"Katakan, apa yang membuatmu marah padaku?" bisik Ricko di telinga Adisty dengan lembut.
Ekspresi Adisty tiba-tiba terlihat sedih saat Ricko menanyakan perihal perasaannya. Adisty tidak mampu menjawab, ia meneteskan air matanya perlahan.
"Jangan menangis, kumohon ...,"
Ricko memeluk tubuh Adisty dengan erat. Sesaat Adisty terlena dalam pelukan Ricko, kepalanya tenggelam di dada bidang lelaki yang menjadi pimpinan di perusahaannya. Ia baru sadar jika dirinya kembali terjebak sikap lembut Ricko. Segera Adisty mendorong tubuh Ricko pelan.
"Maaf, sebaiknya aku kembali bekerja," pamit Adisty.
Ia merasakan Adisty tidak mempercayainya, ada rasa sedih dan terluka yang terlihat di bola matanya yang meredup. Namun Ricko merindukan sentuhan wanita ini. Ia menarik tangan Adisty tak ingin melepaskannya lalu mendekapnya dari belakang.
"Di tempat ini tak ada siapa pun, kita bisa mencurahkan segala rasa di sini," bisik Ricko. Memang roofto
Hubungan Adisty dan Ricko kembali membaik, Ricko sudah menjelaskan jika dirinya dengan Fira tidak ada hubungan spesial. Mereka hanyalah rekan kerja. Namun yang Adisty khawatirkan adalah perasaan Fira. Bagaimana jika perempuan itu menaruh hati pada Ricko. Ia sendiri tidak akan dapat mencegahnya.Ricko telah memindahkan Fira ke ruangan lain. Satu ruangan dengan Devan. Ia tidak ingin kedekatannya dengan Fira melukai hati Adisty. Fira dulu adalah teman kuliah Ricko selama kuliah di luar negeri. Memang keduanya sering di gosipkan menjalin hubungan. Tapi, Ricko hanya menganggap Fira sekedar sahabat ataupun saudara tidak lebih.Berbeda dengan Fira, dalam usianya yang telah matang hingga sekarang sebenarnya ia menunggu Ricko. Ia berharap Ricko tertarik padanya. Harapannya pupus manakala ia tanpa sadar pernah melihat kemesraan Ricko dengan salah satu karyawannya, yaitu Adisty.Selama ini Fira merasa hanya dirinyalah yang cukup mengenal Ricko. Nyatanya semua d
"Pagi Nona Adisty," sapa Fira.Adisty mendongak melihat wajah Fira, ada rasa keterkejutan di hatinya kenapa wanita itu menyapanya."Ini cokelat panas buatmu, minumlah. Udara pagi ini sangat dingin," kata Fira meletakkan cup panas di atas meja Adisty."Bisakah nanti sore sepulang kerja kita pulang bersama?" tawar Fira.Lagi- lagi Adisty di kagetkan dengan perkataan Fira. Ia tidak terlalu dekat dengan Fira, lalu untuk apa wanita di depannya ini bersikap baik padanya."Tap ... tapi,""Tolonglah, ada yang ingin aku bicarakan," kata Fira sedikit memaksa."Baiklah," jawab Adisty. Rasanya tidak enak jika menolak permintaan wanita itu."Terima kasih," ucap Fira. Ia pun pergi keluar ruangan Adisty. Di depan pintu Fira berpapasan dengan Ricko. Laki-laki itu heran melihat wajah Fira yang tidak ceria seperti biasanya."Pagi, Presdir," sapa Fira."Pagi."Fira membungkuk hormat lalu pergi.Ricko masuk
Fira mengajak Adisty ke sebuah cafe, mereka duduk berhadapan sambil menyeruput minuman di depannya."Jadi, apa yang ingin di bicarakan, Nona?" tanya Adisty.Fira mengaduk-aduk minumannya menggunakan sedotan. Ia mengatasi kegelisahannya dengan menyedot minumannya sedikit demi sedikit. Kemudian ia menghembuskan nafas beratnya."Terus terang, aku tidak menyangka jika Ricko memilihmu," kata Fira membuka pembicaraan.Adisty tertegun sesaat, ia bingung bagaimana wanita di depannya itu bisa tahu hubungannya dengan Ricko. Padahal seluruh karyawan di perusahaan Ricko tak ada yang tahu."Mungkin kau heran, aku mengetahuinya. Hahaha, lucu memang. Dulu kupikir Ricko menyukaiku karena aku adalah sahabat dekatnya. Aku yang paling mengerti dirinya. Tapi, ternyata semua dugaanku salah.""Ricko memilih wanita biasa sepertimu," kata Fira mengungkapkan kekecewaannya."Nona Fira ---"Belum sempat Adisty melanjutkan kalimatnya sudah di potong oleh
Adisty celingukan mencari keberadaan Ricko. Ia memakai gaun yang telah di kirimkan Ricko untuknya. Entah ada acara apa, Ricko mengirimkan mobil untuk menjemput Adisty dan mengantarkan ke sebuah restoran mewah. Di sana tidak ada siapa pun. Hanya ada dirinya.Sayup-sayup Adisty mendengar suara biola merdu menghampirinya. Suasana terlihat romantis manakala Ricko memakai setelan tuxedo datang menghampirinya. Mengajaknya berdansa di sebuah taman yang ada di restoran itu. Konsep outdoor dengan hiasan banyak lampu-lampu membuat Adisty terbuai."Apa ada yang ulang tahun hari ini?" tanya Adisty.Ricko menggeleng."Kau menang tender?"Ricko menggeleng lagi."Lalu apa?""Nanti kau juga akan tahu sendiri," kata Ricko.Selesai berdansa ia mengibaskan tangannya memberi isyarat pada pemain biola itu untuk pergi. Sekarang tinggallah mereka berdua."Kau sangat cantik hari ini," puji Ricko. Ia mencium leher jenjang Adist
"Tidak usah, karena mengingat kau hamil muda. Kondisimu pasti tidak memungkinkan untuk belajar manajemen perusahaan."Pandangan Tuan Hans mengarah pada Kevin. "Aku harap, kau bisa membantuku di perusahaan jika sudah menjadi menantuku," kata Tuan Hans."Tapi, bagaimana dengan perusahaan bosku?" tanya Kevin bingung."Ah, gampanglah itu bisa di atur. Aku akan bicara pada Ricko," kata Tuan Hans.**Adisty sibuk fitting baju pengantin bersama Ricko, ia tidak menyangka jika pernikahannya sebentar lagi. Sebuah butik ternama menjadi pilihan Ricko."Bagaimana, gaun ini apa tidak terlalu mewah?" tanya Adisty ragu. Apalagi melihat bandrol harganya yang membuatnya takut.Ricko memandangnya dengan tatapan yang memanjakan. "Tidak masalah, aku akan selalu menyukai pilihanmu."Adisty cukup senang mendengar jawaban Ricko. Akhirnya ia memilih gaun pengantin broken white itu dan menyerahkannya pada pelayan butik."T
Menjelang hari pernikahan semakin dekat. Teman kantor Adisty super heboh, mereka tidak menyangka jika teman sekantor sendiri yang menikah dengan Presdir Ricko. Tak ada yang tahu sebelumnya, mereka pikir Adisty akan menjomblo selamanya. Karena tiap kali di kenalkan dengan orang lain selalu gagal.Ketika Adisty memasuki ruangannya, semuanya langsung kembali ke tempat kerjanya masing-masing. Mereka yang semula bercanda tawa menjadi terdiam dalam sekejap seolah Ricko yang datang.Adisty menengok ke kanan dan ke kiri, semua kelihatan serius dengan pekerjaannya. Ia merasa aneh, biasanya mereka menyapa ramah saat Adisty melewati ruang kerja teman-temannya. Hingga ia masuk ke dalam ruangan Ricko tak ada yang menyapanya.Bagi Adisty itu hal yang tidak wajar. Ia pun keluar lagi dari ruangan Ricko karena penasaran dengan teman-temannya."Apakah hari ini ada lembur lagi? Kenapa kau serius sekali?" tanya Adisty."I ... iya, Bu Presdir," ucap temannya.
Mata Adisty membelalak sempurna, ia tidak percaya dengan perkataan Ricko yang sedari tadi membujuknya terus-menerus."Hari ini tidak mampir ke kantor?" tanya Adisty mengalihkan perhatiannya."Tidak, aku sudah mengosongkan jadwalku. Fira dan Devan menggantikannya."Adisty merasa tidak bisa berkutik lagi. Ia melihat ke arah jalanan, dan sepertinya arah jalanan itu berbeda dari biasanya.Pikiran Adisty sudah kemana-mana, ia mengira Ricko mengajaknya ke apartemen untuk melanjutkan sesuatu yang di perkirakannya. Tapi ternyata dugaannya salah. Mobil Ricko berhenti tepat di depan sebuah pemakaman.Pemakaman itu sangat bersih dan kelihatan terawat. Sepertinya hanya orang-orang dari golongan berada yang di makamkan di sana. Tak ada daun kering yang mengotori tiap tapak jalanannya. Menandakan pemakaman itu mendapatkan perawatan ekstra."Buat apa ke sini?" tanya Adisty heran."Nanti kau akan tahu," jawab Ricko. Ia menggandeng tangan
Adisty berbaring di samping Ricko, ia baru merasakan jika alas gazebo yang terbuat dari kayu itu terasa keras di punggungnya. Rupanya situasi berhasil membuatnya terbuai. Ricko menatap wajah Adisty yang terlihat kelelahan."Hemm, kapan kau antar aku pulang?"Ricko malahan tersenyum mendengar pertanyaan Adisty. "Bagaimana kalau bermalam saja di sini sekalian. Besok aku antar pulang," bujuk Ricko. Jari-jari telunjuknya menyentuh wajah Adisty.Kedua pipi Adisty memerah takut jika tidak bisa menahan aliran listriknya Ricko. Ia mengerutkan dahinya lalu mencoba untuk duduk. Ricko mengikuti pergerakannya duduk di belakang Adisty lalu memeluk wanita itu dari belakang."Aku mau mandi."Setidaknya Adisty bisa meloloskan diri dari cengkeraman Ricko. Tubuhnya sudah terlalu letih dengan hasrat Ricko yang tingkat tinggi. Ia harus mencari cara agar bisa pergi dari villa.Ricko seperti perangko yang nempel kemana-mana. Ia tidak bisa membay
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga