Home / All / My Luna / Chapter 06

Share

Chapter 06

Author: KuyRebahan
last update Last Updated: 2021-05-28 16:38:02

Semilir angin menerbangkan rambut Aldrean yang sudah memanjang, kini sudah hampir separuh hutan tempatnya tinggal di gunduli oleh manusia-manusia yang sangat serakah. Bahkan ada beberapa pendaki yang menulusuri hutan dan berujung singgah di tempat mereka. Desas-desus penduduk tersembunyi di pedalaman hutan sudah mulai terdengar dari telinga ke telinga, untungnya saja setelah salah satu pendaki tersesat itu tidak ada lagi manusia yang bisa masuk kedalam lingkungan penduduk Aldrean.

“Kemarin di atas pohon, sekarang di pinggir jurang. Lo niat bunuh diri, ya, Dre?”

Gamma mengagetkan Aldrean yang tengah larut dalam pikirannya, hampir saja dirinya terjatuh ke dalam laut yang berada tepat di bawah kakinya. Adik satu-satunya ini selalu membuatnya kesal setiap kali bersamanya, emosinya tiba-tiba memuncak hanya dengan kehadiran Gamma saja.

Aldrean berjalan meninggalkan Gamma menuju hutan, Adiknya mengikuti terus ke mana saja Aldrean berjalan. Hingga Aldrean mulai melangkahkan kaki tepat di perbatasan antara dunianya dan dunia manusia. Gamma menahan lengan Aldrean agar tidak terlalu melangkah lebih dalam lagi.

“Bro, bro. Lo serius? Kita perlu izin, gue nggak mau kena masalah karna lo.”

Dengan sangat dinginnya Aldrean melirik Gamma dan berkata, “Gue gak nyuruh lo ikutin gue.”

Gamma masih menahan lengan Aldrean, dia sama sekali tidak ingin Aldrean terkena masalah karena dirinya. Dia tahu sendiri kenapa Kakaknya bersikap seperti ini, tapi dia sendiri tidak bisa menahan nafsu untuk mengerjai Kakaknya.

“Dre, Ayah bakal marah sama lo kalau lo tetap keras kepala.”

“Gak usah urusin gue, lo pulang aja.”

“Dre!” serunya.

Gamma mencengram pergelangan tangan Aldrean agar dirinya mengerti betapa khawatirnya dia mengingat melanggar perjanjian antar kaum itu adalah hal yang sangat mengerikan.

“Lo lupa, Gam? Kalau gue punya hak untuk masuk dunia mereka tanpa izin?” jelas Aldrean dengan dingin.

Aldrean melepaskan cengkraman tangan Gamma dan berjalan terus menuju selatan hutan di mana dunia manusia mulai mendekati kawasannya, Gamma hanya menatap Aldrean dengan sendu. Perkataannya benar, dia lupa kalau Aldrean tidak sepertinya. Tidak terkekang dengan apapun atau terikat dengan siapapun. Tapi, kebebasan itu selalu membuat Gamma merasa terasingkan, hanya dia diantara keluarganya yang tidak bisa seenaknya melakukan apapun. Bahkan untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri saja dia membutuhkan persetujuan Aldrean atau Ayah-Ibunya.

***

‘Sial. Untuk apa gue datang ke sini. Lihat kerusakan yang mereka buat? Naif banget lo, Dre.’

Aldrean terus berjalan melintasi jalan beraspal yang memisahkan kawasan hutan dengan perumahan-perumahan perdesaan. Jalanan ini terlihat baru, hanya berjarak beberapa meter dari perbatasan. Dia terus berjalan ke arah pohon-pohon yang terlihat sengaja tidak di tebang untuk membuat benteng perlindungan dari jalan aspal yang Aldrean tapaki.

Pohon-pohon tinggi itu seakan mengatakan bahwa tidak ada apapun di balik tumbuhan yang menulang tinggi itu. Aldrean sudah melewati pohon-pohon itu dan di lihat sekelilingnya di penuhi oleh manusia-manusia yang saling berbagi dan menolong sesamanya.

‘Tidak seburuk yang Ayah bicarakan.’

Banyak sekali warga yang saling menyapanya dan berkata bahwa dirinya pasti berasal dari tempat yang jauh lalu menyuruhnya untuk beristirahat, Aldrean disuguhi dengan berbagai macam makanan yang manusia-manusia itu bawa ke dalam salah satu rumah di desa tersebut. Keningnya berkerut saat semua makanan tersaji di depannya, dia melirik kaum manusia itu satu persatu. Kenapa dia tiba-tiba tersambut seperti ini? Apa ada sesuatu hal yang mereka inginkan darinya? 

