“Ma, apa Mama tidak bisa tinggal di sini? Mungkin lebih lama, sebulan atau dua bulan?” tanya Azlan saat makan ditemani Suci.Suci sedang akan meletakkan lauk di piring Azlan saat mendengar ucapan putranya itu. Dia pun memandang Azlan, tapi kemudian hanya membalasnya dengan senyuman.“Kenapa harus tinggal di sini lama?” tanya Suci balik, lantas kembali duduk sambil memandang putranya itu.“Ya, agar ada yang sering-sering memasak makanan enak. Juga ada yang menemaniku. Kalau hanya dengan Papa, dia membosankan karena banyak kerja,” jawab Azlan yang sangat jarang duduk berdua dengan ayahnya.Suci tersenyum masam mendengar jawaban Azlan, hingga kemudian membalas, “Setelah sembuh nanti, kamu juga akan sibuk kerja, lalu mama di rumah suruh apa? Melamun?”“Sudah jangan minta aneh-aneh, yang terpenting sekarang kamu makan yang banyak agar cepat sembuh,” ucap Suci pada akhirnya.Azlan terlihat kecewa mendengar balasan Suci. Dia pun makan meski dengan ekspresi wajah masam.“Mama benar-benar tak
“Lihat siapa yang datang.” Ayana terlihat senang melihat kedatangan Suci. Ayana sedang menggendong Ansel ketika Suci masuk rumah. “Mana cucu oma yang tampan.” Suci meletakkan tas di sofa, lantas mengambil alih Ansel dari gendongan Ayana. “Kamu tambah menggemaskan, hm ….” Suci terlihat begitu senang bisa menggendong kembali cucunya itu setelah berpisah 2 minggu. “Mama datang kapan?” tanya Ayana. “Kemarin,” jawab Suci sambil menimang Ansel. “Kemarin? Kenapa tidak langsung ke sini?” tanya Ayana lagi. Suci menatap Ayana sambil tersenyum, kemudian menjawab, “Kemarin adikmu sakit, jadi mama ke sana untuk mengurusnya. Pagi ini dia sudah baik-baik saja, makanya mama main ke sini setelah dia berangkat bekerja.” Ayana mengerutkan alis, sedang berpikir keras karena merasa kemarin Azlan baik-baik saja sebab adiknya itu masih video call dari tempat kerja, hanya untuk bisa melihat Ansel. “Kamu belum mulai kerja?” tanya Suci ketika Ayana sedang melamun. Ayana tersadar dari lamunan, lantas
“Mama memutuskan untuk tak tinggal di luar kota lagi karena ingin bisa dekat dengan kita,” ucap Ayana menyampaikan rasa bahagianya itu ke sang suami. “Benarkah?” Deon langsung menatap Ayana dengan rasa tak percaya. Ayana mengangguk sambil menyelimuti Ansel yang tidur. Dia lantas menoleh Deon yang memang baru saja pulang. “Aku awalnya terkejut Mama bilang seperti itu, tapi tentunya juga senang karena akhirnya Mama tidak memilih menjauh dari kami,” ujar Ayana sambil melepas dasi suaminya itu. “Ya, itu berita bagus. Setidaknya kita bisa memantau satu sama lain. Jika Mama memiliki kesulitan apa pun, kita juga tahu karena dekat,” balas Deon sambil mengusap rambut Ayana. Ayana mengangguk-angguk, lantas menatap Deon dengan senyum lebar. “Mama bilang mau bantu ngurus Ansel kalau aku kerja. Dia menyesal tidak bisa mengurus aku atau Azlan saat kecil, sekarang dia ingin mengurus anak kita, termasuk nanti anak Azlan,” ujar Ayana lagi. “Iya, tapi yang terpenting jangan sampai memberikan beb
“Maaf ya Ma, kalau merepotkan,” ucap Ayana saat akan menitipkan Ansel ke Suci.“Tidak apa, mama juga senang karena kamu mau menitipkan Ansel ke mama. Kalian senang-senang aja, tidak usah cemas memikirkan Ansel,” balas Suci.Suci memang diminta datang ke rumah Jonathan untuk membantu menjaga Ansel. Malam ini Ayana dan Deon hendak pergi ke acara makan malam yang diadakan Nabila.“Ya sudah, Ma. Kami pergi dulu, tapi kalau ada apa-apa, tolong segera hubungi, ya.” Ayana mencium Ansel dulu sebelum pergi.Suci pun mengangguk lantas mengantar sampai depan pintu kamar Ansel ketika Ayana dan Deon yang pergi. Dia akan menjaga Ansel di rumah itu sampai putrinya itu kembali.Suci hendak masuk kamar Ansel, tapi melihat Jonathan yang baru saja menuruni anak tangga.“Ayana dan Deon sudah pergi?” tanya Jonathan saat melihat Suci.“Ya, baru saja,” jawab Suci sambil menunjuk ke arah luar.Jonathan mengangguk kemudian melongok ke kamar.“Ansel tidur?” tanya Jonathan lai.“Ya, tadi sudah disusui Ayana seb
