"SIAL!!"
Suara daun pintu yang digebrak cukup keras membuat seseorang yang berada di dalam ruangan tersebut terkejut setengah mati. Tangannya yang sedari tadi menahan selembar koran tepat di hadapan wajahnya, turun dengan spontan demi bisa melihat ke arah pintu.
"Kau mengejutkanku!"
"Sial sial sial!!" laki-laki itu masih mengumpat penuh amarah seraya melayangkan tinjunya ke udara.
"Ada apa? Kau bertelepon dengan siapa barusan??"
"Papa. Dominic benar-benar mengunjungi papa ke Yogyakarta dan sekarang beliau sudah mengetahui perihal Inti Global!!"
Itu adalah Anjar, bersama sekutunya. Setelah mendapat kabar mengenai perceraian Dominic dan Reina, mereka berdua bertemu untuk membahas rencana lanjutan tanpa melibatkan mantan istri Dominic tersebut. Namun di pertengahan perbincangan mereka, tiba-tiba ayah Anjar menelepon.
Dialah Tuan Sagara Theodor. Owner dari Sagara Natural yang sebelumnya menjadi supplier bahan baku di perusahaan Dominic, y
Dominic baru saja akan menyeruput minuman dinginnya. Namun gerakan tangannya tiba-tiba terhenti lantaran mendengar suara menggelegar dari ponsel Chalondra yang tidak sedang mengaktifkan fitur speaker. Dominic dengan begitu jelas mendengar Chris meneriakkan nama Chalondra dan menyuruh gadis itu pulang sekarang. "Ke ... kena ... kenapa ... P ... Pa?" Chalondra mempertanyakan perintah ayahnya sambil menatap Dominic yang sepertinya sedang bertanya 'ada apa?'. "PULANG SEKARANG. DALAM WAKTU SATU JAM KAMU HARUS SUDAH DI BANDARA." "Tapi, Pa, study tourku belum--" "KAMU KIRA PAPA NGGAK TAU KAMU LAGI BERSAMA SIAPA DI SANA CHALONDRA??!!" DHUARRRR!!!!!!!! Ponsel mahal itu terlepas begitu saja dari genggaman tangan kecil Chalondra. Jantungnya terasa mau copot. Ayahnya sudah mengetahui hubungan mereka??? OH TUHAN!! Dominic tidak kalah kaget melihat refleks kekasihnya. Dia pun memungut ponsel Chalondra dari lantai restoran, kemudian dengan ce
Perih. Saat Dominic tersadar dari tidur panjangnya, dia merasa seluruh wajahnya perih. Sekujur tubuhnya serasa patah tulang. Dia tidak bisa bergerak bahkan hanya untuk sekedar membuka mata. Dia kaku, raganya seakan mati, sama seperti hatinya.Aroma obat-obatan memenuhi penciumannya. Walau netranya masih terpejam, Dom cukup sadar kalau saat ini dia berada di sebuah ruangan rawat inap. Dominic juga lama-lama bisa merasakan jarum infus yang menancap di pergelangan tangannya. Fix, dia memang berada di unit kesehatan yang entah di mana, dia tidak tau.Bagaimana dia bisa berujung di sini? Bukankah tadi siang dia dibuang begitu saja di pinggir jalan? Siapa yang sudah berbaik hati memungut sampah sepertinya?"Argggggghh," desis Dom saat dia merasa pusing kepala yang luar biasa."Kamu sudah sadar, Dom?"Suara itu? Ayahnya??Dominic berusaha membuka kedua matanya. Rasa pegal di sekitaran indera penglihatannya begitu terasa lantaran tadi siang Chris ju
Chris Ellordi sudah memikirkan ini sejak siang tadi. Dia sangat marah melihat Dominic yang dengan beraninya datang ke hadapannya. Laki-laki itu pun sama sekali tidak tahu malu dengan masih menggenggam tangan Chalondra. Lupakah dia jika dia dan Chalondra itu ibarat om dan keponakan? Lagian dia sudah menikah! Sangat kurang ajar jika dia masih menjalin hubungan dengan wanita lain. Chris tidak peduli dia adalah putera dari Marcus, sahabat papanya. Dominic sudah melewati batas yang selama ini sudah terjaga dengan baik. Sekali pun Cakrawala dan Inti Global adalah rival di dunia bisnis, mereka tetap bisa berjalan berdampingan karena pendiri-pendiri keduanya memiliki ikatan persahabatan. Sekali pun tidak ada batasan secara tertulis, namun mereka cukup sadar bahwa ada hal-hal yang tidak pantas dilakukan demi menjaga keharmonisan hubungan mereka. Dalam kasus hubungan Dominic dan Chalondra, Chris sangat yakin kalau Dominic lah yang patut dipersalahkan. Chris sangat mengenal put
Keesokan paginya ... "HAHAHAHAHAHA ..." Tawa menggelegar yang nyaris mampu membelah langit terdengar dalam sebuah ruangan kerja yang cukup luas. Dua orang yang sudah lama bekerja sama untuk menghancurkan keluarga Louis dan Ellordi itu tertawa puas mengetahui rencana mereka sudah berhasil. Mereka adalah Anjar dan ... Ares Alexander. "Ide kamu yang menyuruh saya untuk mengantar langsung foto-foto itu ke hadapan Fransisco ternyata sangat jitu. Dampaknya begitu luar biasa." Ares meneguk wine-nya dengan perlahan dan penuh penghayatan. "Hahaha, karena untuk apa menunggu papa merusak segalanya kalau kita bisa lebih dulu melumpuhkan si pengacau? Setelah ini Dominic pasti akan sibuk mengurus kekasihnya dan melupakan kasus pemutusan kontrak itu," balas Anjar dengan tidak kalah bangga. Dia sangat senang mengetahui saat ini keluarga Chris Ellordi sedang kacau dan Dominic adalah penyebabnya. Berdasarkan informan mereka yang ada di kediaman Chris El
Chalondra melangkah menuruni anak tangga menuju lantai bawah rumah yang sebentar lagi akan dia tinggalkan. Selama membasuh diri dan berkemas, sekuat tenaga Chalondra menahan kesedihannya. Dia tidak ingin keluarganya melihat kedua matanya bengkak-bengkak lagi. Bukankah kata mamanya tadi ini untuk kebaikan masa depannya? Chris, Amber, Brandon dan seluruh pegawai di rumah besar itu sudah menantinya di sana. Chalondra menghela napas. Dia masih tidak percaya akan pergi meninggalkan rumah ini. Seperti mimpi bukan? Sekali pun dia pernah berniat untuk merantau jauh dari orang tua, sama sekali bukan dengan cara yang seperti ini. Chalondra memeluk ibunya sebagai yang pertama. Sekali pun tadi keduanya sudah puas bertangis-tangisan, sekarang mereka tetap saja berderai air mata. Namun tidak ada kata yang terucap dari mulut keduanya. Amber hanya menciumi pipi Chalondra berkali-kali dan memeluknya dengan erat sampai deheman Chris membuatnya lekas berhenti. Kemudian Chalondr
"Chalondra!"Hanya berselang beberapa menit dari kepergian Chalondra, Dominic tiba-tiba terbangun seraya menyerukan nama kekasihnya. Dia sampai terduduk dengan napas yang terengah-engah.Kepalanya memutar memeriksa seluruh ruangan. Tidak ada Chalondra. Apakah dia hanya bermimpi? Tapi rasanya nyata sekali. Chalondra menyentuhnya, menciumnya, memeluknya. Gadis itu juga menangis sambil mengucapkan kalimat-kalimat yang menurut Dominic begitu aneh. Entah untuk apa Chalondra mengucapkannya."Maafkan aku, Dad.""Maafkan ayahku.""Aku mencintaimu, Dad. Semoga Daddy sehat selalu dan berbahagia.""I love you, Dominic. Tolong berbahagialah."Kalimat-kalimat itu terdengar begitu nyata di telinga Dom. Chalondra terdengar menangis terisak sambil mengucapkannya, sambil memeluknya. Mimpinya itu terasa begitu nyata, sampai-sampai pria itu ikut merasakan sesak di dalam dadanya."Chalondra ..." desah Dominic. Dia menyugar rambutnya yang berantaka
Amber merasakan telinganya tiba-tiba berdengung. Seluruh darahnya naik memenuhi kepalanya. Tuan Ares??? Tuan Ares siapa?? Mengapa salah seorang pekerjanya harus melaporkan kejadian yang terjadi tadi pagi di rumah ini kepada orang itu? Dia bahkan berjanji akan mengabari orang itu lagi jika ada sesuatu yang terjadi.Amber mengingat satu orang yang bernama Ares dan dia juga mendengar nama itu kemarin, di rumah mertuanya. Ares kalau tidak salah adalah sahabat lama ayah mertuanya, Fransisco. Dia adalah orang yang sudah memberikan foto-foto Chalondra dan Dominic kepada Fransisco.Apakah Tuan Ares yang dia dengar dari dalam adalah Ares yang itu? Jika iya? Mengapa salah seorang pekerjanya bisa berhubungan dengan pria itu? Apa dia seorang mata-mata di sini??Amber lalu memilih untuk bersembunyi di balik tembok. Saat orang itu keluar dari kamar mandi, Amber pun cukup kaget karena dia adalah Santi, salah satu juru masak yang masih terbilang muda di rumah merek. Apa hubunga
Panggilan yang diabaikan berkali-kali membuat Ares spontan membanting ponselnya ke atas sofa dan membuat Anjar terkejut. Dia sangat penasaran bagaimana interaksi antara Chris, Amber dan Brandon malam ini sehingga dia menghubungi Santi terus menerus. Apakah mereka benar-benar hancur setelah Chalondra pergi? Ares sangat penasaran sebesar apa keberhasilan rencana mereka. Dia sudah tidak sabar untuk melakukan rencana selanjutnya, yaitu meneror Fransisco agar segera membahas lukisan itu dengan Marcus.“Si Santi ini ke mana sampai tidak mengangkat telepon?” Anjar malah bertanya dengan bodoh.“Andai saya tau dia di mana, saya tidak perlu sampai se kesal ini,” jawab Ares yang kemudian duduk di sofa yang ada di hadapan Anjar.“Mungkin masih sibuk di dapur. Ini kan jam makan malam, Opa.”“Bukan hanya panggilan yang tadi, tapi sejak sore pun dia tidak mengangkat telepon.”Anjar yang sedang membaca artikel elektr
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri