Halo, salam kenal untuk kalian yang mungkin belum kenal aku dan baru bertemu karena kisah Ayana dan Deon ini. Sebelumnya aku mau berterima kasih karena sudah membaca kisah ini sampai detik ini, bab ini. Terima kasih juga atas dukungan kalian dari yang memberi ulasan, komentar, bintang 5, sampai yang memberikan gems. Yang ada kritik dan Saran, bisa langsung tulis di komentar ya, insyaallah akan aku baca dan respon, terima kasih.
Deon melangkah mendekat ke Ayana, sedangkan wanita itu berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada.Ayana sendiri tidak bermaksud memperpanjang masalah, apalagi tadi sudah bisa tersenyum karena pesan dari Deon yang dianggapnya lucu. Namun, Ayana juga harus memberi efek jera ke suami berondongnya itu, jika ada akibat akan sebuah kesalahan yang dilakukan, terutama saat berusaha membohongi Ayana.“Apa?” tanya Ayana masih dengan ekspresi wajah datar.“Maaf, aku sudah minta maaf dari tadi tapi belum kamu maafkan,” jawab Deon mencoba memelas. Rasanya aneh saat Ayana marah seperti ini kepadanya.“Memangnya semudah itu minta maaf? Kalau kata maaf saja bisa bikin orang bersalah bebas hukuman, untuk apa dibuat kantor polisi beserta selnya? Maling cukup dimaafkan, kelar!” Ayana bicara dengan sedikit melotot, satu tangan bergerak seirama dengan nada bicaranya.Deon memasang wajah memelas, bahkan tidak tampak seperti pria dewasa yang sudah beristri. Lebih cocok disebut anak remaja sedang ter
“Bantu keringkan rambutku.”Deon menarik laptop yang sedang dipangku Ayana, lantas memberikan handuk ke tangan sang istri. Bahkan Deon langsung duduk di hadapan Ayana yang duduk di atas ranjang.Tentu saja kelakuan suaminya ini membuat Ayana sampai geleng-geleng kepala.“Kamu bisa mengeringkan rambutmu sendiri, kenapa harus memintaku mengeringkan rambut?” tanya Ayana keheranan.Deon malah melebarkan senyum mendengar pertanyaan Ayana. Tanpa menjawab pertanyaan itu malah mengambil tangan Ayana yang memegang handuk, kemudian meletakkan di kepala.“Tapi aku ingin kamu yang mengeringkan.”Ayana benar-benar tidak menyangka jika Deon akan manja seperti ini. Namun, dia pun tidak bisa menolak permintaan suaminya itu.Ayana mengubah posisinya menjadi berlutut. Dia lantas mulai mengusap rambut Deon dengan lembut untuk menyingkirkan air yang masih menggenang di rambut pemuda itu.“Ay, bagaimana kalau aku tidak dapat pekerjan lain?” tanya Deon.“Kalau begitu tidak usah bekerja sampai kamu lulus,”
“Hyuna.”Deon berjalan cepat menghampiri Hyuna yang sedang berjalan di koridor kampus menuju ke ruang dosen.Hyuna membalikkan badan ketika mendengar suara Deon. Dia pun tersenyum manis melihat pemuda itu berjalan cepat mendekat ke arahnya.“Ya, De.” Hyuna bersikap manis ketika berhadapan dengan Deon.Deon sendiri ke kampus memang karena ingin menemui Hyuna. Dia ingin mempertanyakan maksud Hyuna mendatangi Ayana.“Kenapa kamu melakukannya?” tanya Deon ke Hyuna saat sudah berdiri berhadapan.Hyuna menaikkan satu sudut alis mendengar pertanyaan Deon.“Melakukan apa?” tanya Hyuna balik.“Menemui Ayana,” jawab Deon, “kenapa kamu menemuinya, kemudian mengatakan jika aku sudah tidak bekerja di kafe karena salahnya. Apa maksudmu? Kupikir kamu menerima keputusanku, ternyata tidak.” Deon benar-benar kecewa dengan sikap Hyuna.Hyuna terkejut dengan ucapan Deon, hingga membalas tanpa menyadari posisi siapa dirinya.“Aku hanya mencemaskanmu. Yang aku sampaikan pun fakta, kenapa dia tidak terima s
Deon pergi ke alamat yang disebutkan penerima panggilan saat menghubungi Ayana. Dia sangat mencemaskan kondisi sang istri karena orang lain yang menjawab panggilan itu. Pemuda itu sudah sampai di alamat tempat Ayana berada. Dia langsung masuk setelah meminta izin satpam yang berjaga di depan. “Kamu sudah datang.” Ternyata Nabila yang menerima panggilan Deon. Deon terlihat panik. Dia melihat Ayana yang tertidur di sofa. Deon pun langsung menghampiri dan berlutut di samping sofa tempat Ayana tidur. “Ay.” Deon mencoba memanggil tapi Ayana tidak menjawab. Nabila memandang Deon yang terlihat begitu cemas. Dalam raut wajah wanita itu juga terlihat kecemasan. “Apa yang terjadi? Kenapa dia tidur di sini?” tanya Deon sambil menoleh Nabila. “Ayana minum obat tidur. Karena kebetulan kamu juga menghubungi, jadi aku bisa memintamu datang ke sini untuk membawanya pulang,” jawab Nabila. “Kenapa dia minum obat tidur?” tanya Deon yang benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi dengan istriny
Deon memandang Ayana yang hanya diam menunduk saat sarapan. Tentu saja hal itu menjadi hal yang tidak biasa untuk pemuda itu.“Ay.” Deon memanggil sambil menggenggam telapak tangan Ayana.Ayana terkejut dengan yang dilakukan Deon, bahkan membuatnya langsung menarik telapak tangan yang digenggam suaminya itu.Deon tentu saja terkejut dengan yang dilakukan Ayana, tidak biasanya Ayana bersikap seperti ini.“Ada apa, Ay? Semalam kamu mendadak tidak bisa dihubungi, lalu pagi kamu bersikap dingin. Apa aku melakukan kesalahan? Jika ya, katakan aku salah apa lagi?” tanya Deon yang tidak bisa mendiamkan begitu saja sikap Ayana sekarang ini.Ayana menggelengkan kepala sambil mengulum bibir mendengar pertanyaan Deon. Bahkan dia tidak mau menatap ke suaminya itu.“Lalu kenapa kamu mendiamkanku? Kenapa kamu bersikap dingin kepadaku?” tanya Deon penasaran.Ayana menggeleng dan menarik napas dalam-dalam sebelum mengembuskan perlahan, lantas dia pun menjawab, “Aku hanya lelah, De.”“Kalau begitu bica
Ayana pergi ke kantor Firman, tentu saja untuk menanyakan bukti-bukti yang baru diketahuinya kemarin. Dia berjalan dengan cepat, bahkan beberapa staff ayahnya yang menyapa pun diabaikan Ayana.Ayana menerobos masuk ruang kerja sang papa. Mengabaikan sekretaris sang ayah yang sempat mencegah. Dia mendorong kasar pintu ruang itu, membuat Firman yang baru saja akan mulai bekerja terkejut dibuatnya.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu? Meski aku ayahmu, tapi ini bukan rumah.” Firman masih kesal ke Ayana karena pertengkaran mereka tempo hari.Ayana tidak menjawab pertanyaan sang ayah. Dia memilih berjalan menghampiri meja sang ayah dengan ekspresi wajah penuh amarah dan rasa kesal.Firman menatap Ayana yang seperti siap meledak. Dia merasa tidak melakukan kesalahan, tapi sang putri datang dengan cara yang tidak sopan.“Katakan kepadaku, siapa nama orang yang dulu aku tabrak!” Ayana langsung melontarkan pertanyaan itu begitu berdiri di depan meja sang papa.Firman sangat terke
Ayana pulang saat malam hari. Kondisinya tampak baik, tapi tentu saja tidak baik secara mental. Dia sengaja pulang malam agar tidak berinteraksi dengan Deon, tapi ternyata tetap saja berhadapan dengan pemuda itu.“Kamu baru pulang? Mau makan sesuatu, biar aku siapkan.” Deon menyambut Ayana dengan senyum hangat.Ayana menatap Deon yang selalu bersikap manis dan perhatian kepadanya, membuat hatinya semakin teriris dan sakit, menumpuk rasa bersalah yang menggunung di dada.“Aku capek, ingin tidur.” Ayana berjalan ke kamar dan mengabaikan Deon yang menyambutnya.Deon bergeming melihat sikap tak acuh Ayana. Dia memandang wanita itu berjalan, hingga menyadari jika Ayana berjalan sedikit pincang.Ayana masuk kamar dan langsung mandi. Sekali lagi menangis di bawah guyuran air shower meratapi nasib hidupnya.Baru saja dia mencintai dan menemukan pria yang sangat menyayanginya, tapi kebahagiaannya dipatahkan oleh fakta akan masa lalu yang menyakitkan.Ayana ingin memberitahukan ke Deon, tetapi
Sudah beberapa hari semenjak Ayana mengetahui tentang fakta menyakitkan yang membuatnya terus merasa bersalah. Dia terus menghindari Deon, pergi setelah sarapan dan pulang saat hampir tengah malam.Deon sendiri merasa bingung, tapi terus berusaha berpikir positif dan menebak jika Ayana memang sedang banyak beban pikiran di perusahaan. Dia tidak ingin bersikap egois dengan memaksa Ayana bicara kepadanya.“Apa kamu akan terus menghindari suamimu seperti ini? Lambat laun dia akan tahu, entah darimu atau dari orang lain. Jika nanti dia tahu dari orang lain, aku yakin kekecewaannya akan semakin besar, Ay.” Nabila mencoba menasihati setelah mendengar keluh-kesah Ayana.Nabila tahu jika semua ini sangat berat untuk Ayana, tapi ini adalah yang terbaik, jujur bagaimanapun nanti tanggapan Deon.Ayana mengusap kasar wajahnya. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Dia takut kehilangan pemuda itu, tapi juga merasa bersalah jika bersama dengan sebuah kebohongan.“Aku benar-benar tidak bisa me