Danno hanya pulang untuk mengantarkan Delia dan juga Venny. Setelah itu, dia pergi lagi untuk mengurus keperluan dengan calon donor mata. Pria itu sangat serius mengurus permasalahan Delia.Vera merasa tersisihkan. Meski demikian, dia sangat mengerti perasaan Danno. Sudah bertahun-tahun, pria itu merasa sendirian, sekarang dia bertemu dengan orang yang dianggap sanak saudara. Mana mungkin, dia memarahinya?Akan tetapi, dia tidak mau diam saja. Ini akan berakhir seperti Nino. Dia tidak rela kalau suaminya difitnah lagi. Dia tahu kalau Delia cuma pura-pura saja, jadi dia berencana berencana untuk merekam apa saja yang dilakukan wanita itu di rumah.Dia sengaja duduk dan menonton televisi sore harinya di ruang tengah. Itu untuk membiarkan sosok Delia berbuat seenaknya di kamar."Tante—“ panggil Venny berlari menghampirinya sembari menunjukkan surat. Dia berkata lagi, "Tante, ada surat dari sekolah!”"Surat apa, Sayang?“ Vera menerimanya, lalu dibuka. TlTernyata, itu adalah surat undang
Vera malas berbicara apapun. Dia pergi ke dapur, hendak menyiapkan makan siang. Dalam hati, dia masih kepikiran tentang Delia.Tak lama kemudian, datangnya Danno. Pria itu mendekati sang istri, lalu bertanya, "sayang, kamu ngapain ngomong jahat banget gitu sama Delia?""Aku lagi nggak pengen debat sama kamu. Percuma nanti aku malah naik pitam." Vera enggan menoleh. Dia tetap mengurus irisan wortel di atas talenannya. "Mending kamu temenin aja adik-adikan kamu itu. Nggak usah ke sini, aku lagi masak."Danno memeluknya dari belakang. Dia sama sekali tidak marah dengan tingkah Vera. Dia berbisik di telinga wanita itu, "kok sewot gini sih? Apa salahku sampai diomelin?""Kamu lebih percaya sama dia daripada aku.""Bukan itu—“”Udah, nggak usah peluk segala. Lepasin! Besok aku buktiin sama kamu kalau aku itu nggak bohong.""Aku loh nggak ngatain kamu bohong.“ Danno enggan untuk melepaskan pelukannya dari Vera. Dia bersuara lirih saat menjelaskan, "sayang,ndengerin aku dulu, dong. Jangan keb
Vera sebenarnya tidak mau tidur satu ranjang dengan Delia. Akan tetapi, tidak mungkin dia tidur di sofa bersama sang suami dan meninggalkan Venny sendirian. Mau tidak mau, ia harus bertahan dari semua ini dan tetap waspada.Hingga pagi pun datang, rutinitas seperti biasa— Danno mengantarkan Venny pergi ke sekolah, dan kali ini mengajak Delia untuk sekalian pergi ke dokter.Sementara itu, Vera sudah janjian dengan Darrel dan Sean, jadi dia pergi ke rumah itu dengan taksi online.Begitu sudah di sana, Sean sudah ada bersama Darrel di ruang tengah. Pria itu tampak sibuk dengan laptopnya, sementara Darrel sibuk menata berkas."Gimana?" tanya Vera."kata Mas Sean beres semua," jawab Darrel tersenyum. Dia juga ikut melihat layar laptop.Sean menatap ke Vera. Dengan percaya diri, dia berkata, "nggak ada masalah, Bu Vera, ini masalah gampang, nggak bakalan ketahuan juga kalau ini kita lakukan."Vera mengangguk. "Aku nggak ngarep sih bakalan berhasil dengan cara begini, tapi seenggaknya semua
Vera sadar kalau sedang diamati oleh Sean. Dia tidak sebodoh itu kalau tidak mengerti pandangannya. Ini berarti ... pria itu tidak menuruti perintahnya, dan tetap memberitahu Danno.Meski begitu, dai tidak marah dan pura-pura tidak sadar. Bagaimanpun, dia paham kalau punya suami yang pverprotektif dan posesif. Walau cuma bersama Darrel yang sudah dianggap 'teman' mereka, pria itu tetap tak mau ambil resiko.Dia sudah terbiasa dengan sikap itu. Sekarang tujuannya di rumah Darrel sudah terpenuhi, jadi dia berpamitan untuk pergi ke rumah sakit."Saya antar ya, Bu? Nggak enak kalau Ibu terus-terusan pakai taksi online, pasti Pak Danno nanti khawatir," kata Sean ikutan berdiri.Vera menjawab, "nggak usah, kamu di sini aja sama Mas Darrel. Aku cuma mau ambil resep di rumah sakit."Tidak ada pilihan lain, Sean tidak punya kuasa untuk memaksa, jadi dia mengangguk lemas. Dia terpaksa harus mengirim pesan ke Danno kalau tak lagi bisa mengawasi Vera.Vera pergi menggunakan taksi online. Hanya da
