Part 23 - “What have you done to me?”
Kegiatan Axel dan Luna berlangsung cukup lama dalam hitungan menit. Axel yang merasa dirinya tak bisa menahan lebih lama lagi, akhirnya menarik diri dan melepaskan pagutan tersebut sehingga Luna merasa kehilangan sesuatu yang sempat membuatnya melayang melupakan daratan.
Axel menatap iris emerald yang meredup tertutup kabut gairah akibat ulahnya. Begitu juga dengan netra abu-abu miliknya yang menatap begitu lekat dalam beberapa detik.
“What?” desah Luna merasa tatapan Axel sarat akan arti.
Axel tersadar akan lamunannya dalam beberapa detik setelah pagutan terlepas dirinya masih saja menatap takjub wajah merona milik Luna seakan sorot itu tak bisa berhenti mengagumi
hiii gimana Part ini? cukup menghibur? jangan lupa komen didepan dan berikan gems untuk part ini. Terima kasih... see you next part N.J
Part 24 - I have a secret too Pagi harinya Axel terbangun lebih dulu dan bergegas beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi. Ia bersiap merapikan dirinya untuk kembali memulai aktivitasnya. Hari ini ini adalah jadwal bulanannya mengunjungi makam kedua orang tuanya. Setelah terakhir dirinya keluar dari rumah sakit dan melihat makam tersebut. Ia mengenakan pakaian gelap dan bersiap keluar dari kamarnya. Ketika keluar dari lift Axel bertemu dengan Luna yang hendak menuju ruang makan. Luna menghampiri dan menyapanya seperti biasa. “Selamat pagi, Ax.” “Selamat pagi,” jawabnya dingin. Lalu mereka berjalan berdampingan. “Hm …, mengenai pertanyaanku semalam. Aku minta maaf karena memaksa menjelaskan sesuatu yang tak memiliki penjelasan. Sama halnya dengan pertanyaanmu yang tak harus aku jelaskan kenapa, karena aku hanya ingin membantumu—” “Cukup, Luna.” Axel menyela tegas sambil berbalik menatap tajam Luna. “Jika demikian al
Part 25 - “I'll be your alpha in this world” Keduanya terlarut terlebih dalam dengan Axel yang membawa Luna untuk duduk di atas pahanya dengan posisi berhadapan. Meraih pinggang wanita itu secara perlahan dan Luna menjalarkan tangannya dari pegangan tersebut terus naik mengusap bisep Axel yang terasa pas baginya. Sementara itu pagutan Axel mulai terlepas, ia membawa bibirnya turun pada leher Luna. Salah satu kesukaannya setelah bibir Luna yaitu tengkuk dan leher Luna yang selalu menantang setiap wanita itu mengikat rambutnya. Ia mengecup dan mencumbu leher mulus itu dengan lembut, cukup lama hingga membuat Luna hanya terdiam seakan menikmati cumbuan Axel. Akan tetapi, Axel yang mengira Luna menikmati cumbuannya. Tak juga mendapat pergerakan dari Luna yang nyatanya wanita itu malah terlelap dengan meletakan kepala di atas bahunya.
Part 26 - Intimidation Roberto menangkap keanehan yang terjadi antara Axel dan Luna. Keduanya tampak berbeda dari kemarin yang tak acuh. Bahkan hari ini Axel meminta Luna duduk di belakang bersama mereka. Ditambah tatapan keduanya yang terlihat dari sorot Axel sangat senang melirik Luna yang memerah padam menahan kesal. Meskipun, semua itu tak menutupi raut bahagianya dari sinar matanya. Roberto menoleh ke Axel dan Luna secara bergantian, kali ini ia akui bahwa tatapan keduanya begitu sulit diartikan. Sungguh membuatnya gemas sendiri dan tak tahan hingga menengahi tingkah keduanya. “Hei, apa yang kulewatkan dari kalian?” Axel melirik Roberto dengan senyum mencurigakan. “Jangan berikan senyum aneh itu sebagai jawabannya, Ax. Aku merasa i
