Sesaat sebelum pergi ke kantor Ayana. Deon bicara berdua dengan Jonathan di ruangan miliknya.“Apa yang sebenarnya ingin Anda bicarakan? Anda tahu sendiri, jika skandal ini menyeret nama Anda juga,” ujar Deon saat sudah berada di ruangan berdua dengan Jonathan.Jonathan menarik napas panjang lantas mengembuskan perlahan. Dia menatap Deon sebagai satu-satunya orang yang bisa dipercaya setelah asistennya.“Aku ke sini untuk membahas masalah itu. Yang jelas, apa yang akan aku bicarakan denganmu, adalah sesuatu yang bisa menyelamatkan nama Ayana dari berita buruk yang tersebar,” ujar Jonathan meyakinkan.Deon pun diam menatap Jonathan, menunggu sampai pria itu membuka suara dan memberitahu apa yang sebenarnya dimiliki untuk membantu Ayana.“Namun, sebelum aku membahas soal apa yang akan aku lakukan. Bisakah kamu berjanji, untuk percaya dengan apa pun yang akan aku lakukan?” tanya Jonathan.Deon mengerutkan alis, semakin tidak paham dengan apa yang diinginkan pria itu.“Aku tidak bisa menj
Azlan menarik tangan Hyuna, lantas mengajak gadis itu kembali masuk. Hyuna dan Azlan saling tatap, keduanya pun terkejut dengan hal yang terjadi. “Ada apa?” tanya Deon yang melihat Hyuna dan Azlan tak jadi pergi. Keduanya menoleh, hingga Azlan menunjuk ke pintu. “Lihat saja sendiri,” ucap Azlan. Deon mendekat lantas mengecek dari monitor yang terpasang di dinding. “Kenapa mereka bisa sampai masuk?” Deon ikut terkejut karena banyak wartawan di depan unit. Mereka bertiga akhirnya masuk lagi. Ayana yang sedang duduk di sofa pun keheranan. “Ada apa?” tanya Ayana yang kini penasaran. “Banyak wartawan di depan,” jawab Deon. Ayana terkejut mendengar hal itu. Tidak menyangka kalau wartawan akan sampai menunggu di depan unit. “Sekarang bagaimana?” tanya Azlan ikut cemas. Ini sudah larut, tapi wartawan malah menghadang di depan pintu. “Jika di depan saja ada, aku yakin di bawah banyak lagi,” ujar Ayana. Ayana memang bukan aktris, tapi statusnya sebagai pengusaha wanita yang disegan
“Bertemu dengannya hanya akan membuat semuanya berantakan!”Firman masih berusaha mencegah Ayana bertemu Jonathan. Dia takut jika sampai Jonathan memberitahu, siapa Ayana sebenarnya.“Pa, hentikan! Papa menyakiti Ayana!” Azlan ingin menjauhkan ayahnya dari sang kakak, tapi Firman tetap memaksa Ayana untuk pergi dari sana.Deon melepas kasar tangan Firman, hingga kemudian menghardik dengan suara lantang.“Bukankah saya sudah bilang! Anda sudah tidak berhak memerintah, apalagi menyakitinya!” Deon menarik Ayana agar berdiri di belakangnya, sedangkan dia berdiri di hadapan Ayana.Firman geram tapi karena pengawal Jonathan juga ikut menghalangi, membuat pria itu tak berkutik.“Papa lebih baik pergi. Bukankah Papa tidak pernah peduli dengan apa yang aku lakukan dan apa yang terjadi kepadaku? Jadi sekarang, berhenti bersikap seolah Papa memperhatikanku.”Setelah mengatakan itu, Ayana menggandeng tangan Deon dan mengajaknya masuk lift.Azlan dan Hyuna pun ikut Ayana, disusul dengan dua pengaw
Ayana benar-benar syok. Dia sampai menatap Jonathan dengan rasa tidak percaya.“Ay.” Deon kini yang cemas karena Ayana hanya diam saat fakta tentang hasil DNA itu dibeberkan.Azlan dan Hyuna pun sangat terkejut, terutama Azlan yang tidak percaya jika kakaknya beda ayah dengan dirinya. Wajah Azlan pun pucat mengetahui Ayana tidak sedarah dengannya.Jonathan menoleh ke Ayana, melihat putrinya itu terkejut dengan tatapan tidak percaya.“Apa hasil tes DNA itu valid?”“Jadi itu alasan Anda sangat dekat dengan saudari Ayana?”Wartawan kembali melontarkan pertanyaan setelah beberapa saat syok.“Hasil tes DNA itu valid. Bahkan aku mengundang dokter yang melakukan tes datang, agar kalian bisa bertanya andai masih meragukan.” Jonathan menoleh ke Andre.Andre paham dengan isyarat dari Jonathan. Dia pun meminta orang bayaran untuk mengantar dokter yang bertanggung jawab atas tes DNA itu masuk.“Ya, aku ke sini karena memang ingin lebih dekat dengan putriku yang baru saja kutemukan,” ungkap Jonath
“Bagaimana kondisi Nona Ayana?” tanya Andre saat menemui Deon. Andre kini berani memanggil Ayana dengan sebutan ‘Nona’ setelah Jonathan mengungkap status Ayana. Deon sendiri menemui di depan apartemen. Dia tidak berani mengajak Andre masuk sebab takut Ayana melihat kemudian kembali tak bisa tenang. “Ayana baik, sekarang di kamar sedang tidur,” jawab Deon. Andre mengangguk-angguk, hingga kemudian memberikan paper bag yang dibawanya. “Tuan meminta saya memberikan ini,” kata Andre. “Terima kasih,” balas Deon menerima paper bag itu. “Oh ya, Tuan memintaku menyampaikan ke Anda, kami akan menyelidiki kemungkinan wartawan yang sudah menyebar berita skandal itu. Kami sudah mencurigai satu wartawan dan kini sedang dipantau,” ujar Andre memberikan informasi itu. Deon pun mengangguk paham. Sama halnya dengan Jonathan, Deon pun yakin jika berita yang tersebar bukanlah sebuah kebetulan. Pasti ada yang sengaja mengawasi, kemudian menyebar berita itu. “Terima kasih,” ucap Deon lagi, “katakan
“Lihat! Apa sebenarnya yang diinginkannya dengan membeberkan statusnya sebagai ayah kandung Ayana!”Firman pulang dengan amarah yang membuncah. Dia langsung mengamuk Suci yang sedang melihat siaran berita tentang klarifikasi Jonathan dan Ayana.Suci pun sama terkejutnya, tidak menyangka jika Jonathan akan membeberkan status hubungan dengan Ayana melalui media secara langsung seperti ini.“Dia sudah memberontak, sekarang akan semakin memberontak dan besar kepala karena tahu jika dia bukan anakku!” Firman meledakkan amarahnya di rumah, apalagi Suci tidak membalas ucapannya.“Jika kamu memperlakukannya baik, dia tidak akan memberontak. Bahkan saat ada pria yang mengaku sebagai ayahnya, mungkin dia pun tidak akan percaya,” ujar Suci sambil menatap Ayana yang terlihat pucat dan syok saat melihat hasil tes DNA.Firman tidak percaya Suci mengatakan itu. Dia sampai menarik tangan Suci, agar wanita itu menghadap ke arahnya.“Sejak dulu, aku sudah tahu dia akan menusukku dari belakang! Seharusn
Ayana diam di kamar setelah makan. Dia duduk sambil memandang dinding kaca yang menjadi pembatas dunia luar dengan kamarnya.“Ay.” Deon masuk dan melihat Ayana sedang melamun.Deon senang melihat Ayana tetap mau makan meski tertekan, tapi melihat sang istri melamun membuatnya sedih. Dia mendekat, lantas duduk di tepian ranjang sambil memegang telapak tangan sang istri.“Ay.” Deon memanggil dengan suara lembut.Ayana menoleh Deon, melihat suaminya menatap cemas ke arahnya.“Ya.”“Masih belum menemukan jawaban yang kamu harapkan?” tanya Deon.“Aku masih terus merasa bimbang,” jawab Ayana sambil memasang wajah sendu.Deon meraih tangan Ayana, lantas menggenggam telapak tangan sang istri dengan erat.“Jika kamu masih bimbang untuk membuat sebuah keputusan. Kenapa kamu tidak mencoba bicara saja dulu dengannya? Lantas cari tahu, alasan Jonathan baru muncul sekarang,” ujar Deon memberi solusi.Pemuda itu sendiri sebenarnya kasihan melihat Ayana yang terus tertekan dan memikirkan masalah yang
Jonathan membuang napas kasar. Dia pun tidak bisa memaksa jika Ayana memang tidak mau menerima dirinya.“Aku tahu jika memang tidak bisa memaksa kamu menerimaku. Namun, keberadaanku di sini hanya berharap bisa ikut menjagamu, mengetahui kalau--” Apa yang ingin dikatakan Jonathan terhenti karena dipotong Ayana.“Aku ragu bukan karena tidak mengakui. Tapi aku ragu karena semua orang yang mengaku sebagai keluarga, ternyata tak pernah memperlakukanku seperti keluarga.” Ayana memotong ucapan Jonathan. Dia bicara sambil menundukkan kepala.Deon dan Jonathan pun terkejut, keduanya lantas memandang Ayana yang menundukkan kepala.Deon semakin menggenggam erat telapak tangan Ayana, untuk menguatkan sang istri.“Aku hanya kecewa, kenapa diperlakukan seperti ini. Tapi sekarang aku tahu, alasan mereka menganggapku sebagai peliharaan yang dirawat untuk kepentingan mereka, ternyata aku memang bukan anaknya, hingga dia memperlakukanku seperti ini. Tapi ….” Ayana menjeda ucapannya, rasanya bibir tak s
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida