RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (3)
GPS pelacak jejak.
Saat Mas Hakam benar-benar sudah pergi. Cepat kuambil ponselku yang tergelak di dalam tas.
Gegas kubuka aplikasi yang terhubung dengan mobil yang ia pakai.
Jemariku bergulir menyentuh layar digital ini. Oke, mari kita lihat. Mas Hakam sudah sampai mana?
Mataku memerhatikan gambar kecil yang bergerak lurus. Itu artinya, keberadaan Mas Hakam belum jauh dari sini.
Sedikit santai, tak apa. Toh kemana pun ia pergi akan kuketahui.
Beberapa menit menunggu. Mobil Mas Hakam melesak semakin jauh. Kini giliranku untuk membuntutinya.
Kutinggalkan dulu barang belanjaan ini di atas nakas. Tanganku menyambar kontak mobil miliku yang biasa berada di dekat televisi. Langkah ini terus berlalu menuju tempat penyimpanam mobil di samping teras.
Aku segera memasuki mobil dan melajukannya mengikuti ke mana arah lelaki itu pergi.
Ponsel kuletakan di dasboard mobil. Agar aku mudah memantau keberadaan Mas Hakam.
Seperkian menit mengikuti. Kulihat titik kecil di dalam maps ini menunjukkan gambar sebuah toko kue.
Jadi Mas Hakam berhenti di toko kue?
Sengaja kujaga jarak mobilku dengannya. Biar tidak ketahuan. Lagi pula, tadi aku sempat bilang bahwa mobilku remnya bermasalah. Tak mungkin 'kan, aku ngelayap pake mobil ini.
Sedikit kumajukan lagi letak mobilku. kini dapat kulihat toko kue yang terletak di ujung sana.
Tak lama. Sosok lelaki yang sangat kukenal ke luar dari pintu kaca toko itu.
Kupincingkan mata untuk mempertajam pengelihatkanku. Ternyata Mas Hakam tengah membawa kue entah apa bentuknya. Tidak terlalu jelas dari sini.
Setelahnya ia kembali masuk ke dalam mobil. Dan melajukannya.
Apa kah ini yang dinamakan urusan? Mau dibawa ke mana kue itu? Aku jadi semakin penasaran.
Tahan Dewi. Ikuti saja ke mana dia pergi. Jika benar kue itu untuk selingkuhannya. Potong saja terongnya. Biar kapok!
Lanjut kuinjak pedal gas pada mobil ini. Agar segera melesak membelah jalanan kota.
Baru beberapa ratus meter dari toko kue. Mas Hakam berhenti lagi disebuah toko. Dan ini toko emas langgananku. Untuk apa dia di toko emas?
Apa mau membelikan aku sebuah perhiasan?
Pikiranku sangat tak karuan. Pertanyaan dalam kepalaku adalah. Akan diberikan kepada siapa dua benda yang barusan Mas Hakam beli?
Sabar Dewi, sabar. Tunggu semuanya berjalan. Jangan gegabah.
Berulang kali aku menarik nafas. Berusaha mengusir pikiran yang mengganjal dalam hati.
Lelaki itu turun dari kendaraannya dan melenggang masuk ke dalam toko emas.
Cukup lama aku menunggu ia keluar. Sudah hampir lima belas menit.
Ternyata benar. Bahwa menunggu itu membosankan. Seperti yang lakukan sekarang. Menunggu lelaki bergelar suami itu ke luar dari sana.
Akhirnya ... Mas Hakam ke luar juga. Ia membawa bingkisan di paper bag berwarna gold. Tentu isinya perhiasan. Aku sudah sangat hafal dengan toko ini. Dan harganya pun pasti sangat fantastis.
Mas Hakam melanjutkan perjalanannya. Aku tetap mengikutinya dari jarak yang agak jauh.
Setelah berpacu dengan ramainya kendaraan. Mobil Mas Hakam tengah berbelok dan memasuki perumahan yang aku sendiri belum pernah menjamah ke sini.
Tak jauh dari kelokan tadi. Mobilnya berhenti di sebuah rumah tanpa pagar dengan gaya arsitektur klasik. Lumayan mewah hanya tak sebesar rumah yang aku tinggali saat ini.
Rasa penasaranku semakin merasuk dalam. Sengaja kutinggal mobilku jauh dari lokasi rumah yang Mas Hakam tuju.
Lelaki berkulit putih itu memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah itu.
kutarik nafas dalam-dalam. Agar gugup ini hilang.
Kaki jenjangku melangkah menyusuri jalan beraspal. Aku melangkah kian mendekat. Hingga melipir dan bersembunyi di dekat rimbunnya pohon mangga.
"Yey, Ayah datang ...," suara anak kecil itu membuat jantungku serasa berhenti berdetak. Ia menyebut Mas Hakam Ayah?! ya Allah, ujian hidup macam apa ini? Kuharap telingaku hanya salah dengar.
Terlihat jelas dari sini. Mas Hakam menghambur memeluk bocah itu sambil tertawa riang. Mereka saling peluk di teras rumah. Namun dua benda yang di beli Mas Hakam tak terlihat lagi. Mungkin masih di mobil. Pikirku.
"Bunda, Ayah datang," lagi, bocah kecil itu bersuara dengan berteriak. Aku jadi makin penasaran. Siapa yang disebut Bunda.
Air mataku mencelos begitu saja dari pelupuk mata ini. Sepahit ini kah hidup? Apa status Mas Hakam dengan bocah itu. Mengapa ia menyebutnya Ayah? Berbagai pertanyaan mengitari kepalaku. Sanggup kah aku menelan pil pahit dari lelaki yang kucintai.
Mataku fokus menatap ke arah sana. Sosok wanita muncul dari pintu yang tengah terbuka lebar. Dia mirip yang berada di foto. Foto yang dikirimkan Fania. Meski foto itu tak terlalu jelas menggambarkan sosok siapa. Tapi aku sangat yakin, bahwa itu dia.
"Mas, barusan datang? Kenapa nggak masuk rumah dulu." ucap wanita itu ramah. Ia menyambar tangan Mas Hakam dan mencium punggung tangan lelaki itu takzim. Semakin hancur rasa hati ini ya Rabb. Menyaksikan semua kejadian ini di depan mataku.
"Tunggu ya," ujar Mas Hakam. Lalu berjalan ke arah mobil. Tak lama, ia kembali membawa paper bag dan kue. Ternyata benda barang-barang itu untuk wanita jal*ng itu. Awas kamu Mas!
"Wah, kamu beliin aku apa Mas?" mata wanita itu berbinar melihat benda yang dibawa Mas Hakam.
"Hadiah untuk kamu, Sayang. Happy anniversary yang ke empat Sayang," dengan raut bahagia, Mas Hakam melontarkan kata-kata itu. Ia pun mencium kening si wanita di depannya. Sama seperti saat ia mencium keningku.
Hatiku hancur lebur menatap semua ini. Inginku mencabik wajah wanita dan lelaki yang tengah bahagia di atas tangisku. Namun aku berfikir. Tak perlu membalas dengan kekerasan. Cukup pelan dan menyakitkan. Sungguh, jika rumah yang ditempati wanita itu adalah hasil dari uang Mas Hakam. Aku tak akan rela. Lebih baik rumah itu aku infakkan kepada anak yatim. Dari pada harus ditempati para tikus itu.
Air mata ini terlalu mahal untuk menangisimu Mas. Kau harus membayar mahal untuk hal ini. Bagiku sudah jelas. Kau pengkhianat!
Kuseka pipi yang sedari tadi basah. Aku harus kuat. Tunjukan, bahwa aku bukan wanita lemah.
Satu orang lagi muncul dari dalam rumah. Mataku membeliak melihat siapa sosok wanita tua itu. Tentu aku mengenalnya.
"Eh, Ibu. Lihat lah, Mas Hakam bawa apaan." wanita yang keningnya dicium Mas Hakam menyebut wanita tua itu Ibu. jadi ... dia, Astaghfirullahalazim.
Bersambung...
hay dears. follow like dan komen ya, biar semangat up nya. makasih.
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (4)Wanita tua itu mantan pembantuku.Astaghfirullahalazim. Wanita tua itu mantan pembantuku dulu. Ternyata dia Ibu dari wanita selingkuhannya Mas Hakam.Benar-benar manis sekali permaninan mereka. Orang yang kuanggap baik ternyata menusukku dari belakang. Mantan pembantuku itu namanya Bu Karti. Dia sudah lama bekerja denganku. Sejak aku masih gadis. Tak kusangka ia berhenti bekerja dan malah terlibat dalam semua ini. Aku sudah sering monolongnya dengan materi. Malah ia balas dengan sembilu. Baik lah, akan kubuat kalian menyesal sampe ke ubun-ubun.Ingin sekali rasanya menghampiri mereka bertiga. Memberi tamparan keras pada wajah mereka satu persatu. Tahan! Plis tahan!Kukepalkan kedua tanganku. Gigi ini bergemelatuk erat. Apa aku labrak saja mereka sekarang. Ah, jangan! Urus dulu semua aset yang sudah atas nama Mas Hakam balik menjadi atas namamu termasuk mobil itu. Beli obat tidur, suruh lelaki brengs*k
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (5)Setelah kupastikan Mas Hakam benar-benar pergi. Cepat aku bangkit dari ranjang dan mengunci pintu dari dalam kamar.Ya cari aman saja, takutnya seperti di sinetron-sinetron ikan salto. Lupa mengunci pintu dan semua ketahuan.Aku tak ingin itu terjadi pada rencanaku saat ini.Aku melangkah menuju laci tempat penyimpanan semua berkas-berkas penting menyangkut harta keluargaku.Kubaca semua dengan seksama. Termasuk surat kendaraan milik Mas Hakam. Hanya ada BPKB saja di laci ini. Sedangkan STNK'nya tentu berada di mobilnya.Oke tak apa. BPKB ini lebih penting dari surat itu. Mungkin aku akan menyuruh preman untuk membegal mobil Mas Hakam. Tentu ia akan kalah, karena inti dari surat kendaraan mobilnya berada di tanganku.Beberapa berkas kantor dan surat rumah ini sudah aman di genggamanku. Cepat kuringkus semua dan menyembunyikannya di tempat yang aman.Besok 'kan hari senin.
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (6)Kublokir semua kartu ATM Mas Hakam.______Pagi ini Mas Hakam sudah terlihat rapi dengan pakaian khas kantor yang biasa ia kenakan."Wi, aku berangkat ke kantor dulu ya," Mas Hakam berpamitan padaku. Tak lupa ia mencium keningku. Seperti biasanya, ia selalu melakukan hal ini sebelum berangkat bekerja."Iya, Mas. Hati-hati." balasku dengan tersenyum manis. Tapi tidak dengan hatiku.Mas Hakam melambaikan tangannya. Setelahnya punggung lelaki itu sudah tak terlihat di balik pintu kamarku.Cepat aku berlari ke kamar mandi. Mencuci keningku yang barusan dicium Mas Hakam. Aku jijik dengannya. Bekas mulut pendusta itu menempel di kening ini. Argh! Jelas saja kemarin juga bekas wanita jal*ng bernama Intan itu.Berulang kali aku membasuhnya dengan sabun muka. Setelah kurasa bersih, ah mungkin belum. Tapi setidaknya bekas mulut kotor itu luntur bersama kucuran air dari kran wastafel
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (7)Sebelum baca subscribe dan follow dulu ya,______Sayup-sayup terdengar perbincangan mereka bertiga. Mas Hakam, Intan dan Bu Karti. Mereka sudah berada di meja kasir. Terlihat Albert yang tadi di gendong Mas Hakam. Sekarang berpindah di gendongan Intan.Ada tiga tas yang tergeletak di meja kasir. Masih kupantau dari sini. Detik-detik malunya orang-orang tidak tahu diri itu."Totalnya berapa, Mbak?" tanya Mas Hakam pada penjaga kasir.Wanita muda berseragam biru dongker pun menotal tiga tas dengan bentuk berbeda tersebut."Semuanya, lima belas juta dua ratus ribu, Pak." jawab wanita berambut sebahu tersebut.Mas Hakam merogoh saku celana di bagian belakang. Ia mengambil dompet yang kuberikan dulu. Dasar lelaki banyak tingkah. Dompet saja pemberianku. Apa lagi isinya, tentu semua hartaku. Dia menikah denganku hanya bermodal cinta. Namun setelah dia hidup enak. Malah berti
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (8)Brugh!Astaga ponselnya jatuh!Tubuhku berbenturan dengan seseorang. Hingga ponsel itu terjatuh. Dan segera kupungut."Maaf, aku tidak sengaja." kataku sambil menyerahkan ponsel itu pada pemiliknya."Iya, Nggak pa-pa." sahutnya lalu menyambut ponselnya kembali.Sekilas kuingat-ingat lelaki yang barusan bertabrakan denganku."Kamu Rehan 'kan?" tanyaku dibalik masker."Iya, anda kok tahu nama saya," wajah penuh tanya tergambar di sana.Kubuka masker yang sedari tadi menutupi area hidungku."Aku Dewi," kataku berbinar. Rehan ini teman lamaku. Kami berpisah karena aku harus kuliah di Inggris. Dan terakhir bertemu entah beberapa tahun silam."Ini beneran Dewi?" tambahnya tak percaya."Iya, Han. Maaf aku tidak bisa lama-lama di sini. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan." aku buru-buru meninggalkan Rehan
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (9)"Halo Mbak, jadi semua totalnya kurang empat ratus juta." pihak penjual rumah itu memberi tahuku. Setelah selesai mengecek semua yang kupinta."Oke, saya akan lunasi semua. Tapi tolong surat rumah itu kirim ke alamat saya sekarang juga." cetusku. Lalu meminta nomor rekening pihak yang bersangkutan."Baik, Mbak. Tapi akan ada ongkos tambahan untuk biaya pengiriman sertifikat rumahnya.""Tidak masalah, tenang saja. Nanti akan saya lebihi uang transfernya." jawabku tanpa basa-basi. Ya, aku paling tidak suka mengulur waktu. Apa lagi, jika Mas Hakam buru-buru sampai di sini."Baik, Mbak. Akan segera saya proses setelah uang masuk."Segera kumatikan sambungan telfon ini sepihak. Jemariku buru-buru mengetik nominal angka yang akan aku transferkan pada pihak perusahaan itu. Sesuai kesepakatan tadi, aku mengirim uang empat ratus juta lebih menggunakan aplikasi M-banking di gawaiku.Tra
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (10)Brak!Brak!Brak!"Keluar kamu, Mas!" aku berteriak sambil menggedor pintu rumah Intan.Tak lama pintu pun terbuka lebar. Mas Hakam terperangah kaget. Dengan bola mata melebar sempurna."De-Dewi, ka-kamu kok bi-bisa di sini." ucap Mas Hakam tergagap. Tangannya masih memegang handle pintu. Jelas sekali raut wajahnya terlihat ketakutan dan pucat pasi.Aku tertawa melihat lelaki di depanku ini gemetar. Tapi percayalah hatiku rasanya hancur sekali. Aku hanya pura-pura terlihat tegar di depannya. Beri aku kekuatan Tuhan. Kali ini saja. Untuk menghadapi dajal ini."Kamu kaget aku di sini?! Hebat ya, tadi kamu bilang, pergi ke kantor 'kan?! Tapi buktinya kamu berada di sini, Mas!" kedua tanganku berdecak di dada. Dagu sengaja aku dongakkan agar terlihat elegant."Ada apa ini, Mas? kok ribut-ribut ...." Intan muncul dari belakang Mas Hakam. Kalimat yan
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (11)"Dewi, Awas!" Rehan berlari dan memekik."Aaaa!"Prang!Brugh!Tubuhku jatuh terhuyung bersama Rehan. Aku berada dalam dekapannya di lantai berwarna putih ini.Tak kusangka, Bu Karti tega melemparkan guci keramik ke arahku. Beruntung aku bisa diselamatkan oleh Rehan.Guci itu pecah dan berserakan menjadi serpihan kecil. Ya Allah, terimakasih kau sudah menyelamatkan aku.Sedetik kemudian. Bu Karti hendak kabur. Ka berlari terbirit-birit menuju pintu luar.Rehan bangkit dan segera mengejar Bu Karti.Sedangkan Mas Hakam. Ia mendekatiku dan merengkuh bahuku."Kamu tidak apa-apa 'kan, Wi?" Mas Hakam bertanya. Wajahnya menjukkan rona khawatir. Tapi entah dengan hatinya. Mungkin ia lebih senang jika aku mati. Agar dengan mudah ia menguasai semua hartaku. Astaghfirullah, singkirkan pikiran seuzonmu, Dewi."Lepas, Mas!"
