Kafa yang tadi mendengar jeritan pun segera membuka pintu. Saat membuka pintu dia melihat orang-orang di dalam. Orang pertama yang dilihatnya adalah Daris. Karena posisi Daris yang berdiri, membuatnya berada dalam satu garis lurus denganya. Dia bingung kenapa ada Daris di sana?
Semua orang yang berada di dalam ruangan pun terkejut melihat Kafa berada di sana. Flo yang melihat sang suami datang pun merasa begitu senang sekali. Karena suaminya datang di waktu yang tepat.“Sayang.” Flo langsung memanggil Kafa.Suara Flo itu seketika menyadarkan Kafa. Dengan segera dia mengalihkan pandangan. Mencari sumber suara. Dilihatnya sang istri yang sedang dipegangi dua orang. Salah satu orang yang memegangi adalah kekasih Daris, dan Flo kenal dengan wanita itu.Dengan segera Kafa menghampiri istrinya. Saat langkah kaki diayunkan, dia melihat jelas jika sang istri hanya memakai bra saja. Hal itu pun membuatnya geram sekali. Entah apa yang sudah diKafa terus mendampingi sang istri. Tangannya terus menggenggam tangan sang istri. Tak mau melepaskan sama sekali. Saat sampai di ruang unit gawat darurat, perawat langsung mengecek keadaan Flo. Perawat langsung memasang selang infus pada tangan Flo. Sambil menunggu dokter datang memeriksa. Kafa melihat jelas wajah Flo yang begitu pucat. Hal itu membuatnya khawatir sekali. Baru kali ini Kafa melihat sang istri yang begitu pucat. Rasanya sungguh tidak tega sama sekali. Dokter datang untuk mengecek keadaan Flo. Dia pun segera menatap perawat yang menanganinya. “Berapa tekanan darahnya?” tanyanya. “Tekanan darahnya delapan puluh per enam puluh, Dok.” “Lakukan pengecekan darah. Untuk sementara pindahkan ke ruang rawat untuk sambil menunggu hasilnya.” Dokter memberikan perintah pada perawat. “Baik, Dok.” Perawat segera melakukan prosedur pengambilan sample darah untuk dibawa ke laboratorium. Setelah itu, mereka memindahkan Flo ke
Kafa dan Gala menunggu Flo yang sedang tertidur pulas. Mereka memasang mata, tak melepaskan pandangan dari Flo. “Fa, aku akan pulang dulu. Jika Flo sadar kabari aku.” Gala butuh waktu sendiri kali ini. Karena apartemennya lebih dekat dari sini, dia pastinya akan mudah untuk kembali ke Rumah sakit. “Pulanglah, Lah. Kamu butuh istirahat, dan ingat jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Gala menepuk bahu Gala. Dia tahu temannya butuh waktu untuk menerima semua ini. Jadi dia pun menyarankan untuk segera pulang.Gala mengangguk dan segera berdiri. Sebelum pergi, dia menatap Flo yang masih terbaring. Dia berharap Flo akan baik-baik saja ketika dia bangun. Gala melanjutkan langkahnya untuk segera keluar dari kamar perawatan. Meninggalkan Kafa yang menunggui sang istri. Jarak Rumah sakit yang tak terlalu jauh membuat Gala cepat sampai di apartemen. Hal pertama yang ingin dilakukannya adalah mengguyur kepalanya yang terasa panas. Berharap jika dia
Flo mengerjap. Saat membuka matanya, dilihatnya sang suami yang tertidur di sampingnya. Menyandarkan kepalanya ke pinggiran ranjang. Tangan sang suami terus menggenggam erat tangannya. Hal itu membuat Flo terharu. Tidak menyangka jika sang suami setia menemaninya. Gerakan tangan Flo membuat Kafa seketika terbangun. Saat membuka matanya, dilihatnya sang istri yang sudah membuka matanya. “Sayang.” Kafa membelai lembut wajah Flo. “Akhirnya kamu bangun juga.” Flo melihat jelas wajah Kafa yang begitu khawatir. Hal itu tentu saja membuat Flo merasa bersalah sekali. Namun, Flo tidak bisa membendung perasaannya yang begitu terasa sakit. “Maafkan aku membuatmu khawatir.” Flo menatap lekat pria yang dicintainya itu. Tangannya membelai rahang tegas milik Kafa. Bulu-bulu halus di pipi Kafa pun terasa jelas di telapak tangan Flo. Kafa merasakan sentuhan lembut dari tangan halus Flo. Matanya terpejam untuk merasakan betapa lemb
Gala mengguyur tubuhnya di bawah kucuran shower. Embusan napasnya menandakan jika dia benar-benar merasakan sesak. Sesekali dia memukul dinding yang berlapiskan marmer di kamar mandi. Air matanya mengalir bersama dengan air yang mengguyur tubuhnya. “Andai waktu itu kamu menceritakan padaku dan tidak memilih pergi. Mungkin kamu sudah ada di sampingku.” Sekali pun Gala berusaha kuat, tetap saja dia rapuh ketika mengingat Devika. Penyesalan masih tersisa di hatinya. “Aku tahu kamu begitu menyayangi adikmu. Aku tahu kamu akan berkorban apa pun demi orang yang kamu cintai.” Dia mencoba mengerti kenapa sang kekasih mengambil keputusan untuk mengambil pekerjaan menjadi model dari Daris. “Aku janji akan menjaga Flo demi kamu. Tak akan aku biarkan adikmu itu terluka. Dia harus bahagia seperti yang kamu inginkan.” Percuma jika Gala menyesali ini semua. Yang ada dia akan semakin terluka. Cara terbaik untuk menebus semua kesalahannya adalah membuat orang yang dicintai kekasihnya bahagia. Yaitu
Flo sudah berusaha untuk tidur, tetapi dia tidak bisa memejamkan matanya. Bayangan foto sang kakak masih terus menghantuinya. Padahal, dia sudah berusaha keras untuk mengikhlaskan semuanya. Namun, begitu hati. Ketika berusaha untuk tetap ikhlas tetap saja terasa sulit. “Kamu belum tidur?” Kafa yang melihat sang istri begitu gelisah. Dia yang duduk di sofa segera menghampiri sang istri. “Aku tidak bisa tidur. Mungkin karena tadi aku terlalu banyak tidur.” Flo tidak mengatakan yang sesungguhnya. Kafa tersenyum. Dia pun segera melepaskan sepatu yang dipakainya. Tanpa meminta izin, dia naik ke atas tempat tidur. Menarik selimut yang dipakai Flo dan masuk ke dalam selimut yang sama. “Kenapa tidur di sini?” Flo terperangah dengan yang dilakukan sang suami. Mereka sedang di Rumah sakit, dan ranjang yang ditempatinya adalah ranjang pasien. Yang diperuntukkan untuk pasien. “Menemanimu.” Dengan polosnya, Kafa menjawab. Dia merapatkan selimut untuk menutup tubuhnya. “Ini di Rumah sakit, na
Gala dan Luis datang pagi-pagi sekali ke Rumah sakit. Dia berniat ke Rumah sakit terlebih dahulu sebelum ke kantor. Dia ingin memastikan Flo dalam keadaan baik-baik saja. Karena yakin Kafa pasti sedang tidur, Gala pun membuka pintu tanpa permisi. Namun, alangkah terkejutnya Gala dan Luis ketika melihat Kafa tidur di atas ranjang pasien. Walaupun ranjang kamar VVIP besar, tetapi tidak seharusnya dia tidur di sana.Dengan segera Gala menghampiri Kafa dan Flo. Dia segera membangunkan Kafa. Menggoyangkan tubuh Kafa. Sayangnya, Kafa hanya melenguh saja. Dia justru mengeratkan pelukannya pada sang istri. “Fa.” Akhirnya Gala memilih untuk memanggil temannya itu. Dari pada menunggu sang teman yang tak kunjung bangun itu.Sayangnya, tetap saja Kafa tidak bergeming. Dia semakin nyaman di dalam pelukan sang istri. Berbeda dengan Kafa, Flo langsung mendengar ketika nama suaminya dipanggil. Dia segera membuka matanya. Alangkah terkejutnya ketika melihat Gala di depannya. “Kakak.” Satu kata yang
