Alex pergi ke apartemen yang disebutkan Jonathan saat malam hari. Dia berjalan dengan ekspresi wajah datar tak bersahabat sama sekali karena kesal. Saat sampai di depan pintu unit apartemen Jonathan tinggal, dia pun menekan bel dengan kasar. “Anda sudah datang, silakan masuk!” Andre langsung mempersilakan Alex masuk. Alex memicingkan mata ke Andre, hingga kemudian berucap, “Seharusnya kamu menjaga Papa, bukan malah membiarkannya berbuat sesuatu yang gila!” Setelah mengatakan itu dengan nada penekanan, Alex pun melangkah masuk untuk menemui sang papa. Andre hanya bisa mengurut dada. Dia tahu betul bagaimana sikap Alex ketika sedang marah. Alex berjalan masuk, hingga langkahnya terhenti saat melihat pemandangan di depannya. Dia semakin geram karena melihat Jonathan yang sedang mengambilkan lauk untuk Ayana. Dia marah karena ada Ayana di sana. “Pa!” Alex menganggap jika Jonathan sudah sangat keterlaluan. Ayana dan Jonathan menoleh ke Alex, begitu juga dengan Deon yang sedang membu
“Ayana anak papa, Lex. Dia enam tahun lebih tua darimu. Dia adalah anak pertama papa, bukan kamu. Papa ke sini memang untuk mencarinya, serta ingin memperbaiki masa lalu yang tak sengaja papa abaikan,” ujar Jonathan jujur ke Alex setelah Ayana selesai mengerjai pria itu.Alex terkejut bukan kepalang. Dia sampai menoleh ke Ayana, lantas memandang Jonathan dengan rasa tak percaya.“Jangan bercanda. Mama hanya punya satu anak, dan itu aku,” elak Alex tak percaya.“Dengarkan dengan pikiran tenang,” ujar Jonathan sambil memberikan tatapan begitu dalam, menandakan jika dia sedang ingin bicara serius ke putranya itu.Alex pun terkejut melihat tatapan Jonathan. Tatapan ayahnya itu hanya ditujukan saat sedang berusaha menekankan sesuatu yang tak bisa dibantah.Ayana sendiri hanya diam. Dia memilih menyantap makanannya dengan tenang, meski telinga menangkap ucapan sang papa.“Ayana ada sebelum papa menikah dengan mamamu. Papa ke sini mencarinya, karena ingin bertanggung jawab sebab selama ini p
“Kamu lihat sendiri ‘kan tadi? Lihat betapa sombongnya dia yang menganggapku bersama Papa hanya untuk harta. Meski dia tidak mau jadi saudaraku, aku juga tak peduli.”Ayana mengamuk-amuk tak jelas begitu kembali ke unit apartemennya bersama Deon.“Temperamennya sangat buruk. Senakal-nakalnya Azlan, ternyata Alex lebih menyebalkan,” gerutu Ayana lagi.Deon hanya bisa menatap istrinya mondar-mandir sambil marah. Padahal tadi saat di tempat Jonathan, istrinya itu berkata tidak akan memasukkan ucapan Alex ke dalam hati, tapi nyatanya sekarang marah-marah karena ucapan Alex.“Sudah, Ay. Ingat, kamu tidak boleh marah-marah terus. Ga baik untuk kesehatanmu,” ujar Deon mencoba menenangkan Ayana.Ayana menoleh Deon sambil menghentikan langkah, lantas duduk di samping suaminya sambil memasang wajah kesal.“Aku benar-benar kesal punya adik macam dia. Sombong, arogan, juga temperamen!” gerutu Ayana tak henti-hentinya mengumpat.“Iya, iya. Dia seperti yang kamu sebutkan tadi, tapi sudah tidak usah
Ponsel Alex berdering saat fajar baru saja menyapa. Dia sangat terganggu dengan suara benda pipih itu yang terus berbunyi di pagi hari, sampai-sampai Alex menutup kepala dengan bantal.Namun, tentunya itu bukan solusi menghentikan dering ponsel. Benda itu terus berdering berulang tanpa jeda.“Sialan! Siapa yang menghubungi sepagi ini?”Alex melempar bantal karena kesal. Dia lantas bangun dan mengambil ponselnya.“Apa?” Alex menjawab tanpa melihat siapa yang menghubungi.Hingga kelopak mata yang tadinya mash terpejam, kini terbuka lebar ketika mendengar suara dari seberang panggilan.“Jangan bercanda!” bentak Alex tak percaya dengan apa yang didengar.Alex kembali mendengar ucapan dari seberang panggilan, hingga kemudian melompat dari ranjang.“Aku akan segera ke sana.”Setelah mengatakan itu, Alex mengakhiri panggilan. Dia juga berlari ke lemari menyambar pakaian sedapatnya, sebelum akhirnya pergi meninggalkan hotel.Di sisi lain. Ayana masih tidur ketika ponselnya berdering. Dia engg
“Tidak! Tidak, jangan pernah berkata kalau Papa mau nyari istri baru!” Alex langsung menolak mentah-mentah pilihan yang disebutkan Andre. “Lihat, Anda tidak mau, kan? Pak Jonathan sebenarnya kurang baik apa sama Anda, Tuan. Beliau itu selalu mementingkan perasaan Anda. Jika beliau egois, mungkin waktu ini beliau merealisasikan keinginan untuk memiliki istri baru. Beliau sangat menyayangi Anda, apa tidak bisa Anda mewujudkan keinginan kecilnya untuk mendapatkan rumah yang berisi anak-anaknya? Pikirkan ini dulu, kalau sudah berpikir, baru saya izinkan masuk,” ujar Andre mencoba mengubah pemikiran Alex akan keputusan tak mau menerima Ayana. Alex hanya diam tak berkutik mendengar semua ucapan Andre. Tentu saja asisten sang papa itu tahu banyak tentang bagaimana keluarganya, sebab Andre sudah hampir 30 tahun ikut Jonathan. Ayana sendiri hanya diam. Dia merasa bersalah karena sudah bersikap keras ke Alex. Meski Andre tak menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi dengan Jonathan, tapi tet
“Kesabaranku sedang setipis tisu dibagi sepuluh, jangan sampai membuatku semakin marah lagi!” geram Ayana sudah tidak bisa bersabar ke Alex. Harus Alex akui, meski dirinya laki-laki, serta anak pertama meski dari rahim yang berbeda, tapi dia memang takut ke Ayana saat marah. “Aku setuju untuk bersandiwara, hanya bersandiwara menerimamu. Jangan pernah berpikir aku benar-benar setuju mengakuinya!” Alex setuju bekerjasama, dia bicara dengan nada penakanan. Ayana memutar bola mata malas mendengar ucapan Alex, hingga kemudian membalas, “Memangnya siapa yang berpikir mengakuimu adikku? Aku sudah punya adik yang manis dan penurut, tidak sepertimu. Jadi tidak usah besar kepala. Aku mengakuimu sebagai adik pun demi Papa.” Ayana membalas ucapan Alex tak kalah ketus untuk memberi pelajaran ke pria itu serta memperlihatkan jika dirinya berkuasa Deon hanya banyak-banyak bersabar ketika melihat Ayana dan Alex yang sangat mustahil bisa akur. Ini lebih buruk dari menghadapi Azlan, jika Azlan lebi
Setelah 3 hari pura-pura dirawat, akhirnya Jonathan pun kembali ke apartemen tapi ke unit milik Ayana atas permintaan putrinya itu.“Kenapa tidak kembali ke apartemen Papa?” Alex menggerutu mengetahui mereka akan pergi ke unit milik Ayana.Ayana langsung melirik tajam ke Alex mendengar ucapan pria itu.“Karena bersamaku, kesehatan Papa akan lebih terjamin,” balas Ayana dengan nada ketus.“Cih … seperti kamu ini segalanya,” gerutu Alex meski dengan suara tak terlalu keras.“Aku memang segalanya, nyatanya Papa mencariku,” balas Ayana tak kalah sengit. Dia melirik tajam ke Alex untuk memberikan isyarat siapa ratunya di sana.Alex ingin membalas ucapan Ayana, tapi Andre sudah berdeham lebih dulu membuat Alex berhenti dan tak jadi membalas ucapan Ayana.Jonathan mendengar perdebatan keduanya, tapi dia pura-pura tak mendengar. Dia hanya ingin tahu sejauh mana kedua anaknya itu mampu bertahan berpura-pura baikan.Deon hanya bisa geleng-geleng kepala. Kakak-adik ini memang sangat membuat pusi
“Sudahlah, jangan bahas dia lagi. Nanti moodku buruk lagi bahas bocah ingusan itu.”Ayana tak mau mengakui perasaan yang sebenarnya meski kepada suaminya.Deon hanya mengedikkan bahu mendengar ucapan Ayana, tak ingin memaksa juga jika memang istrinya tak mau cerita.Di sisi lain, Alex pun merasa kecewa karena tak mendengar pengakuan Ayana.Hingga tanpa Alex sadar, Andre ternyata ada di belakang Alex, ikut memandang ke arah pria itu menatap.“Anda lihat kakak dan ipar Anda sedang masak?”Suara Andre mengejutkan Alex. Dia begitu terkejut sampai menabrak dinding di hadapannya, sebelum akhirnya jatuh ke lantai.“Tuan!” Andre panik melihat Alex jatuh ke lantai.Suara gaduh itu tentunya membuat Deon dan Ayana menoleh, mereka melihat Alex tersungkur di lantai.Alex menunduk menahan malu karena tersungkur di lantai. Andre sendiri mengulum senyum menahan tawa.Ayana dan Deon pun menahan tawa, keduanya lantas kembali ke kegiatan mereka.“Anda baik-baik saja, Tuan?” tanya Andre sambil menahan ta
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida