Kembali pada topik utama yang ingin dibicarakan Eleanor sebelumnya berkaitan dengan pertemuan alumni itu. Kini posisi mereka berpindah menduduki sofa ruang tamu.“Cedric, sebenarnya besok aku diajak menghadiri acara pertemuan alumni.”“Lalu, permasalahannya di mana?”Bibir Eleanor memanyun sekejap. “Masalahnya aku tidak nyaman bertemu dengan semua teman sekolahku. Sebenarnya aku tidak memiliki banyak teman sewaktu duduk di bangku SMA. Mereka suka merendahkanku seperti halnya Natalie merendahkanku.”Tangan Cedric terkepal kuat dan tatapannya seperti ingin menghabisi semua orang yang menindas wanitanya satu per satu. “Kenapa semuanya suka menindasmu? Padahal bagiku kamu adalah wanita sangat baik di antara semua wanita di dunia ini.”“Aku juga tidak tahu alasannya kenapa. Mungkin ada seseorang yang menghasut mereka semua, jadinya mereka membenciku.”“Maaf Eleanor, aku tidak ingin sembarangan memberi kesimpulan. Tapi, apakah mungkin penguntit itu yang memfitnah semua temanmu?”Eleanor men
Siapa lagi kalau bukan Austin? Pria yang ingin melamar Eleanor sewaktu semester terakhir kuliah. Sebenarnya Austin dan Eleanor sudah berteman sejak kelas dua belas. Saat itu Austin masih anak baru, lalu Eleanor mengajak berteman. Sekarang kondisi berbeda jauh dari sebelumnya. Kehadiran pria itu kembali membuat wajah bahagia Eleanor langsung memudar. Tatapan Austin terfokus pada penampilan Eleanor terlihat sangat terpukau di matanya. Meski ada sosok Cedric duduk bersebelahan dengan Eleanor, ia tidak peduli. Dengan sengaja ia bertekad memuji kecantikan teman lamanya, berniat mengompori Cedric. “Kamu sangat cantik, Eleanor.”Mendengar kalimat pujian itu, semua orang di sana langsung heboh. Justru pujian itu sangat tidak nyaman bagi Eleanor. “Terima kasih, Austin.” Eleanor menyahut datar. “Aku sempat mengira Eleanor yang akan menikah dengan Austin. Ternyata tebakanku salah sepenuhnya.” Salah satu teman alumni sengaja menyindir. “Apalagi hubungan pertemanan Eleanor dan Austin sangat
Eleanor tersentak hingga kakinya lemas seketika mengetahui pintu kediamannya terbuka tipis. Seseorang membobol pintunya sengaja. Sungguh ketakutan, namun ia juga memiliki jiwa penasaran dengan isi kediamannya apakah ada benda berharga diambil atau tidak. Ia membuang rasa takutnya jauh-jauh, dengan nekat ia memasuki kediamannya gemetaran sambil menggenggam mini bag elegannya erat sebagai senjata untuk melawan serangan dari musuh tiba-tiba. Isi apartemennya sangat berantakan. Semua buku-buku dan perabot rumah tangga berserakan di lantai hingga pot tanaman juga pecah di mana-mana. Seketika ia ingin melepas stilettonya mengganti menjadi sandal rumah, tanpa sengaja telapak kakinya sedikit tergores serpihan kaca menjadi perih dan berdarah. Tangisannya pecah semenjak menginjak kaki ke apartemen ini sambil mengamati sekelilingnya sangat kacau. Termasuk isi kamarnya juga berantakan. Namun anehnya, kenapa tidak ada satu pun benda berharga dimilikinya yang diambil? Apa sebenarnya motif orang m
Sebenarnya apa yang telah merasuki pikiran calon suaminya sekarang? Sebelumnya mengungkapkan isi hati jujur, sedangkan sekarang mengajak tinggal bersama hanya berdua di saat hubungan mereka masih belum sepasang suami istri. Tentunya Eleanor sangat terkejut mendengarnya. Memang Cedric berniat baik ingin melindunginya, tapi di sisi lain Eleanor merasa aneh dan canggung. Apalagi tinggal bersama seorang pria untuk pertama kalinya, ia masih tidak memiliki gambaran pada pikirannya. Terutama ia tidak memercayai pria apa pun selain Cedric. “Bukan tinggal di rumah orang tuamu?” Eleanor berbasa-basi bertujuan menghilangkan rasa gugup. “Kamu ingin tinggal di sana meski kita belum menikah?” Cedric tersenyum usil menyentuh dagu lancip di hadapannya. “Tidak mau. Tapi, bukankah selama ini kamu tinggal bersama orang tuamu?”“Terkadang aku juga tinggal sendirian. Setiap aku mengalami insomnia atau mimpi buruk, aku tinggal bersama orang tuaku. Kalau aku tinggal sendiri, tidak ada yang bisa menemani