Rahasia di Koper SuamikuBab 43"Dewi! Kamu kenapa?!"Aku langsung berlari ke kamar mandi. Takut kalau sampai muntah di sini.Mas Rehan yang tadi sempat kulihat menutup kembali tudung saji itu segera menyusulku ke kamar mandi."Kamu masuk angin ya?" tanyanya. Ia memijat area tengkuk leherku.Setelah membasuh area mulut dengan air. Aku berdiri dengan sempoyongan. Tak ada apa-apa yang ke luar dari mulutku, tapi kenapa rasa mual ini mendadak dan sangat menyiksa sekali. Kepala juga langsung ikutan pusing tujuh keliling."Nggak tahu, Mas. Kenapa bisa mendadak mual begini. Aku pengen istirahat aja, nggak napsu banget aku mau makan. Aku minta tolong kamu nanti makanya di bawa ke luar ruangan aja ya, takut kalau aku mual lagi." Aku berkata dengan napas tersengal-sengal. Telapak tangan ini pun masih berkacak memegangi hidung dan mulut. Takut tiba-
Rahasia di Koper SuamikuBab 42"Aw! Jangan, Mas!" Pekikku.Aku langsung memejamkan mata rapat.Kurasa tangan Mas Rehan bergerak menyentuh kerah piamaku."Heh, kenapa? Pasti kamu mengira aku akan minta jatah 'kan malam ini?" ucapnya membuatku membuka mata kembali."Jangan salah sangka dulu, Sayang. Aku akan langsung gas besok saja kalau udah sampai di Bali. Malam ini libur dulu ya. Maksud aku tadi bilang mau puasin kamu itu aku mau pijitin kamu Sayang." Mas Rehan berkata lagi, malah kali ini dia tertawa renyah.Ya ampun, dia ini memang akalnya ada aja. Bisa selalu membuatku bersenandika yang tidak-tidak.Kedua mataku hanya menatap lurus ke depan. Sementara jemari Mas Rehan mulai memijat area kedua pundakku dekat dengan tengkuk leher."Enak nggak, Sayang?" tanyanya, sementara aku hanya diam m
Rahasia di Koper SuamikuBab 41Ah … jadi pengen cepat-cepat sampai kamar dan memeluknya sambil berbisik i love you, sayang."Kenapa senyum-senyum begitu?" Mas Rehan yang baru saja ke luar dari kamar mandi langsung menegurku.Pria yang rambutnya masih basah dan berbalut handuk putih melingkar di pinggangnya itu lekas kupeluk erat.Aroma shampoo menguar harum saat aku meletakan dagu di atas pundaknya."Heh, ditanyain kok diam aja," protesnya.Aku menarik diri dan tersenyum pada lelaki berhidung mancung ini."Ah, kamu perhatian banget sih. Makin gemas deh." Jemariku langsung mencubit kedua pipi Mas Rehan."Jangan lupa diminum yang rutin ya susu promilnya. Aku sayang kamu." Satu lagi, Mas Rehan mengecup sebentar keningku lalu berlalu ke lemari untuk ganti baju.Jelas aku s
Rahasia di Koper Suamiku Bab 40 Mas Rehan berdesis kesal. Sebelum Mila tadi pergi, aku sempat melihat kalau mereka saling bersitatap sebentar. "Udah ya, Mas. Sabar," ucapku buru-buru menenangkan Mas Rehan dan mengelus pundaknya pelan. "Tapi aku nggak suka sama sikap pembantu baru yang nggak punya sopan santun itu, Sayang!" Mas Rehan membuang napas kasar. "Mungkin dia cuma nggak sengaja masuk ke kamar ini tanpa ngetuk pintu dulu, Mas. Udah ya, kamu jangan marah-marah mulu. Nanti biar aku bilangin ke dia, biar Mila nggak ngilangin kesalahan yang sama. Oke." Aku terus mendongak menatapnya penuh harap. "makin jelek kalau marah," tambahku lalu menjulurkan lidah. "Sini! Kugigit kau!" Pekik Mas Rehan ketika aku membalik badan dan berlari ke arah seberang ranjang. Aku tertawa lepas. Melihat Mas Rehan yang berkali-kali me
Rahasia di Koper SuamikuBab 37Rehan tergopoh mendekatiku setelah membuka pintu."Kamu kenapa teriak-teriak?"Rehan menatapku dengan wajah penuh tanya. Kedua alis tebalnya saling bertaut."Ini, mantan kamu telepon mulu. Sampai bosan ini kuping dengerinnya!" Aku melotot ke arah Rehan.Kemudian, lelaki yang wajahnya selalu datar itu duduk di sebelahku."Siapa?""Siapa lagi kalau bukan Delina. Emangnya mantan kamu ada lagi ya selain demit satu itu?!" Aku ngegas. Sumpah kesel banget! Nyeri perut baru aja semb
Rahasia di Koper SuamikuBab 38"Hei, buka pintunya Sayang! Ini handukmu." Rehan mengetuk pintu. Dengan teriakan yang berulang-ulang."Kenapa harus malu? Aku sudah tahu semuanya Sayang," pekiknya lagi.Aku tepuk jidat dibuatnya. Menyesalkan kecerobohan ini.Pintu sedikit kubuka lalu kuulurkan tangan."Mana handuknya?!" sentakku."Nih." Tak berselang lama. Handuk terasa ia sampirkan di tanganku.Cepat kututup pintu hingga menimbulkan suara derit yang memekak di telinga.
Rahasia di Koper SuamikuBab 37"Bukan apa-apa kok." Aku bersungut. Coba menarik kantong plastik itu kembali. "lepasin Mas plastiknya," pintaku kemudian membalik-balik hingga saling bersitatap dengan Rehan."Tidak. Aku pingin tahu isinya. Inikan pemberian Mama, masa aku nggak boleh tahu sih."
Rahasia di Koper SuamikuBab 36Aku hanya mendelik padanya. Merasai tangan kekar itu masih berkacak menangkup pipiku."Udah dong, bibirnya jangan dimancung-mancungin begitu. Bikin aku tambah gemas aja," cetusnya, kini menoel ujung hidungku.Setelah Rehan menjauh. Aku mendengus kasar sembari merapikan rambut yang berantakan atas ulahnya. Sumpah, kalau ingat wajah Delina bikin tensi naik. Dia itu jelmaan siluman apa sih, kenapa selalu saja hadir disaat momen-momenku bersama Rehan.Mesin mobil ia nyalakan. Perlahan roda empat ini mulai melaju meninggalkan halaman depan toko.Mataku reflek memincing untuk menajamkan pengelihatan. Ada sosok wanita tanpa urat malu di sana, siapa lagi kalau bukan Delina.Bayangan wanita sinis itu terlihat dari kaca spion yang memperlihatkan kalau dia sedang menjulurk
Rahasia di Koper Suamiku Bab 35 Cup "Ini imbalannya." Pipiku dikiss oleh Rehan secepat kilat.