“Jangan membawa-bawa wanita itu di hadapanku, aku sangat membencinya."“Tidak Mikhaila, kamu harus belajar meluluhkan hati Leonardo dengan cara yang sama seperti Rosea lakukan. Bersikaplah lebih so polos seakan kamu tidak mempedulikan status apapun, jadilah ibu yang baik untuk Prince.”“Aku sudah berusaha menjadi ibu yang baik untuk Prince!”“Tapi kenyataannya tidak seperti yang kau bicarakan. Sampai detik ini Prince tidak pernah bergantung padamu, dia tidak menunjukan rasa keberatannya jika kamu pergi dari sisinya.”Mikhaila menghela napasnya dengan berat, dia tidak dapat membela diri dari serangkaian kenyataan yang diucapkan oleh ayahnya. Mikhaila menuangkan segelas anggur lagi dan menyesapnya.“Berkorbanlah sedikit lagi sebelum persidangan hak asuh Prince kembali berjalan. Ambilah hati Prince dan buat dia keterantungan padamu dan membenci Rosea. Satu-satunya kelemahan Leonardo hanya ada pada Prince.”“Beri saja aku waktu, aku akan berusaha,” jawab Mikhaila pelan.“Tidak ada waktu l
Air mata yang berusaha dia tahan akhirnya lolos dari sudut matanya. Rosea kecewa, dia hanya ingin memperjuangkan hak kebebasannya, namun mengapa hidupnya seakan menjadi seperti milik Leonardo?Rosea benci melakukan hal intim dengan orang asing, dia hanya ingin melakukanya dengan seseorang yang dicintainya, dan Rosea sangat benci memiliki ikatan intim dengan seseorang yang sudah memiliki pasangan. “Apa kamu tahu apa yang sedang aku pikirkan sekarang Sea?” tanya Leonardo seraya membungkuk, menurunkan tali gaun tidur Rosea hingga melewati lengannya dan sisi dadanya terekspos. “Setiap kali aku mendengar kamu menolakku, setiap kali aku melihat kamu ingin lari dariku, aku sangat ingin memborgol kedua kakimu dan mengurung kamu seperti berada dalam sangkar, tidak mengizinkan kamu dilihat siapapun selain aku.”Ketakutan kian mencekik Rosea, begitu pula keberaniannya yang langsung hilang tanpa sisa.Setiap untai kata yang terucap dari mulut Leonardo seperti segumpal air yang menjadi peluru, le
Bayangan seseorang menghalangi sinar matahari yang masuk ke dalam kamar, aroma masakan dan bunga tercium, membangunkan Rosea yang terlelap tidur.Perlahan Rosea membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah Leonardo yang duduk di sisinya. Leonardo sudah berpakaian formal dengan wajah segar tidak menunjukan rasa lelahnya sedikitpun, pria itu tersenyum lebar mengusap wajah Rosea.Entah sejak kapan pria itu duduk disisinya sambil memperhatikan.“Selamat pagi,” sapa Leonardo menggenggam tangan mungil Rosea.Rosea tidak bersuara, hanya memandangi kegembiraan di mata Leonardo, beberapa kali pria itu membungkuk mengecup punggung tangan Rosea.“Aku harus menyambut tamuku sekarang, jika masih mengantuk kembalilah tidur, jika membutuhkan bantuan, panggil pelayan, kamu mengerti?”Rosea mengangguk masih tidak berkata-kata. Perasaannya bercampur aduk, lelah dan marah menjadi satu mengingat apa yang telah mereka lakukan sepanjang malam.“Baiklah, sampai bertemu jam makan siang,” ucap Leonardo
“Ada sesuatu yang Anda butuhkan?” tanya Adam tidak yakin.“Benar, aku butuh bantuanmu.”“Saya tidak bisa menolong Anda jika itu masalah pribadi.”“Tidak, kamu harus membantuku.”“Sepertinya Anda_”“Kamu tahu dan sadar sepenuhnya kan, apa yang dilakukan boss kamu adalah kejahatan besar?” tanya Rosea memotong ucapan Adam.Bibir Adam menekan kuat tidak bisa berkata-kata, pria itu mencoba memahami kemana arah Rosea akan berbicara.Mata Rosea memanas, tangisannya sepanjang pagi rupanya masih belum cukup membuat beban di hatinya berkurang, dan sekarang dia terdesak ingin menangis lagi.“Apakah karena loyalitas, kamu membenarkan kejahatan yang dibuat bossmu?” tanya Rosea lagi.“Anda tidak bisa membicarakan tentang loyalitas saya kepada pak Leonardo. Sebenarnya apa yang Anda butuhkan?” tanya Adam ragu.“Aku ingin keluar dari tempat terkutuk ini!”“Itu tidak bisa. Apapun alasan Anda, saya tidak bisa membantu.”Tangan Rosea terkepal kuat, kepalanya tertunduk melihat rerumputan dan bayangan tub
“Prince,” panggil Leonardo lagi dengan tubuh menegak, memperhatikan kegugupan putranya yang kini tertunduk.“Ada apa Ayah?”“Ayah mendapatkan telepon dari gurumu, dia mengatakan jika kamu sudah memukul wajah Albert sampai berdarah, apakah itu benar?”Prince kian tertunduk dengan kedua tangan yang meremas lututnya, anak itu menggeleng tanpa bisa berkata-kata. “Prince, kenapa diam?” tuntut Leonardo. “Kemarin malam saat kamu menangis, kamu gelisah karena masalah di sekolah kan?”Sekali lagi Prince menggeleng, tidak mampu menjawab dengan kata-kata, dia terlalu takut dengan Leonardo yang kini terlihat marah.“Jawab Prince!” desak Leonardo meninggikan nada suaranya.“Aku tidak bersalah,” jawab Prince gemetar menahan tangisan yang mendesak.“Ayah tidak bertanya apakah kamu salah atau tidak. Ayah bertanya apakah kamu memukul Albert? Kamu harus bertanggung jawab dan mengakui apa yang sebenarnya telah kamu perbuat,” desak Leonardo tidak puas dengan jawaban Prince.“Aku tidak bersalah!” kukuh P
“Ayah marah padaku,” cicit Prince khawatir.“Ayah tidak marah padamu Prince. Tadi, ayah kamu pasti khawatir dan terkejut karena putranya yang baik menjadi kasar. Jika kamu mau menjelaskannya yang sebenarnya, ayah kamu pasti akan melindungi kamu dan memahami perasaan kamu.”“Be-benarkah?” tanya Prince gugup. Rosea mengangguk meyakinkan, tangannya terulur mengajak Prince pergi keluar, dengan ragu akhirnya Prince mau keluar kamar.Langkah Rosea terhenti begitu tahu Leonardo masih berada di tempatnya, pria itu tertunduk melihat Prince yang langsung bersembunyi di belakang Rosea.“Sepertinya kalian berdua butuh waktu bicara, aku pergi lebih dulu,” ujar Rosea dengan tatapan tajam, mengisyaratkan Leonardo agar berhati-hati dalam bicara.Dengan terpaksa Prince melepaskan genggaman tangannya dari Rosea, anak itu mundur dan bersandar pada dinding.Leonardo berdeham mencoba memecahkan keheningan yang sempat terjadi usai kepergian Rosea. “Ayah minta maaf karena sudah bicara terlalu keras padamu,
“Katakan sekarang,” pinta Rosea. “Mungkin kamu sudah lupa akan sesuatu, sekarang aku harus memberitahu kamu lagi. Prince, dia anak yang spesial, saat dia berusia dua tahun, dia diagnose disleksia. Seiring berjalannya waktu aku baru menyadari jika ternyata Prince juga mengalami kesulitan membaca dan membedakan warna.”“Karena masalah itu, Prince mengalami hari-hari yang sulit di sekolah. Tekanan banyak orang membuat Prince kesulitan mengendalikan emosinya, dan ketika dia tidak mampu mengendalikan emosinya dia akan demam parah.”Rosea diam terpaku mendengar cerita singkat Leonardo.Melihat keterdiaman Rosea, Leonardo mendekat, mengambil alih hair dryer dari tangan Rosea dan membantu mengeringkan rambutnya.“Dulu, saat Mikhaila mengandung Prince, dia mendapatkan tawaran dari sebuah brand besar untuk menjadi brand ambassador global, karena takut kehamilannya mengganggu kariernya, Mikhaila beberapa kali mencoba menggugurkan Prince, pengaruh dari obat yang Mikhaila minum membuat Prince pre
“Kamu sedang apa di sini?” tanya Leonardo lagi semakin mendekat, memperhatikan gerak-gerik Rosea dan wajah cantiknya yang terlihat pucat karena gugup.“Aku menawarkan cheesecake untuk beberapa pengawal, Adam ingin aku meminta izin terlebih dahulu dari kamu,” jawab Rosea gelagapan.“Bagikan cheesecake yang Sea buat,” titah Leonardo terdengar tenang, namun tatapan di matanya menyiratkan hal yang lain. “Baik,” jawab Adam pelan.“Ayo Sea.” Leonardo meraih tangan Rosea dan menariknya pergi lebih dulu meninggalkan Adam sendirian.Sesaat Rosea melihat ke belakang dan bertatapan dengan Adam. Rosea menyadari sesuatu, dari gerak gerik tubuh Adam yang tidak tenang, tampaknya pria itu sedang menyembunyikan suatu kegelisahan.Sepertinya, Rosea membuat Adam menjadi memiliki masalah.“Berhenti menatapnya,” peringat Leonardo menggenggam lebih kuat tangan Rosea.Dengan cepat Rosea melihat lantai yang dipijaknya, dia harus berusaha menahan obat yang disembunyikan di sepatunya agar tidak jatuh. “Aku p
Angin berhembus kencang begitu yacht bergerak, langit cukup gelap pekat, berbanding balik dengan terangnya lampu-lampu bangunan rumah di pinggiran dermaga, cahanya menyebarkan pantulan terang di permukaan air laut.Rosea mengambil gelas anggur dan mencicipinya satu tegukan kecil, lalu meninggalkannya karena kini dia harus memikirkn kandungannya. Usapan lembut tangan Leonardo menyentuh permukaan perut Rosea. “Aku dengar, perempuan yang sedang hamil sering mengalami perubahan emosi karena hormonal. Kapan kamu akan mengalaminya?”Rosea langsung membuang muka sambil menutup mulutnya yang tidak dapat menahan senyuman malu. Leonardo tidak tahu saja, sejak beberapa hari terakhir ini justru Rosea merasa pikiran dan perasaannya lebih santai tanpa alasan yang bisa dia mengerti, dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca buku.Lebih anehnya lagi, Rosea menjadi lebih sering merindukan Leonardo. Logika dan perasaannya bertentangan begitu jauh. Logika Rosea masih terbayang dengan ketakut
“Sea!” tangan Prince melambai di udara, anak itu berlari secepat yang dia bisa, menghampiri Rosea dan menghembur kedalam pelukannya dengan tawa riang.Banyak kejadian baik yang datang padanya akhir-akhir ini. Ibunya, neneknya, mereka semua menjadi lebih lembut dari biasanya, tidak lagi menekan Prince untuk terus belajar dan bertemu berbagai guru less sepanjang waktu.Prince bahagia, neneknya tidak lagi berbicara buruk tentang Rosea, neneknya justru mendukung Rosea untuk menjadi ibunya.Setelah penantian panjang, dia akan segera memiliki seorang ibu yang tinggal bersama dengannya sepanjang hari, mengantarnya pergi ke sekolah dan menemaninya pergi camping sekolah.Prince memejamkan matanya merasakan pelukan hangat Rosea yang melingkupi tubuhnya. Pelukan yang menenangkan dan selalu dia rindukan.“Mengapa Sea tidak pernah mengangkat teleponku akhir-akhir ini? Aku pikir Sea sedang marah,” ungkap Prince.“Dokter bilang, aku tidak boleh menggunakan handpone saat sakit,” jawab Rosea berbohong
“Saya Leonardo Abraham, saya datang ke sini ingin melamar Rosea Gabriella, putri Anda.”Tubuh Kartika menegak, menatap lekat sosok pria yang datang melamar putrinya malam ini. Pria itu duduk dengan tegap dan berbicara tanpa keraguan. Sejujurnya, Kartika masih ragu karena dia belum mengenal sosok Leonardo. Masih ada banyak hal yang ingin Kartika ketahui darinya, disisi lain Kartika juga harus percaya dengan pilihan putrinya.Rosea tidak mungkin melabuhkan hidupnya pada lelaki sembarangan setelah menolak lamaran dari banyak lelaki.“Apa Anda yakin?” tanya Kartika.Leonardo tersenyum lembut. “Keyakinan saya tidak pernah berubah untuk menikahi Rosea sejak satu tahun yang lalun.” “Nak Leonardo, Anda tahu kan pernikahan dijalankan seumur hidup. Setiap manusia itu memiliki sisi baik dan buruknya, dan itu berlaku pada putri saya Rosea, jika Anda menikah dengannya, maka Anda harus menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Anda harus menerima Rosea apa adanya,” ucap Kartika.Leonardo menga
“Ayah, kita mau pergi kemana sebenarnya?” tanya Prince memperhatikan jalanan yang ramai. Sudah satu tahun lebih Prince meninggalkan Indonesia, dia merindukan suasanannya yang jauh berbeda dengan suasana eropa.Prince melihat ke belakang, memperhatian mobil Berta yang terus mengikutinya sejak tadi. Tidak seperti biasanya, neneknya ikut bepergian.Menyadari keterdiaman Leonardo, Prince bergeser memeluk lengan ayahnya, anak itu memperhatikan Leonardo yang terlihat gelisah tidak seperti biasanya. Sejak dari rumah Prince memperhatikan ayahnya yang bergerak kesana-kemari tanpa melakukan apapun. “Ayah kenapa? Ayah sakit?” tany Prince mengguncang lengan Leonardo.“Ayah tidak sakit, Prince,” jawab Leonardo.“Tapi wajah Ayah pucat.”Leonardo mendengus malu, sejujurnya, semenjak berpisah dengan Rosea di bandara, dia gugup setengah mati. Ini adalah pengalaman pertama Leonardo, segala keperluan ditangani oleh Adam dan Bety karena Berta sendiri tidak begitu tahu tentang budaya melamar di Indon
Hogan memijat batang hidungnya dengan kuat, lelaki paruh baya itu berpikir keras dengan ketidak mengertiannya, mengapa putrinya yang tidak suka menmiliki ik, kini secara tiba-tiba memutuskan untuk menikah.Hogan lebih tidak mengerti karena lelaki yang Rosea pilih adalah Leonardo Abraham. Padahal, ingatan Rosea telah kembali, seharusnya Rosea ingat jika selama ini dia selalu berusaha menghindar dari Leonardo karena sifat ibunya yang bermasalah.“Ya Tuhan..” Kartika menghembuskan napasnya dengan berat kesulitan berkata-kata.Beberapa kali Kartika mengatur napasnya agar bisa berpikir rasional, dilihatnya kembali Rosea yang duduk begitu tenang. Ketenangan yang Rosea tunjukan menyadarkan Katika bahwa putrinya tidak main-main dengan ucapannya.“Apa sebenarnya alasan yang membuat kamu memutuskan untuk menikah dengan Leonardo, Sea? Tidakkah kamu ingat apa yang telah dilakukan ibunya pada keluarga kita?” lirih Kartika bertanya.Hogan mengangguk setuju. “Ayah juga tidak begitu menyukainya Sea.
“Aku ingin mencantumkan dalam perjanjian pra-nikah kita, aku tidak menerima uang itu dalam bentuk apapun untuk anakku.”Kening Leonardo mengerut tidak mengerti. “Apa maksudmu Sea?”“Aku tulus menerima kamu Leonardo, dan aku tidak sudi dituduh hamil hanya untuk mendapatkan uang!”“Itu tidak bisa. Lagi pula, tidak ada yang pernah berpikiran seperti itu padamu.”“Ibumu yang mengatakannya tepat sehari sebelum aku tahu kehamilanku,” lirih Rosea menahan tangisan yang mendesaknya. “Aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan siapapun. Aku hanya ingin anak yang akan aku lahirnya hidup dalam kedamaian tanpa menerima tuduhan buruk. Karena itu, cantumkan saja dalam perjanjian pra-nikah kita, jika harta kita akan tetap terpisah meski telah menikah dan anakku tidak akan menerima tunjangan masa depan. Aku masih mampu mempersiapkan tabungan masa depan anak kita.”Leonardo terpaku kaget hingga tidak mampu berkata-kata.Leonardo bisa memahami sakit hati Rosea, disisi lain dia tidak setuju dengan k
Leonardo keluar dari kamar mandi, didapatinya Rosea yang tengah duduk ditengah ranjang, ditangannya terdapat sebuah buku yang tengah dia baca. Segelas susu yang dia siapkan sebelum pergi mandi, kini telah kosong di meja.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.“Kamu harus tidur Sea.”“Aku belum mengantuk,” jawab Rosea tetap fokus membaca bukunya.Dengan keadaan bertelanjang dada, Leonardo merangkak naik ke ranjang dan duduk disisi Rosea, melihat sebuah buku yang tengah dibacanya tanpa berbicara sepatah katapun.Ketenangan Rosea membuat Leonardo tidak mengerti. Setelah memberitahukan kehamilannya, dengan sikap yang manis Rosea memasakan makan malam untuk Leonardo, bahkan saat menemani Leonardo makan, Rosea hanya menanyakan kabar Prince.Sejujurnya, Leonado luar biasa bahagia dengan sikap manis Rosea. Namun, Leonardo juga menantikan Rosea untuk membicarakan tentang kedatangan ibunya karena ini masalah yang sangat penting.Tidak seperti biasanya Rosea menunda masalah..Padahal, Leona
Perlu waktu satu setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Prancis ke Monaco. Begitu sampai, Leonardo terburu-buru pergi menaiki taksi. Dia tidak ingin menunggu barang sedetikpun untuk bisa segera bertemu dengan Rosea.Taksi bergerak cepat melintasi jalanan.Semakin dekat jarak yang dia tempuh ke tempat tujuan, Leonardo gugup, beberapa kali dia menahan napasnya karena degup jantung yang berdebar kencang tidak terkontrol, kerinduan yang begitu kuat kini akhirnya akan menemukan peredanya.Leonardo tahu, akan ada sederet penjelasan yang menanti untuk diceritakan kepada Rosea, ada setumpuk kata yang harus dia ucapkan untuk meyakinkan Rosea agar tetap berada di sisinya.Namun, semuanya tidak akan sesulit sebelumnya.Ibu Leonardo sudah memberinya izin menikah dengan Rosea, dan ada seorang anak yang tengah Rosea kandung menjadi penguat hubungan mereka berdua.Senyuman menawan Leonardo langsung terlihat di jendela mobil.Betapa menyenangkannya membayangkan Prince akhirnya menjadi seorang
Prince bergerak gelisah menyadari jika Mikhaila membawanya terlalu jauh dari Berta dan Leonardo. Masih sulit untuknya percaya jika ibunya tidak akan melakukan apapun.Bukan tanpa alasan, Mikhaila sudah terlalu sering membohonginya dibalik janji.“Prince,” panggil Mikhaila berhati-hati, “tolong lihat ibu sebentar saja, ibu ingin berbicara dengan kamu. Ini penting.”Prince kembali memusatkan perhatiannya pada Mikhaila yang kini terduduk lesu tidak begitu bersemangat seperti biasanya. Cekungan di pipi, kantung mata yang membesar, hingga penampilan yang tidak terawat tidak mencerminkan Mikhaila yang selama ini Prince kenal. “Apa Ibu sakit? Ayo kita ke dokter,” ajak Prince berhati-hati, dia takut menyinggung perasaan ibnya.“Ibu baik-baik saja.” Mikhaila menggeleng dengan senyuman sendunya.Mikhaila meraih tangan prince dan menggenggamnya dengan lembut. Rasa sakit begitu terasa menusuk dada melihat wajah putranya yang telah dia sia-siakan semenjak berada dalam kandungan, hingga Mikhaila