Vera masih diam.Dia menunggu sang suami menjelaskan apa maksudnya sang ibu memiliki hubungan salah satu balas dendam mereka yaitu ayah dari Alarik.Danno bisa melihat raut wajah Vera yang menjadi tegang. Dia menjelaskan, "aku udah pernah bilang sama kamu kalau mama kamu itu bukan orang yang baik 'kan? Aku sebenarnya nggak pengen ngomong ini sama kamu dulu ... mengingat kamu kemarin kayaknya nyaman banget waktu ketemu mama kamu."Vera tertegun sejenak. Dia mengaku, "jujur, aku sebenarnya udah nggak enak waktu ketemu dia, Danno. Tapi, ... dia ngomongnya lembut banget, sama kayak kamu, manipulatif."Danno cemberut. "Sayang, aku mungkin manipulatif, tapi aku begini juga gara-gara kamu 'kan? Mulutku manis supaya kamu bahagia."Vera menatap sang suami. Dia menahan tawa. "Untung aku aku cinta sama kamu , jadi aku maafin tingkah ngeselin kamu yang overprotektif sama posesif itu ..."Wajah Danno tak lagi kelihatan cemberut. Dia ikutan tersenyum, tapi tak mengatakan apapun lagi.Vera kembali s
Usai menjemput Venny dan makan bersama, keluarga kecil ini pulang ke rumah. Vera sedikit bisa bernapas lega karena di rumah sudah tidak ada Delia.Di saat suaminya pergi untuk mengurus kebohongan Delia, Vera bersama Venny di ruang tengah. Vera duduk di sofa sembari menonton berita sore, sementara itu— keponakannya tampak nyaman duduk di atas karpet sembari menggambar.Vera tersenyum melihat hampir seluruh berita nasional sedang fokus kasus menghebohkan di Surabaya. Iya, usahanya bersama Darrel dan Sean membuahkan hasil karena sekarang tempat hiburan milik Alarik dan ayahnya diekspos.Di samping bisnis ilegalnya yang memperkerjakan gadis di bawah umur sebagai penghibur serta menjual obat-obatan terlarang, tempat hiburan itu ternyata juga menunggak pajak, melanggar banyak sekali larangan. Akan tetapi, sialnya— yang tertangkap hanyalah orang-orang yng menjadi suruhan saja, Pak Henry juga tertangkap, tapi Alarik berhasil melarikan diri. Pria itu sudah kabur sejak berita tentang klub mala
Danno sedang duduk berhadapan dengan Dino di dalam sebuah kafe. Posisi meja mereka dekat dengan jendela. Dari situ— mereka bisa mengawasi kondisi di seberang jalan, tepat di mana rumah dari keluarga pendonor palsu sedang bersama Delia.Danno melihat jam tangannya, sudah tepat menunjukkan pukul delapan malam. Dia berkata, "aku belum nelpon Vera ..."Selepas menyeruput kopi, Dino berkomentar, "sebenarnya bapak pulang aja nggak masalah sih, Pak. Saya bisa jaga semalaman di sini.""Nggak ..." Danno melihat ke arah rumah seberang jalan lagi. Meski suasana jalanan di depan ramai, tapi dia bisa mengamati sekitar rumah itu. "Nggak bisa, kata Sean kemungkinan ibu mertuaku bakalan datang ke situ sebentar lagi. Kalau itu terjadi, aku bisa langsung menangkap basah permainan mereka yang mau meras aku.""Oh iya, Pak— kata Mas Sean, Ibu mertua bapak punya foto waktu bapak pelukan sama Mbak Delia.""Nggak masalah, aku udah tahu kalau pasti bakalan difoto waktu Delia peluk aku. Kan tujuannya emang me
Usai mendapatkan telepon singkat yang mengkhawatirkan dari salah satu satpam, Danno langsung berdiri. Raut wajahnya berubah panik dan gelisah. Meski belum tahu siapa 'orang mencurigakan' yang didengar barusan, tapi dia sudah bisa menduga.Iya, siapa lagi yang yang akan menyakiti satpamnya seperti itu. Berita tentangnya sudah menyebar di mana-mana— Alarik."Si brengsek itu ... Pasti di brengsek itu ..." Ucap Danno sembari menyambar kunci mobil dari atas meja. Dia memberi pesan ke Dino. "Tolong kamu telpon polisi, minta datang langsung ke rumahku. Aku mau balik dulu sekarang.""Ada apa, Pak?“ Dino ikutan panik sehingga berdiri pula. Dia bingung dengan reaksi wajah Danno yang berubah setelah menerima panggilan sebentar itu. "Terus ini gimana?”"Udah nggak usah ngurusin Delia dulu— telpon atau langsung pergi aja ke kantor polisi, minta ke rumahku. Ada penjahat yang datang.“ Danno mengatakan itu, dan tak ingin berkata apapun lagi. Dia segera meninggalkan tempat itu, keluar dari sana dengan