Author POV
"Buat apa Dad membeli mansion baru? Diakan sudah punya..." Nico terus menggumam sendiri.
Bobby tau persis karakter sahabat kecilnya itu, dia semakin yakin gadis itu bersama dengan temannya di gedung ini. Namun dia butuh bukti yang kuat sebelum menantang sahabatnya yang ia kenal berdarah dingin itu. Sosok Kai yang berjalan tegap berhasil menghentikan segala macam pemikiran mereka. Nico kemudian keluar dan membanting pintu sebelum mengejar dan mencengkram kerah kemeja Kai.
"Tuan?" Kai terkejut mendapati Nicholas di hadapannya
Dante POV Lama sudah kunikmati indahnya pemandangan yang ada di dalam pelukanku saat ini. Gadisku sedang meringkuh dengan manjanya karena ketiduran setelah menonton film yang ia putar barusan. Wajah tertidurnya yang selalu damai membuat hatiku ikut merasakan kenyaman setiap melihatnya. Tidak salah aku sudah memilihnya sebagai rumahku. Seolah semua masalahku hilang begitu saja, aku tidak pernah merasa kelelahan saat bersamanya. Kuseka anak rambut yang menutupi wajahnya. Kutarik selimut untuk menutupi paha indahnya yang hanya tertutupi oleh kemejaku tanpa menggunakan pakaian dalam karena borgol yang mengikat di kakinya itu. Aku ikut memasukkan tubuhku ke dalam selimut dan berniat unt
Author POV Pintuwalking closet yang tertutup meniggalkan 2 pria dewasa yang penuh rasa emosi dan kebingungan ini untuk saling beradu kekuatan. Tubuh besar Dante berbaring lemas di lantai kayu, sedangkan Bobby sedang mencengkram kerah baju Dante dan mengapit tubuh besar pria itu dengan kedua pahanya. "Jangan pernah.. Mempermainkan.. Perasaan.. Anak itu!" Bobby terus menghajar Dante di setiap kata katanya.
Author POVDi satu sisi, Ronan yang sedang sibuk dengan pekerjaannya dikejutkan dengan kehadiran Marie, anak sulungnya, di kantornya. Ronan terlihat cukup senang dan tetap menyambut anak sulungnya itu dengan kondisi tangan terbuka."Marie, kapan kau pulang?" Tanya Ronan mencoba bersikap ramah.Marie hanya diam dan menjatuhkan dirinya dengan kasar di sofa tamu yang ada di ruang kerja Papanya sambil melipat kedua tangannya.
Lylia POV Samar kudengar suara bariton beberapa orang sedang berbincang di telingaku. Meski tidak dapat kutangkap dengan jelas apa yang mereka sedang bicarakan, suara berat yang terus mengganggu telingaku itu memaksa mataku untuk terbuka. Dan lagi-lagi, aku berada di tempat yang masih bisa kuingat dengan jelas ini di mana. Bagaimana tidak, ruangan ini menjadi saksi bisu pertarungan Kai dan Alicia, serta peraduanku dengan Daddy waktu itu. Kubangunkan diriku begitu kulihat para pria itu mulai melirikku. Tanpa mencurigai apapun, mataku mengarah ke arah kakiku yang kini sudah dalam keadaan terbungkus gips yang cukup besar. Aku mengangkat alis, mencoba mengingat hal yang terjadi sebeumnya. Dan ya- Daddy... "Sakit nggak?" Sentuhan lembut Nico di bahuku membuat semua lamunanku terhenti seketika. Kucoba memusatkan seluruh pandanganku kedua mataku ke arah Ted, Nico dan Paman Bob yang terus menatapku khawatir secara bergantian