“Ada apa, De?” Ayana sangat terkejut saat Deon datang dan langsung mengajaknya pergi.“Maaf, kami pulang dulu karena ada masalah di rumah,” ucap Deon ke Nabila tanpa menjawab pertanyaan Ayana.Deon bahkan langsung menarik tangan Ayana.Ayana bingung dengan yang terjadi, juga masalah apa yang dimaksud suaminya itu, tapi dia pun tetap mengikuti ucapan Deon. Ayana akhirnya berdiri dan meminta maaf ke Nabila sebelum akhirnya pergi bersama Deon.Saat mereka akan keluar dari ruangan. Deon dan Ayana berpapasan dengan suami Nabila yang terlihat panik.“Kalian mau pergi?” tanya pria itu.Deon hanya memberikan tatapan tajam dengan rasa tak senang, lantas mengajak Ayana pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan suami Nabila.Pria itu sedikit was-was karena Deon pergi begitu saja, bahkan takut jika sampai menceritakan yang terjadi ke istrinya. Namun, melihat Nabila yang tidak marah, membuat pria itu yakin Deon tidak menceritakan apa yang baru saja dilihat.“Kenapa mereka pulang lebih dulu?” tan
“Masih memikirkan masalah semalam?” tanya Ayana sambil mengikat dasi Deon. Deon langsung menatap Ayana, hingga kemudian menggelengkan kepala. “Tidak.” “Aku malah cemas kalau kamu berpikir aku seperti itu. Kuharap kamu tidak menyamakanku dengan pria itu karena ceritaku semalam, Ay.” Ketimbang dari merasa malu karena perbuatan suami Nabila, Deon malah lebih cemas jika Ayana berpikir dirinya akan sama seperti pria itu yang tega berselingkuh ketika istrinya tak bisa melayani. Ayana cukup terkejut mendengar ucapan Deon, hingga kemudian tersenyum sambil mengangsurkan jari di permukaan dasi suaminya itu. “Mana mungkin aku berpikir seperti itu, De. Aku percaya kepadamu. Andai kamu ingin melakukan itu, pasti sudah kamu lakukan sejak lama juga tidak mungkin kamu bicara demikian, kan.” Ayana mengungkap apa yang ada di pikirannya. Deon memulas senyum mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian mengecup lembut kening istrinya itu. “Hm … aku lega kamu mengatakan itu, Ay.” Deon mengusap lembut pip
“Kebetulan sekali. Apa aku bisa bicara denganmu.”Deon menatap tak senang ke pria itu, sedangkan Kyle bingung karena suami sahabatnya itu ingin bicara dengan Deon.“Apa ada masalah?” tanya Kyle berbisik.Deon tak menjawab pertanyaan Kyle, tatapannya masih tertuju tak senang ke Dafa—suami Nabila.“Kamu ke kantin dulu, Kyle. Aku akan bicara dengannya lebih dulu,” ucap Deon karena yakin tujuan pria itu ke sana bukan karena iseng semata.Kyle mengangguk mendengar ucapan Deon. Dia menyapa Dafa karena tentunya mengenal pria itu, sebelum akhirnya meninggalkan Deon.“Kita bicara di kafetaria,” ajak Deon kemudian berjalan lebih dulu.Dafa mengikuti langkah Deon, mereka akhirnya duduk di kafetaria.Deon duduk sambil melipat kedua tangan, menunggu pria itu menyampaikan maksud kedatangan menemuinya.“Kamu tahu aku dan Nabila sudah menikah sangat lama, bahkan kami memiliki seorang putri berumur 4 tahun. Kamu tidak akan memberitahunya soal kejadian semalam, kan?”Ternyata Dafa mendatangi Deon karen
“Ay, bagaimana bisa kamu mengatakan seperti itu?”Nabila menaap Ayana dengan rasa tak percaya.“Na, aku tidak bohong. Aku mengatakan ini karena menyayangimu,” ujar Ayana meyakinkan.Ayana sudah menceritakan apa yang dilakukan Dafa di belakang Nabila.Nabila membuang napas kasar dengan mulut. Bahkan menggelengkan kepala pelan.“Dafa tidak mungkin seperti itu, Ay. Kamu tahu bagaimana dia sangat menyayangiku. Kamu kenal kami tidak hanya sehari dua hari, bagaimana bisa kamu berkata dia seperti itu.” Nabila benar-benar tak percaya dengan ucapan Ayana.“Na, aku pun awalnya aku pun tak percaya, tapi buktinya sudah ada. Aku mengatakan ini karena sayang kepadamu, aku tidak bisa membiarkanmu dipermainkan seperti ini,” ujar Ayana menjelaskan agar Nabila tak salah paham dengan maksudnya.Nabila menatap kecewa ke Ayana, tentu saja masih tak percaya dengan yang dikatakan oleh sahabatnya itu.“Aku butuh waktu berpikir, Ay.” Nabila mengambil tasnya, lantas berdiri untuk pergi.“Na, aku bicara begini
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida