Aska mengenakan jas warna hitam dengan celana warna hitam. Sepatu kulit dengan model pria yang elegan. Bos kecil itu nampak seperti pria dewasa. Dengan postur tubuh yang tinggi dan hidung mancung. Sementara rambutnya disisir rapi. Pandangan matanya berwibawa menatap semua yang hadir di acara itu.
Sarah berdiri di samping putra sulungnya dengan anggun. Setelan rok hitam menjuntai dengan blazer yang elegan. Dipadu dengan hijab warna biru muda. Riasan wajah yang sederhana tidak terlalu tebal. Wanita itu menebarkan senyum kepada semua yang hadir.
Ak
Hans mengambil tangan kananku. Luka bekas pecahan kaca itu sudah mengering. Sedikit terkejut dengan gelagat Hans yang aneh. Lalu dia juga meraih tangan kanan Sarah. Sementara Aska hanya memperhatikan drama romantis yang ada di depannya."Sarah, sudah lama aku menaruh hati padamu. Ternyata pemuda ini yang bisa meluluhkan semua kesombonganmu. Aku akan selalu mendukungmu, Sarah. Akan tetap menjadi relasi bisnis yang solid," ujar Hans menatap Sarah lembut."Pram, nitip Sarah!" Hanya kalimat pendek itu yang keluar dari mulutnya.Tangan kiriku menumpang di atas tangan Hans. Menatap laki-laki paroh baya yang masih terlihat macho itu. Dia juga mempunyai sikap layaknya seorang pria sejati."Aku akan menjaganya, Pak Hans," janjiku padanya.&
Akhir-akhir ini aku sering mendapatkan pesan ancaman dari orang yang tidak kukenal. Entah apa yang dia inginkan. Aku tidak pernah menggubrisnya. Mungkin orang yang iri dengan keberhasilan yang telah kucapai.Setelah diangkat menjadi CEO dan menjadi Chef utama di Aska Caffe, aku lebih sibuk lagi. Apalagi restoran Sarah yang semakin ramai.Pergantian tahun baru ini, Sarah mengajakku untuk berlibur ke Puncak Bogor. Sementara anak-anak sudah diambil tantenya untuk kumpul bersama. Sebenarnya aku ingin anak-anak ikut dengan kami. Sarah tidak mengatakan kalau akan pergi ke Puncak. Mereka belum tahu kalau kami sudah menikah.Sejak siang, Aska dan kedua adiknya sudah berangkat ke rumah tantenya. Di sana mereka akan berenang dan kumpul dengan anak tantenya.&
Bab 71 Penculikan PramSudah lama aku tidak menengok rumah kontrakanku. Sejak tinggal di rumah Sarah jarang pulang ke rumah kontrakan. Entah seperti apa keadaan rumah itu.Malam sudah larut. Sarah sebenarnya melarangku pulang. Apalagi Aska dan kedua adiknya. Mereka sangat manja dengan tidak mengizinkan aku balik ke rumah. Perasaanku tidak enak. Memang aku sudah menikah secara agama dengan Sarah tetapi anak-anak belum mengetahuinya.Aku ingin memperkenalkan mereka kepada ibu dan Nita adikku. Sarah sudah ingin bertemu dengan kedua wanita yang menjadi bagian dalam hidupku."Gak usah pulang lah, Sayang. Perasaanku gak enak," kata Sarah ketika melepas kepergianku di depan pintu."Kalau di sini, aku inginnya sama kamu