Navio datang ke kantor K Management sesuai dengan janjinya kemarin dengan Kafa. Saat sampai di K Management, dia memfoto aktivitas yang terjadi di K Management. Kantor yang estetik dan begitu nyaman membuatnya tertarik untuk mengabadikannya. Navio membidik setiap sudut, lalu lalang orang, dan apa saja yang dilihatnya. Saat kameranya berusaha terus membidik objek, ada yang membuatnya tertarik. Apalagi jika bukan coffee shop yang berada di area kantor. Beberapa karyawan dan model tampak sedang menikmati kopi. Tentu saja itu membuat Navio begitu tertarik sekali. Karena budaya minum kopi setiap negara berbeda-beda. Luis yang sedang menikmati kopinya merasa ada yang sedang memfoto dirinya. Tentu saja hal itu membuatnya tidak terima. Tidak ada yang boleh memfoto dirinya sembarangan. Dengan segera dia berdiri. Menghampiri pria tersebut. “Apa kamu sedang memotret aku?” tanya Luis kesal. Navio menurunkan kameranya. Memperlihatkan wajahnya yang sedari tadi tertutup ol
Dokter baru saja memeriksa Flo. Keadaan Flo yang sudah membaik membuat dokter mengizinkan Flo untuk segera pulang. Flo merasa beruntung karena dia memang sudah bosan di Rumah sakit. Aroma Rumah sakit membuatnya sedikit mual. Kafa segera merapikan semua barang-barang Flo. Bersiap untuk pulang. Tadi dia sudah mengirim pesan pada Gala, untuk segera datang ke Rumah sakit. Karena dia tidak membawa mobil. Saat sedang sibuk merapikan barang-barang Flo, suara pintu terdengar. Saat menoleh ke arah pintu, dia melihat ada Luis di balik pintu. Luis tidak sendiri. Dia bersama Navio. “Navio, kamu juga ikut ke sini.” Kafa yang melihat Navio ikut dengan Luis segera menghentikan kegiatannya merapikan. “Iya, aku ingin melihat istri seorang Kafaeel Syailendra.” Navio tersenyum. Dia sedikit memiringkan kepalanya. Melihat ke arah Flo yang masih berbaring di ranjang. “Hai.” Dia melambaikan tangan pada Flo. Flo merasa takut ketika melihat orang asing menyapanya. Bayangan Dari
“Kai ....” Kafa memanggil anaknya. Tangannya melambai-lambai pada bayi yang kini berusia lima bulan itu.“Sayang ....” Flo memanggil anaknya. Tangannya bertepuk-tepuk berusaha untuk memanggil anaknya agar menghadap ke arahnya. Selain dua orang tuanya ada Gala dan Luis yang memakai topi kelinci yang ketika ditarik telinganya akan naik ke atas. “Baby Kai.” Gala dan Luis memanggil bayi gembul anak dari Kafa dan Flo itu. Mereka berempat heboh sekali membuat Kai tertawa di depan kamera. K managemen disibukkan dengan kedatangan Baby Kai setiap bulan. Kafa dan Flo selalu memotret anak mereka dari bulan ke bulan. Foto-foto itu akan jadi kenang-kenangan untuk mereka kelak. Sebenarnya banyak sekali tawaran yang datang. Brand-brand bayi ingin sekali menjadikan Baby Kai sebagai model mereka. Namun, Flo tidak mengizinkan. Sekali pun tidak menerima tawaran model bayi, brand-brand terkenal tetap mengirim barang-barang mereka. Flo aka
“Tahan-tahan.” Navio meminta Flo dan Kafa yang sedang berpose di depan kamera untuk tetap menahan posenya itu. Kafa dan Flo masih dalam posisinya. Kafa yang mencium perut Flo yang sudah semakin membesar pun mempertahankan posisinya. Sudah sembilan bulan kehamilan berlangsung. Selama sembilan bulan ini tak banyak kendala yang terjadi. Flo semakin bersemangat berpose di depan kamera. Selama kehamilan ini Flo justru mendapatkan tawaran untuk pemotretan ibu hamil. Beberapa produk pakaian ibu hamil mengontraknya untuk menjadi model untuk produk mereka. Flo seolah mendapatkan keasyikan tersendiri dalam pekerjaan itu, dia bisa berpose, tanpa membatasi dirinya sama sekali. Kafa yang melihat sang istri begitu senang menjalani pemotretan, akhirnya mengizinkan Flo untuk melakukannya. Baru memasuki usia sembilan bulan ini Kafa mulai membatasi pekerjaan Flo. Hari ini mereka hanya melakukan pemotretan untuk kehamilan Flo. Foto yang diabadikan untuk
