90% Gula, 10% Bawang, kan? Aku kagak bohong, kalian suka suudzon, wkwkkkwkwkw
“Kondisimu sudah membaik, kan? Papa sangat cemas saat mendengar kabar kamu hampir terkena tusuk.”Jonathan yang sebelumnya ingin pergi ke luar kota, mengurungkan jadwal kepergiannya karena mendengar kabar soal Ayana.“Sudah membaik, Pa. Hanya saja tadi memang harus mendapat transfusi darah balik karena kondisiku menurun. Tapi sekarang sudah tidak apa-apa,” ujar Ayana menjelaskan saat Jonathan menemuinya di ruang inap Azlan.Jonathan sangat lega, saat perjalanan menuju rumah sakit, dia tak berhenti memikirkan kondisi Ayana. Kini dia bisa bernapas begitu lega.“Lalu bagaimana dengan pelakunya?” tanya Jonathan sambil mengusap rambut Ayana.“Pelakunya sudah ditangkap dan akan menjalani proses yang berlanjut. Dia ingin mencelakaiku karena kesal, sebab tak bisa memiliki pria yang dulu jadi mantan tunanganku,” ujar Ayana menjelaskan ketika menjawab pertanyaan Jonathan.Jonathan mengerutkan alis mendengar jawaban Ayana. Dia sedikit tak paham dengan apa yang dimaksud putrinya.“Jadi, polisi me
“Sudah, aku sudah kenyang.”Azlan menolak Hyuna yang ingin menyuapinya lagi.“Makan! Kamu ini masih sakit, harus makan banyak biar cepat pulih!” Hyuna tetap memaksa meski Azlan menolak.“Kalau rajin minum obat, aku yakin akan cepat pulih,” elak Azlan agar tidak terus disuapi.“Alasan saja! Pokoknya ini harus habis!” Hyuna tetap memaksa meski Azlan menolak.Azlan sudah bisa bangun dan duduk setelah sehari dirawat pasca operasi. Hyuna sendiri terus menemani Azlan di rumah sakit, memastikan perkembangan kondisi kesehatan Azlan agar cepat pulih.Azlan terpaksa membuka mulut agar Hyuna bisa menyuapi, daripada kekasihnya itu terus mengomel.Ayana dan Deon menahan tawa, tidak menyangka jika Azlan akan takut dan kalah dari Hyuna.“Kalau kalian menikah, sudah bisa dipastikan Azlan akan kalah dari Hyuna,” ujar Deon meledek Azlan.“Enak saja, mana ada suami takut istri,” sanggah Azlan tak mau kalah.“Apa? Apa kamu bilang? Maksudmu nanti, kamu mau berkuasa melawan aku, gitu?” Hyuna langsung membe
“Hari ini Azlan keluar dari rumah sakit. Aku ingin menjemputnya juga,” ujar Ayana sambil mengeringkan rambutnya.Deon yang baru saja berganti pakaian pun mendekat ke Ayana, kemudian mengambil pengering rambut dari tangan istrinya itu. Dia mulai membantu Ayana mengeringkan rambut.Selama beberapa hari ini, Firman tak datang ke rumah sakit untuk menjaga Azlan, tidak ada yang tahu apa alasan pria itu tak peduli, yang jelas bagi Ayana dan Azlan, Firman sedang memberi kesempatan mereka untuk bebas.“Jadi, keputusan Azlan sudah final?” tanya Deon sambil menggerakkan hair dryer di atas rambut Ayana.“Ya, aku menghormati apa pun keputusannya,” jawab Ayana, “lagi pula, aku merasa jika sekarang Azlan sudah lebih dewasa. Bisa membuat keputusan berdasarkan apa yang benar-benar dibutuhkan, juga apa yang diinginkan. Aku pun berharap dia mau berusaha dan tidak bertanggung ke orang lain lagi,” ujar Ayana kemudian.“Hm … sudah sepatutnya dia lebih dewasa. Semoga setelah ini, semua berjalan dengan baik
“Tuan.”Pembantu rumah Firman memanggil majikannya itu setelah sebelumnya mengetuk pintu ruang kerja Firman.Firman yang sedang duduk di meja kerjanya setelah pulang dari kantor pun langsung memandang ke arah pembantunya.“Ada apa?” tanya Firman.“Itu, Tuan Azlan dan Nona Ayana di depan.”Firman langsung berdiri begitu mendengar nama kedua anaknya disebut.“Mereka pulang?” tanya Firman setengah tak percaya.Pembantu mengangguk dengan ekspresi bahagia.Firman bergegas keluar untuk menemui Ayana dan Azlan. Terlepas dari maksud keduanya datang, Firman hanya senang karena keduanya mau menginjakkan kaki di rumah itu lagi.Di ruang tamu. Ayana dan yang lain duduk menunggu Firman keluar dari rumah.Ayana mengedarkan pandangan, memperhatikan seluruh ruangan yang masih sama seperti dulu. Dia sudah lama tak menginjakkan kaki di sana setelah perseteruannya dengan sang papa, kini dia kembali dan melihat semua masih pada tempatnya.Firman ke ruang tamu, melihat Ayana dan Azlan yang duduk di sana.
Azlan dan Ayana sangat terkejut karena Firman sampai menangis. Mereka tidak pernah membayangkan, bahkan menduga jika pria itu bisa menangis di hadapan mereka.Azlan bangun meski pelan-pelan karena lukanya yang belum sembuh sempurna. Dia kemudian mendekat ke Firman, lantas menepuk pelan punggung ayahnya itu.“Kami memaafkan asal Papa benar-benar mau berubah,” ucap Azlan sambil mengusap secara konstan punggung Firman.Firman tak bisa berkata-kata, hanya bisa menganggukkan kepala sambil masih menyembunyikan wajahnya.Ayana sendiri merasa lega, setidaknya dia tak harus berseteru dengan pria yang sudah mendidiknya meski dengan cara keras.“Papa berterima kasih kalian mau memaafkan,” ujar pria itu setelah sedikit tenang. Dia mengusap air mata yang sempat menetas, lantas memberanikan diri memandang Azlan dan Ayana secara bergantian.Ayana hanya mengangguk membalas ucapan Firman. Dia paham jika tak mudah untuk Firman meminta maaf, sehingga ucapan Firman saat ini begitu berarti.“Berarti kamu
“Berkas ini sudah aku pilah, kamu tinggal cek apa sudah benar atau belum.”Deon memberikan beberapa stopmap berisi berkas laporan proyek yang sedang ditangani perusahaan Ayana, termasuk proyek sekolah milik Jonathan.“Terima kasih,” ucap Ayana yang merasa terbantu punya dua asisten.Ayana mengecek berkas yang diberikan Deon. Ini sudah satu bulan semenjak hubungan dengan ayahnya membaik. Ayana bersyukur karena dalam kondisi hamil tak perlu lagi cemas akan perselisihan dengan ayahnya.Deon menatap wajah Ayana yang terlihat berseri, bahkan tampak tak memiliki beban meski banyak sekali pekerjaan yang harus ditangani.Saat masih menunggu Ayana mengecek, ponsel Deon berdering hingga membuat Ayana memandang pemuda itu.“Siapa yang menghubungi?” tanya Ayana. “Gery,” jawab Deon, “aku jawab bentar,” ucapnya lagi karena berpikir jika Gery mungkin saja membutuhkan sesuatu di kafe.Ayana hanya mengangguk menanggapi ucapan Deon, hingga kemudian kembali mengecek berkasnya.“Halo.” Deon menjawab pan
“Apa? Mau apa?” Gery begitu syok mendengar ucapan Shirly.Ibu Gery gemas karena anaknya malah terkejut seperti itu. Dia bahkan sampai memukul lengan Gery dengan keras.“Ini mau lahiran, malah tanya lagi. Itu udah kesakitan, bawa ke rumah sakit!” amuk ibu Gery yang tidak habis pikir dengan keterkejutan anaknya yang berlebihan.Deon sendiri sudah berdiri, lantas memegang tangan Shirly untuk mengajaknya berdiri.“Kita ke rumah sakit,” kata Deon memapah Shirly.“Biar aku temani ke rumah sakit,” ujar Gery sambil berniat ikut memapah Shirly.“Eh, ga usah. Kamu lagi kerja, tanggung jawab buat kerja. Biar ibu yang temani, lagi pula ibu lebih pengalaman.” Wanita itu mendorong Gery mundur agar menjauh dari Shirly.Deon hanya menghela napas melihat tingkah ibu dan anak itu, lantas melihat Shirly yang sudah kesakitan.“Ger, kamu jaga kafe. Nanti tutup lebih awal saja.” Akhirnya Deon memberi keputusan.Deon membawa Shirly ke rumah sakit dibantu ibu Gery.“Jangan mengejan dulu, nunggu sampai rumah
“Manis sekali.”Ayana datang setelah menerima kabar jika Shirly sudah melahirkan dengan selamat. Bahkan bayinya pun sehat dan sangat tampan.Shirly melihat Ayana yang sedang menggendong bayinya, di sana pun masih ada ibu Gery yang membantu mengurus bayinya.“Mau kamu kasih nama siapa?” tanya Ayana ke Shirly.“Aku belum tahu, belum kepikiran mau kasih nama siapa,” jawab Shirly yang memang bingung dan belum menyiapkan nama untuk putranya.“Bagaimana bisa kamu belum menyiapkan nama untuk anakmu sendiri. Meski kehadirannya tidak kamu inginkan, tetap saja kamu harus bersemangat mencari nama untuk anakmu,” ujar ibu Gery meski ucapannya sedikit keras, tapi apa yang dikatakannya benar.Shirly tersenyum mendengar ucapan wanita itu, hingga kemudian berpikir untuk memberikan nama ke sang putra.Ayana pun menunggu. Dia masih menimang bayi itu meski perutnya juga sudah besar.“Aryan, hanya itu nama yang terpikirkan,” ucap Shirly.“Aryan, nama yang bagus, sangat sesuai dengannya,” balas Ayana.Shir