Tidak ada hal yang lebih membimbangkan selain harus memilih satu di antara dua pilihan.”
~♥~♥~♥~
“Adel, kamu cari buku untuk tugasnya, jangan lupa diketik, habis itu setorin di grup kelompok.”
Adel mengangguk kecil merespon ucapan teman sekelasnya. Ia bergegas menuju perpustakaan bersama Reina. Kalau enggak karena dipaksa Adel, Reina enggak akan mau menemani gadis itu ke perpustakaan. Mereka berjalan sambil bersenda gurau menuju perpustakaan.
"Iya, enggak masuk akal banget coba, masa Sungjae dikabarin pacaran sama Soyeon!" gerutu Reina. Ia cemberut menatap Adel dari samping.
"Ih, gue nggak suka noh sama si Soyeon itu. Mereka mah nggak cocok!" Adel ikut menyetujui. Ia menggamit lengan Reina sambil ikut melirik artikel yang tengah dibaca gadis itu di ponselnya.
Perpustakaan hari ini ramai. Adel dan Reina mendesah panjang kala melihat j
“Airmata merupakan satu-satunya cara bagaimana mata berbicara, ketika bibir tak mampu menjelaskan bahwa kita sedang terluka.”~♥~♥~♥~Adel menatap Beni yang tengah mengoreksi soal-soal kelas X di ruang keluarga. Gadis itu tersenyum melihat Beni yang sejak tadi bergonta-ganti ekspresi wajah. Kadang Beni mengerutkan kening serius, kadang mendesah kesal, dan kadang terkekeh sendiri memperhatikan jawaban soal kuis dari muridnya. Tangannya juga tidak tinggal diam, Beni sesekali menghitung dengan tangan, lalu menghitung dengan kalkulator. Ia mencoret kemudian membenarkan jawaban yang benar menurutnya. Segala hal kecil yang Beni lakukan tak luput dari pengamatan Adel, dan lagi-lagi membuat Adel tak bosan menyunggingkan senyum.“Serius amat, Ben.”Beni menoleh ke arahnya, lalu melepas kacamatanya. “Kalau enggak serius, aku sudah jadi pelawak, Del.”Jawaban Beni membuatnya mengerutkan dahi. Apa maksudnya?“Iya, kan kalau pelawak bercanda mulu, e
“Pada akhirnya, hanya tiga hal yang berarti: Seberapa banyak kau mencintai,Seberapa lembut kau menjalani hidup, dan seberapa ikhlas kau melepaskan sesuatu yang tidak dimaksudkan untukmu.”~♥~♥~♥~Adel menatap layar ponselnya dengan gusar. Sedari tadi layarnya menyala menampilkan nama Nata di sana. Cowok itu sudah berkali-kali meneleponnya, ia abaikan. Mengembuskan napas keras, akhirnya Adel menulis pesan untuk Nata. Menyuruhnya agar tidak mencoba menghubunginya lagi. Jahat. Adel tahu ia sangat jahat. Ia sudah menyakiti dua orang, tidak, bahkan tiga orang.Bohong jika ia sendiri tidak sakit. Bohong jika Adel mengaku tidak sedih. Namun, sesuatu yang akhirnya menyakitkan akan lebih baik daripada kebohongan yang dipendamnya terus menerus.Sepertinya cowok itu menyerah. Ia tidak menghubungi Adel lagi setelah menerima pesan. Dan entah Adel merasa bersalah sekarang.
Kamu semua adalah cinta pertama seseorang.”~♥~♥~♥~“Kamu semua adalah cinta pertama seseorang. Selama masa itu, kita semua, baik pria maupun wanita, sedang jatuh cinta. Dan kita mungkin telah menjadi cinta pertama seseorang.”Adel mendengarkan guru bahasa Indonesianya membacakan kutipan dari sebuah film di depan kelas. Gadis itu menatap papan tulis, sesekali mencatat, kemudian mencoret tulisannya yang salah. Kemudian matanya menerawang kejadian beberapa hari yang lalu. Hari dimana Nata benar-benar membuatnya goyah, hingga Adel ingin memeluk cowok itu. Nata sudah tidak pernah menghubunginya lagi sejak itu. mungkin cowok itu lelah untuk kembali menggoyahkan perasaan Adel.Cinta pertama, ya? Omong-omong, Adel sudah mendapat pengakuan dari Beni tentang kejadian sepuluh tahun yang lalu. Beni mengatakan padanya bahwa ia sudah menyukai Adel sejak kecil bahkan sering mencari kabar tentangnya dari dulu. Dan ia juga berkata bahwa Adel adalah cinta pertamany
“Pecundang itu yang hanya berani bicara di belakang, tetapi tidak berani bicara di depan orangnya persis.”~♥~♥~♥
“Nyatanya, berada di dekatmu adalah hal yang paling kusyukuri pada Tuhan.”~♥~♥~♥~
“Egois itu ketika berada di sampingku bisa membahayakanmu, tetapi aku tetap memintamu jangan pergi.”~♥~
“Ketika kau tahu akulah dalang dibalik segala rasa takutmu. Kumohon, bencilah aku.”~♥~♥~♥~
“Rasanya aku ingin kembali lagi ke masa kecilku, di mana aku hanya takut dimarahi oleh Mama karena ketahuan mengompol, daripada harus terlibat di percintaan orang dewasa yang rumit.”~♥~♥~
Jogja, 2018Kalau ada yang bilang persahabatan antara pria dan wanita itu enggak murni, tadinya Nata akan menolak pendapat itu. Ia akan dengan berani mengatakan pada teman-temannya di kelas bahwa persahabatannya dengan Dinda itu murni. Namun, sekarang rasanya Nata akan mengatakan sebaliknya. Ia menyetujui pendapat tersebut.Semenjak ia putus dari Adel, ada yang hilang dari dirinya. Ia frustasi dan hampir menyerah pada hidup. Di saat itu, Dinda datang, dan entah Nata bersyukur ada cewek itu yang bersedia menerima curaha
Jogja, 2018Reina geram pada Aldo, karena sejak setengah jam yang lalu Aldo mengabaikannya. Jika disuruh memilih, Reina lebih memilih menghabiskan hari minggunya untuk tiduran seharian di atas kasurnya yang empuk, sambil nonton drama korea kesayangannya, daripada harus menemani Aldo di kamarnya.Gadis itu menatap miring Aldo yang masih asyik dengan
Jogja, 2008"Mas, nikah itu apa?"Beni yang tengah memakan jambu pemberian Kakek, tersedak. Ia cepat-cepat meminum air putihnya, kemudian menatap Adel lurus-lurus."Nikah?"
Jogja, 2009"Mas Beben mau pulang ke Jakarta?"Beni menghentikan aktivitasnya yang sedang mengepaki pakaian ke dalam tas ranselnya. Beni menatap gadis kecil yang berdiri di ambang pintu dan tengah memainkan ujung kaosnya tersebut. Beni tersenyum dan melangkah mendekati bocah itu.Gadi
“Aku ingin kisahku berakhir bahagia layaknya dongeng-dongeng yang kubaca sebelum tidur.”~♥~♥~
“Aku dilahirkan untuk merayakan ulang tahun bersamamu.”~♥~♥~♥~
“Aku mengenalmu bukan lewat mata, melainkan lewat jiwa yang tulus aku tahu siapa dirimu.”~♥~♥~
"Memaafkan itu memang hal paling berat, tetapi akan terasa indah ketika dilakukannya dengan ikhlas."~♥~♥
“Awalan yang baik akan menghasilkan akhir yang baik pula, bukan?”~♥~♥~♥~