Emily berjalan cepat mengikuti Adrian yang mengejar Luna begitu rapat pembahasan kerjasama usai. Wanita berambut brunet itu tahu, bahwa Adrian ingin membahas tentang sikap Matteo yang tadi mempermalukan Adrian di depan atasan divisi pemasaran Magnolia spring Resort. Suara tumit sepatu heels yang Luna pakai terdengar lantang mengetuk lantai. Gadis itu sedang terburu-buru, dia tidak sanggup untuk melihat Adrian dan Emily berlama-lama, dia merasa dikhianati dengan dua orang yang dulu sangat dekat dengannya. Salah satu tangan Adrian meraihnya, membuat langkah Luna yang nyaris tiba di depan ruang kerjanya terhenti, sehingga gadis itu pun dengan terpaksa menoleh ke arah pria yang baru saja meraih tangannya. Luna tahu siapa pelakunya. "Rapat telah selesai, tidak ada yang perlu kita bahas lagi, tuan Adrian?" tanya Luna dengan penekanan di kata terakhir. Gadis itu terang-terangan mengangkat dagunya, menunjukkan gestur menantang yang sangat jelas, membuat Adrian dan Emily menatap Luna tidak s
Luna bergegas menuju lobby begitu jam kerja usai. Dia baru saja mendapatkan pesan bahwa Matteo menunggunya di lobby. Ingin rasanya gadis itu cepat-cepat sampai ke apartemen dan menangis sejadi-jadinya atas kenyataan perih yang dia terima hari ini. Sesampainya di lobby Magnolia spring Resort, Luna dibuat terkejut dengan pemandangan di mana Matteo sedang duduk di sofa dengan secangkir kopi berada di depannya. Beberapa staf perusahaan tersebut terlihat akrab saat berbincang dengan Matteo. Hal itu tentu saja membuat dahi Luna mengernyit dalam. Memangnya siapa Matteo itu? Mengapa semua orang di Magnolia spring Resort tampak segan terhadapnya? Untuk sesaat Luna terpaku menatap Matteo yang terlihat begitu karismatik dan berwibawa saat berbincang dengan para staf yang duduk bersamanya. Luna pun berjalan pelan mendekati segrombolan pria itu lalu menyapa mereka dengan sopan. "Miss Winterbourne sudah datang. Saya permisi, pasti beliau sangat lelah dan ingin segera beristirahat." ucap Matteo d
Apa yang akan kau lakukan jika seseorang yang kau cintai belum bisa melupakan masa lalunya? Kau selalu berada di sisinya setiap waktu dan berusaha menjadi penopangnya saat dia rapuh. Sinyal-sinyal cinta berusaha kau kirimkan, namun dia bahkan tidak dapat menangkapnya, dan tetap melihatmu sebagai seorang teman! Ya, hanya sebatas teman!Dalam situasi seperti itu mungkin sebagian orang akan pergi dan mencari perempuan lain, mengingat tidak hanya ada satu wanita saja di bumi ini. Tetapi tidak demikian dengan Matteo. Pria itu memilih untuk tetap bertahan. Dia tahu bahwa Luna membutuhkan penyembuhan atas luka masalalunya. Dan dia ingin menjadi penyembuh atas luka yang Luna rasakan."Ada apa denganmu? Apakah ada ucapanku menyinggung perasaanmu?" tanya Luna sembari memegang lengan Matteo. Mata Matteo melihat ke arah pegangan Luna pada lengannya. Debaran kembali ia rasakan saat permukaan tangan lembut gadis itu menyentuhnya. Namun dalam sekejap, debaran itu berubah menyakitkan, saat Matteo me
Tidak banyak pembicaraan antara Luna dengan teman serumahnya itu setelah kesepakatan yang terjadi tadi malam. Pun saat perjalanan menuju Magnolia spring Resort. Entah nengapa diamnya Matteo membuat Luna merasa kesal. Dia rindu saat-saat pria itu memberikannya perhatian dan menatapanya dengan tatapan teduh. Luna masih tidak bisa mengerti, kepribadian seperti apa yang dimiliki Matteo. Sikap pria itu bisa mudah sekali berubah; tiba-tiba Matteo akan menjadi pria yang penuh perhatian dan hangat, sehangat nafas. Namun dalam sekejap bisa berubah dingin, sedingin es di kutub. Keduanya tiba di pelataran Magnolia spring Resort. Dan secara mengejutkan, Matteo melepaskan seat belt Luna begitu mematikan mesin mobil. "Kau tidak perlu melakukannya, aku bisa melakukan itu sendiri," pekik Luna saat tiba-tiba Matteo mendekatkan tubuhnya dan melepas seat belt yang melekat pada tubuh Luna. Desiran hangat menjalari dada Matteo saat tidak sengaja menyentuh bukit kembar Luna yang begitu subur."Maaf, aku
