Beberapa jam telah berlalu ...
Venny pulang ke rumah dengan riang gembira. Dia langsung memeluk Vera yang menyambutnya di teras rumah."Tadi katanya kamu jatuh, Sayang, mana yang sakit?" tanya Vera sembari menggendong anak itu. Dia sangat memanjakannya.Venny menyentuh lutut kanannya yang sudah tertempel plaster. Dia menjawab, "tadi jatuh di halaman, tapi udah dikasih obat sama Bu Guru.""Masih sakit?""Enggak.""Anak pintar." Vera gemas dengan keponakannya itu, jadi memberikan kecupan sayang di pipinya. "terus tadi gimana sekolahnya? Kamu disuruh apa sama Bu Guru?""Di sekolah tadi belajar gambar, Tante. Venny gambar ikan."Vera tertawa lirih. Dia bertanya, "ikan? emang kamu bisa gambar ikan?""Bisa dong!" Venny tersenyum. Dia percaya diri mengatakan, "gambaran Venny bagus, kok.""Masa sih? Boleh lihat nggak gambaran kamu?""Dikumpulin sama Bu Guru.""Oh, masih kumpulin, kalaIbu Vida duduk di dalam kursi penumpang belakang mobil bersama seorang wanita tiga puluh tahunan. Dia menggunakan kaca mata hitam dan membawa sebuah tongkat."Makasih ya Mbak Delia mau datang ke kota ini buat nemuin saya," kata Ibu Vida kemudian."Sama-sama, Bu. Kemarin waktu ibu jelasin tentang Danno, saya nggak percaya juga. Jadi, saya mau datang ini. Semoga omongan Ibu benar."Ibu Vida tersenyum. "Benar, kok.""Dia beneran udah nikah, Bu?""Iya, sama anak saya. Kalau nggak salah masih beberapa bulan nikahnya."“Saya sama Danno udah kepisah belasan tahun mungkin, Bu. Makanya saya nggak ngira beneran bisa ketemu sama dia, walaupun—”“Udah, nanti kalau ketemu, dia pasti ngenalin kamu 'kan?”"Harusnya sih kenal." Nada bicara wanita bernama Delia itu terdengar sedih. Setelah mendengar itu, Ibu Vida tak lagi mengatakan apapun. Dia hanya tersenyum melihat orang yang sedang diajak untuk pergi ke rumah putrinya itu.Selama hampir sejam perjalanan, tidak ada yang berbicara. Baik Ibu Vida da
Danno bercerita kalau waktu kecil, waktu orangtuanya masih ada, Delia adalah temannya. Keluarga mereka cukup dekat sehingga mereka sudah seperti saudara. Dari mulai SD hingga SMA, mereka satu sekolahan. Akan tetapi, keduanya terpisah setelah lulusan. Danno pindah ke Jakarta untuk berkuliah, sementara Delia ikut ke rumah nenek yang ada di daerah Palembang. Setelah berpisah, mereka kehilangan kontak masing-masing dan menjalani hidup tanpa bertemu. Kejadian itu sudah sangat lama, belasan tahun silam.Danno duduk di sebelah sang istri, tepat di seberang meja adalah Delia bersama Ibu Vida dan Talia. Talia tampak kesal melihat ini. Iya, itu wajar saja— di saat dirinya tak dipedulikan oleh Danno, pria itu malah perhatian ke wanita lain yang baru datang.Di atas pangkuan Vera, Venny sedang duduk manis. Anak itu sibuk mengunyah kue bolu buatan Vera.Sementara itu, Vera terlihat memandangi wajah sang suami. Memang ada yang salah. Baru kali ini, dia melihat pandangan Danno begitu tulus pada se
Setelah mengobrolkan masa lalu, Ibu Vida berpamitan dengan Vera. Dia meminta maaf atas ulah Talia yang mengganggu mereka. Dia beralasan bahwa dia dan sang suami sangat memanjakannya sedari kecil, jadi dia tumbuh menjadi wanita yang seenaknya sendiri.Vera berdiri di teras rumah, memandangi ibu dan adiknya pergi meninggalkan rumah ini. Terlihat langit tampak gelap, selain karena memang sudah mulai malam, tapi juga mendung. Dalam benaknya, dia merasa janggal. Dia tak percaya dengan omongan sang ibu yang terdenagr manipulatif seperti suaminya. Akan tetapi, wanita itu seperti tidak berniat jelek."Papa ... kalau papa bukan papa kandungku, lalu siapa orangtuaku sebenarnya?" Dia bergumam lirih. Hatinya menjadi gundah. Meski demikian, dia tidak ingin menghentikan niat hatinya untuk balas dendam.Tinggal sedikit informasi lagi, tinggal sebentar lagi— dia akan berhasil membongkar bisnis gelap dari Alarik.Dia berkata lagi, "kira-kira Mas Darrel udah dapatin info lagi nggak ya?"Lamunannya kem
Vera tidur bersama Venny dan Delia di ranjang. Sementara itu, Danno tidur di sofa ruang tengah.Tidak ada yang mencurigakan dari Delia. Itulah yang dipikirkan oleh Vera. Keesokan harinya, Vera terbangun akibat mendengar suara berisik. Meski lirih, tapi wanita ini sangat peka dengan keadaan sekitar. Alhasil, dia membuka mata— dan dikejutkan dengan keberadaan Delia yang berdiri di lemari baju, tampak sedang menggeledah bagian dalamnya.Untuk sesaat, dia cuma diam saja, memperhatikan wanita itu. Ini sangat mengejutkannya karena Delia tidak terlihat seperti orang buta, melainkan pencuri.Apa yang terjadi?Hanya itu yang dipikirkan Vera. Namun, dia tak mau menangkap basah Delia dulu karena masih belum mendapatkan bukti.Saat Delia menoleh, wanita itu buru-buru kembali pura-pura tidur. Dan, ketika Venny sudah mulai bergerak-gerak dan bangun, barulah Delia berlari ke ranjang, dan merebahkan diri lagi di situ dan pura-pura tidur.Dalam hati, Vera sudah yakin kalau ini artinya wanita itu pur
Delia mau diajak pergi untuk mengantarkan Venny ke sekolah, lalu pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kehamilan Vera. Akan tetapi, saat sudah di rumah sakit, Delia tidak mau diperiksa kondisi matanya di dokter malah, malah mengeluh sakit perut. Mau tidak mau, Danno membawanya ke dokter umum. Pria itu mengira mungkin ini salahnya yang membuat nasi goreng terlalu pedas.Di saat bersamaan, Vera sudah mendapat giliran diperiksa. Dia agak kesal karena suaminya tak ikut dengannya memeriksakan kandungannya.Sampai proses pemeriksaan selesai, Danno tak kunjung datang. Ini membuktikan kalau pria itu masih berada di ruang dokter umum bersama Delia.Vera selesai pemeriksaan, mengambil obat-obat dari dokter, dan menunggu di kursi tunggu. Dia melihat jam di layar ponselnya. Sudah hampir sejam, tapi tak ada tanda-tanda suaminya datang.Kesal, dia menelpon pria itu, tapi tak kunjung dijawab, padahal teleponnya masuk. "Ke mana sih dia?“Penasaran, dia berdiri, lalu berjalan menuju ke area pemerik
Danno hanya pulang untuk mengantarkan Delia dan juga Venny. Setelah itu, dia pergi lagi untuk mengurus keperluan dengan calon donor mata. Pria itu sangat serius mengurus permasalahan Delia.Vera merasa tersisihkan. Meski demikian, dia sangat mengerti perasaan Danno. Sudah bertahun-tahun, pria itu merasa sendirian, sekarang dia bertemu dengan orang yang dianggap sanak saudara. Mana mungkin, dia memarahinya?Akan tetapi, dia tidak mau diam saja. Ini akan berakhir seperti Nino. Dia tidak rela kalau suaminya difitnah lagi. Dia tahu kalau Delia cuma pura-pura saja, jadi dia berencana berencana untuk merekam apa saja yang dilakukan wanita itu di rumah.Dia sengaja duduk dan menonton televisi sore harinya di ruang tengah. Itu untuk membiarkan sosok Delia berbuat seenaknya di kamar."Tante—“ panggil Venny berlari menghampirinya sembari menunjukkan surat. Dia berkata lagi, "Tante, ada surat dari sekolah!”"Surat apa, Sayang?“ Vera menerimanya, lalu dibuka. TlTernyata, itu adalah surat undang
Vera malas berbicara apapun. Dia pergi ke dapur, hendak menyiapkan makan siang. Dalam hati, dia masih kepikiran tentang Delia.Tak lama kemudian, datangnya Danno. Pria itu mendekati sang istri, lalu bertanya, "sayang, kamu ngapain ngomong jahat banget gitu sama Delia?""Aku lagi nggak pengen debat sama kamu. Percuma nanti aku malah naik pitam." Vera enggan menoleh. Dia tetap mengurus irisan wortel di atas talenannya. "Mending kamu temenin aja adik-adikan kamu itu. Nggak usah ke sini, aku lagi masak."Danno memeluknya dari belakang. Dia sama sekali tidak marah dengan tingkah Vera. Dia berbisik di telinga wanita itu, "kok sewot gini sih? Apa salahku sampai diomelin?""Kamu lebih percaya sama dia daripada aku.""Bukan itu—“”Udah, nggak usah peluk segala. Lepasin! Besok aku buktiin sama kamu kalau aku itu nggak bohong.""Aku loh nggak ngatain kamu bohong.“ Danno enggan untuk melepaskan pelukannya dari Vera. Dia bersuara lirih saat menjelaskan, "sayang,ndengerin aku dulu, dong. Jangan keb
Vera sebenarnya tidak mau tidur satu ranjang dengan Delia. Akan tetapi, tidak mungkin dia tidur di sofa bersama sang suami dan meninggalkan Venny sendirian. Mau tidak mau, ia harus bertahan dari semua ini dan tetap waspada.Hingga pagi pun datang, rutinitas seperti biasa— Danno mengantarkan Venny pergi ke sekolah, dan kali ini mengajak Delia untuk sekalian pergi ke dokter.Sementara itu, Vera sudah janjian dengan Darrel dan Sean, jadi dia pergi ke rumah itu dengan taksi online.Begitu sudah di sana, Sean sudah ada bersama Darrel di ruang tengah. Pria itu tampak sibuk dengan laptopnya, sementara Darrel sibuk menata berkas."Gimana?" tanya Vera."kata Mas Sean beres semua," jawab Darrel tersenyum. Dia juga ikut melihat layar laptop.Sean menatap ke Vera. Dengan percaya diri, dia berkata, "nggak ada masalah, Bu Vera, ini masalah gampang, nggak bakalan ketahuan juga kalau ini kita lakukan."Vera mengangguk. "Aku nggak ngarep sih bakalan berhasil dengan cara begini, tapi seenggaknya semua