Bab 72Aku mencoba menggerakkan kaki untuk mengurangi rasa sakit yang luar biasa. Sepertinya aku dehidrasi karena sejak pingsan belum ada setetes air yang membasahi kerongkongan. Perutku juga melilit sangat lapar.Waktu muda aku sering menjalankan puasa. Tapi tidak separah ini. Dua orang itu masih ngobrol dengan saling berbisik. Entah apa yang mereka bicarakan. Sekarang aku dalam posisi yang sangat pasrah dengan maut yang akan menjemput.Badanku lemas tidak bertenaga. Mereka sepertinya mau membunuhku secara pelan. Hanya nama Tuhan yang ada dalam hatiku. Serta nama ibu yang aku ucapkan.'Maafkan, anakmu, Bu. Seandainya maut menjemputku. Tapi aku tidak akan pernah meninggalkan keluarga baruku.'Aku benar-benar kehausan dan perutku melilit
Bab 73" Mas, bangun!" Suara berat Pak Tua kembali terdengar di telinga.Perlahan kubuka mata yang masih berat. Kepala juga masih pusing. Badan ini rasanya mau remuk. Semua sendi susah untuk digerakan.Sinar matahari menyelinap menyusup dari celah dinding kayu yang berlobang. Pak Tua duduk di samping bale tempatku tidur. Pria itu tersenyum dengan memegang kakiku."Sudah enakan belum badannya?"tanya dia ramah. "Bapak beli bubur ayam untuk sarapan. Ayuk kita sarapan bareng," katanya memperlihatkan mangkok yang berisi bubur ayam. Aroma khasnya membuat perut ini berontak dan berteriak ingin segera diisi."Bapak beli bubur di mana?" tanyaku dengan suara yang agak parau.
Bab 74Abah Dul memapah tubuhku yang agak sedikit besar dibanding dengannya. Aku mencoba berjalan menyusuri jalan setapak di perkebunan itu menuju gang jalan keluar."Mas Pram beneran mau pulang sekarang. Gak nunggu sampai badannya enakan dulu," ujar Abah Dul."Gak, Abah. Keluarga pasti khawatir mencari keberadaanku. Apalagi menghilang tanpa jejak. Bagaimana nanti istriku sedih?" sahutku sambil berjalan menahan rasa sakit di kaki."Nanti Abah antar naik taksi, Mas Pram!""Abah gak tega membiarkan Mas Pram pulang sendirian naik taksi. Apalagi Mas Pram sedang sakit saat ini," kata Abah Dul."Makasih, Bah. Nanti saya kenalkan dengan istri dan anak-anaku," jawabku terharu mendenga
Bab 75 POV Sarah.Sejak Pram pulang ke kontrakan, hatiku menjadi gelisah. Aku masih mengintip kepergian Pram dari korden jendela. Hanya terdengar suara deru motornya yang memecahkan kesunyian malam.Sebelum tidur, aku sempatkan untuk memeriksa kamar anaku. Kubuka pintu kamar Arsya dan Atta. Kedua anak laki-lakiku tertidur pulas. Mereka saling berpelukan seperti anak kembar. Padahal ada selisih tiga tahun.Bi Iyem tidur dengan pulas di samping tempat tidur. Pasti wanita itu sangat capek merawat anakku. Bahkan pengabdiannya kepadaku sungguh luar biasa. Ketika aku terpuruk ditinggal Zoel sendirian dengan tiga anak.Perlahan kututup pintu kamar Arsya. Aku tidak ingin mengganggu Bi Iyem. Aku melihat jam dinding di ruang tamu. Tepat pukul 12 malam. Perasaanku s
"Mom!" panggil seorang wanita sambil menepuk pundakku.Aku terkejut ketika wajah renta dengan berbalut mukena sudah berada di depan mataku. Tangis dan isak masih belum hilang. Kukerjapkan mata sebentar untuk menguasai diri."Bi Iyem?" panggilku menyadari siapa yang telah membangunkan dari mimpi buruk."Ada apa, Mom?""Ketika mau ke dapur mengambil air minum, Bibi dengar Mom berteriak dan menangis kencang. Makanya Bibi beranikan diri untuk masuk kamar takut terjadi apa-apa, Mom," ujar Bi Iyem jongkok di samping ranjang."Ini minum air putih, Mom." Bi Iyem menyodorkan segelas air putih kepadakuAku bangkit mempe