Pikiran-pikiran curiga di kepala Aldrean terus bergentayangan, dia tidak bisa mempercayai apapun yang dia lihat di depan matanya walau mereka bersikap baik seperti ini.

Dilihat dari ujung sebelah kiri sampai ujung sebelah kanan mereka semua tersenyum ramah seakan menyambut orang yang sangat mereka tunggu dari sekian lama. Aldrean terdiam kaku, dia tidak tahu ekspresi apa yang harus di tunjukkan kepada mereka. Apakah tersenyum ramah seperti mereka atau cuek saja.

“Daging...?”

Aldrean tidak sengaja menggumamkan sesuatu saat dia melirik seluruh meja makan yang penuh dengan berbagai macam hidangan berdaging. Pilihan yang dia pilih adalah tetap terdiam walau manusia-manusia di hadapannya terus bertanya dan bersyukur atas kedatangannya.

“Tenang saja, Tuan. Yang terhidang di depan mata Tuan adalah hasil buruan kami yang terbaik, daging Rusa yang baru saja kami buru.”

Aldrean mengerutkan keningnya kepada wanita muda yang terus menjelaskan setiap menu di hadapannya dengan kagum dan penuh harap, lalu pandangannya teralih saat seseorang berkata bahwa Tetua ingin bertemu dengan Aldrean.

“Sudah lama sekali, Tuan.”

Manusia-manusia yang berkerumun di dekat Aldrean sedikit demi sedikit mengundurkan diri dan meninggalkannya bersama dengan pria yang sudah sangat berumur. Pria itu duduk tepat di depannya dan tersenyum dengan ramah, Aldrean membalas senyuman itu tanpa sadar. Aura yang pria tua itu keluarkan membuat Aldrean tenang dan takut jika dia tidak mendengarkan semua perkataannya.

“Sudah lima puluh tiga tahun berlalu sejak saat itu. Tapi, bagi Tuan hanya seperti hari esok sejak hari itu.”

Aldrean terganggu dengan kata ‘Sejak hari itu’ yang pria tua itu sebutkan dua kali, tidak sengaja Aldrean mengulangi perkataan pria tua di hadapannya.

“Sejak hari itu?”

“Iya. Ternyata anda tidak berubah sedikitpun, hanya rambut yang bertambah panjang.”

Perkataan pria tua itu terdengar janggal dan tidak dapat di mengerti oleh Aldrean, pria itu hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Aldrean, bahkan pertanyaan itu adalah kalimat pertama yang di ucapkan oleh Aldrean sejak masuk kedalam kawasan mereka.

“Makanlah, semoga Tuan suka dengan hidangan kami.”

Aldrean mengangguk dan mengambil salah satu hidangan di depannya dengan lengan kosong dan memakannya dengan sekali lahap. Pria di depannya terkekeh kecil memperhatikan Aldrean makan, bahkan Aldrean sendiri bingung dengan manusia-manusia yang sudah kembali bermunculan untuk melihatnya.

“Kami bisa siapkan garpu dan pisau jika Tuan ingin memakainya.”

Aldrean mengerutkan kembali keningnya, ‘Garpu dan pisau katanya? Bukankah memang seperti ini cara mereka makan?’ Seakan mengerti apa yang Aldrean bingungkan, pria itu berdiri dan membawakan sendok, pisau, serta garpu lalu tersenyum seraya menjelaskan apa yang Aldrean bingungkan.

“Kami dan kaum Tuan sama saja, hanya berbeda dalam segi kekuatan dan kekuasaan. Tentu saja Tuan tetap tidak bisa berlaku seenaknya di sisi kami.”

Ekspresi puas terpampang jelas diwajah Aldrean, dia mengangguk beberapa kali lalu melanjutkan acara makannya. Terlihat jelas bahwa Aldrean sangat menikmati jamuan mereka, tidak bisa di sangkal bahwa makanan buatan para manusia itu membuat Aldrean tidak bisa berhenti mengunyah.

 Semua perkataan Reymon yang membenci kaumnya sangat berbeda dengan kenyataan yang berada di hadapan Aldrean, bahkan dia merasa nyaman sekali saat berbincang dengan Ketua Desa ini. Dia merasa sedang berbincang santai dengan Ayahnya sendiri.

***

Perpustakaan, lorong history dengan rak buku bagian kiri yang di penuhi tentang makhluk-makhluk mitologi. Dari sisi kanan terpampang jelas buku tentang Vampire makhluk berwujud manusia tanpa sisi kemanusiaan yang haus akan darah, dari cover bukunya saja terlihat jelas bahwa paras Vampire selalu membuat para manusia entah itu pria atau wanita terpikat kepadanya.

