Ayana penasaran dengan apa yang dibeli Azlan untuk Ansel, dia pun meminta Deon untuk membuka kotak hadiah itu. Begitu kota itu dibuka, terlihat banyak sekali barang-barang keperluan bayi. Dari pakaian, sepatu, mainan, kasur bayi, juga barang lainnya. “Ya Tuhan, kenapa kamu beli barang sebanyak ini?” Ayana geleng-geleng kepala dengan kelakuan sang adik. “Aku tidak tahu, mana yang kira-kira dibutuhkan. Jadi karena aku belum sekaya uncle Alex, jadi kuberi yang sanggup kubeli.” Ayana memegangi kening mendengar ucapan Azlan dari seberang panggilan, tapi meski begitu tak mungkin bisa marah ke sang adik karena sudah berniat baik memberi hadiah. “Baiklah, terima kasih atas perhatianmu. Tapi sudah cukup tidak usah membelikan lagi, ini sudah cukup banyak untuk stok Ansel selama beberapa bulan. Bahkan pakaiannya masih bisa dipakai sampai dia umur setahun.” Ayana memperhatikan banyaknya baju bayi segala ukuran. “Kamu senang dengan hadiahnya?” tanya Azlan dari seberang panggilan. Ayana ingi
“Tidak usah, bawa kamu saja.”“Tidak, Bu. Ini memang tidak banyak, tapi aku benar ikhlas ngasih ini.”Satria memberikan beberapa lembar uang untuk Mita. Dia memang berniat memberi sedikit penghasilannya untuk sang ibu.“Kamu simpan saja, Sat. Ibu beneran sudah cukup, ini bisa buat kamu bayar kontrakan sama makan,” ujar Mita menolak.Bukannya Mita tak mau menerima pemberian sang putra, hanya saja Mita memikirkan nasib anaknya itu. Satria mau berubah saja sudah membuat Mita senang, tak ada keinginan selain melihat anak-anaknya hidup dengan baik.“Kumohon, Bu. Aku tidak pernah memberi Ibu, anggap ini balasan atas segala kesempatan dan kebaikan Ibu selama ini,” ujar Satria memaksa.Deon melihat Satria dan Mita. Dia yang awalnya mengira Satria menyusahkan serta meminta uang lagi dari Mita, kini tahu jika Satria memang sudah berubah.Mita awalnya ingin menolak, tapi karena Satria terus memaksa, akhirnya dia mengambil uang itu.“Baiklah, ibu terima. Tapi kalau kamu butuh bantuan Ibu, bilang
“Bu.” Deon baru saja pulang dari kantor. Dia langsung menemui Mita yang ada di dapur. Mita sendiri memang di sana saat sore. Dia memasak untuk Ayana, meski sudah dilarang agar tak perlu memasak tapi wanita itu memaksa. “Kamu baru pulang?” tanya Mita sambil sibuk meracik bahan yang akan dimasak bersama pembantu rumah itu. “Iya,” jawab Deon, “Bu, bisa bicara bentar?” tanya Deon kemudian. Mita menoleh Deon, hingga melihat putranya itu menatap serius. “Mau bicara apa?” tanya Mita sedikit panik dan cemas. Deon tersenyum lantas mengajak sang ibu bicara di luar karena tidak enak jika dilihat pembantu. Mita sendiri cemas karena tak biasanya Deon mengajak bicara seperti ini. “Apa ada masalah?” tanya Mita saat keduanya sudah berada di luar. Dia menatap cemas dengan sikap Deon. “Bu, aku mau tanya. Tapi tolong jawab dengan jujur,” kata Deon. Mita semakin terlihat panik. Dia pun mengangguk mengiakan saja. “Ibu memberikan cincin satu-satunya Ibu untuk Satria?” tanya Deon hati-hati. Mit
“Tunggu! Azlan kenapa?” tanya Firman yang malah bingung dengan ucapan Suci. Suci melotot mendengar pertanyaan Firman, hingga langsung memukul lengan mantan suaminya itu. “Kamu ini bagaimana? Anak sakit sampai telepon katanya pengen ketemu ibunya, tapi kamu yang serumah malah tidak tahu?” Suci langsung marah mengetahui Firman tidak tahu kalau Azlan sakit. “Lah, tadi pagi dia masih baik-baik saja,” ujar Firman membela diri. “Baik apanya? Kamu ini memang tidak becus merawat anak! Baru juga ditinggal dua minggu balik ke rumah, tapi sekarang anakku sudah terlantar.” Suci mengomel-ngomel sendiri. Wanita itu pun memilih berjalan ke rumah mengabaikan Firman yang masih kebingungan karena terkena amuk. “Siapa yang menelantarkan? Dia baik-baik saja!” Firman masih bingung dengan apa yang terjadi. Dia pun mengejar Suci yang sudah masuk rumah lebih dulu. Suci berjalan menuju kamar Azlan untuk melihat kondisi putranya itu. Dia mendapat panggilan dari Azlan pagi ini yang mengatakan jika sedang
“Ma, apa Mama tidak bisa tinggal di sini? Mungkin lebih lama, sebulan atau dua bulan?” tanya Azlan saat makan ditemani Suci.Suci sedang akan meletakkan lauk di piring Azlan saat mendengar ucapan putranya itu. Dia pun memandang Azlan, tapi kemudian hanya membalasnya dengan senyuman.“Kenapa harus tinggal di sini lama?” tanya Suci balik, lantas kembali duduk sambil memandang putranya itu.“Ya, agar ada yang sering-sering memasak makanan enak. Juga ada yang menemaniku. Kalau hanya dengan Papa, dia membosankan karena banyak kerja,” jawab Azlan yang sangat jarang duduk berdua dengan ayahnya.Suci tersenyum masam mendengar jawaban Azlan, hingga kemudian membalas, “Setelah sembuh nanti, kamu juga akan sibuk kerja, lalu mama di rumah suruh apa? Melamun?”“Sudah jangan minta aneh-aneh, yang terpenting sekarang kamu makan yang banyak agar cepat sembuh,” ucap Suci pada akhirnya.Azlan terlihat kecewa mendengar balasan Suci. Dia pun makan meski dengan ekspresi wajah masam.“Mama benar-benar tak
“Lihat siapa yang datang.” Ayana terlihat senang melihat kedatangan Suci. Ayana sedang menggendong Ansel ketika Suci masuk rumah. “Mana cucu oma yang tampan.” Suci meletakkan tas di sofa, lantas mengambil alih Ansel dari gendongan Ayana. “Kamu tambah menggemaskan, hm ….” Suci terlihat begitu senang bisa menggendong kembali cucunya itu setelah berpisah 2 minggu. “Mama datang kapan?” tanya Ayana. “Kemarin,” jawab Suci sambil menimang Ansel. “Kemarin? Kenapa tidak langsung ke sini?” tanya Ayana lagi. Suci menatap Ayana sambil tersenyum, kemudian menjawab, “Kemarin adikmu sakit, jadi mama ke sana untuk mengurusnya. Pagi ini dia sudah baik-baik saja, makanya mama main ke sini setelah dia berangkat bekerja.” Ayana mengerutkan alis, sedang berpikir keras karena merasa kemarin Azlan baik-baik saja sebab adiknya itu masih video call dari tempat kerja, hanya untuk bisa melihat Ansel. “Kamu belum mulai kerja?” tanya Suci ketika Ayana sedang melamun. Ayana tersadar dari lamunan, lantas
“Mama memutuskan untuk tak tinggal di luar kota lagi karena ingin bisa dekat dengan kita,” ucap Ayana menyampaikan rasa bahagianya itu ke sang suami. “Benarkah?” Deon langsung menatap Ayana dengan rasa tak percaya. Ayana mengangguk sambil menyelimuti Ansel yang tidur. Dia lantas menoleh Deon yang memang baru saja pulang. “Aku awalnya terkejut Mama bilang seperti itu, tapi tentunya juga senang karena akhirnya Mama tidak memilih menjauh dari kami,” ujar Ayana sambil melepas dasi suaminya itu. “Ya, itu berita bagus. Setidaknya kita bisa memantau satu sama lain. Jika Mama memiliki kesulitan apa pun, kita juga tahu karena dekat,” balas Deon sambil mengusap rambut Ayana. Ayana mengangguk-angguk, lantas menatap Deon dengan senyum lebar. “Mama bilang mau bantu ngurus Ansel kalau aku kerja. Dia menyesal tidak bisa mengurus aku atau Azlan saat kecil, sekarang dia ingin mengurus anak kita, termasuk nanti anak Azlan,” ujar Ayana lagi. “Iya, tapi yang terpenting jangan sampai memberikan beb
“Maaf ya Ma, kalau merepotkan,” ucap Ayana saat akan menitipkan Ansel ke Suci.“Tidak apa, mama juga senang karena kamu mau menitipkan Ansel ke mama. Kalian senang-senang aja, tidak usah cemas memikirkan Ansel,” balas Suci.Suci memang diminta datang ke rumah Jonathan untuk membantu menjaga Ansel. Malam ini Ayana dan Deon hendak pergi ke acara makan malam yang diadakan Nabila.“Ya sudah, Ma. Kami pergi dulu, tapi kalau ada apa-apa, tolong segera hubungi, ya.” Ayana mencium Ansel dulu sebelum pergi.Suci pun mengangguk lantas mengantar sampai depan pintu kamar Ansel ketika Ayana dan Deon yang pergi. Dia akan menjaga Ansel di rumah itu sampai putrinya itu kembali.Suci hendak masuk kamar Ansel, tapi melihat Jonathan yang baru saja menuruni anak tangga.“Ayana dan Deon sudah pergi?” tanya Jonathan saat melihat Suci.“Ya, baru saja,” jawab Suci sambil menunjuk ke arah luar.Jonathan mengangguk kemudian melongok ke kamar.“Ansel tidur?” tanya Jonathan lai.“Ya, tadi sudah disusui Ayana seb