Part 27 - Jealousy makes me upset Setelah perdebatan kecil antara Luna dan Axel berlalu. Mereka akhirnya kembali melanjutkan perjalanan. Di dalam limosin, Luna langsung sibuk menggunakan ponselnya. Ia terlihat tengah mengetikkan sesuatu sambil tersenyum pada layar canggih itu. Hal tersebut jelas menarik perhatian Axel yang kembali memicingkan matanya dengan sorot tajam. “Luna berikan ponselmu,” pinta Axel. Luna melirik Axel dengan kening berkerut, begitu juga dengan Roberto yang bahkan bertanya dalam hatinya. Kali ini apa lagi yang ingin Axel lakukan? Axel menggerakkan keempat jarinya seraya menunjuk ponsel Luna. Hingga wanita itu dengan perlahan hendak memberikannya, tetapi saat ponsel itu hendak mendarat di telapak tangan Axel, Luna menari
Part 28 - Disavowed recognition Roberto dan Angelica tampak canggung ketika Axel keluar. Mereka tak tahu, lebih tepatnya Roberto tak tahu harus membicarakan hal lain apa selain bisnis dan kerjasama dengan Axel. Hingga akhirnya Roberto mengingat kejadian malam setelah Angelica berkunjung ke menara Dante pada siang hari. Malam harinya ia mendapat telepon dari nona muda di hadapannya itu. “Bagaimana keadaan kakimu, Nona de Luca?” tanya Roberto. “Angelica saja,” ujarnya. “Well, kakiku baik-baik saja. Akan tetapi, karena itu harusnya Valerio bisa dipecat,” ujar Angelica. “Lalu kenapa dia masih bekerja?” Angelica tampak mengedikkan bahunya dan mulai menengg
Part 29 - Wild fantasy “Pamannya.” Axel menggumamkan sebuah klue yang didapatkan Roberto semalam. Sarapan paginya kini dipenuhi dengan tanda tanya besar mengenai ucapan Angelica yang begitu mengganggunya. Roberto juga mengatakan bahwa ia sudah memberitahu detective sewaannya untuk mencari tahu siapa sebenarnya sang paman. Akan tetapi, kini Luna kembali berniat mendekati Valerio. “Bagaimana, Ax? Apa kali ini kau akan mengizinkan Luna mencari tahu dari Valerio? Karena memang jika benar paman Angelica terlibat, maka kemungkinan yang bisa menjalankan prosesnya hanya Valerio, orang kepercayaan mereka.” Roberto berspekulasi membuat Axel kembali membayangkan kejadian semalam. Pria itu mengingat ucapan Luna setelah mereka meninggalkan Roberto. “Ax, p
Part 30 - “You're very gorgeous” Suasana mendung menyelimuti pagi saat Axel, Luna dan Grace mendatangi pemakaman. Kondisi cuaca yang seolah mewakili suasana hati mereka yang kini tengah berusaha tegar di balik kacamata hitam demi menutupi duka yang masih membekas. Helaian daun yang gugur mulai berputar membentuk lingkaran lalu berhenti dan berhambur, kembali bergulung mengikuti arah angin yang berembus kencang dan menerbangkan helaian rambut Luna. Sapuan dingin juga menerpa kulit mereka yang tak merasakan dingin karena sesungguhnya hati mereka lebih dingin dari angin tersebut. Maafkan aku, Al. Maaf jika sampai detik ini aku belum bisa menemukannya. Namun, aku berjanji akan terus mencecar Valerio. Karena hanya dia kunci dari semua yang terjadi padamu juga Axel. Tatapan Luna beralih kepada
Part 31 - Reality is more exciting Luna bergeming mengerjapkan matanya saat kedua netra abu Axel menyorot tajam padanya. Dadanya kembali berdebar kencang saat embusan napas Axel terasa menerpa kulit wajahnya hingga merona. “Ak-aku akan katakan nanti malam, jika kau menepati janjimu,” ujar Luna terbatah. Kedua matanya berkedip berkali-kali demi menyingkirkan rasa gugupnya sambil mengalihkan tatapan ke sembarang arah. Namun, tangkupan dingin dari kedua tangan Axel mengembalikan fokusnya untuk bertemu tatap dengan sorot tajam itu. “Janji apa? Apa yang kujanjikan?” tanya Axel tak sabaran. “Kau … akan membuat pertemuan makan malam tak disengaja dengan Angel agar aku bisa kembali mendekati Valerio untuk meletakkan alat pelacak,” jawab Luna tampak sedikit ragu.