Liburanku di desa sudah selesai. Kini kami sudah berada di Jakarta kembali. Sarah sudah sibuk dengan kegiatannya di restoran. Perombakan besar-besaran dilakukan Sarah. Dia mulai membenahi keuangan restauran yang sempat berantakan. Juga pengambilan modal Hans yang sangat besar.Aku juga mulai sibuk dengan caffeku yang semakin lama tambah ramai. Malah pertemuanku dengan Sarah hanya waktu jam makan siang dan pulang bareng.Setelah selesai dengan urusanku di Caffe aku selalu setia untuk menjemputnya. Terkadang Santi sesekali mengirimkan sebuah pesan. Semua itu juga aku memberitahu Sarah. Kejujuran dan kepercayaan adalah penting bagiku.Aska mulai sibuk dengan Boarding Schoolnya. Saat ini Aska memilih sekolah terpadu dengan pesantren yang ada
Sore ini semua rombongan akan pergi ke kota Semarang. Kami ingin menikmati indahnya ibu kota Jawa Tengah. Malamnya kami semua akan menginap di sebuah villa yang sudah disewa Sarah.Ibu menolak untuk ikut bersama kami. Nita sangat bahagia ketika ikut dengan rombongan. Walaupun Sarah memaksa, ibu menolak dengan cara halus. Hanya Bi Iyem yang nanti bertugas menjaga Atta dan Arsya. Akhirnya kami berangkat pergi keliling Kota Semarang. Mobil Caravel warna biru itu meninggalkan rumah ibu menuju Simpang Lima Kota Semarang. Selama perjalanan terdengar semua anak bersandau gurau. Aska nampak sibuk masih memainkan ponselnya di samping Nita. Mereka bercanda berdua. Sementara Atta dan Arsya sibuk dengan ponsel memainkan game. Sarah juga sibuk dengan ponselnya sendiri.Kulirik Sarah yang wajahnya makin cantik setelah
Bab 103Hari ini masih pagi, kumandang azan di musala dekat rumah terdengar sangat merdu. Suara Pak Ahmad sangat menggetarkan jiwa.Aku memindahkan Atta dan Arsya ke dalam kamarku. Sementara Aska sudah bangun. Ibu dan Bi Iyem sudah rapi dengan mukenanya bersiap untuk ke musola.Sarah sudah sibuk di dapur memasak air panas untuk membuat teh. Aku memeluknya dari belakang."Good morning, Cinta!" sapaku sambil mencium lehernya yang terbuka. "Good morning, Sayang," balasnya dengan membalikkan badan menghadapku."Duh menantu ibu, rajin amat, ya!" sindirku masih memeluknya."Sana gih, ke musala dulu. Soalnya tegangan
Bulan madu ke luar negeri yang sebelumnya kami rencanakan akhirnya dibatalkan. Sarah hanya ingin tahu kampung halamanku sekalian berinteraksi dengan keluargaku.Sarah akan mengajak semua anak-anaknya juga Bi Iyem. Sejenak melupakan kejadian yang telah menimpaku dan Sarah. Ibu sangat gembira ketika mendengar mereka akan ikut pulang kampung untuk liburan.Sementara semua urusan bisnis yang ada di Jakarta sudah diserahkan kepada semua pegawainya. Aku juga sudah menunjuk pegawai kepercayaanku untuk memegang kendali atas kelancaran cafe.Tidak lupa aku nanti akan memantau dari jauh perkembangan cafe dan restoran Sarah.Hari yang ditentukan semua rombongan bertolak ke Semarang. Kali ini aku kembali y
Bab 101Bang Zoel berjalan tertatih menuju ke arah kami.Tangan kanan menjulur ke arahku."Pram, selamat atas pernikahan kalian! Aku nitip anak-anak kepadamu. Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Sekalian aku pamit mau ke Bali siang ini. Bisnis istriku akan segera dimulai," ujar Bang Zoel dengan tulus.Aku menjabat tangan Bang Zoel dan memeluknya."Iya, Bang Zoel. Semoga tetap menjadi saudara. Hati-hati dan semoga sukses," ucapku.Gantian Bang Zoel menatap Sarah yang masih menunduk. Entah mengapa Sarah tidak mau menatap pria yang telah memberikan tiga anak ini. Mungkin luka yang terlalu dalam Bang Zoel torehkan sehingga Sarah begitu muak meli
Sebelum balik ke kampung, Ibu dan Nita ingin menghabiskan waktu keliling Jakarta. Ibu ingin melihat banyak tempat di Kota Metroplitan ini. Seperti Monas, Taman Mini dan yang menjadi impian ibu adalah bisa salat di Masjid Istiqlal Jakarta.Hari Minggu ini kami sekeluarga akan jalan-jalan ke Taman Mini dan Masjid Istiqlal. Kebetulan bersamaan anak-anak juga libur sekolah. Sehingga bisa membawa mereka keliling Taman Mini.Segala persiapan sudah ada di dalam mobil. Dari makanan ringan hingga minuman lengkap. Bi Iyem juga memasak beberapa makanan untuk Arsya dan Atta.Ibu dan Nita sudah siap menunggu di teras rumah. Mereka nampaknya sudah bangun pagi sekali. Membantu Bi Iyem mempersiapkan bekal.&nb
Bab 99Sarah segera mengambil ponselnya. Dia nampak menyembunyikan sesuatu dariku. Namun aku tidak berani menanyakan pada Sarah. Apalagi ada ibu dan Nita. Takut merusak suasana gembira yang ada."Ibu, Sarah dan Pram pamit dulu. Ada urusan penting di restoran," ujar Sarah sambil memberi kode kepadaku."Iya, Nak," sahut ibu setelah sarapan selesai."Bi, nitip anak-anak, ya," pinta Sarah.Bi Iyem hanya mengangguk ketika Sarah menyampaikan pesan kepadanya.Ketika sampai di kamar, Sarah memberikan aku baju ganti. Celana panjang dan kaos dengan kerah."Ada apa sih, Yang?" tanyaku tidak men
Malam ini aku sangat bahagia. Akhirnya aku bisa tidur di kamar Sarah tanpa harus sembunyi-sembunyi. Kamar Sarah sudah dihias dengan bunga dan sprei kesukaan Sarah.Ibu dan Nita tidur di kamar tamu. Sementara anak-anak tidur di kamar masing-masing.Hari ini tidak terlalu capai karena hanya sedikit tamu yang diundang. Seharian hanya ngobrol dengan Rere dan Paman. Kami juga menyempatkan untuk berbincang dengan karyawan yang lain.Acara sudah selesai sore tadi. Aku juga sudah berganti pakaian dengan baju koko dan sarung. Sementara Sarah sudah menukar bajunya dengan gamis biasa.Setelah acara makan malam bersama dilanjutkan dengan salat jamaah. Semua anggota keluar
Bab 97Hari Yang Ditunggu.Hari yang ditunggu telah tiba, Sarah tidak mau acara pernikahan secara besar-besaran. Semua mendadak merubah tidak sesuai jadwal. Entah apa penyebabnya. Sarah hanya mau ijab kabul di rumahnya.Hari itu, aku sudah dandan dengan memakai jas hitam celana hitam serta peci. Sementara ibu memakai baju kebaya dengan kain serta kerudung. Wajah tuanya tersenyum melihatku. Nita, adiku memakai setelan baju gamis warna merah muda. Dia sangat cantik sekali.Dari keluarga Sarah yang hadir adalah adik Sarah, Rere dengan suaminya serta anak-anaknya. Ada juga paman yang akan menjadi wali saksi pernikahanku dengan Sarah.Dari karyawan restoran, Sarah mengundang Bagas dan Reni. Aku juga mengundang karyawanku yang ada di Caffe Aska.&