Suara desahan terdengar jelas didalam kamar, memang tidak senikmat Tania tapi setidaknya bisa membuat Wijaya tidak terlalu memikirkan hal-hal gila. Menggerakkan juniornya didalam dengan kasar, tidak peduli dengan keadaan wanita yang berada dibawahnya yang menahan rasa sakit. Merasakan akan mencapai klimaks mendorong semakin masuk kedalam, beberapa kali semprotan keluar didalam dan setelah tidak ada yang keluar secara perlahan melepaskan penyatuan mereka.
Berbaring disamping wanita yang ada disampingnya, menatap ke langit kamar dengan tatapan kosong. Wanita yang ada disampingnya memilih beranjak dari tempatnya, gerakannya terhenti saat pergelangan tangannya dipegang Wijaya.“Kenapa? Ada masalah apalagi?”“Tidak.” Wijaya menjawab singkat.Mona, wanita yang ditemui Wijaya secara tidak sengaja. Saat itu dia baru saja lulus kuliah dan melamar di salah satu perusahaannya, menatap wanita itu membuat jiwa petualangnya hadir. Pada saat mereka bertWijaya menatap kedatangan mereka dengan tatapan yang tidak bisa dibaca, melihat itu perasaan tidak enak menghampirinya dengan mulai mendekatinya dan mencium singkat bibirnya.“Apa ada masalah?” tanya Tania yang tidak dijawab Wijaya.Tania menghembuskan nafas panjang, sikap Wijaya yang begini membuatnya terlihat seperti anak-anak. Sikapnya yang seperti ini sangat menggemaskan, tidak jauh berbeda dengan Lucas yang tidak jauh berbeda dengannya.“Darimana saja tadi?” Wijaya membuka suaranya.“Jemput Jimmy dan Rey, memang kenapa? Ah...aku memang sama Rifat tapi ada anak-anak, apa kamu cemburu?” Wijaya langsung menggelengkan kepalanya, “Cemburu hanya untuk mereka yang tidak mampu.” Tania mencibir kata-kata Wijaya “Selalu saja dengan percaya diri. Aku bisa saja curiga, kamu memberikan ijin aku sama Rifat bukan berarti ada wanita lain kan?”Wijaya menatap tidak percaya mendengar tuduhan Tania yang memang benar ad
“HAMIL?” Tania menatap tidak percaya pada Wijaya.Memutuskan untuk jujur pada Tania bukan hal yang mudah, tidak ingin terjadi lagi seperti sebelumnya atau lebih tepatnya tidak ingin kehilangan Tania. Menceritakan tentang pertemuannya dengan Mona dan sampai akhirnya berakhir seperti sekarang, selama tadi dirinya bercerita Tania hanya diam, tapi setelah mengatakan jika Mona hamil baru memberikan reaksi yang mengejutkannya.“Aku tidak bisa berkata-kata lagi.” Tania menggelengkan kepalanya “Kamu yang membuat rencana gila, tapi kamu....”Tania menatap Wijaya tidak percaya, menggelengkan kepalanya sekali lagi seakan apa yang di dengarnya tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Wanita lain hamil anak Wijaya, sangat mengejutkannya, memilih untuk menerima atau menolak, sedangkan Wijaya sendiri menerima Rey dengan baik.“Kamu mau balas dendam begitu?” tanya Tania dengan nada datarnya “Aku tidak meminta kamu untuk Rifat mempunyai anak dengan aku meskipu
Menarik Rifat dengan langsung melumat bibirnya, mendapatkan serangan tiba-tiba membuatnya terkejut, lumatan Tania tidak berhenti semakin dalam membuat Rifat mengikuti semua yang dilakukannya. Membuka pakaian secara cepat seakan diburu waktu, tidak menunggu lama mereka sudah saling tidak menggunakan pakaian.Mendorong Rifat berbaring dengan mendekatkan bibirnya pada bagian bawahnya, mulai memasukkan kedalam mulut dan menggerakkannya didalam. Suara erangan keluar dari bibir Rifat saat merasakan hangatnya mulut Tania, tangannya meremas rambut Tania dengan pelan dan sesekali mulutnya mengeluarkan suara desahan.Tidak mau keluar dalam mulut Tania, menariknya keatas dengan melumat bibirnya kasar, tangannya meremas bukit kembarnya. Membalikkan tubuh Tania, mencium seluruh tubuhnya dengan memberikan jilatan di setiap bagian tubuhnya, mulut Tania mengeluarkan suara desahan. Memasukkan adik kecilnya kedalam rumahnya, suara desahan kembali memenuhi kamar dan mereka kembal