Gala menyiapkan kepergian Greta untuk ke luar negeri. Dokumen-dokumen sudah disiapkan oleh Gala. Jadi tahun ini K Management bekerja sama dengan Elite Management di Paris-tempat di mana Kafa dulu bernaung. Dari K Management akan mengirim modelnya untuk belajar di sana. Untuk bisa masuk ke permodalan internasional. Kafa sengaja mengirim Greta untuk keluar negeri belajar modelling. Kafa yang melihat potensi Greta merasa itu perlu dikembangkan. Hal itu tentu saja membuat Kafa memutuskan untuk mengirim Greta keluar negeri. “Apa semua sudah siap?” Kafa menatap temannya itu saat temannya datang ke ruangannya untuk meminta tanda tangan. “Sudah, nanti malam mereka semua akan berangkat ke Paris.” Gala sudah menyiapkan dengan baik. “Bagus. Pastikan juga orang kita di sana menjaga mereka semua.” Kafa tetap tidak mau sampai model-modelnya kesulitan saat di sana.“Aku sudah pastikan itu.” Gala mengangguk pasti. Suara ketukan pintu terdengar. Kafa
Musik terdengar mengiringi langkah kaki para model berjalan di atas catwalk. Satu per satu model K Management memamerkan koleksi dari para desainer ternama. Saat tiba giliran Kafa yang berjalan di atas catwalk banyak orang yang langsung mengabdikan momen itu. Kafa sudah lama tidak berada di atas catwalk memang selalu menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi kali ini dia membawa rancangan desainer terkenal. Pesona Kafa memang tidak pernah luntur. Calon papa itu tetap memesona di mata mereka yang melihatnya. Mungkin lebih tepatnya pesona Kafa semakin terpancar setelah menikah. Para wartawan pun tak melepaskan kesempatan itu. Mereka membidik foto Kafa dan akan memasangnya di majalah fashion mereka. Mereka yakin penjualan dari majalah yang menampilkan wajah Kafa, pastinya akan sangat besar. Karena itu, mereka tidak mau melepaskan kesempatan tersebut. Flo yang duduk di barisan tamu undangan hanya tersenyum ketika melihat Kafa. Dia masih tidak menyangka j
Flo mengayunkan langkahnya memasuki kantor K Management. Tadi dia bosan sekali di rumah. Karena itu dia memutuskan untuk ke kantor. Dia datang bersama Luis, karena kebetulan Luislah yang menjaga Flo selama di rumah. Flo dan Luis pun segera mendatangi ruangan Kafa. Menemui pria itu yang sedang bekerja. Di depan ruangan Kafa, Flo sudah disambut oleh sekretaris Flo. Sang sekretaris pun segera mempersilakan Flo untuk masuk. Bersama dengan Luis, Flo segera masuk ke ruangan Kafa. “Sayang.” Kafa cukup terkejut dengan kedatangan Flo. Tidak menyangka ternyata Flo datang ke kantor. “Kenapa ke sini?” Kafa yang sedang duduk manis di kursinya, segera menghampiri Flo. “Aku bosan di apartemen.” Flo menekuk bibirnya. “Kalau kamu bosan, kamu bisa minta Luis untuk menghiburmu.” Kafa memapah sang istri untuk duduk. “Kak Kafa pikir aku badut.” Luis yang mendengar ucapan Kafa pun melayangkan protesnya. Kafa hanya tersenyum saja keti
