Flashback 3 (Dominic dan Brandon, saat berkunjung ke tempat Solihin)
“Jadi … Ares, Anjar dan Reina itu adalah kaki tangan kalian?”
Lidah Brandon kaku saat Dominic menyebutkan nama Ares dan Anjar. Pria itu juga meledeknya dengan menuduh kedua orang itu adalah kaki tanganya. Apakah ketakutan Chris –tentang keluarga Louis yang akan mencurigai mereka –itu benar-benar terjadi sekarang?
Tidak bisa dibiarkan.
“Kita perlu bicara, Pak Dom.” Brandon bahkan mengabaikan Janice yang sudah ikut turun ke bawah. Mereka sepakat untuk masuk ke sebuah kafe kecil yang tidak jauh dari gudang Solihin.
“Tunggu di sini.” Brandon memberi perintah agar Janice duduk di meja yang berjarak lima meter dari meja yang sudah ditempati Dominic. Mereka ingin membahas hal yang sangat serius.
“Baik, Pak.” Janice mengangguk. Setelah itu dia mengawasi punggung Brandon yang mulai menjauh darinya.
Brandon menarik kursi yang ada di hadapan Dominic. Setelah terluka para
Since some of you asked me "ini bakalan sampai berapa bab?", aku jawab yaaaa, nggak ada patokan bab-nya, tapi sesuai kontrak dengan Goodnovel, novel ini harus tamat dengan minimal jumlah kata 200.000. Sekarang baru 140.000 kata. Berarti masih harus tulis min 60.000 kata. Per bab aku bikin 2000 kata. Berarti masih ada setidaknya 30 bab lagi ya gais. Thank you for your patient. Love youu.
Flashback 6 (Dominic dan Marcus) Namun dewi fortuna sepertinya masih berpihak kepada Dominic. Jalan buntu yang dia temui saat memikirkan cara untuk mendatangkan Ares dan Anjar besok, akhirnya terjawab setelah dia mendapat telepon dan Hardian, kepala tim keamanan perusahaannya. Demi apa, Dann ternyata kaki tangan Ares dan Anjar juga?? Sekretarisnya itu ternyata berperan dalam penukaran lukisan di ruangan kerjanya. Dominic sampai tidak sanggup berkata-kata dan tidak sanggup memikirkan apa pun lagi. Bukankah selama ini Dann terlihat hanya patuh kepadanya? Dia bahkan tidak punya gelagat yang mencurigakan jika ternyata dia adalah penjahat yang sama seperti Ares. Dominic juga semakin geram setelah mendatangi kediaman keluarga Dann. Dia menemukan fakta bahwa bayi kecil yang pernah dikatakan Dann jatuh dari baby walker dan masuk rumah sakit, ternyata kondisinya sangat sehat walafiat. Bahkan istri Dann sendiri mengaku anak mereka baik-baik saja. Dominic tidak
Dominic merasakan jantungnya langsung berdetak cepat seperti atlit yang sedang ikut lari marathon. Chris menatapnya dengan tajam seperti ingin mengatakan bahwa dia tidak ada pilihan. Dominic pun melirik ayahnya seperti meminta pendapat pria itu. Marcus pun membalas dengan senyum simpul dan anggukan. Sepertinya Marcus mengetahui maksud Chris menempatkan Dominic bersamanya dalam satu mobil. “Ba-ik, Om.” Dominic menjawab dengan lidah yang bergetar. Brandon yang melihat kekakuannya sudah ingin tertawa dan mengejek. Tapi tidak dilakukannya demi menjaga image nya yang cool. Mobil Marcus dan Miranda yang dibawa oleh Brandon berjalan lebih dulu, disusul mobil Fransisco dan Iriana. Mobil Chris berada di urutan terakhir. Dominic sudah duduk di belakang kemudi dan Chris di jok belakang bersama Amber. Dominic tidak bisa menggambarkan perasaannya sekarang. Sekujur tubuhnya bergetar. Tangannya nyaris tidak sanggup mencengkeram stir dengan baik lantaran kedua tangan
And here they are … berada di dalam ruangan kerja Dominic dan sedang berhadapan dengan dua orang tersangka yang kini terduduk lemah tak berdaya di atas karpet. Dominic yang sedari tadi memimpin rombongan pun bergerak mundur dan mempersilakan Fransisco untuk maju. Sejak masuk tadi, Fransisco tidak bisa berhenti melihat Ares. Benarkah sejak semula Ares sudah memperdaya dirinya tentang lukisan itu? Lukisan yang membuat Frans seperti orang bodoh sekarang. “Apa tujuanmu, Ares! Aku tidak menyangka kau telah membohongiku selama ini dan sudah melakukan kejahatan sampai sejauh ini.” Fransisco memulai dengan suara yang bergetar. Iriana dan Chris berada tepat di sebelahnya untuk memberinya kekuatan. Ares melihat aura kesedihan dan kebencian dari sorot mata sayu Fransisco. Oh, jika mereka semua berada di sini sekarang, itu artinya mereka sudah tau tentang lukisan asli dan palsu itu kan? Huh! Masih berlagak sok suci! Ares memaki di dalam hati. “Aku jahat? Hah. Hah
Dua minggu kemudian. New York University, tepatnya pukul dua siang. Perkuliahan Chalondra baru saja selesai saat dia mendapat kabar dari Grace, kalau kakak sepupunya itu mendadak ada interview kerja. Grace sangat menyesal karena tidak bisa menjemputnya sekarang. Berdasarkan info dari kakaknya pula, dia tau kalau Ken sudah mengirim anak buahnya untuk menjemputnya ke kampus. Sebenarnya Chalondra tidak keberatan jika harus pulang sendiri. Dia juga sudah sangat penasaran rasanya naik kendaraan umum di sini. Bahkan jika diijinkan, dia sangat ingin mengunjungi Times Square yang cukup dekat dengan kampusnya. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit jika dia menggunakan taksi lokal. Tapi om nya tidak mungkin mengijinkan dia berkeliaran sendirian. Buktinya saja, saudara sepupu ayahnya itu sudah mengirimkan orang lain untuk menjemputnya. Chalondra berharap orang suruhan Ken sudah mengetahui tempat dia biasa menunggu jemputan Grace, karena dia tidak bisa memberi kabar
“Chalondra, will you marry me?” tanya Dominic dengan wajah serius dan nada yang cukup tegas. Kedua mata abunya menatap gadis itu dengan penuh rasa cinta. Ini adalah momen yang sangat berharga dan momen yang sudah lama dinantikan oleh Dominic. Dulu dia pernah menikah atas dasar balas budi orang tua. Tidak ada lamaran seperti ini karena tidak ada cinta di antara dia dan mantan istrinya. Namun berbeda dengan sekarang. Setelah akhirnya dia menemukan seseorang yang berhasil membuatnya benar-benar jatuh hati, dia ingin melamar wanita itu dengan cara yang tidak akan bisa mereka lupakan sampai kapan pun. Dia bahkan sampai rela mengeluarkan uang milyaran rupiah demi mengosongkan Times Square selama tiga jam dan menyewa tiga buah papan billboard utama di sana. Chalondra meneguk ludahnya. Dia mencerna pertanyaan Dominic dengan sisa-sisa kesadaran yang dia punya. Dominic bertanya apakah dia berkenan menikah dengan pria itu? Seriusan? “Dad, i-ini se-ri-us?” suara Chalondr
Chris, Amber dan Brandon sudah menunggu kedatangan Dominic dan juga Chalondra di dalam kamar hotel president suites yang mereka tempati sejak sampai di New York tadi malam. Ken, Aliya dan Grace juga sudah ada di sana dan turut membantu kelancaran rencana lamaran Dominic tadi. Saat pasangan yang sedang dimabuk cinta itu muncul di balik pintu, Amber, yang sudah begitu merindukan Chalondra langsung bangkit dari sofa tempatnya duduk. Wanita itu setengah berlari menyambut anak gadisnya yang juga langsung berlari menerjang tubuhnya. “Mamaaaaaa …” Rasa haru Chalondra tidak tertahan. Air matanya langsung tumpah saat kepalanya terbenam di pelukan ibunya. Begitu pun dengan Amber yang langsung menitikkan air mata saat memeluk sang buah hati. Dia kembali dirundung perasaan sedih setiap kali mengingat malam yang paling mengerikan itu. “Mama kangen banget sama kamu, Cha. Maafkan mama kalau udah bikin kamu sedih.” Tangis Chalondra semakin terdengar pilu. Ingatannya
Akhirnya keluarga Ellordi touch down di Jakarta dan langsung disambut oleh segala hiruk pikuknya. Baru juga landing, Chalondra dan Dominic sudah langsung berangkat lagi menuju butik desainer yang mengerjakan baju pernikahan mereka. Keduanya bahkan tidak pulang ke rumah dulu, karena kata Amber, mereka harus cepat-cepat melakukan fitting terakhir, supaya pihak butik masih sempat melakukan perbaikan kalau-kalau ada yang kurang. Chalondra yang masih jetlag tidak bisa protes karena Dominic juga terlihat sangat bersemangat. Sang calon suami mengijinkannya tidur di mobil selama dalam perjalanan menuju butik. “Dad, kenapa sih nikahnya itu harus besokk? Aku kan masih capek, Dad. Besok kalau aku pingsan di depan altar gimana?” keluh Chalondra dengan suara setengah mengantuk. Kini dia sedang bermalas-malasan di pelukan Dominic dan mereka duduk di kursi belakang mobil ayahnya. Tadi Marcus memang langsung menyuruh supir pribadinya untuk stand by di bandara sebelum pesawat mereka landing.
Kekesalan Chalondra masih belum selesai karena insiden keceplosan Dominic. Sepanjang jalan dia mengamuk dan memaki pria itu habis-habisan. Kemesraan yang sudah tercipta sejak awal mereka bertemu seakan terlupakan. Dominic yang memang menyadari kesalahannya, harus ikhlas menerima umpatan Chalondra. Malahana dia senang karena sudah lama tidak melihat anak kecil itu marah seperti sekarang. "Cha, jangan ngambek lagi dong," bujuk Dominic untuk yang ke sekian kalinya saat dalam perjalanan pulang. "Gimana aku nggak ngambek, Dad?? Daddy loh ngumbar aib sendiri di depan orang-orang! Pakai toa aja sekalian Dad, biar satu Jakarta tau!" "Saya tidak sengaja, Chalondra. Lagian saya yakin tadi asisten desainernya tidak mengerti apa yang saya maksuda." "Nggak ngerti apanya? Anak kecil juga kalau dengar kata saling meraba itu pasti ngerti, Dad!" Dominic menahan tawanya. Lihatlah, hanya persoalan keceplosan saja calon istrinya itu sudah berang setengah mati. Ba
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri