“Prince,” panggil Leonardo lagi dengan tubuh menegak, memperhatikan kegugupan putranya yang kini tertunduk.“Ada apa Ayah?”“Ayah mendapatkan telepon dari gurumu, dia mengatakan jika kamu sudah memukul wajah Albert sampai berdarah, apakah itu benar?”Prince kian tertunduk dengan kedua tangan yang meremas lututnya, anak itu menggeleng tanpa bisa berkata-kata. “Prince, kenapa diam?” tuntut Leonardo. “Kemarin malam saat kamu menangis, kamu gelisah karena masalah di sekolah kan?”Sekali lagi Prince menggeleng, tidak mampu menjawab dengan kata-kata, dia terlalu takut dengan Leonardo yang kini terlihat marah.“Jawab Prince!” desak Leonardo meninggikan nada suaranya.“Aku tidak bersalah,” jawab Prince gemetar menahan tangisan yang mendesak.“Ayah tidak bertanya apakah kamu salah atau tidak. Ayah bertanya apakah kamu memukul Albert? Kamu harus bertanggung jawab dan mengakui apa yang sebenarnya telah kamu perbuat,” desak Leonardo tidak puas dengan jawaban Prince.“Aku tidak bersalah!” kukuh P
“Ayah marah padaku,” cicit Prince khawatir.“Ayah tidak marah padamu Prince. Tadi, ayah kamu pasti khawatir dan terkejut karena putranya yang baik menjadi kasar. Jika kamu mau menjelaskannya yang sebenarnya, ayah kamu pasti akan melindungi kamu dan memahami perasaan kamu.”“Be-benarkah?” tanya Prince gugup. Rosea mengangguk meyakinkan, tangannya terulur mengajak Prince pergi keluar, dengan ragu akhirnya Prince mau keluar kamar.Langkah Rosea terhenti begitu tahu Leonardo masih berada di tempatnya, pria itu tertunduk melihat Prince yang langsung bersembunyi di belakang Rosea.“Sepertinya kalian berdua butuh waktu bicara, aku pergi lebih dulu,” ujar Rosea dengan tatapan tajam, mengisyaratkan Leonardo agar berhati-hati dalam bicara.Dengan terpaksa Prince melepaskan genggaman tangannya dari Rosea, anak itu mundur dan bersandar pada dinding.Leonardo berdeham mencoba memecahkan keheningan yang sempat terjadi usai kepergian Rosea. “Ayah minta maaf karena sudah bicara terlalu keras padamu,
“Katakan sekarang,” pinta Rosea. “Mungkin kamu sudah lupa akan sesuatu, sekarang aku harus memberitahu kamu lagi. Prince, dia anak yang spesial, saat dia berusia dua tahun, dia diagnose disleksia. Seiring berjalannya waktu aku baru menyadari jika ternyata Prince juga mengalami kesulitan membaca dan membedakan warna.”“Karena masalah itu, Prince mengalami hari-hari yang sulit di sekolah. Tekanan banyak orang membuat Prince kesulitan mengendalikan emosinya, dan ketika dia tidak mampu mengendalikan emosinya dia akan demam parah.”Rosea diam terpaku mendengar cerita singkat Leonardo.Melihat keterdiaman Rosea, Leonardo mendekat, mengambil alih hair dryer dari tangan Rosea dan membantu mengeringkan rambutnya.“Dulu, saat Mikhaila mengandung Prince, dia mendapatkan tawaran dari sebuah brand besar untuk menjadi brand ambassador global, karena takut kehamilannya mengganggu kariernya, Mikhaila beberapa kali mencoba menggugurkan Prince, pengaruh dari obat yang Mikhaila minum membuat Prince pre
“Kamu sedang apa di sini?” tanya Leonardo lagi semakin mendekat, memperhatikan gerak-gerik Rosea dan wajah cantiknya yang terlihat pucat karena gugup.“Aku menawarkan cheesecake untuk beberapa pengawal, Adam ingin aku meminta izin terlebih dahulu dari kamu,” jawab Rosea gelagapan.“Bagikan cheesecake yang Sea buat,” titah Leonardo terdengar tenang, namun tatapan di matanya menyiratkan hal yang lain. “Baik,” jawab Adam pelan.“Ayo Sea.” Leonardo meraih tangan Rosea dan menariknya pergi lebih dulu meninggalkan Adam sendirian.Sesaat Rosea melihat ke belakang dan bertatapan dengan Adam. Rosea menyadari sesuatu, dari gerak gerik tubuh Adam yang tidak tenang, tampaknya pria itu sedang menyembunyikan suatu kegelisahan.Sepertinya, Rosea membuat Adam menjadi memiliki masalah.“Berhenti menatapnya,” peringat Leonardo menggenggam lebih kuat tangan Rosea.Dengan cepat Rosea melihat lantai yang dipijaknya, dia harus berusaha menahan obat yang disembunyikan di sepatunya agar tidak jatuh. “Aku p
Kehadiran Prince sangat menguntungkan Rosea, dia tidak hanya bisa memiliki alasan jauh-jauh dari Leonardo, Rosea juga memiliki banyak kesempatan untuk mengirim banyak pesan kepada Jacob untuk memberinya kabar dan meminta bantuan.Rosea berharap besar jika Jacob yang masih berada di Paris bisa membaca semua pesannya.Setelah selesai dengan tujuannya, Rosea langsung memusatkan kembali perhatiannya pada Prince yang sejak tadi berceloteh banyak bertanya hal.Keterbiasaan Rosea yang memiliki hubungan dengan anak kecil membuat dia tidak kesulitan saat berkomunikasi dengan Prince hingga anak itu ketiduran di sisinya.Rosea menarik napasnya dalam-dalam, terjebak dalam kesunyian, duduk di sisi Prince sambil menatap keluar jendela, memperhatikan langit malam ini yang kian pekat.Sudah hampir empat malam dia terjebak di rumah ini, rasanya sangat menyesakan seakan seluruh masa depannya sudah direnggut.Entah harus dengan cara apa Rosea bisa kabur membebaskan diri dari tempat ini, dia tidak mungki
“Adam terluka,” bisiknya nyaris tidak terdengar, “apa kamu yang sudah memukulinya?”Ketenangan di mata Leonardo sulit untuk dibaca, pria itu manarik turun bibir bawah Rosea dan memasukan ibu jarinya untuk merasakan lembut dan hangat mulut Rosea.Sangat menjengkelkan melihat bibir indah itu menyebut nama pria lain di hadapannya.“Benar,” jawab Leonardo kian tenang, menahan diri untuk tidak menyerang Rosea karena percakapan mereka belum usai. “Kenapa kamu melakukannya?”“Bukankah kamu sudah tahu jawabannya?” tanya balik Leonardo menebak apa yang sudah Rosea pikirkan saat ini. “Jika kamu tidak ingin orang lain terluka, jangan coba-coba untuk melakukan sesuatu di belakangku.”Jantung Rosea derdebar memacu kencang, intimidasi yang tidak terukur dari Leonardo seperti sebuah déjà vu.Apakah dulu Leonardo juga selalu menekan Rosea dan orang-orang di sekitarnya dengan cara yang seperti ini?Jika Rosea tidak meminta tolong pada orang-orang yang ada disekitarnya, lantas harus bagaimana Rosea le
Tangan Leonardo terkepal, melihat tangisan pilu Rosea yang tidak mampu menahan amarah di dalam hatinya.Leonardo tidak menjawab, dia tidak tersentuh dengan kesedihan Rosea, justru dia tergoda dengan air mata yang Rosea tunjukan kepadanya. Leonardo berdecak kagum, betapa indahnya wanita itu meski hanya dengan menangis.Rasa ingin memiliki kian meningkat di dalam pikiran dan hatinya. Leonardo ingin menjadi pemilik tangisan dan senyuman Rosea.Leonardo sudah tahu Rosea akan bereaksi seperti ini, dan Leonardo tahu jika Rosea akan marah juga membencinya.Segala hal yang Leonardo selalu ada konsekuensinya. Leonardo sudah pernah mencoba menjadi pria yang lembut dan memberikan Rosea semua kebebasan, namun pada akhirnya Rosea terlepas dari genggamannya.Leonardo tidak ingin kehilangannya lagi, dan merasakan penderitaan yang membuatnya kehilangan kewarasaan.Leonardo percaya, lambat laun Rosea akan melunak padanya.Rosea mengusap wajahnya dengan kasar, menyingkirkan air mata yang terus berjatuh
Sebuah pelukan hangat membelit tubuh, Rosea terbangun dari tidurnya dan menyadari jika Leonardo sedang tertidur di sisinya. Dengan hati-hati Rosea bergerak keluar dari pelukan pria itu.Langit masih gelap, semalam Rosea tidak ingat apapun lagi usai meminum obat penenang.Rosea turun dari ranjangnya.Langkah Rosea yang tanpa suara membawanya pergi ke kamar mandi. Rosea harus segera membersihkan diri dan menantikan apakah Leonardo menepati ucapannya atau tidak.Ketika Rosea selesai mandi dan berapakaian, Leonardo masih tertidur lelap di tempatnya, memudahkan Rosea untuk pergi keluar kamar.Tidak banyak orang yang terlihat di rumah besar itu, hanya ada kesunyian dan bayangan suara derap langkahnya yang berjalan di lorong.Pikiran Rosea mulai berkecamuk, memikirkan apa yang kini harus dia lakukan bila nanti dia bertemu dengan Jacob. Apakah bisa Jacob membawa polisi dan membantu Rosea keluar dari rumah ini?Rosea hanya ingin pulang.“Sea,” sapa Prince terdengar serak.Adam datang yang menu
Angin berhembus kencang begitu yacht bergerak, langit cukup gelap pekat, berbanding balik dengan terangnya lampu-lampu bangunan rumah di pinggiran dermaga, cahanya menyebarkan pantulan terang di permukaan air laut.Rosea mengambil gelas anggur dan mencicipinya satu tegukan kecil, lalu meninggalkannya karena kini dia harus memikirkn kandungannya. Usapan lembut tangan Leonardo menyentuh permukaan perut Rosea. “Aku dengar, perempuan yang sedang hamil sering mengalami perubahan emosi karena hormonal. Kapan kamu akan mengalaminya?”Rosea langsung membuang muka sambil menutup mulutnya yang tidak dapat menahan senyuman malu. Leonardo tidak tahu saja, sejak beberapa hari terakhir ini justru Rosea merasa pikiran dan perasaannya lebih santai tanpa alasan yang bisa dia mengerti, dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca buku.Lebih anehnya lagi, Rosea menjadi lebih sering merindukan Leonardo. Logika dan perasaannya bertentangan begitu jauh. Logika Rosea masih terbayang dengan ketakut
“Sea!” tangan Prince melambai di udara, anak itu berlari secepat yang dia bisa, menghampiri Rosea dan menghembur kedalam pelukannya dengan tawa riang.Banyak kejadian baik yang datang padanya akhir-akhir ini. Ibunya, neneknya, mereka semua menjadi lebih lembut dari biasanya, tidak lagi menekan Prince untuk terus belajar dan bertemu berbagai guru less sepanjang waktu.Prince bahagia, neneknya tidak lagi berbicara buruk tentang Rosea, neneknya justru mendukung Rosea untuk menjadi ibunya.Setelah penantian panjang, dia akan segera memiliki seorang ibu yang tinggal bersama dengannya sepanjang hari, mengantarnya pergi ke sekolah dan menemaninya pergi camping sekolah.Prince memejamkan matanya merasakan pelukan hangat Rosea yang melingkupi tubuhnya. Pelukan yang menenangkan dan selalu dia rindukan.“Mengapa Sea tidak pernah mengangkat teleponku akhir-akhir ini? Aku pikir Sea sedang marah,” ungkap Prince.“Dokter bilang, aku tidak boleh menggunakan handpone saat sakit,” jawab Rosea berbohong
“Saya Leonardo Abraham, saya datang ke sini ingin melamar Rosea Gabriella, putri Anda.”Tubuh Kartika menegak, menatap lekat sosok pria yang datang melamar putrinya malam ini. Pria itu duduk dengan tegap dan berbicara tanpa keraguan. Sejujurnya, Kartika masih ragu karena dia belum mengenal sosok Leonardo. Masih ada banyak hal yang ingin Kartika ketahui darinya, disisi lain Kartika juga harus percaya dengan pilihan putrinya.Rosea tidak mungkin melabuhkan hidupnya pada lelaki sembarangan setelah menolak lamaran dari banyak lelaki.“Apa Anda yakin?” tanya Kartika.Leonardo tersenyum lembut. “Keyakinan saya tidak pernah berubah untuk menikahi Rosea sejak satu tahun yang lalun.” “Nak Leonardo, Anda tahu kan pernikahan dijalankan seumur hidup. Setiap manusia itu memiliki sisi baik dan buruknya, dan itu berlaku pada putri saya Rosea, jika Anda menikah dengannya, maka Anda harus menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Anda harus menerima Rosea apa adanya,” ucap Kartika.Leonardo menga
“Ayah, kita mau pergi kemana sebenarnya?” tanya Prince memperhatikan jalanan yang ramai. Sudah satu tahun lebih Prince meninggalkan Indonesia, dia merindukan suasanannya yang jauh berbeda dengan suasana eropa.Prince melihat ke belakang, memperhatian mobil Berta yang terus mengikutinya sejak tadi. Tidak seperti biasanya, neneknya ikut bepergian.Menyadari keterdiaman Leonardo, Prince bergeser memeluk lengan ayahnya, anak itu memperhatikan Leonardo yang terlihat gelisah tidak seperti biasanya. Sejak dari rumah Prince memperhatikan ayahnya yang bergerak kesana-kemari tanpa melakukan apapun. “Ayah kenapa? Ayah sakit?” tany Prince mengguncang lengan Leonardo.“Ayah tidak sakit, Prince,” jawab Leonardo.“Tapi wajah Ayah pucat.”Leonardo mendengus malu, sejujurnya, semenjak berpisah dengan Rosea di bandara, dia gugup setengah mati. Ini adalah pengalaman pertama Leonardo, segala keperluan ditangani oleh Adam dan Bety karena Berta sendiri tidak begitu tahu tentang budaya melamar di Indon
Hogan memijat batang hidungnya dengan kuat, lelaki paruh baya itu berpikir keras dengan ketidak mengertiannya, mengapa putrinya yang tidak suka menmiliki ik, kini secara tiba-tiba memutuskan untuk menikah.Hogan lebih tidak mengerti karena lelaki yang Rosea pilih adalah Leonardo Abraham. Padahal, ingatan Rosea telah kembali, seharusnya Rosea ingat jika selama ini dia selalu berusaha menghindar dari Leonardo karena sifat ibunya yang bermasalah.“Ya Tuhan..” Kartika menghembuskan napasnya dengan berat kesulitan berkata-kata.Beberapa kali Kartika mengatur napasnya agar bisa berpikir rasional, dilihatnya kembali Rosea yang duduk begitu tenang. Ketenangan yang Rosea tunjukan menyadarkan Katika bahwa putrinya tidak main-main dengan ucapannya.“Apa sebenarnya alasan yang membuat kamu memutuskan untuk menikah dengan Leonardo, Sea? Tidakkah kamu ingat apa yang telah dilakukan ibunya pada keluarga kita?” lirih Kartika bertanya.Hogan mengangguk setuju. “Ayah juga tidak begitu menyukainya Sea.
“Aku ingin mencantumkan dalam perjanjian pra-nikah kita, aku tidak menerima uang itu dalam bentuk apapun untuk anakku.”Kening Leonardo mengerut tidak mengerti. “Apa maksudmu Sea?”“Aku tulus menerima kamu Leonardo, dan aku tidak sudi dituduh hamil hanya untuk mendapatkan uang!”“Itu tidak bisa. Lagi pula, tidak ada yang pernah berpikiran seperti itu padamu.”“Ibumu yang mengatakannya tepat sehari sebelum aku tahu kehamilanku,” lirih Rosea menahan tangisan yang mendesaknya. “Aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan siapapun. Aku hanya ingin anak yang akan aku lahirnya hidup dalam kedamaian tanpa menerima tuduhan buruk. Karena itu, cantumkan saja dalam perjanjian pra-nikah kita, jika harta kita akan tetap terpisah meski telah menikah dan anakku tidak akan menerima tunjangan masa depan. Aku masih mampu mempersiapkan tabungan masa depan anak kita.”Leonardo terpaku kaget hingga tidak mampu berkata-kata.Leonardo bisa memahami sakit hati Rosea, disisi lain dia tidak setuju dengan k
Leonardo keluar dari kamar mandi, didapatinya Rosea yang tengah duduk ditengah ranjang, ditangannya terdapat sebuah buku yang tengah dia baca. Segelas susu yang dia siapkan sebelum pergi mandi, kini telah kosong di meja.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.“Kamu harus tidur Sea.”“Aku belum mengantuk,” jawab Rosea tetap fokus membaca bukunya.Dengan keadaan bertelanjang dada, Leonardo merangkak naik ke ranjang dan duduk disisi Rosea, melihat sebuah buku yang tengah dibacanya tanpa berbicara sepatah katapun.Ketenangan Rosea membuat Leonardo tidak mengerti. Setelah memberitahukan kehamilannya, dengan sikap yang manis Rosea memasakan makan malam untuk Leonardo, bahkan saat menemani Leonardo makan, Rosea hanya menanyakan kabar Prince.Sejujurnya, Leonado luar biasa bahagia dengan sikap manis Rosea. Namun, Leonardo juga menantikan Rosea untuk membicarakan tentang kedatangan ibunya karena ini masalah yang sangat penting.Tidak seperti biasanya Rosea menunda masalah..Padahal, Leona
Perlu waktu satu setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Prancis ke Monaco. Begitu sampai, Leonardo terburu-buru pergi menaiki taksi. Dia tidak ingin menunggu barang sedetikpun untuk bisa segera bertemu dengan Rosea.Taksi bergerak cepat melintasi jalanan.Semakin dekat jarak yang dia tempuh ke tempat tujuan, Leonardo gugup, beberapa kali dia menahan napasnya karena degup jantung yang berdebar kencang tidak terkontrol, kerinduan yang begitu kuat kini akhirnya akan menemukan peredanya.Leonardo tahu, akan ada sederet penjelasan yang menanti untuk diceritakan kepada Rosea, ada setumpuk kata yang harus dia ucapkan untuk meyakinkan Rosea agar tetap berada di sisinya.Namun, semuanya tidak akan sesulit sebelumnya.Ibu Leonardo sudah memberinya izin menikah dengan Rosea, dan ada seorang anak yang tengah Rosea kandung menjadi penguat hubungan mereka berdua.Senyuman menawan Leonardo langsung terlihat di jendela mobil.Betapa menyenangkannya membayangkan Prince akhirnya menjadi seorang
Prince bergerak gelisah menyadari jika Mikhaila membawanya terlalu jauh dari Berta dan Leonardo. Masih sulit untuknya percaya jika ibunya tidak akan melakukan apapun.Bukan tanpa alasan, Mikhaila sudah terlalu sering membohonginya dibalik janji.“Prince,” panggil Mikhaila berhati-hati, “tolong lihat ibu sebentar saja, ibu ingin berbicara dengan kamu. Ini penting.”Prince kembali memusatkan perhatiannya pada Mikhaila yang kini terduduk lesu tidak begitu bersemangat seperti biasanya. Cekungan di pipi, kantung mata yang membesar, hingga penampilan yang tidak terawat tidak mencerminkan Mikhaila yang selama ini Prince kenal. “Apa Ibu sakit? Ayo kita ke dokter,” ajak Prince berhati-hati, dia takut menyinggung perasaan ibnya.“Ibu baik-baik saja.” Mikhaila menggeleng dengan senyuman sendunya.Mikhaila meraih tangan prince dan menggenggamnya dengan lembut. Rasa sakit begitu terasa menusuk dada melihat wajah putranya yang telah dia sia-siakan semenjak berada dalam kandungan, hingga Mikhaila