“Mau tahu tentang dia? Mau bertemu? Jangan libatkan orang lain dalam masalah kita.” Wijaya mengatakan langsung pada Tania dengan menahan emosi.Emosi, itu yang dirasakannya saat mendengar Rifat mencari tahu tentang Mona. Perasaan emosinya lebih pada Rifat yang sudah terlalu jauh masuk kedalam rumah tangganya, walaupun Wijaya tahu jika Tania dibalik itu.“Aku selalu cerita sama kamu, sayang. Buat apa kamu mencari informasi, kamu bisa tanya aku langsung.” Wijaya memegang tangan Tania dengan berbicara lembut.“Apa kamu akan terbuka?” tanya Tania hati-hati yang diangguki Wijaya “Siapa yang kamu cintai?”“Kamu.” Wijaya menjawab langsung tanpa berpikir.“Lalu dia? Pelampiasan?” tanya Tania lagi.“Mungkin, aku hanya bertanggung jawab pada anak didalam kandungannya.” Wijaya menjawab langsung.“Kamu tidak...”“Tidak, cintaku hanya sama kamu.” Wijaya memotong kata-kata Tania.“Kamu menginginkan
Wijaya memenuhi janjinya mempertemukan Tania dengan Mona saat merasa kehamilannya sudah tidak ada masalah, tidak tahu apa yang terjadi pada Mona tapi semenjak kehamilannya Wijaya lebih banyak bersamanya dan Tania tidak bisa melakukan sesuatu.“Apa dia baik-baik saja kalau aku datang?” tanya Tania tidak tahu berapa kali.“Aku sudah bicara dengan dia.” Wijaya menenangkan Tania.Tania menatap wanita muda yang ada dihadapannya, melihat Mona mengingatkan dirinya di masa lalu saat pertama kali bertemu dengan Wijaya. Mengendalikan diri agar tidak menampilkan emosinya, Wijaya sedikit bercerita apa yang terjadi pada kehamilannya, Tania memberikan jempol pada wanita yang bernama Mona ini.“Maaf, seharusnya aku tidak...”“Bukan salah kamu juga, Wijaya sendiri yang nggak bisa menahan nafsu.” Tania memotong perkataan Mona “Bagaimana kehamilannya? Kapan perkiraan melahirkannya?”“Sejauh ini baik-baik saja, mungkin ini karma karena
Rifat hampir saja menghentikan mobil tiba-tiba mendengar pertanyaan Tania, mencoba tenang dengan tidak menjawab pertanyaannya. Tujuan mereka adalah rumah Rifat, tempat mereka bisa saling berbicara satu sama lain tanpa gangguan. Memasuki rumah dan langsung menutup pagarnya, tidak ada orang yang akan mengganggu mereka. Rifat sendiri tidak mempekerjakan asisten di rumah, masalah bersih-bersih orang tuanya mengirim asisten yang ada di rumah mereka. “Apa maksud pertanyaanmu itu? Tidak mungkin suami kamu setuju dengan ide gila itu.” Rifat langsung mengatakan apa yang ditahannya tadi. “Aku kan cerita tentang wanita tadi, jadi aku...” “Jangan mikir yang aneh-aneh,” potong Rifat langsung. “Artinya kalau aku cerai kamu tidak akan menikahiku?” tanya Tania dengan menatap dalam Rifat. “Sayang, aku akan tetap menikahi kamu nanti tapi jika Wijaya meninggal dunia.” Rifat memegang lengan Tania dengan memberikan tatapan dalam. “Lihat dia hamil buat aku jadi pen
“CERAI!” Wijaya sedikit teriak mendengar permintaan Tania. “Win win solution,” ucap Tania santai. “Aku salah dan mengakui tapi sebelum kamu bertemu dengan Mona tidak ada permintaan gila ini.” Wijaya menatap tidak percaya dengan permintaan Tania yang baru saja keluar dari mulutnya “Kamu sudah tidak mencintaiku?” “Aku masih mencintaimu, melihat Mona mengingatkanku pada awal pertemuan kita.” “BEDA! KAMU DENGAN MONA BERBEDA! Kalian berbeda dan perasaanku pada kalian juga berbeda.” “Aku tahu, tapi...” “Tidak ada tapi, pembicaraan tentang permintaan kamu tidak akan pernah terjadi dan case close.” Wijaya mengatakan dengan nada datar. “Loh. Nggak bisa begitu!” Tania menatap Wijaya tajam “Kamu harus memenuhi permintaanku yang ini.” “Apa alasan kamu mau cerai? Rifat? Kalian sudah aku beri kesempatan bersama bahkan sampai anak, lalu sekarang kamu minta pisah?” Wijaya menatap Tania frustasi “Aku memang SALAH melakukan hal ini pada wanita lain, aku ng
Kelahiran anak Wijaya dengan Mona membuat Wijaya bahagia, anak perempuan dan melihat itu membuat Tania teringat kembali Sabi. Kebahagiaan tidak berlangsung lama saat mereka berada di rumah mendapatkan kabar jika Mona keluar dari rumah sakit dengan membawa bayi mereka, pada saat mendapatkan kabar memang waktunya mereka keluar dari rumah sakit.“Bagaimana bisa dia mikir buat....” Wijaya tidak bisa berkata-kata sambil mengusap kasar wajahnya.Tania hanya menepuk punggung Wijaya pelan, tidak tahu harus berbicara apa karena memang sama-sama terkejut. Awalnya Tania berpikir jika ini adalah salah satu trik Wijaya, tapi melihat reaksinya membuat Tania percaya jika memang Mona kabur bersama dengan anak mereka.“Kamu ada bayangan akan kemana dia?” tanya Tania yang hanya dijawab Wijaya gelengan kepala.“Dia itu nggak punya siapa-siapa.” Wijaya mengingatkan Tania.“Coba ke tempat kalian dulu atau tempat tinggal masa kecilnya.” Tania memberi