Extra Part 2 Keesokan harinya. Axel mendapat kabar bahwa keadaan perusahaan Dante yang terlalu lama ditinggalkan Axel, kini sedang membutuhkannya kembali memimpin. Hal tersebut memaksanya untuk segera pulang hari itu juga. Terlebih ada hal penting lainnya yang hendak ia persiapkan. Oleh sebab itu, pagi-pagi sekali Axel berkemas setelah beberapa hari ia menginap di kediaman Salvatore dan mendapatkan jamuan terbaik dari Nathaniel yang begitu ramah juga terbuka dengannya, berbeda dengan Damian yang selalu mencecarnya menggunakan berbagai pertanyaan untuk menyudutkannya seolah mengibarkan bendera perang pada Axel yang gencar untuk menguasai Luna. Namun, bukan karena Axel mau berlama-lama di sana. Semua itu karena ia berjuang keras meyakinkan Luna untuk kembali ke mansionnya. Akan tetapi, wanita itu sungguh keras kepala dan menahannya lebih lama di kebun anggur. Axel bahkan sempat turun tangan ikut berkebun karena dikerjai Damian y
Extra part 1 Malam pun tiba setelah Axel dan Luna menyelesaikan ronde kedua percintaan mereka yang mengakibatkan keduanya terlambat berkumpul dan tentunya tanpa membantu Sheina menyiapkan anggur. Namun, tampaknya semua tak masalah seolah mereka memahami juga memaklumi kedua sejoli yang sedang romantis itu memadu kasih hingga lupa waktu. “Luna, ajaklah Axel melihat gudang anggur dan biarkan dia memilih beberapa botol anggur buatan kita untuk dibawa pulang. Anggaplah sebagai hadiah dariku,” ujar Nathaniel. “Sungguh kau tak perlu repot-repot, Tuan.” “Tidak sama sekali, aku memaksa jadi ambillah. Hadiah itu tak seberapa dengan terungkapnya kasus kematian anak angkatku,” ungkap Nathaniel. “Ayolah, Ax. Kakek jarang sekali memberikan tamu hadiah anggur. Kau beruntung hari ini,” goda Luna hendak beranjak dari duduknya. Namun, Damian menahannya. “Biar aku saja, Luna. Sekalian aku ingin bicara dengannya,” ujar Damian. “Ayo, kawa
Kedatangan Axel ke kebun anggur milik Salvatore menjadi kehebohan tersendiri bagi Luna. Bukan hanya karena dirinya seorang yang berada di sana. Damian dan Nathaniel yakni sang kakek juga sudah menantikan pria yang berhasil membuat cucu angkatnya memuji pria angkuh itu. Setelah bercengkrama membicarakan segala hal tentang dirinya juga bisnis yang mungkin akan terjalin, Axel dipersilakan beristirahat sejenak di kamar yang sudah di siapkan untuknya sebelum makan malam tiba. Diantarkan Luna sampai di depan pintu kamar untuknya, Axel merasa tak puas dan menarik Luna masuk lalu menciumnya tak sabaran. “Axel, aku harus membantu Sheina menyiapkan anggur untuk makan malam!” peringat Luna berbisik. “Aku tak peduli. Sejak kedatanganku kakekmu dan Damian menyerangku dengan berba
Ditemukannya Lanzo dan tertangkapnya Fausto menjadikan suasana sidang tampak begitu tegang. Terlebih saat ini Lanzo tengah bersaksi tentang apa yang sebenarnya terjadi pada pembunuhan lampau yang dilakukannya. “Saat itu aku memang hendak menyerahkan diri, tetapi Fausto menyuruhku pergi agar aku tidak membocorkan identitasnya yang menyuruhku melakukan perampokan.” Tatapan Lanzo tertuju pada Axel. Pria itu memalingkan tatapannya. Walau Axel tahu cerita Lanzo benar karena bukti dari rekaman sang ayah yang mengatakan Lanzo hanya pion catur dan sang ayah terseret dalam masalah yang tak diinginkan terjadi. “Semua itu terjadi karena hasutan Fausto. Dia yang menyuruhku untuk melarikan diri dan bersembunyi selama belasan tahun. Bahkan aku kehilangan momen penting dalam hidup, kelahiran putriku dan tak dapat mendidiknya de
Roberto dan Damian tengah bersiap melakukan penyergapan tanpa menunggu malam tiba. Prediksi mereka ternyata benar bahwa Fausto merencanakan pelarian sebelum gelap. Dengan anggota tim bodyguard profesional mereka membentuk dua tim. Tim satu bersama Damian memimpin penyergapan dari pintu depan. Tim dua Roberto bersama sisa anak buah Damian menunggu dari pintu belakang. Para pasukan berbaris di belakang Damian. Lalu Damian memberikan instruksi untuk bersiap di sisi pintu masuk sambil menoleh pada semua anak buahnya yang mengangguk siap. “Rob, kau sudah siaga?” tanya Damian melalui alat komunikasi yang tertempel di telinganya. “Kami sudah siap, Dam. Kapanpun kau menyergap.” “Baiklah, dalam hitungan ketiga,” balas Da
Part 69 - Discovery another secret life (Bag. I)Setelah bermalam di tempat kakek Damian, pagi-pagi sekali keduanya berangkat ke tempat yang sudah dipastikan oleh anak buah Damian bahwa terdapat tanda kehidupan pada sebuah rumah yang diyakini seorang wanita paruh baya tengah keluar dari rumah tersebut.Roberto meyakini foto yang dikirimkan anak buah Damian adalah bibinya yang selama ini tak terlihat di mana pun. Sementara itu di dalam perjalanan mereka, Roberto mendapatkan telepon dari rumah sakit, tentang kepulangan Axel dan Luna. Hal tersebut menambahkan beban pikiran Roberto yang masih harus menyusuri perjalanan jauh. Dia sengaja tak mau mengatakan apa pun tentang pencariannya itu kepada Axel karena ia yakin, pria arogan itu akan menyusulnya dan berpotensi menggagalkan penyusupan mereka.“Aku yakin ada ruang rahasia tempat Fausto bersembunyi, ia tak mungkin bisa mengurus diri tanpa istrinya.” Roberto menatap lurus jalanan di depannya.