Gala mendengus kesal ketika mendapatkan kabar jika tak ada yang menemukan Greta di mana. Dia merasa kesal sekali ketika kini dia berada dalam masalah yang begitu besar sekali. Kini dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tepat saat itu juga suara ponsel Gala kembali berdering. Saat melihat layar ponselnya, dia melihat Kafa yang menghubunginya. Tak butuh waktu lama, dia segera mengangkat sambungan teleponnya. “Ada apa?” tanya Gala sesaat menempelkan ponsel ke telinganya. “Apa kamu sudah berangkat ke kantor?” Kafa di seberang sana langsung melempar pertanyaan itu. “Belum.” “Bagus. Aku ingin kamu membelikan bubur ayam terlebih dahulu. Karena Flo sedang menginginkannya.” Gala menautkan alisnya. Kenapa juga dia harus membeli. Padahal sudah ada kurir makanan. Namun, demi sang adik tercinta, tentu saja dia tidak akan keberatan untuk melakukan hal itu. “Baiklah.” Gala pun setuju. Segera dia mematikan sam
Kafa meminta Flo untuk beristirahat. Dia tidak mau sang istri kelelahan. Apalagi dia baru saja keluar dari Rumah sakit. “Aku sudah banyak tidur di Rumah sakit.” Flo melayangkan protes. “Lalu sekarang kamu mau apa selain istirahat?” Kafa menarik selimut untuk menutupi tubuh Flo. Flo hanya menekuk bibirnya. Memang benar yang dikatakan suaminya. Memang tak ada yang bisa dia kerjakan. Kafa yang melihat bibir Flo langsung memberikan kecupan di bibir tersenyum. Dia begitu gemas sekali ketika sang istri menekuk bibirnya. Namun, kecupan itu berlanjut dengan sesapan manis. Tak tahan dengan hanya sekali kecup. Flo yang tak siap pun terengah-engah ketika tak ada oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya. Hingga akhirnya Kafa melepaskan ciuman itu. “Kamu mau membunuh aku?” Flo mengambil napas sebanyak mungkin. Suaminya benar-benar tanpa aba-aba sama sekali. Membuatnya tak siap. “Astaga, Sayang, segitunya. Tentu s
Dokter baru saja memeriksa Flo. Keadaan Flo yang sudah membaik membuat dokter mengizinkan Flo untuk segera pulang. Flo merasa beruntung karena dia memang sudah bosan di Rumah sakit. Aroma Rumah sakit membuatnya sedikit mual. Kafa segera merapikan semua barang-barang Flo. Bersiap untuk pulang. Tadi dia sudah mengirim pesan pada Gala, untuk segera datang ke Rumah sakit. Karena dia tidak membawa mobil. Saat sedang sibuk merapikan barang-barang Flo, suara pintu terdengar. Saat menoleh ke arah pintu, dia melihat ada Luis di balik pintu. Luis tidak sendiri. Dia bersama Navio. “Navio, kamu juga ikut ke sini.” Kafa yang melihat Navio ikut dengan Luis segera menghentikan kegiatannya merapikan. “Iya, aku ingin melihat istri seorang Kafaeel Syailendra.” Navio tersenyum. Dia sedikit memiringkan kepalanya. Melihat ke arah Flo yang masih berbaring di ranjang. “Hai.” Dia melambaikan tangan pada Flo. Flo merasa takut ketika melihat orang asing menyapanya. Bayangan Dari
Navio datang ke kantor K Management sesuai dengan janjinya kemarin dengan Kafa. Saat sampai di K Management, dia memfoto aktivitas yang terjadi di K Management. Kantor yang estetik dan begitu nyaman membuatnya tertarik untuk mengabadikannya. Navio membidik setiap sudut, lalu lalang orang, dan apa saja yang dilihatnya. Saat kameranya berusaha terus membidik objek, ada yang membuatnya tertarik. Apalagi jika bukan coffee shop yang berada di area kantor. Beberapa karyawan dan model tampak sedang menikmati kopi. Tentu saja itu membuat Navio begitu tertarik sekali. Karena budaya minum kopi setiap negara berbeda-beda. Luis yang sedang menikmati kopinya merasa ada yang sedang memfoto dirinya. Tentu saja hal itu membuatnya tidak terima. Tidak ada yang boleh memfoto dirinya sembarangan. Dengan segera dia berdiri. Menghampiri pria tersebut. “Apa kamu sedang memotret aku?” tanya Luis kesal. Navio menurunkan kameranya. Memperlihatkan wajahnya yang sedari tadi tertutup ol