Author POVBobby tidak dapat lagi menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Sesuatu yang ia takutkan kini benar-benar terjadi. Gadis polos yang sedang baru beranjak dewasa di depannya ini menyukai pria matang yang seumuran dengannya. Dari sekian banyak pria yang lebih muda yang berada di sekitar gadis ini, kenapa harus Dante Prime? Seseorang yang berdarah dingin, kasar, egois seperti dia mampu meluluh lantahkan pertahanan gadis polos yang masih sangat muda di depannya ini.Bobby mengusap kasar wajahnya. Ia sungguh bingung harus berbuat apa lagi. Tidak mungkin baginya mengatur perasaan seseorang, terlebih ini perasaan seorang gadis yang baru mengenal cinta. Apa yang sudah Dante lakukan pada gadis ini sampai anak ini selalu memikirkannya? Apa jangan-jangan?!"Lyli.. Apa pria itu sudah mencemari tubuhmu?" Pertanyaan ambigu Bobby membuat rona merah di wajah Lylia tiba-tiba menyembul keluar.Lylia segera menutupi pipinya yang menghangat dan tentu saja, hal itu membuat emosi Bobby semakin naik ke
Author POV"Permisi!" Tegur seseorang setelah mengetuk pintu kamar Lylia.Suara pintu yang bergeser akhrinya berbunyi dan membuat ketiga orang yang berada di dalamnya kini mengalihkan pandangan mereka pada sosok yang mendadak membuat gaduh lingkungan kamar rawat inap Lylia."Permisi? Sky?" Sapa Sheena yang sedikit berbisik karena tidak ingin mengagetkan mereka bertiga."Eh? Sheena! Kok bisa?" Ekspresi Lylia mendadak menjadi lebih cerah saat melihat Sheena masuk kedalam kamarnya. Ia tidak menyangka masih bisa melihat sahabatnya di saat seperti ini. Ekspresi Lylia kini terlihat seperti sedang ingin menangis."Kak Nico telepon aku tadi, jadi aku izin langsung ke sini." Sheena berjalan pasti menuju ke arah Lylia yang merentangkan kedua tangannya karena ingin memeluknya dan Sheena dengan senang hati membalas pelukan Lylia serta mengelus punggung serta kepala gadis yang tampak sangat kacau ini. Sheena melirik Ted dan Nicholas secara bergantian dan memberikan kode agar mereka berdua segera
Dante POV Kuhabiskan malamku untuk kembali ke istanaku. Aku bergelut dengan ketiga pengawal pribadiku untuk melampiaskan amarahku di tempat gym gedung ketiga. Mereka bertiga menuruti keinganku tanpa bantahan sama sekali. Street fight kupilih menjadi olahraga yang akan menghabiskan seluruh energiku malam ini. Dan jujur saja, pertarungan kami berlangsung cukup lama. Kuizinkan mereka untuk mengeluarkan segala kemampuan mereka dalam bertarung dengan tangan kosong sampai aku melupakan segala rasa sakit di wajah dan tubuhku akibat pukulan Bobby sahabat karibku, serta sakit di hatiku akibat pilihan gadisku yang memilih pergi meninggalkanku. Kai, Eugene dan Victor dengan sekuat tenaga menyeimbangi perkelahianku secara bergantian. Tampak wajah Kai dan Victor yang sudah sangat kelelahan sedangkan Eugene dengan badannya yang setara denganku masih bisa mengimbangi permainanku. Aku tidak menyalahkan Kai atas kelalaiannya sore tadi. Vict
Author POV"Lyli, bangun sayang..."Lylia membuka paksa matanya saat seseorang baru saja memanggil dan menyentuh bahunya pelan. Tentu saja ia mendapati Kakak angkatnya, Ted tengah mematung menatapnya dengan ekspresi leganya. Lylia segera mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang kini diisi oleh 2 orang dokter dan masing masing perawatnya."Dokter mau ngecek dulu, ini udah hari ke-3 katanya kalau kakimu membaik, gipsnya sudah bisa dibuka." Jelas Ted pelan.Lylia yang tampak sedang mencerna segala ucapan Kakaknya di otaknya yang juga baru ikut terbangun. Ia kemudian mengangguk paham akan maksud Kakaknya dan membuka selimut yang menutupi seluruh badannya untuk membiarkan para dokter menjalankan tugasnya.Para dokter itu kemudian bekerja di depan mata Ted yang terus mengawasi mereka dengan sorot mata tajamnya. Ia tidak ingin ada kesalahan apapun yang akan menyakiti Lylia lagi di kemudian hari. Sedangkan Lylia kembali menutup matanya, melanjutkan tidurnya yang terganggu, masih sambil