Part 68 - OffendedSetelah melakukan kegiatan panas di pagi hari, kini Axel mengajak Luna ke ruang kerjanya. Di mana dirinya mendapatkan penglihatan bahwa ada sebuah rekaman rahasia yang disimpan sang ayah sebagai bukti peninggalannya sebelum semua rahasia pembunuhan orang tua Luna ditutupi oleh kakeknya.“Argh, sial!” ringis Axel sambil mengumpat kesal dengan kondisinya yang begitu menyiksa.“Pelan-pelan, Ax. Sejak tadi kau sudah banyak tersiksa.”“Tadi aku tersiksa untuk kenikmatan,” kekehnya masih tak percaya melakukan percintaan di tengah rasa sakit. “Namun, kali ini aku harus menahannya lagi untuk memulihkan nama orang tuaku. Aku rasa semua ini setimpal demi menuntaskan semua hal yang terjadi dan untuk kita melanjutkan kehidupan dengan tenang. Kau setuju, bukan?” tutur Axel.Setelah itu ia tersenyum melirik Luna yang menunjukkan kekhawatirannya.“Kau terlalu baik untuk mendapatkan semua kesulitan ini, Ax.” Luna bersand
Part 67 - "You wanna f*ck with me?!"Pagi harinya di rumah sakit. Axel memaksa meminta pulang, begitu juga dengan Luna yang tampak sudah sangat rapi dan siap untuk kembali. Tak ada yang berani menahan pemilik saham terbesar di rumah sakit itu jika ia ingin pulang, sekalipun dokter yang menanganinya.Awalnya Luna yang berkeras untuk kembali demi mencari bukti penglihatan mereka di alam bawah sadar itu benar adanya. Namun, seperti yang semua orang ketahui bahwa Axel adalah bos pemaksa, maka kini keduanya bertekad mencari bersama demi menuntaskan apa yang terjadi di masa lalu.“Kau yakin tak apa dengan dadamu, Ax?” tanya Luna kesekian kalinya.“Aku yakin, Luna. Lagi pula kau bersamaku. Aku tak ingin kau bertindak gegabah dan malah membawamu dalam bahaya. Sudah kubilang itu tak akan terjadi lagi, kita akan melakukannya bersama,” tutur Axel membuat Luna tersenyum mencurigakan.“Apa ada yang lucu dari ucapanku, Luna?”“Tida
“Maaf menambahkan luka di tubuhmu,” bisik Luna. Semarah apapun dia, dirinya tetaplah luluh saat Axel memelas kesakitan sekalipun hanya pura-pura, tetapi Luna tak tega jika Axel meringis. Kini dirinya menuruti pria itu yang ingin merapatkan ranjang keduanya agar bisa lebih dekat. Luna duduk menghadap Axel yang belum bisa bergerak leluasa, wanita itu memerhatikan keadaan prianya lebih lekat dan merasa sedih akan kondisi Axel yang terjadi karena kehadirannya. “Ini tak sebanding denganmu. Jangan merasa begitu saat aku memiliki kesempatan untuk berkorban.” Luna menggeleng tak menyetujui ucapan Axel. “Tak harus sampai meregang nyawa untuk menunjukkan pengorbananmu, Ax. Aku tahu seberapa besar perasaanmu.” Axel tersenyum tipis.