Keduanya berjalan menuju lobi parkir dengan wajah gembira. Lebih tepatnya, hanya Ika saja yang gembira, karena Rangga melemparkan senyum yang memiliki maksud. Perut keduanya sudah kenyang, karena Rangga menraktir makan malam ini. Tak tanggung-tanggung, lelaki itu bahkan dengan royalnya membelikan sepasang sandal cantik untuk Ika seharga tiga ratus ribu rupiah. Rangga juga tak sungkan memakaikan sepasang sandal itu di kaki Ika. Seakan ia begitu memuja pasangannya.
Wanita mana yang tidak senang dan berbunga-bunga dengan perbuatan Rangga. Jauh di dalam lubuk hati Ika, dia sungguh sangat menyesal, kenapa baru saat ini ia bertemu Rangga? Lelaki baik, manis, royal, dan sangat tampan.
Betapa bangganya ia saat menggandeng lengan Rangga dan semua orang yang berpasasan dengan mereka, melorik iri. Hal yang tidak pernah ia dapatkan saat berjalan dengan suaminya yang hitam sekaligus pendek. Belum lagi perut buncit bagaikan tudung saji makanan. Sangat b
Jay sedang tidak ada di rumah. Siang ini dia pergi ke rumah salah satu teman untuk menanyakan pekerjaan. Ana yang tadi sempat minta ikut, tidak ia ijinkan karena keadaan diluar belum aman. Lelaki itu khawatir, orang suruhan Rangga mengejar mereka sampai ke Bandung. Jadilah Ana saat ini tengah di dapur membantu mimih membuat keripik singkong. Dua hari berada di kampung, ia merasa badannya semakin subur. Mimih sangat senang sekali membuat aneka cemilan di rumah. Ana yang tadinya tidak terlalu asik di dapur, sekarang begitu nyaman duduk di dapur membuat makanan. "Kalau capek, istirahat sana. Biar Mimih yang meneruskan," tegur wanita tua itu sembari memasukkan satu sendok besar singkong yang sudah diparut bulat tipis ke dalam penggorengan yang sudah ada minyak panasnya. "Gak capek kok, Mih. Saya di sini saja membantu Mimih," jawab Ana sambil tersenyum. "Kenapa tadi tidak ikut Jay saja? Udah beberapa hari d
21“Kita telanjangin aja sekarang. Kali aja dia bangun. Yuk, lu bantu gue!” Ana semakin ketakutan dan gemetar hebat. Suara hentakan sepatu kedua lelaki yang semakin mendekat padanya , membuat nyalinya semakin ciut. Inikah akhir hidupnya? Begitu teraniaya dan mati terhina?“Ya Allah, tolong selamatkan hamba kali ini. Tolong ya Allah,” rapal Ana dalam hati. Matanya ia paksa memejam disaat hawa panas tubuh kedua lelaki itu semakin dekat, masuk melalui indera penciumannya. Tak banyak yang bisa ia lakukan, karena kedua tangannya terikat di kaki kursi kayu ukir yang cukup berat dan dalam posisi duduk dengan kaki lurus.Srek!Srek!Ana membuka mata dan entah darimana keberaniannya, wanita itu meludahi dua pria yang baru saja menarik baju kausnya hingga robek.Cuih!Cuih!
Lelaki itu terkapar di jalan raya dengan tubuh bersimbah darah. Lebih tepatnya, punggungnya yang terkena tembakan sebanyak dua kali membuat lelaki itu tak sadarkan diri, tetapi masih bernapas.Dua orang lelaki yang baru saja meyelesaikan misinya, tentu saja segera masuk kembali ke dalam mobil dengan cepat. Mereka tak ingin ada orang yang memergoki perbuatan mengerikan yang baru saja mereka lakukan.Kenapa mengerikan? Karena lelaki yang bersimbah darah itu terkapar di jalan raya tanpa busana sama sekali. Mirip bayi raksasa berwarna merah. Jika Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup, maka beruntunglah dia. Jika tidak? Maka lelaki itu akan kehabisan banyak darah dan mati juga secara perlahan.Lima jam kemudian, disaat orang mulai banyak keluar rumah untuk bekerja atau sekedar ke pasar. Tubuh lemas dan begitu sekarat Rangga, mulai bergerak perlahan. Jari-jemarinya menunjukkan reaksi saat telinganya menangkap suara
Lelaki itu tengah menahan deru napas dan suara jantungnya yang bertalu sangat cepat. Obat yang diberikan Tante Hepi mulai membuatnya blingsatan menahan nafsu. Belum lagi nyeri di punggungnya belum hilang, karena sakit bekas peluru bersarang dan bekas jahitan masih terasa sangat pedih.Perawat tadi sempat mengatakan bahwa ia tak boleh banyak bergerak karena jahitannya masih basah dan juga masih terjadi infeksi di sana. Namun, hasrat kelaki-lakiannya sudah membumbung tinggi, ia tak sanggup lagi menahannya.Digigitnya bibir dengan kuat, lalu ia menggeser tangannya untuk menuju alat kelaminnya, dengan berat hati dan sangat terpaksa ia melakukan solo karir, karena sudah sangat tak tahan. Wajahnya yang kesakitan, sekaligus menahan nikmat. Ia tak tahu bagaimana mengendalikan ini semua, yang jelas ia harus segera menuntaskannya agar dadanya tidak terlalu sakit."Aaaaahh ...." Rangga mengerang kesakitan saat tubuhnya sedikit saja b
Ana melihat Jay terdiam. Napasnya memeng sedikit tersengal dan wanita itu tahu, jantung Jay saat ini pasti berdetak dengan cepat. Ia tak mengelak ataupun melarikan diri. Jay hanya bisa memandangi Ana dengan senyum tipis di bibirnya. Ia juga menoleh pada mimih dan apak yang masih terbengong dengan mulut setengah terbuka menanti pembelaan dari Jay. Namun lelaki itu bungkam. Jay tahu risikonya saat ini memukulkan benda keras di kepala Darto dan jika ia ditolong dengan cepat, maka lelaki itu bisa selamat. Namun sayang, sepertinya lelaki bejat yang hampir saja memperkosa Ana malah mati di tangannya. Ia tahu ini salah, hanya saja tak menyangka secepat ini dia akan ditangkap disaat yang tidak tepat.“Ayo, ikut kami ke kantor polisi. Nanti kamu bisa membuat kesaksian di sana,” ujar seorang petugas kepolisian sambil mendotorong sedikit tubuh Jay untuk kaluar dari ruang perawatan.“Sebentar, Pak. Ijinkan saya berpam
Rangga tak tahu ini sudah pukul berapa, yang jelas langit begitu gelap-tak ada pencahayaan sama sekali di dalam rumah sepi yang kini ia tempati. Bau menyengat dari kasur yang ia tiduri benar-benar membuatnya tak bisa memejamkan mata. Sudah enam kali dia diare, dan dua kali ia main solo karena obat laknat yang diberikan Tante Hepi padanya. Betapa sialnya lagi, ia tak bisa ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Tubuhnya masih sangat lemah tak bertenaga. Tak ada siapapun juga yang juga berkunjung malam ini. Bau anyir bercamour bau busuk menemaninya malam hampa penuh penyesalan.Sudah tiga malam dan tak ada kemajuan sama sekali tentang kelanjutan hidupnya saat ini. Belum lagi luka yang masih terasa sangat sakit. Meriang, demam, dan ditambah pula sakit kepala yang semakin menjadi. Ia butuh obat dan juga butuh dokter, tetapi taka da yang bisa membantunya saat ini. Ingin sekali menghubungi seseorang untuk meyelamatkannya. Diana atau Anita mungkin bisa, tetapi ia
Rangga merasakan tubuhnya sudah cukup bertenaga, walau perutnya dilanda kelaparan. Sudah tiga hari Delon tidak mendatanginya dan memberikan makanan, sehingga selama tiga hari juga ia berpuasa. Beruntunglah ia bisa sedikit bergerak ke kamar mandi, sehingga ia bisa membilas sedikit bagian tubuhnya yang terasa lengket. Rangga juga sudah bisa buang air ke kamar mandi, hanya saja ia tidak memiliki apa-apa di dalam rumah ini. Minum pun terpaksa dengan air kran kamar mandi.Setelah mencuci muka, Rangga memakai sarung yang sangat bau menjijikkan. Tak ada kain lain yang bisa ia gunakan untuk menutupi tubuhnya. Mata sayunya menatap keadaan di luar rumah yang sangat sepi. Sebenarnya ada di mana ia kini? Kenapa tak ada tanda-tanda kehidupan orang lain di tempat ini.Kakinya melangkah terseok menyusuri ruang demi ruangan. Dibukanya pintu kamar untuk menemukan apa yang bisa ia pakai, atau pun mencari jalan untuk keluar. Mata lelaki itu membelalak sempur
Petaka Suami Tampan 42BerceraiAna menyadari bahwa ia sudah terlanjur mendekat pada bara api yang sangat membahayakan jiwanya. Maka dari itu ia pun harus segera menuntaskannya. Baik itu bersama Rangga atau pun bersama Tante Hepi. Butuh keberanian penuh dan membuang semua rasa khawatir, saat video mesum Rangga dan mantan ibu sambungnya itu ia sebarkan di akun media social Instagram. Apapun resikonya, akan ia tanggung. Sudah tak ada lagi rasa takut pada sosok lelaki yang saat ini masih berstatus suaminya. Ia akan membalas semua perlakuan jahat lelaki itu pada dirinya.Perjalanan menuju Jakarta sebentar lagi sampai. Lelaki tua yang duduk di samping Ana masih memejamkan mata karena semalaman ia tak bisa tidur. Apak menemaninya ke Jakarta untuk mengurus perceraian, sekaligus pergi mengunjungi salah satu anak perempuannya untuk meminta tolong membebaskan Jay. Tak ada yang bisa ia lukiskan sebagai rasa terima kasih atas segala perhatian