunya dengan kencang.Brak ...Nafas Mita terengah-engah seperti habis lari maraton. Dadanya naik turun seiring detakannya yang semakin kencang.“Astaga! Kenapa aku tak menyadari kalau ... kalau Kak Riko duduk di sana,” gumam Mita sambil menu
Riko menarik tubuh Mita ke dalam gendongannya. Membalas ciuman sang istri yang terasa kaku dan menggebu.Ia melangkah penuh semangat menuju tempat tidur yang akan menjadi saksi malam pertamanya. Perlahan Riko duduk di sana dengan Mita yang masih berada di dalam gendongannya.Mita tak mampu lagi mengontrol dirinya saat Riko mulai meraba-raba tubuhnya. Ia pasrah dan menerima apa yang akan terjadi padanya beberapa jam ke depan. Atau sampai besok pagi.Riko mengurai lumatan bibirnya. Ia tersenyum melihat keadaan Mita yang sudah acak-acakan dengan bibir membengkak.Tangannya yang terbebas, menyentuh bibir Mita dan mulai menjalankan aksinya. Menyusuri rahang, telinga hingga turun ke leher. Memberikan kecupan basah, diselingi isapan sebagai tanda kepemilikan.Riko meraih simpul jubah yang berada di sisi kiri Mita untuk melepaskan dari kedua tangan istrinya.Mita menurut. Ia pasrah melepas kain tipis yang menghalangi pergerakan sang suami.Ri
Riko tak pernah mengira sudah menikah dengan gadis yang ia masuki semalam. Gadis berparas manis yang selama setahun terakhir ini memenuhi hatinya. Entah kapan tepatnya, hati Riko terpaut begitu saja saat melihat dia datang mencari adiknya ke rumah. Oleh karena itu, ia sangat bersyukur tatkala terpergok oleh Mama Dewi dan segera diminta bertanggung jawab. Karena sejak pertama kali tertarik pada wanita yang kini memunggunginya, ia bingung bagaimana cara bergerak mendekat. Apalagi melihat perbedaan usia mereka yang sempat membuat Riko minder dan mencoba melupakan perasaannya. Akan tetapi, perasaan itu semakin mengganggu dan membuatnya sulit berkonsentrasi bekerja ataupun beraktivitas tatkala Riko mencoba melupakan. Hingga waktu beranjak siang, Riko yang sudah membuka mata, mengulas senyuman ketika mendapati sang istri terlelap dengan nyaman di atas tempat tidur mereka. Dia terlihat sangat lelah karena dirinya tak berhenti menikmati tubuh itu
Mita mengangguk pelan atas pertanyaan suaminya. Meskipun ia sempat mengeluh pegal dan merasakan sakit di bagian kewanitaannya, ternyata ia masih mampu bercinta dengan begitu panasnya. Kedua semburat merah jambu kembali menghiasi pipinya ketika ia mengingat betapa binal dirinya sejak semalam. Ditambahkan percintaan yang baru saja selesai, menambah prestasi seorang Mita yang notabene masih pertama kali melakukannya. “Mau mandi sekarang? Atau mau pelukan begini terus?” bisik Riko yang masih betah memeluk tubuh polos istrinya dengan bagian bawah yang masih menyatu. Bibir Mita terkatup rapat. Ia terlalu malu untuk menjawab. “Kalau mau pelukan sih, aku juga nggak nolak kok,” ucap Riko tanpa tahu malu. Apa dia tidak menyadari tubuh sang istri yang sudah menegang kaku? Sudah ... ucapan itu membuat Mita seakan terjun dalam hal yang memalukan. Bagaimana bisa seorang wanita enggan berpisah dari tubuh suaminya ketika percintaan telah selesai?
“Bangun, Sayang,” bisik Riko yang mendekap erat tubuh Mita. “Hm,” gumam Mita seraya menggeliat tanpa ada tanda-tanda ingin membuka mata. “Udah malem, loh. Tadi Mama nyariin kamu,” bisik Riko, lagi.Tubuh Mita menegang. Dicari Mama? Seketika pipinya memerah mengingat sejak kemarin malam dirinya belum keluar dari kamar. “Mau turun atau enggak?” Mita mengangguk. “Bentar lagi, ya?” “Baiklah,” Riko melabuhkan kecupan di puncak kepala Mita dan mengeratkan pelukannya. Setelah menimbang-nimbang keadaan, Mita turun ke lantai bawah, menuju meja makan untuk menemui para orang tua yang sudah berkumpul sejak sepuluh menit yang lalu. Mita mulai menyapa dari Opa, Oma, Papa, dan Mamanya sebelum duduk di sebelah suaminya. Ia tampak tenang sebelum Dewi melemparkan lirikan sebagai syarat bahwa tugasnya sebagai seorang istri melayani suami di meja makan. Mita mengerjapkan mata tanda mengerti. Ia mulai mengambilkan nasi, lauk
Rintihan Mita mengalun. Tubuhnya menggeliat dalam dorongan hasrat yang kini sedang menjamah kedua payudaranya. Siapa lagi pelakunya jika bukan sang suami, Riko.Pria bermanik kecokelatan itu mengisap salah satu puting payudara Mita dengan intens, seolah ia akan bertahan hidup jika melakukannya. Sedangkan satu tangannya meremas-remas bagian yang lain dengan gerakan sensual.“Oh ... Kak. Mi-mita sudah tak tahan lagi, Kak,” rintih Mita ke sekian kalinya. Namun, Riko seolah tuli, dan terus melancarkan aksi menyusu hingga kedua bagian itu mendapatkan perhatian yang sama.Sungguh! Ini menyiksa, tapi nikmat. Dan Mita tak memiliki daya untuk menunggu kejantanan Riko kembali memasukinya.“Mita mohon, Kak.” Ia menggeleng saat jari-jari Riko yang menggoda klit-nya dengan gesekan dan tekanan lembut. Riko menggeram. Rasa basah yang menyapa menyulut gairahnya. Dan tanpa aba-aba, ia membalikkan tubuh sang istri dengan cepat.“Kak,” protes Mita kesal. Bagaimana mungkin pria ini mempermainkannya den
Wajah Mita memerah malu saat sang ayah memergoki dirinya dan sang suami sedang bermesraan. Apalagi dalam keadaan yang tidak pantas dilihat.Berbeda dengan Riko yang seolah menganggap itu adalah hal biasa. Dan saat ini, bermodalkan izin dari sang ayah mertua, pria itu mengantarkan istrinya pulang.“Kakak mau ke kantor lagi?” tanya Mita setelah ia berhasil turun, disambut oleh kedua tangan Riko. Alih-alih menjawab, Riko malah memberikan kecupan di bibir Mita hingga si empunya memekik.“Kak?” Mita memberikan tatapan peringatan.Oh, Tuhan! Bagaimana bisa suaminya ini menjadi tak tahu tempat begini? Belum cukup terpergok oleh Papa Bagas tadi?Akan tetapi, Riko seolah acuh, dan tak menghiraukan sama sekali. Malahan, ia sengaja untuk menggoda sang istri hingga wanita itu kesal.“Mau ke mana?” tanya Riko menahan lengan sang istri yang terburu-buru masuk ke dalam rumah.“Mita lelah, mau istirahat,” jawab Mita dengan ketus. Rupanya emosi telah merasuki dirinya sehingga tak bisa mengontrol diri
Emosi wanita dua puluh satu tahun itu bertakhta tatkala melihat sederet pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia menggeram dan secepat kilat mencari kunci mobil di laci.“Awas saja dia gangguin suamiku lagi. Aku akan jambak rambutnya dan melemparnya ke lantai,” sungut Mita kesal. Tanpa memperhatikan anak tangga dengan baik, ia tergesa-gesa turun ke lantai satu.Rupanya emosi karena kehadiran wanita lain membuat akal sehat Mita tergadaikan. Ia yang biasanya ramah, imut, dan pendiam bisa berubah menjadi seekor serigala betina.“Non Mita mau ke mana?” seru Bik Sari yang baru saja keluar dari salah satu kamar di lantai bawah. Namun, seruannya diabaikan oleh anak sang majikan.“Aduh, mana Ibu lagi nggak di rumah lagi.” Bik Sari panik. Ia segera mencari nomor ponsel Dewi dan memberitahukan keadaan Mita.Sepanjang perjalanan menuju kantor, Mita mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan ia mener
Riko meletakkan ponselnya yang perlahan berubah menjadi gelap. Sudah ia pastikan jika wanita di seberang sana merajuk karenanya. Dan ini akan menjadi satu tantangan tersendiri di saat ia pulang nanti.Ah, hanya membayangkan saja Riko ingin segera pulang untuk mendekap istri manisnya itu.“Kamu itu lucu sekali, Sayang.” Riko membuka satu dokumen yang tertumpuk di mejanya. Tak ada pilihan lain, selain menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu sebelum pulang.Namun, di saat ia sedang berkonsentrasi menelaah isi dari dokumen itu, satu suara pintu ruangannya dibuka dengan paksa.“Maaf, Pak. Bu –““Ri!”Riko menatap wanita yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa kedip.“Maaf, Pak. Bu Alyssa memaksa masuk,” ucap Shakila.“Kamu bisa kembali ke tempatmu, Shakila,” titah Riko kemudian.“Baik, Pak.” Sekretaris itu pun keluar tanpa menutup pintu.