Gigi taring tajam yang mereka punya mampu merobek daging manusia seperti Sang Legendaris Raja Hutan; Harimau. Kulitnya yang seputih pasir akan tersinar dan terbakar jika terkena sengatan sinar matahari. 

Adriana membaca judul buku-buku tersebut satu persatu seraya menunggu Ghina mencari sejarah kaum Werewolf yang Adriana sendiri yakin kalau sahabatnya itu tidak perlu lagi membaca buku untuk mengetahui seluk-beluk makhluk tersebut mengingat setiap waktu Ghina selalu menjelaskan dengan panjang lebar tentang siapa mereka.

“Hmm, Dracula ... perbedaan antara Vampire dan Dracula itu apa, Ghin? Apa karna Dracula terkesan lebih kolot dari pada Vampire?” tanya Adriana penasaran.

Pandangan Adriana masih tertuju pada satu buku yang berjudul ‘Dracula’, dia mencoba mengambil buku tersebut dan membaca sekilas isi dari buku tersebut. Ghina sama sekali tidak tertarik dengan bahasan Adriana, buktinya saja Ghina hanya menjawab pertanyaan panjang dari Adriana dengan kalimat, “Enggak tahu dan gak peduli.”

Adriana menatap sekilas Ghina yang sama sekali tidak meliriknya, jawaban singkat Ghina membuat Adriana sedikit kesal. Dia kembali membaca buku-buku tetang Vampire yang berada di hadapannya, matanya sedikit menyipit saat melihat kalimat yang baru dia ketahui tetang dua kaum mitologi itu.

“Hm... Ghin? Di sini tertulis kalau Werewolf dan kaum peminum darah itu sangat membenci satu sama lain, bisa di bilang musuh alami.”

Ghina melirik Adriana dengan tatapan bingung, dia sudah mengetahui tentang Vampire yang notabene-nya musuh dari kaum Werewolf, tapi kata terakhir Adriana membuat Ghina mengkerutkan  keningnya.

“Musuh alami? Gue baru denger kata gituan, lo sakit, Ya?”

“Enggak, gak gitu. Gini, lho. Mereka kan udah saling benci dari awal, aku gak tahu mereka saling benci karna apa, makannya aku namain mereka musuh alami. Ya, karna terjadi gitu aja,” jelas Adriana dengan lucunya.

Ghina mencubit pipi Adriana dengan gemas, penjelasannya yang seenaknya membuat Ghina kesal juga gemas, jujur saja Ghina tidak mengetahui tentang apa yang terjadi sampai mereka saling membenci satu sama lain juga tidak ingin tahu alasannya kenapa, tapi penjelasan Adriana benar-benar out of the box sekali sampai-sampai Ghina saja takjub mendengar penjelasannya.

“Ya udah, baca yang banyak tentang mereka. Kalau ketemu alesannya apa, nanti tinggal ceritain ke gue kenapa. Gue mau ke ujung, cari buku keluaran baru,” ujar Ghina.

Adriana mengedarkan pandangannya dan mengerutkan dahi. “Bukannya semua buku tentang Werewolf udah kamu baca semua, ya? Bahkan buku terjemahan yang baru sampai kemarin sore udah kamu baca juga.”

Ghina tersenyum lima jari dan berjalan mundur ke belakang seraya melihat Adriana. “Bukan Ghina namanya kalau gak gue periksa lagi.”

Adriana menghela napasnya pasrah, itulah Ghina. Dia menjelaskan perihal dirinya dengan baik sekali. Memang bukan Ghina namanya kalau dia belum membaca buku tersebut sampai berkali-kali. Adriana sendiri masih tidak paham dengan kepuasan Ghina yang mengharuskannya membaca sampai berulang kali. Mau di baca ratusan kalipun isinya tidak akan berubah sama sekali.

“Kata-kata yang unik.”

Ghina mematung kaget mendengar suara pria yang bergumam di belakangnya, “Kamu bilang sesuatu, Ghin?” tanya Adriana.

Dia tidak melirik sama sekali ke arah Ghina seperti memang tidak ada hal menarik yang terjadi, temannya itu masih sibuk membuka lembaran-lembaran buku mengenai Vampire sedangkan Ghina sendiri masih kaget dengan kehadiran sosok pria yang kini berada di sampingnya. Kenapa dia tiba-tiba datang dari belakang? Pikir Ghina.

“Kenapa—”

“Perasaanmu saja, Sweetheart.”

Ghina semakin bingung dengan pria yang sama sekali tak di kenalinya itu, dia bukan tersinggung dengan kata ‘Sweetheart’ di akhir kalimat yang pria itu ucapkan tetapi dengan jawaban dari pertanyaan yang belum Ghina tanyakan sepenuhnya.

