Bibir pria ini pernah menyapa bibirku. Melumatnya dengan kasar dan agresif. Bibir ini yang pertama kali menjelajahi seluruh tubuhku. Membuat bercak-bercak kemerahan di sana. Meninggalkan traumatis dalam diriku. Dan kini, bibir ini kembali menempel di bagian sensitifku. Membuatku tersadar, bahwa aku pun telah terhanyut dalam kehangatan yang dia ciptakan dengan sengaja.
Euh!
"Minggir kau!"
Ku tolak dadanya dengan kasar, hingga dia terdorong ke belakang. Cepat aku berdiri. Mengusap bibirku yang baru saja dia kecup. Dan, leherku yang terasa perih karena gigitan kecilnya. Tanpa sadar, bulir bening dari mataku jatuh membasahi pipi. Batinku berteriak membodohi diriku sendiri.
"Anandita, maaf!"
"Diam kau!" bentakku. "Dasar laki-laki sialan! Taunya memanfaatkan keadaan! Apa kau tidak sadar dengan perbuatanmu ini!"
Aku terisak. Emosiku melonjak seketika.
"Aku tidak bermaksud untuk membuatmu ...."
"Aku bilang diam!" bentakku lagi. K
Anandita masih belum sadar saat bagian tubuhnya dimasuki jarum infus. Aku membawanya ke rumah sakit terdekat. Suhu tubuhnya panas, dan kata bi Sumi demamnya sudah seminggu naik turun. Itu berarti semenjak dia bersamaku terakhir kalinya, Anandita belum juga sehat. Aku ingat saat itu dia juga sedang tidak enak badan sama sepertiku.Aku duduk di samping ranjangnya. Membelai-belai puncak kepalanya. Berharap gadis ini segera bangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat sangat pucat. Dan kulihat berat badannya sedikit menurun. Dia terlihat kurus dari biasanya.Tak pernah terpikirkan olehku, aku akan menjadi seperti ini. Mengemis cinta pada seorang wanita yang telah aku tiduri. Selalu mengalah ketika dia menghendaki sesuatu. Bahkan, aku sendiri tidak mengerti kenapa perasaan sayangku kepadanya begitu dalam. Hingga rasa itu berubah menjadi ketakutan. Takut akan kehilangan dirinya. Atau aku hanya tidak ingin dia lepas dari genggamanku?Di kamar rawat inap ini hanya ada aku ya
Apakah ini yang disebut sebuah keberuntungan mendadak? Atau malah awal dari kehancuranku?Anandita Aldaina. Seorang gadis berwajah rupawan, yang kesuciannya telah aku renggut secara paksa beberapa minggu yang lalu, saat ini tengah mengandung bayiku. Benihku telah bersemayam di rahimnya. Pantas saja dia terlihat begitu pucat beberapa hari ini. Aku yakin, dan sangat yakin kalau janin yang berada di rahimnya adalah janinku. Karena aku laki-laki pertama yang menidurinya beberapa hari yang lalu.Aku menyentuh dadaku. Merasakan sebuah kebahagiaan yang tiba-tiba hadir menyapa. Ingin tersenyum, namun bibirku terasa berat untuk aku gerakkan. Aku bahagia, tapi disisi lain merasa tertantang untuk menyampaikan hal ini kepadanya. Kepada gadis yang sudah berani mencuri jiwaku.Aku tidak tahu nantinya Anandita mau menerimaku atau tidak. Yang jelas aku harus mengatakan ini kepadanya. Bagaimanapun juga dia harus tahu kalau dia sedang mengandung bayiku. Dan aku akan bertanggungja
"Bryan, kau ingin membuatku mati karena penasaran!!" Mataku melotot sempurna. Terus memaksanya agar membuka suara. Tapi dia bukannya menjawab, malah anteng membawa mangkuk bubur yang telah kosong dan meletakkannya di depan pintu."Kau penasaran?" Dia berjalan mendekati ku kembali. "Aku ingin tahu sampai sejauh mana rasa penasaranmu itu.""Bryan! Aku serius!" desisku."Sudah ku katakan padamu, kalau aku akan memberitahumu setelah kau baikkan, atau mungkin setelah kau keluar dari rumah sakit ini. Maka, segeralah sembuh dan sehat seperti biasa." Bryan menatapku dengan mata yang menyala.Apa maksud dari ucapannya? Kenapa dia begitu keras menyembunyikan apa yang dia ketahui dari dokter. Bukankah aku juga berhak tahu tentang penyakit yang aku derita?"Jika kau tidak mengatakannya, lalu bagaimana aku tahu tentang penyakitku!""Penyakitmu?" Dia menarik kursi, duduk kembali di sebelah ranjangku."Iya! Aku tahu kau sedang menyembunyikan v
Author POV~Dunia seakan berhenti berputar bagi gadis cantik bermata sendu itu. Dia berharap kalau tadi pendengarannya keliru. Namun, Bryan kembali meyakinkan dirinya. Membuat dirinya sadar kalau ini bukanlah mimpi.Anandita, harus menerima kenyataan bahwa dirinya sedang mengandung. Dia hamil. Dan itu bukanlah hal yang dia inginkan. Pernah bermimpi menjadi seorang ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak, tapi tidak untuk saat ini. Saat dirinya sama sekali tidak memiliki ikatan pernikahan. Meski laki-laki yang menghamilinya bersedia bertanggungjawab atas perbuatannya. Tapi Anandita tetap tidak bisa menerimanya semudah itu.Dan, bulir-bulir bening itu pun lolos dari mata gadis itu tanpa dia harus susah-susah berkedip. Sorot matanya masih lurus memandang mata Bryan dengan luapan emosi yang berkecamuk. Sepasang manik matanya masih bergulat dalam kubangan mata Bryan yang membiarkan mata gadis itu seakan ingin menerkam.
Derai air mata Anandita tidak juga kunjung berhenti. Ditengah-tengah kefrustasiannya, dia terisak pilu. Tidak percaya kalau dirinya sedang berbadan dua. Tidak percaya kalau dia berstatus calon ibu. Namun, satu yang dia percaya, hidupnya kini sudah benar-benar HANCUR!Sempurna!Lengkap sudah penderitaan yang ditanggungnya. Menjadi korban pemerkosaan, harus menerima kenyataan bahwa mahkotanya sudah terenggut, dihina dan direndahkan oleh sang mantan pacar yang meski sekalipun tidak pernah ia akui sebagai kekasih. Dan kini kembali dihadapi dengan kenyataan pahit yang membuat dirinya kecewa. Secara terpaksa harus menerima kalau rahimnya sedang dihuni makhluk kecil.Ada janin yang berkembang dalam tubuhnya. Ada kehidupan di sana. Meski belum menunjukkan tanda-tanda pergerakan, tapi janin tersebut meresponnya dengan rasa tidak nyaman yang dia rasakan sejak dua minggu belakangan ini. Sebab itu, Anandita tidak dapat lagi mengelak. Anandita tidak bisa membohongi dirinya s
'Sayang, mungkin ini sudah jalanmu. Kamu berjodoh dengan orang yang belum lama kamu kenal. Mau tidak mau, kamu harus segera menikah dengannya. Agar kelak anakmu tidak menyandang status tak jelas karena tidak tahu siapa ayahnya. Jadi, Ibu sangat berharap agar kamu mau menyambut uluran tangannya. Bersedialah menikah dengannya. Terimalah niat baiknya. Meski ini sangat memukul perasaanmu, meski kamu tidak bisa menerimanya, Ibu mohon ... jangan lagi menolak keinginannya untuk menikahimu. Agar kamu tidak menanggung malu. Agar nama baik keluarga kita tetap terjaga.' Agar nama baik keluarga kita tetap terjaga! Anandita memejamkan matanya semakin dalam. Jelas masih terngiang di telinganya ucapan sang ibu yang menyarankan agar dirinya segera menikah. Memintanya untuk menerima apa yang diinginkan Bryan. Agar masa depannya tidak terombang-ambing. Agar dia terlindung dari hinaan orang, meski yang dia tahu hidupnya sudah hancur, tidak ada gunanya lagi
Anandita tercengang. Kelopak matanya semakin melebar. Mendengar ucapan Bryan yang tidak peduli akan kekesalannya. Namun, tubuhnya terasa kaku. Sulit untuk bernafas bahkan bergerak. Tubuhnya seakan terhipnotis oleh perlakuan Bryan.Baru ketika Anandita tersadar dari lamunannya, segera tangannya menjambak kasar rambut Bryan dan mendorongnya. Sekarang, giliran Bryan yang tersentak kaget."Ada apa? Apa yang salah?" Seperti tidak tahu akan kesalahannya, Bryan menanyakan itu pada istrinya."Beraninya kau berkata seperti itu pada janin yang ada di kandunganku! Apa kau tidak berpikir dulu sebelum mengucapkannya!""Apa yang harus aku pikirkan terlebih dahulu Anandita! Apa yang salah dari ucapanku tolong jelaskan!""Jangan berpura-pura bodoh! Jelas-jelas tadi kau mengucapkan kalau malam ini adalah malam ... em ... malam ...."Kalimat yang ingin di sampaikan Anandita terhenti. Bibirnya tiba-tiba bergetar. Tak kuasa melanjutkan ucapannya.Bryan m
Bryan tak lagi dapat berkata apapun saat Anandita mengultimatum dirinya tadi. Dia juga tidak mengerti kenapa ucapan itu lolos begitu saja dari mulutnya. Baginya, Anandita seperti magnet yang dapat menariknya kapan saja.Hanya dengan melihat wajah baby face Anandita, dirinya sudah terhipnotis. Merasa ingin terus berdekatan. Apalagi melihat lekuk tubuh indahnya. Membuat kepalanya serasa diremas. Sakit tak berujung. Semua yang ada di diri Anandita, sudah seperti racun baginya. Racun yang dapat membunuh jiwanya hanya dalam beberapa detik. Karena aroma tubuh gadis itu selalu saja menjerat birahinya yang tidak bisa dia salurkan.Bryan, menunggu istrinya yang sedang berganti pakaian di dalam kamar mandi. Lebih tepatnya gadis itu sedang membersihkan tubuh, lalu mengganti gaun kebayanya dengan pakaian biasa.Menunggu?Mungkin tidak. Untuk apa dia menunggu kalau ujung-ujungnya Anandita tidak mau disentuh apalagi disetubuhi. Gadis itu tetap mempertahankan pend