Satu keinginan diiringi sebuah hasrat yang menggebu tentu menjadi pemicu terciptanya percintaan singkat. Karena memang tidak ada pilihan, selain menyelesaikannya dengan cepat.Tiga puluh menit merupakan rekor tercepat bagi pasangan muda itu mendapatkan pelepasan. Dan sebagai akibatnya salah satu di antara mereka harus segera membersihkan diri. Ada tugas yang belum ia selesaikan di kantor.“Sini Mita pasangkan dasinya.” Wanita yang sudah memakai dres rumahan itu beranjak mendekati sang suami. Dengan telaten ia membenarkan simpul dasi yang tampak berantakan.“Mungkin ada beberapa pekerjaan yang akan menyita waktu siang ini,” ucap Riko dengan kedua mata yang masih menutup. Ia tak sanggup melihat penampilan sang istri yang semakin seksi di matanya. “Jadi ... mungkin aku akan pulang terlambat.”Tangan Mita yang sempat berhenti sesaat kini menepuk pelan dada suaminya. Lalu, mulai merapikan jas dan kemejanya agar terlihat lebi
Riko memadamkan laptopnya dan segera bangkit meraih jas miliknya. Sesuai jadwal yang telah sekretarisnya bacakan bahwa ada meeting penting pagi ini. Dan sebelum itu, ia harus menemui papa mertuanya terlebih dahulu.“Permisi, Pak.”“Ada apa Shakila?”“Pak Rama sudah tiba di lobi dan sekarang sedang menuju ruang meeting. Asisten pribadi beliau baru saja mengabarkan,” jawab Shakila.Riko mengernyit bingung. “Sudah datang?”Shakila mengangguk. “Iya, Pak. Beliau datang lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Tadi saya juga sudah memberitahu sekretaris Direktur Utama tentang hal ini.”“Baiklah. Kalau begitu kamu ikut saya, karena saya tidak akan kembali ke ruangan sebelum jam makan siang berakhir.”“Baik, Pak. Mari,” Shakila menyilakan Riko berjalan lebih dulu.Riko diikuti Shakila berjalan menuju ruang meeting nomor delapan, sesuai dengan jadwa
Telat di pagi hari karena hasrat yang tak bisa ditahan? Ehm, sepertinya itu wajar bagi pasangan pengantin baru. Mengingat semua itu berhubungan dengan permintaan para orang tua yang sudah mendambakan kehadiran calon anggota baru. Dan membahas keterlambatan, tentu saja tak ada yang akan menyalahkan mereka. Termasuk Bagas dan Dewi. Bukankah mereka pernah muda dan pernah berada pada posisi yang sama? Akan tetapi, semua itu tak lantas menjadikan Riko dan Mita tenang. Terutama Riko. Ada perasaan tak enak mengingat ia adalah seorang menantu. “Sepertinya Papa sudah berangkat, Kak.” Riko mengelus lengan istrinya. “Tak apa. Biar aku yang menjelaskan jika mereka bertanya.” Mita mengangguk dan mempersilakan suaminya duduk. Dengan cekatan, ia mulai mengisi piring Riko dengan sarapan yang sudah tersedia. Pun dengan piringnya sendiri. Mereka tampak fokus pada sarapan di hadapannya. Riko yang telah selesai melirik ke arah jam di tanga
Entah mengapa Mita merasa berdebar saat tatapan Riko memaku kedua matanya. Padahal, setiap ada kesempatan atau waktu hanya berdua sang suami tak berhenti menatapnya. Namun, kali ini semuanya berbeda.Rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata yang sering Mita pakai untuk mendefinisikan sebuah arti.Dan saat pertanyaan lirih disertai sentuhan lembut di dagunya, Mita terkesiap karena kegugupan yang melanda.“Mau dengar?”Nyatanya, hanya satu pertanyaan sederhana itu mampu membuat debaran di dada Mita semakin menggila. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, ia mengangguk polos.Namun, semua itu tak bertahan lama tatkala Riko membisikkan kata-kata lirih tepat di depan wajahnya.“Ayah dan Bunda pengin cucu secepatnya.”Blush ...Seketika wajah Mita merona dengan tubuh yang membeku. Ditambah ajakan yang terkesan tak tahu malu yang Riko ucapkan semakin menambah warna merah hingga ke leher.“Bagaim
“Jadi ... kamu sudah memutuskan dengan baik-baik?” tanya Dewi yang sejak tadi menunggu putrinya masih enggan berbicara.Mita yang sedari tadi menunduk dengan dua tangan yang saling bertaut, mendongak.“Atau ... kamu masih bimbang?”“Bukan begitu, Ma.”“Lalu?” Dewi meletakkan majalah di tangannya.Lantas Mita memberanikan diri menatap kedua bola mata wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga saat ini. Ada setitik harapan yang terpancar di sana. Menguatkan hati, Mita mencoba menghela nafas sebelum kembali berkata.“Mita berniat menarik kembali ucapan kemarin.”Lega. Itulah yang Mita rasakan di dalam hatinya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan pernikahan. Mengingat semalam, suaminya juga mengatakan akan memperbaiki diri.“Bagus. Memang seharusnya seperti itu.”Mita menatap tak percaya dengan jawaba