‘Jangan-jangan dia bisa baca pikiran gue lagi,’ ucap Ghina dalam hati.

“Iya, memang benar.”

“Ha, ha. Pasti gue yang halu, mana mungkin manusia bisa baca pikiran orang tanpa cela sedikitpun. Cuman kebetulan, kan?” tanya Ghina pada pria itu dengan nada pelan. Ghina tidak ingin Adriana menghampirinya sebelum dia tahu siapa pria di depannya ini.

“Kalau gak percaya, kamu bisa tanyakan apapun tanpa mengucapkannya sama sekali,” tawar pria tersebut.

Ghina merasa tertantang dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan seputar makhluk mitologi yang sempat Adriana tanyai. Seakan mengerti apa yang menjadi pertanyaan di benak Ghina, pria itu membombardirnya dengan seluruh jawaban tanpa pertanyaan. Bahkan dia pun menanyakan sosok yang selama ini Ghina kagumi, sosok mitos yang tidak pernah bisa di nyatakan ada secara resmi.

“Berhentilah membaca buku aneh itu, semua hal yang tertulis di buku itu tidaklah benar. Ada beberapa informasi yang salah dan kurang tepat. Seakan kami adalah orang jahatnya,” ujar lelaki di akhir pertanyaan Ghina.

“Semua hal itu tidaklah nyata di sini ini,” lanjutnya.

Suara tamparan terdengar dengan jelas di telinga Adriana, dia menengok ke arah Ghina dan melihat seorang pria yang sedang tersenyum ramah kepada Ghina. Adriana dengan cepat mendekat ke arah Ghina dan menanyakan apa yang terjadi kepada Ghina maupun sosok pria di hadapan sahabatnya itu.

Tanpa menjelaskan apapun, pria asing itu pergi meninggalkan Adriana dengan pertanyaan yang masih menggantung. Ghina segera membawa sahabatnya keluar dari perpustakaan tanpa meminjam buku apa pun, seluruh penghuni perpustakaan yang sudah kenal betul dengan sosok dua gadis yang selalu mampir untuk meminjam buku di lorong history favorit mereka kini menatap heran karena tingkah mereka yang seperti dikejar makhluk halus.

“Ghin, apa-apaan, sih? Kamu kenapa? Lelaki tadi siapa?”

***

“Kali ini lo mau ngapain, Dre? Hanyut ke sungai?” tanya Gamma.

Pertanyaan Gamma kali ini tidak mendapat jawaban sama sekali seperti biasanya, Aldrean sedang memperhatikan air yang terus mengalir melewati kakinya. Gamma terdiam memperhatikan gerak-gerik kakaknya yang terus-menerus memperhatikan sesuatu di dalam air. Lalu, dengan cepat Aldrean meraih sesuatu di dalam air dan melemparkannya kepada Gamma. Dengan cekatan Gamma menangkap lalu membuangnya kembali saat menyadari apa yang sedang dia pegang.

“Lo gila, Dre? Buat apa lo mainin itu sih?!” kesal Gamma.

Aldrean melirik Gamma dengan dingin dan berkata, “Gue nyuruh lo simpen di keranjang sebelah lo, bukan lempar balik ke sungai.”

Gamma menatap Aldrean tidak percaya, “Kapan lo bilangnya coba?!” Dengan perasaan yang masih kesal, Gamma beranjak dan hendak menghampiri Aldrean. 

“Shut up!” seru Aldrean. Lagi-lagi Gamma tidak bisa membantah apa yang di ucapkan Kakaknya dan membuat dia kembali duduk menunggu lemparan ikan dari Sang Kakak.

Related chapters

  • My Luna   Chapter 07

    “Buat apa sih, Dre?” tanya Gamma penasaran.Aldrean terus berjalan tanpa memperdulikan pertanyaan dari Gamma, pertanyaan yang sudah jelas-jelas Gamma sendiri ketahui kenapa harus ditanyakan kepada Aldrean?“Lo mau ke mana? Kita di area terlarang, bisa kena masalah kalau Ayah tahu kita di dunia manusia tanpa izin, Dre.”“Diem, Gam. Lo punya izin khusus karna ada gue.”Bibir Gamma terbungkam, tidak ingin berkomentar apapun. Jawaban dingin dari Aldrean terkesan memerintah dan menyombongkan dirinya. Tapi, Gamma sendiri paham betul bahwa Kakaknya memang tidak bisa peka terhadap perasaan makhluk lain.“Hutan di wilayah kita mulai gundul, lama kelamaan mereka bisa aja tebang hutan di sisi kita. Saat itu semua terjadi, apa yang bakal lo lakuin? Buru mereka semua atau hanya sekedar memperingati?” tanya Gamma.“Lo yang bakal memutuskan, Gam,” jawab Aldrean cuek.Gamma terhenti dan menatap tajam kepad

    Last Updated : 2021-05-28
  • My Luna   Chapter 08

    Ghina menghela napasnya dalam, “Emangnya bisa ketemu sama dia lagi apa?”Adriana mengangguk beberapa kali, kemungkinan itu tidak mustahil, namun Adriana dan Ghina sudah beranggapan bahwa tidak akan bertemu lagi dengan pria aneh yang tiba-tiba datang lalu menghilang dengan tiba-tiba juga.“Tapi, sore-sore begini kayaknya enak deh kalau kita makan martabak, Ya. Laper juga gue,” ujar Ghina dengan kekehannya.“Kenapa tadi gak bilang Kak Devan titip martabak? Udah mau malem juga, Ghin.”“Lo sendiri yang bilang kalau mau tinggal beli sendiri. Yuk, ayo beli, Ya,” melas Ghina.Adriana menggelengkan kepalanya berkali-kali, “Enggak! Gak mau, Ghin. Jam segini banyak orang di jalan, nanti aja pulang Kak Devan, aku suruh dia beliin martabak pas pulang nanti. Lagian kamu tidur di sini kan, temenin aku?” ucap Adriana memastikan.Sempat terjadi pertengkaran kecil sebelum mereka membahas tentang pria asi

    Last Updated : 2021-05-31
  • My Luna   Chapter 09

    “Orang gila?” tanya pria itu.Adriana memegang lengan pakaian Ghina, “Mana mungkin aku tinggalin kamu ke dalem rumah, Ghin.”Ghina melirik Adriana dan mendorong sahabatnya agar menjauh darinya. Adriana terhuyung, hampir saja terjatuh namun dia berpegangan pada pohon yang tertanam di depan rumah Adriana. Dia sedikit merasa sakit hati karena Ghina mendorongnya seperti itu. Tetapi, maksud dari Ghina adalah agar Adriana tidak terkena imbas dari pertengkaran mereka juga memastikan kalau Adriana aman.Devan tidak mungkin pulang secepat ini kecuali dia merasakan firasat aneh pada Adiknya dan memutuskan untuk pulang. Tapi, dilihat dari sikap Devan yang begitu overprotective pada Adriana, sudah di pastikan Devan akan segera pulang. Apa lagi sekarang Adriana sedang mencoba menghubungi Kakaknya. Dan Ghina harus menyelesaikan urusanya dengan pria itu secepat mungkin sebelum Devan datang.“Iya, lo. Orang gila yang

    Last Updated : 2021-07-13
  • My Luna   Chapter 10

    Ghina tersentak, dia masih kaget dengan pertanyaan itu. Ghina sama sekali tidak mengingat apapun selain perkataan orang itu mengenai nama dan tanda.“Gue gak inget, Kak. Yang terakhir gue inget itu mata dia berubah jadi warna hijau terus pas gue sadar, Raya udah nangis di belakang gue. Gue juga kaget waktu Raya bilang kalau cowok itu cium gue, tapi gak mungkin Raya bohong sampe nangis kejer begitu,” jelas Ghina.Devan mengangguk paham, dia juga satu suara tentang Adriana yang tidak akan berbohong apa lagi sampai menangis. Tapi, yang Devan kurang percayai adalah warna mata yang Ghina sebutkan tadi. di Dark Wood, tidak ada orang yang memiliki warna mata selain abu, coklat, dan hitam. Walau itu adalah campuran dari tiga warna itu, tidak mungkin ada pria yang memiliki warna mata seperti yang Ghina jelaskan.“Kamu serius lihat matanya berubah, Ghina?” tanya Devan memastikan.Ghina mengangguk, “Iya, Kak. Awalnya g

    Last Updated : 2021-07-13
  • My Luna   Chapter 11

    Helaan napas Ghina mengganggu Gamma, pria yang terus menunjukkan senyum manisnya pada Ghina akhirnya membuka mulut setelah terdiam di situasi canggung yang cukup lama. “Ada apa, Ghina? Ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?” tanya Gamma, hati-hati. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Ghina, tapi Ghina langsung menepis tangan Gamma dan menarik tangannya. “Gak usah pegang-pegang gue!” teriak Ghina tidak nyaman. Kulit lengannya tiba-tiba tersengat listrik ketika Gamma menyentuhnya. Tidak terlalu sakit namun cukup membuat Ghina terkejut. Sama halnya seperti Gamma yang merasakan sedikit sengatan di lengannya. “Pertanyaanku belum kamu jawab,” ucap Gamma perlahan. Ghina menautkan jari-jarinya di bawah meja. Dia memang terlihat tidak takut sama sekali dengan Gamma. Tapi, tetap saja pertanyaan yang akan dia tanyakan itu tidak berani Ghina ajukan apalagi dia

    Last Updated : 2021-07-29
  • My Luna   Chapter 12

    “Hari ini rapat selesai sampai di sini, kita lanjutkan besok,” ucap Reymon menyudahi rapat. Aldrean sama sekali tidak berniat pergi dari ruangan dan semua orang kebingungan ketika Aldrean memukul meja dengan keras. “Selesai? Apanya yang selesai, Ayah? Bagian selatan kita dihuni oleh para Rogue, Ayah akan berdiam diri seperti ini dan bertindak ketika mereka mulai mendatangkan masalah? Basmi mereka sekarang juga, Ayah! Saya siap untuk menghancurkan mereka semua.” Para Gamma, Delta serta Ceta kembali duduk di kursinya masing-masing. Mendengar opini dari Aldrean membuat mereka mau tidak mau mendengarkan apa yang mengusik perhatian calon Alphanya ini. Sedangkan Reymon memijat keningnya perlahan, dia tidak ada niatan untuk membasmi keroco-keroco macam itu. “Tidak perlu, Anakku. Hal seperti itu bahkan bisa dibasmi oleh satu kelompok Ceta, tidak perlu khawatir seperti itu.” Aldrean menatap tajam Reymon s

    Last Updated : 2021-09-16
  • My Luna   Chapter 13

    Suara desahan dari keduanya berpadu satu dengan alam. Kicauan burung yang bernada seakan menjadi musik romansa yang membuat suasana semakin gerah. Namun, satu hal yang merusak semua perpaduan indah yang tak pernah didengar orang.Tangisan Ghina dan permohonan disela-sela desahannya begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Rasa yang begitu amat menyesal, terdesak dan pasrah tak henti-hentinya keluar dari mulut Ghina. Dia ingin segera terbangun dalam mimpi buruknya.“Gamma ... gue mohon, ah! Sshhh, ber—mhh ... berhenti. Gu-gue, Ah! Sakit Gamma! Sakit ... tolong hiks ... berhenti.”Seakan terbutakan dengan hasratnya sendiri, Gamma yang tak pernah ingin menyakiti seujung jaripun pada Ghina, kini tak bisa mendengar teriakan minta tolong atau bahkan jeritan kesakitan yang Ghina teriakkan.“Mhh ... sebentar lagi, Sweetheart. Tahan sebentar lagi,” ucap Gamma, dengan suara seraknya.

    Last Updated : 2021-10-11
  • My Luna   Chapter 14

    “Sebenarnya ada sesuatu yang Ghina ceritain ke Raya.”Seketika Devan menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Adriana penasaran. Septian ikut menatapinya juga yang sibuk sekali memandang tanah.“Bisa cerita ke Kakak apa yang Ghina bilang itu?” tanya Devan hati-hati.Ia takut membuat Adriana mengurungkan niatnya untuk berbicara mengenai suatu hal yang mungkin saja jadi petunjuk besar bagi mereka.Perlahan Adriana mengangguk, dia menatap Devan dengan sedikit keraguan. Pria itu langsung saja tersenyum, agar Adriana tidak lagi ragu.“Kakak tahu perihal tanda?”Devan dan Septian sedikit kebingungan dengan pertanyaan ambigu yang dilontarkan Adriana.“Hm... tanda kepemilikan kaum manusia serigala,” lanjut Adriana.Devan mengerutkan keningnya, masih tidak menger

    Last Updated : 2021-11-21

Latest chapter

  • My Luna   Chapter 16

    “Aku tidak butuh hiburan, Sep! Keluar dari kamarku!” teriak Adriana, kesal.Adriana terganggu sekali dengan ucapan Septian yang mengatakan bahwa Ghina pasti baik-baik saja. Dan dia tahu betul di mana Ghina berada sekarang.Sudah hari kelima Ghina hilang. Orangtuanya mengarahkan polisi untuk mencari Ghina dan mereka masih belum menemukannya. Bagaimana mungkin perkataan Septian yang begitu omong kosongnya bisa Adriana terima.“Aku gak pernah bohong sama kamu, Ya. Kamu sendiri tahu kan kalau aku gak bisa sembunyikan apapun padamu. Kamu masih belum percaya aku?” Septian mempoutkan bibirnya, berharap Adriana akan tersenyum dan kembali seperti semula. Namun, kehilangan Ghina membuat Adriana berubah begitu drastis. Ghina adalah jantung bagi Adriana. Jika Ghina terluka, maka Adriana akan sama sakitnya. Dan ini yang selalu Devan khawatirkan, karena Adriana tidak pernah bisa dekat dengan siapapun selain Ghina dan Septian.

  • My Luna   Chapter 15

    “Gak ada,” ujar Devan.Septian dan Adriana melirik sekitar, banyak pondok kayu yang dibangun di dalam hutan ini. Beberapa tungku masak masih utuh, walau umurnya mungkin sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Devan memasuki pondok tersebut satu persatu bersama dengan Septian. Adriana melangkah maju, menuju bagian hutan yang terlihat sedikit luas.Firasatnya mengatakan kalau dia bisa menemukan Ghina di tempat ini. Namun, dia menginjak sesuatu. Sobekan kain yang bertebaran di sekelilingnya. Dia terus maju, mengikuti jalan setapak tersebut. Dan tak disangka dia menemukan hal yang membuatnya terduduk tanpa kata.“Raya! Kamu di mana?!” teriak Septian penuh tanya.Adriana masih terduduk di tanah, air matanya perlahan tumpah. Tak bisa berkata-kata lagi. Kondisi di hadapannya ini membuatnya bungkam.“Ya! Kenapa kamu duduk di sana? Ada yang sakit?” tanya Devan yang berhasil me

  • My Luna   Chapter 14

    “Sebenarnya ada sesuatu yang Ghina ceritain ke Raya.”Seketika Devan menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Adriana penasaran. Septian ikut menatapinya juga yang sibuk sekali memandang tanah.“Bisa cerita ke Kakak apa yang Ghina bilang itu?” tanya Devan hati-hati.Ia takut membuat Adriana mengurungkan niatnya untuk berbicara mengenai suatu hal yang mungkin saja jadi petunjuk besar bagi mereka.Perlahan Adriana mengangguk, dia menatap Devan dengan sedikit keraguan. Pria itu langsung saja tersenyum, agar Adriana tidak lagi ragu.“Kakak tahu perihal tanda?”Devan dan Septian sedikit kebingungan dengan pertanyaan ambigu yang dilontarkan Adriana.“Hm... tanda kepemilikan kaum manusia serigala,” lanjut Adriana.Devan mengerutkan keningnya, masih tidak menger

  • My Luna   Chapter 13

    Suara desahan dari keduanya berpadu satu dengan alam. Kicauan burung yang bernada seakan menjadi musik romansa yang membuat suasana semakin gerah. Namun, satu hal yang merusak semua perpaduan indah yang tak pernah didengar orang.Tangisan Ghina dan permohonan disela-sela desahannya begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Rasa yang begitu amat menyesal, terdesak dan pasrah tak henti-hentinya keluar dari mulut Ghina. Dia ingin segera terbangun dalam mimpi buruknya.“Gamma ... gue mohon, ah! Sshhh, ber—mhh ... berhenti. Gu-gue, Ah! Sakit Gamma! Sakit ... tolong hiks ... berhenti.”Seakan terbutakan dengan hasratnya sendiri, Gamma yang tak pernah ingin menyakiti seujung jaripun pada Ghina, kini tak bisa mendengar teriakan minta tolong atau bahkan jeritan kesakitan yang Ghina teriakkan.“Mhh ... sebentar lagi, Sweetheart. Tahan sebentar lagi,” ucap Gamma, dengan suara seraknya.

  • My Luna   Chapter 12

    “Hari ini rapat selesai sampai di sini, kita lanjutkan besok,” ucap Reymon menyudahi rapat. Aldrean sama sekali tidak berniat pergi dari ruangan dan semua orang kebingungan ketika Aldrean memukul meja dengan keras. “Selesai? Apanya yang selesai, Ayah? Bagian selatan kita dihuni oleh para Rogue, Ayah akan berdiam diri seperti ini dan bertindak ketika mereka mulai mendatangkan masalah? Basmi mereka sekarang juga, Ayah! Saya siap untuk menghancurkan mereka semua.” Para Gamma, Delta serta Ceta kembali duduk di kursinya masing-masing. Mendengar opini dari Aldrean membuat mereka mau tidak mau mendengarkan apa yang mengusik perhatian calon Alphanya ini. Sedangkan Reymon memijat keningnya perlahan, dia tidak ada niatan untuk membasmi keroco-keroco macam itu. “Tidak perlu, Anakku. Hal seperti itu bahkan bisa dibasmi oleh satu kelompok Ceta, tidak perlu khawatir seperti itu.” Aldrean menatap tajam Reymon s