Eleanor sudah berpegang prinsip tidak akan melepaskan keperawanannya sebelum menikah secara resmi dan sungguh mencintai suaminya. Maka dari itu, terciptalah aturan ketiga di kontrak hubungan yang mereka telah buat sebelumnya. Pergerakan Eleanor terkesan panik mengakibatkan Cedric langsung terbangun dari mimpi indahnya. Baru saja Cedric terbangun, sudah disambut tatapan sang tunangan seolah-olah seperti ingin menyiksanya. “Kenapa kamu tidur di sebelahku? Bukankah kemarin kamu percaya diri ingin tidur di sofa?!” Eleanor membentak sambil meremas selimut. Cedric menyipitkan mata, mulai kesal karena pagi-pagi sudah diajak bertengkar. “Memangnya aku tidak boleh tidur di ranjang? Lagi pula ini ranjangku!”“Kamu menipuku!” Tanpa segan Eleanor menimpuk bantalnya kasar mengenai wajah tampan calon suaminya. Cedric mengelus pipinya terkena timpukan bantal. “Aduh, sakit! Kamu kenapa sih marah-marah? Padahal kemarin kamu masih bisa bersikap manis!”“Aku marah wajar! Kamu tiba-tiba ingin berbuat
Sehari sebelum pesta pertunangan… Eleanor dan Cedric menikmati makan malam romantis di penthouse, tidak lupa juga menikmati minuman wine sebagai pelengkap untuk merayakan momen pertunangan mereka besok. Mereka sengaja merayakannya lebih awal untuk menikmati kebahagiaan dulu sebelum menghadapi tantangan yang mereka harus hadapi, jika penguntit itu sungguh menghadiri pesta besok. Meski tidak ada hiasan apa pun di meja makan, tetap saja suasana terkesan romantis jika dilihat cara pandang Cedric seketika terus memandangi sang tunangan dengan candu, tanpa memedulikan makanan di piringnya. Bagi Cedric nyaman, namun bagi Eleanor tidak. Sejenak Eleanor meletakkan garpu dan sendok melipat kedua tangannya. “Wahai direktur Cedric, bisakah kamu jangan terlalu fokus melihatku?” “Aku tidak fokus melihatmu terus!” Cedric membuang muka kembali menyantap makanannya. “Galak banget sih!”“Padahal kamu yang galak duluan!”“Aku mau cepat habiskan makanannya supaya bisa nonton drama.”“Jadinya kamu le
Tatapan mata Cedric memelototi tamu tidak terduga itu, sambil berinisiatif mempererat genggaman tangannya melindungi sang pujaan hati. “Perasaan aku tidak mengundangmu.” “Aku diundang pimpinan Ronaldo secara langsung. Kamu tidak nyaman dengan kehadiranku?” Austin memelototi balik. “Kalau kamu ingin merusak momenku bersama Cedric, kamu pergi dari sini saja.” Eleanor mengancam tidak segan. Austin memasang wajah memelas mendekati tubuh Eleanor bermaksud ingin menyentuh pundaknya, namun langsung dihadang Cedric. “Eleanor, padahal kita sudah kenal dekat jauh lebih lama. Kenapa kamu lebih membela orang asing daripada aku?” Mendengar perkataan Austin sangat menyinggung hati, Eleanor semakin mengamuk seolah-olah secara tidak langsung menghina Cedric. “Jaga ucapanmu, Austin! Cedric bukan orang asing bagiku. Dia adalah pria istimewa dalam hidupku.”“Sampai sekarang aku masih bingung denganmu. Di antara semua pria di dunia ini, kenapa harus Cedric? Kenapa?!” Suara bentakan Austin terdengar
Cedric sudah terang-terangan mengungkapkan isi hatinya pada Eleanor. Namun, Eleanor masih belum berani membalas ungkapan cinta. Ia masih bingung dengan perasaan cinta sesungguhnya terhadap Cedric. Apalagi mendengar sepenggal kisah sempat diceritakan Natalie tadi, Eleanor bukan bermaksud mencurigai Cedric atau meragukannya. Tapi, kenapa masalah besar begini Cedric tidak menceritakannya padanya? Haruskah ia mendengar ceritanya dari orang lain? Bukankah sepasang kekasih harus saling terbuka isi hati mereka? Itulah yang jadi pertanyaan bagi Eleanor. Akhirnya sepasang insan ini tiba di penthouse kediaman mereka. Penampilan Eleanor dibungkus dengan jas mahal milik Cedric, supaya penampilannya terkesan tidak terlalu terbuka membuat kaum pria tergoda melihat penampilannya cukup sexy, meski gaunnya panjang. Sebenarnya sejak di hotel, mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Sudah pasti karena beberapa insiden yang menimpa selama pesta pertunangan berlangsung. Bukan lebih cenderung mengarah