Nabila menatap Ayana dengan dahi berkerut halus. Dia bingung karena Ayana datang ke rumahnya pagi-pagi di saat dia sedang menyiapkan kebutuhan suaminya yang hendak bekerja.Sekarang setelah Nabila duduk dan bertanya apa yang terjadi. Ayana malah berbaring sambil menyandarkan kepala di sandara sofa, tatapan wanita itu tertuju ke langit-langit ruang tamu di rumah Nabila.“Kamu ini sebenarnya kenapa sih, Ay?” tanya Nabila bingung.Ayana menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan.Nabila merasa aneh melihat Ayana, hingga kemudian menebak sendiri. “Kamu sedang ada masalah?”Ayana menoleh Nabila, lantas bangun dan duduk berhadapan dengan sahabatnya itu. Dia akhirnya bicara setelah cukup lama diam.“Sepertinya aku butuh psikiater,” ucap Ayana sambil menatap Nabila.Nabila mengerutkan alis mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian berkata, “Kalau kamu butuh psikiater, kenapa malah ke sini?”Kedua pundak Ayana merosot, hingga kemudian mengambil bantal sofa dan memeluknya, bahkan meletak
“Sialan!”Rey mengumpat kesal. Dia membanting stopmap yang baru saja dipegangnya. Rey frustasi karena kesekian kalinya berkas pengajuan kerjasama ditolak oleh kliennya.“Sekarang bagaimana?” tanya Abigail yang berada di ruangan itu dan melihat Rey begitu kesal.“Apanya bagaimana? Ini sudah kontrak kerjasama kelima yang ditolak minggu ini. Ini semua imbas dari gagalnya pernikahanku dengan Ayana,” geram Rey. Dia seharusnya menyadari konsekuensi yang akan didapat jika sampai gagal menikah dengan Ayana, tapi nafsunya lebih besar hingga membawanya ke lubang masalah.Abigail pun tidak bisa apa-apa. Sudah hampir dua minggu semenjak Rey gagal menikah dengan Ayana, pria itu mudah marah dan sering membentak.“Semua ini juga karenamu!” amuk Rey kini menyalahkan Abigail.Abigail sangat terkejut mendengar amukan Rey.“Kenapa aku yang disalahkan?” tanya Abigail tidak terima.“Ya, kalau kamu tidak datang ke kamar ganti dan merajuk, aku tidak perlu merayumu! Kemungkinan Ayana pun tidak akan tahu deng
Deon masih di apartemen ketika mendapat informasi tentang perkembangan kasus penyebar berita tentangnya dan Ayana. Pihak kampus juga memberitahu siapa yang menyebar berita itu dan informasi itu juga sudah diteruskan ke Ayana. Dia juga diberitahu jika masa skorsing dicabut dan bisa megikuti kelas seperti biasa setelah melapor.“Di mana dia?” Deon bertanya-tanya karena Ayana tidak menjawab panggilannya.Deon berusaha menghubungi Ayana, tapi istrinya itu tidak menjawab panggilannya, membuat Deon cemas karena takut jika Ayana melakukan hal tak terduga setelah mengetahui siapa pelakunya.Deon pun menyambar jaket, berniat mencari Ayana di perusahaan. Dia tidak akan bisa tenang sampai menemukan Ayana dan bicara dengan wanita itu.Deon pergi menggunakan taksi. Dia sampai di perusahaan dan bertemu dengan satpam.“Bu Ayana belum terlihat datang sejak pagi,” kata satpam yang tempo hari mengira Deon kurir.“Belum datang? Tapi dia pamit ke kantor sejak pagi tadi,” ucap Deon semakin panik. Entah ke
Ayana mengamati jalan yang dilewati. Melihat ke mana Deon membawanya hingga dahi berkerut halus.“De, kita mau ke mana?” tanya Ayana dengan ekspresi bingung meski bisa menebak. Dia menoleh ke Deon yang sedang menyetir.“Ke tempat yang bisa membuatmu senang. Tempat yang bisa membuatmu senang dan sejenak melupakan masalahmu,” jawab Deon sambil terus menyetir. Dia menoleh sekilas ke Ayana, sebelum kembali fokus ke jalanan.Deon tahu jika penyebar berita adalah ketua penyiaran, tapi tidak tahu jika ketua penyiaran adalah sepupu Rey, hingga Deon pun tidak tahu jika mantan tunangan Ayana itu yang sebenarnya menjadi dalang dari masalah yang terjadi.Ayana masih diam duduk di samping Deon. Hingga mobil yang dikemudikan pemuda itu masuk ke gerbang sebuah parkiran. Tebakan Ayana tidak salah, Deon mengajaknya pergi ke taman bermain.“Kenapa kita ke taman bermain?” tanya Ayana keheranan.Deon sudah memarkirkan mobil dengan benar. Kini menoleh Ayana sambil melepas seatbelt.“Di sini ada arena berm
Deon pergi membeli es krim. Dia harus mengantri karena banyak antrian di stand itu. Hingga saat sedang menunggu jatah antrian, ada dua gadis yang mendekat ke arah Deon sambil terlihat malu-malu.“Kakak, tidak kusangka bisa bertemu denganmu di sini,” ucap salah satu gadis ketika menyapa.Deon menoleh dan melihat dua gadis yang biasa datang ke kafe, kini berdiri di sampingnya sambil tersenyum.“Ah … ya,” balas Deon setengah terkejut karena bertemu dengan para gadis itu.“Apa Kakak sendiri? Mau bergabung dengan kami?” tanya salah satu gadis itu, lantas diamini gadis lainnya dengan sebuah anggukan.Deon terkejut mendapat tawaran itu. Hingga dia menoleh ke Ayana, melihat istrinya itu sudah menyipitkan mata ke arahnya. Bahkan raut wajahnya memperlihatkan jika Ayana sedang tidak senang.Deon kembali menatap dua gadis itu yang menunggu jawabannya, hingga kemudian berucap, “Maaf, aku datang ke sini dengan seseorang.”Deon bicara sambil menunjuk ke Ayana. Dua gadis itu pun menoleh ke arah Deon
“Ay, kamu menemuinya?” Deon kembali menekankan pertanyaannya, sebab Ayana malah diam.“Ya, tentu saja menemuinya, tapi untuk melabraknya!” Akhirnya Ayana menjawab agar Deon tidak mencurigainya melakukan yang tidak-tidak.Deon menyipitkan mata mendengar jawaban Ayana, membuat wanita itu seperti terdakwa yang sedang dituntut karena bersalah.“Tapi seharusnya kamu tidak pergi ke sana sendirian!” Deon tetap menyalahkan apa pun alasan Ayana datang ke tempat Rey.Ayana menatap Deon, melihat pemuda itu yang sekarang cosplay menjadi pria dewasa berkarisma.“Ya, sudah terjadi juga. Sudah tidak usah dibahas, aku juga sudah jujur. Lagi pula Rey tidak akan melakukan apa pun kepadaku, jadi kamu jangan mencemaskan apa pun,” ujar Ayana untuk kabur dari tatapan Deon.Ayana lantas buru-buru ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sedangkan Deon sedang menahan kesal karena Ayana bertindak sendirian.**Ayana baru saja selesai mandi. Setelah satu kamar dengan Deon, dia memutuskan tidur menggunakan piyam
Deon melepas pagutan bibirnya dari Ayana, menatap wajah sang istri yang memerah. Napasnya memburu seiring sesuatu yang terbangun dan terus mendesak, membuat pemuda itu ingin mengumpat kesal. Ayana mengatur napas, meraup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi paru-paru yang kekurangan oksigen karena ciuman yang berdurasi lama. Kedua tangan mencengkram pundak Deon, menatap pemuda itu dengan tatapan sayu karena gairahnya pun terpancing menuntut sesuatu yang lebih. “Ay.” Deon menyebut nama Ayana dengan tatapan begitu dalam dan penuh arti. Seolah tahu jika pemuda itu pun sama seperti dirinya. Ayana lantas merangkul leher Deon lagi, kemudian kembali menautkan bibir mereka. Sudah kepalang tanggung untuk berhenti, saat gairah memuncak menuntut dibebaskan. Deon tidak menolak semua perlakuan Ayana, lagi pula mereka pasangan sah dan halal untuk melakukan hal lebih dari sekadar sebuah ciuman. Deon menggendong Ayana, membawanya ke sofa yang ada di ruang tamu. Merebahkan perlahan dan mengukung
Ayana menutup pintu setelah menyampaikan keinginannya ke Kyle. Hingga saat baru saja membalikkan badan untuk masuk, Ayana dikejutkan Deon yang sudah berada di hadapannya.“De!” Ayana terkejut sampai memegangi dada.“Kalian membicarakan apa?” tanya Deon penuh curiga setelah melihat Ayana bicara cukup lama dengan Kyle di depan pintu.“Memang bicara apa? Hanya membahas pekerjaan,” jawab Ayana tanpa keraguan.Deon menyipitkan mata. Sejak Kyle terus mengganggu kebersamaannya dengan Ayana, Deon mendeklarasikan Kyle sebagai pengganggu ulung yang perlu dihindari.“Hanya pekerjaan?” tanya Deon sambil melangkah maju, membuat Ayana mundur.Bukan hanya mendesak wanita itu mundur sampai terpojok di pintu, tapi Deon juga memerangkap wanita itu menggunakan kedua tangan.“Iya, hanya pekerjaan,” jawab Ayana meyakinkan. “Kenapa kamu menggemaskan sekali kalau sedang marah dan cemburu, hm ….”Ayana gemas sampai mencubit pelan hidung Deon. Namun, sayangnya Deon tidak bereaksi membuat Ayana melepas hidung