  • My Luna   Chapter 11

    Helaan napas Ghina mengganggu Gamma, pria yang terus menunjukkan senyum manisnya pada Ghina akhirnya membuka mulut setelah terdiam di situasi canggung yang cukup lama. “Ada apa, Ghina? Ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?” tanya Gamma, hati-hati. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Ghina, tapi Ghina langsung menepis tangan Gamma dan menarik tangannya. “Gak usah pegang-pegang gue!” teriak Ghina tidak nyaman. Kulit lengannya tiba-tiba tersengat listrik ketika Gamma menyentuhnya. Tidak terlalu sakit namun cukup membuat Ghina terkejut. Sama halnya seperti Gamma yang merasakan sedikit sengatan di lengannya. “Pertanyaanku belum kamu jawab,” ucap Gamma perlahan. Ghina menautkan jari-jarinya di bawah meja. Dia memang terlihat tidak takut sama sekali dengan Gamma. Tapi, tetap saja pertanyaan yang akan dia tanyakan itu tidak berani Ghina ajukan apalagi dia

  • My Luna   Chapter 10

    Ghina tersentak, dia masih kaget dengan pertanyaan itu. Ghina sama sekali tidak mengingat apapun selain perkataan orang itu mengenai nama dan tanda.“Gue gak inget, Kak. Yang terakhir gue inget itu mata dia berubah jadi warna hijau terus pas gue sadar, Raya udah nangis di belakang gue. Gue juga kaget waktu Raya bilang kalau cowok itu cium gue, tapi gak mungkin Raya bohong sampe nangis kejer begitu,” jelas Ghina.Devan mengangguk paham, dia juga satu suara tentang Adriana yang tidak akan berbohong apa lagi sampai menangis. Tapi, yang Devan kurang percayai adalah warna mata yang Ghina sebutkan tadi. di Dark Wood, tidak ada orang yang memiliki warna mata selain abu, coklat, dan hitam. Walau itu adalah campuran dari tiga warna itu, tidak mungkin ada pria yang memiliki warna mata seperti yang Ghina jelaskan.“Kamu serius lihat matanya berubah, Ghina?” tanya Devan memastikan.Ghina mengangguk, “Iya, Kak. Awalnya g

  • My Luna   Chapter 09

    “Orang gila?” tanya pria itu.Adriana memegang lengan pakaian Ghina, “Mana mungkin aku tinggalin kamu ke dalem rumah, Ghin.”Ghina melirik Adriana dan mendorong sahabatnya agar menjauh darinya. Adriana terhuyung, hampir saja terjatuh namun dia berpegangan pada pohon yang tertanam di depan rumah Adriana. Dia sedikit merasa sakit hati karena Ghina mendorongnya seperti itu. Tetapi, maksud dari Ghina adalah agar Adriana tidak terkena imbas dari pertengkaran mereka juga memastikan kalau Adriana aman.Devan tidak mungkin pulang secepat ini kecuali dia merasakan firasat aneh pada Adiknya dan memutuskan untuk pulang. Tapi, dilihat dari sikap Devan yang begitu overprotective pada Adriana, sudah di pastikan Devan akan segera pulang. Apa lagi sekarang Adriana sedang mencoba menghubungi Kakaknya. Dan Ghina harus menyelesaikan urusanya dengan pria itu secepat mungkin sebelum Devan datang.“Iya, lo. Orang gila yang

  • My Luna   Chapter 08

    Ghina menghela napasnya dalam, “Emangnya bisa ketemu sama dia lagi apa?”Adriana mengangguk beberapa kali, kemungkinan itu tidak mustahil, namun Adriana dan Ghina sudah beranggapan bahwa tidak akan bertemu lagi dengan pria aneh yang tiba-tiba datang lalu menghilang dengan tiba-tiba juga.“Tapi, sore-sore begini kayaknya enak deh kalau kita makan martabak, Ya. Laper juga gue,” ujar Ghina dengan kekehannya.“Kenapa tadi gak bilang Kak Devan titip martabak? Udah mau malem juga, Ghin.”“Lo sendiri yang bilang kalau mau tinggal beli sendiri. Yuk, ayo beli, Ya,” melas Ghina.Adriana menggelengkan kepalanya berkali-kali, “Enggak! Gak mau, Ghin. Jam segini banyak orang di jalan, nanti aja pulang Kak Devan, aku suruh dia beliin martabak pas pulang nanti. Lagian kamu tidur di sini kan, temenin aku?” ucap Adriana memastikan.Sempat terjadi pertengkaran kecil sebelum mereka membahas tentang pria asi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status