Alex duduk termenung di sebuah sofa ruang bersantai. Tatapannya tidak terlepas dari figura foto yang ada ditangan. Potret masa kecil Luna bersama mendiang istrinya, Chiara. Dimana dalam foto tersebut Chiara duduk di sebuah kursi dan memangku Luna kecil, mereka menggunakan gaun putih dengan model yang sama. Jemari Alex mengelus wajah Chiara, senyum kegetiran terukir di wajahnya. Dalam hati pria itu mengucap maaf, atas kegagalannya dalam menjaga putri sematawayang mereka. Apa yang dilakukan Alex tidak terlepas dari perhatian seorang perempuan paruh baya yang akhir-akhir ini sering mengintai segala yang dia lakukan. Ambisi perempuan itu untuk membuat Alex mewariskan usahanya untuk Emily tak kunjung surut, justru semakin kuat setelah pengusiran Luna dari rumah itu. Rosaline berjalan mendekati Alexander dan duduk di sebelah pria tersebut. Mata wanita itu berkilat amarah saat melihat foto siapa yang Alex pegang. Bibir berpoles lipstik merah darah Rosaline sedikit mengerucut. Sepertinya k
Matteo mendekati Luna yang masih berdiri di ambang pintu dengan gestur gelisah. Kedua alis pria itu bertaut dan manik gelapnya menatap Luna lekat-lekat. Perubahan rona kulit wajah Luna membuat Matteo bertanya-tanya. "Ada apa denganmu?" tanya Matteo dengan salah satu alis naik mendekati dahi. "Dan apa maksud ucapanmu tentang apakah aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku?" Luna terlihat semakin gelisah dan memilin jemarinya di depan tubuh. Gadis itu memalingkan wajah, tak kuasa menatap manik gelap Matteo yang hanya akan membuatnya semakin gugup. "Luna?" panggil Metteo dengan suara lembut. Pria itu meraih tangan Luna dan alisnya kembali bertaut saat permukaan tangan Luna terasa sangat dingin. "Tanganmu dingin? Ini cukup aneh. Udara di luar sedang panas." Luna yang semakin salah tingkah segera menarik tangannya. Hal itu membuat Matteo melempar tatapan bertanya. "Abaikan. Ini bukan apa-apa." Ucap Luna, masih menatap ke arah lain. Kini gadis itu memeluk tubuh dengan kedua tangannya, g
"Matteo? Kenapa kau diam?" ucapan dari seberang sambungan membuyarkan lamunan Matteo. Pria itu pun berdeham beberapa kali sebelum akhirnya melanjutkan pembicaraan yang terjeda."Kau benar, Ayah, dalam foto yang beredar wajahku memang disensor. Tapi bukan berarti aku bisa merasa tenang sementara gadis pujaanku kini dibenci orang satu kota." Di seberang sambungan, Antonio menyipitkan mata. Apakah putranya menyesali perbuatannya yang memalukan itu?"Bagus kalau kau menyesali perbuatanmu, Matteo." ucapnya sembari menghembuskan nafas lega. "Tapi, Ayah, itu semua terjadi karena unsur ketidak sengajaan," desis Matteo sembari memijit pelipisnya yang berdenyut. "Mengapa bisa begitu?" tanya Antonio sedikit tidak percaya. Pria paruh baya itu berpikir bahwa Matteo sengaja menjebak putri majikannya sehingga beredarlah foto seperti yang sudah dia lihat. Antonio sangat tahu bahwa putranya sangat terobsesi dengan putri dari Alexander Winterbourne tersebut."Aku sangat yakin seseorang sudah menjeba
"Hallo, Tyler?" ucap Matteo dingin pada seseorang melalui sambungan telepon. "Aye, Boss. Apa ada yang bisa ku lakukan untukmu?" Di tempatnya saat ini duduk dan bersandar, pria bernama Tylor Bannett itu langsung menegakkan punggung, seolah Matteo sedang berdiri di hadapannya. "Ada tugas untukmu. Aku ingin kau menyelidiki hubungan antara dua orang yang akan ku kirimkan foto dan data dirinya setelah ini. Aku ingin tahu, seberapa jauh kedekatan di antara mereka terjalin." "Keinginanmu adalah perintah bagiku, Tuan." jawab Tyler sebagaimana ucapan jin botol dalam dongeng Aladdin. Matteo lalu mematikan sambungan telepon yang berlangsung. Tidak perlu menjelaskan dengan detail, Tyler adalah bawahannya yang sangat bisa diandalkan. Pria itu selalu mendapat kepercayaan Matteo untuk menyelesaikan kasus-kasus berat yang ditimbulkan para pesaing bisnis yang ingin menghancurkan Matteo. Dan dari kesemua tugas yang Matteo bebankan, Tyler selalu bisa menyelesaikannya.Dengan cepat jari Matteo menyent