Perutku benar-benar sedang keroncongan sekarang. Sampai badanku gemetaran karena menahan lapar. Setelah tadi makan siangku tertunda karena jengkel dengan bik Sumi, sekarang aku harus kembali menunda untuk makan. Sebab aku sedang menunggu makanan yang ingin aku cicipi. Nasi goreng kampung buatan suami dadakanku sedang bergumul dalam wajan.
Tak pernah ku sangka, aku akan menghadapi hari-hari seperti ini. Rumahku terasa ramai dengan kehadiran suami dadakanku. Bagaimana tidak, dia selalu saja membuatku jengkel. Begitu juga dengan bi Sumi. Mereka bagaikan dua kubu yang berbeda jenis tapi satu haluan. Mahir sekali membuatku kesal.
Akan tetapi, kekesalan itu kini berubah 180 derajat. Sepertinya tingkah kedua orang ini sekarang berubah menjadi semacam hiburan bagiku. Sebab aku tidak lagi merasakan yang namanya kesunyian di rumah ini seperti hari-hari sebelumnya. Bryan dan bi Sumi berhasil mengembalikan senyumku.
Klentang, klenteng!
Suara sendok dan wajan pe
Bintang-bintang terlihat begitu cantik menghiasi langit malam yang gelap. Ada bulan separuh di tengah-tengah mereka. Seakan menjadi ratu di antara hamparan bintang-bintang itu.Di balkon kamar, aku berdiri menengadah ke atas langit. Tersenyum dalam lamunan. Menyaksikan indahnya ciptaan Tuhan. Ku elus perutku yang sudah membuncit. Gerakan si jabang bayi langsung menyambut tanganku. Begitu kuat dan aktif. Membuatku tertawa dalam hati.Tidak terasa kini usia kehamilanku sudah memasuki usia 9 bulan. Hamil di usia muda tidak mudah bagiku. Aku sempat mengalami stres saat trimester pertama dan kedua. Panik memikirkan bagaimana rasanya persalinan nanti. Beruntung ibu dan suamiku selalu menyemangatiku, hingga aku dapat menyingkirkan pikiran buruk yang ada di otakku.Sekarang berat badanku naik dua kali lipat. Wajar saja, karena selama hamil, nafsu makanku naik dari biasanya. Ditambah lagi dengan sikap suami yang selalu mengingatk
Dalam samar-samar penglihatan, aku mencoba membuka mataku yang terasa berat. Tersenyum ketika melihat suami yang sedang duduk di tepi ranjang. Menggendong bayi mungil kami dengan raut wajah yang sumringah. Aku dan bayiku sudah dibolehkan pulang dua hari yang lalu. Dan tadi, aku disuruh Bryan istirahat sejenak. Dia yang menggantikan tugasku menjaga si baby. Kebetulan hari ini hari libur. Bryan bilang, aku harus banyak istirahat agar tidak terlalu lelah. Agar ASI eksklusif yang aku berikan kepada bayi kami tetap lancar. Maklum, memang belum seminggu aku menjadi seorang ibu. Tapi, semua tanggungjawab ini sudah membuatku kalang kabut. Sebab aku tidak punya pengalaman mengurus bayi. Jangankan bayi, menjaga adik saja aku tidak pernah. Sebab aku kan anak tunggal. "Kau sudah bangun?" tanyanya. Aku mengangguk. Lalu, berusaha untuk duduk dan bersender di ranjang. Ngilu jahitan caesarku masih terasa. "Apa dia rew
🌻Prolog🌻 Wanita mana yang tidak akan hancur dan terpuruk jika seorang laki-laki yang sama sekali tidak dia cintai tega merebut mahkota paling berharga dalam dirinya hingga menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan! Pasti dunia ini terasa sempit dan menghimpit. Itulah yang aku rasakan. Awalnya aku adalah seorang gadis yang periang dan selalu menikmati hidup walau dengan kesederhanaan. Tapi kini? Kekagumanku pada sosok supervisor yang terlihat sangat berwibawa dan bijak dalam mengambil sikap, seketika berubah menjadi sebuah kebencian yang sangat teramat karena dia dengan teganya menodaiku hanya gara-gara aku tidak sengaja menumpahkan secangkir kopi ke pakaiannya. Hidupku hancur! Masa depanku hilang sudah. Akibat dari perbuatan kejinya, aku akhirnya harus mengandung janin yang berasal dari benih yang pernah dia semburkan ke tubuhku tanpa izinku sama sekali. Laki-laki itu membuatku merasakan hidup dalam kesengsaraan, dan yang lebih membuatku terluka lagi adalah, laki-laki yang meme
Ojek online yang aku pesan secara online sudah muncul di depan pagar rumah. Hal itu semakin membuat ibuku menggeram. Aku tahu karena sedetik lalu aku melirik wajahnya. Dia terpaku di teras rumah melihat kepergianku bersama abang tukang ojek.Aku juga tahu yang ada di pikiran ibu saat ini pasti dia sedang mengutuk perilaku diriku. Dia pasti kesal melihatku naik ojek padahal ibu mempunyai supir pribadi yang bisa aku pakai jasanya kapan saja. Tapi aku tidak mau melakukan itu dengan alasan, masa iya sih seorang karyawan biasa seperti aku di antar naik mobil mewah. Apa kata orang nanti? Aku memang merahasiakan kekayaan orang tuaku kepada teman-teman sekantor dan teman-teman yang bekerja di satu supermarket denganku.Banyak alasan yang aku lontarkan ketika salah satu atau kumpulan dari mereka meminta untuk datang ke rumahku. Aku tidak ingin mereka tahu akan kemegahan dalam hidupku. Aku ingin melihat ketulusan dari mereka, berteman de
Aku sudah berada di depan ruangan supervisorku. Aku masuk ke dalam ruangan itu dan menutup pintu. Pak Bryan mempersilakan aku untuk duduk di kursi yang tersedia di depan meja kerjanya. Aku pun menurut. Sementara itu dia sibuk mengotak atik laptopnya."Mana laporan hasil penjualanmu? Sini berikan kepada saya," pinta Pak Bryan sambil menjulurkan tangannya ke hadapanku."Baik Pak! Sebentar!" Tanganku langsung masuk ke dalam tas, mencari notebook yang berisi tulisan tulisan tentang laporan penjualanku selama seminggu belakangan."Ini Pak." Aku menyerahkan notebook itu kepada atasanku. Pak Bryan menerimanya. Dia lalu memeriksa notebookku dengan seksama. Ku lihat alisnya yang bak semut beriring itu naik turun membaca notebookku, lalu wajahnya tampak manggut manggut tak menentu."Hem, ternyata kamu pintar juga mempromosikan suatu barang ya, hasil penjualan kamu sangat baik ... dan meningkat dua kali lipat dari bulan kemarin." Pak Bryan tersenyum lebar ke arahku.
Jleb!Aku tersentak ketika tangan pak Bryan menggenggam tanganku. Aku terpaksa menghentikan aktivitas mengilap kemejanya. Aku langsung memandang wajah pak Bryan yang sudah memandang wajahku duluan. Menatapku tajam hingga seluruh tubuhku gemetaran. Tanganku yang sedang dipegangnya sampai terasa dingin dan kaku. Sumpah demi apa coba, pak Bryan menatap mataku begitu dekat. Aku menundukkan pandanganku, menghindari tatapan matanya. Aku tarik tanganku dan segera aku menjauh dari sisi supervisorku ini."Maafkan saya, Pak!"Sekali lagi, dan mungkin akan berulang kali lagi aku mengucapkan kalimat ini. Sambil terus menunduk menahan rasa malu, aku menunggu jawaban atas permintaan maafku kepadanya.Ayo dong Pak! Jangan diam saja! Katakan sesuatu yang membuat hatiku tenang. Aduh! Bagaimana ini! Apa aku harus pamit padanya? Atau aku sebaiknya mengundurkan diri saja! Jika begini terus, aku bakalan mati karena menahan malu!"Kamu tahu ini masih jam berapa?"
Setelah noda kopi itu menghilang, aku kemudian mengibas-ngibaskan kemeja itu agar bagian yang aku basuh tadi segera mengering. Semerbak harum parfum dari kemeja yang ku pegang saat ini tiba-tiba menyapa hidungku. Aku menghirupnya dalam-dalam. Ah! Benar-benar sangat memanjakan hidung dan pikiranku. Untuk beberapa saat, aku terdiam dalam lamunan. Tapi, lamunanku tiba-tiba buyar ketika seseorang masuk ke dalam toilet. Aku tersadar. Kepalaku langsung menggeleng-geleng tak menentu. Sebisa mungkin aku membuang pikiran kotor yang bersarang di kepalaku.Ku lihat wanita yang baru masuk ke dalam toilet tadi menaikkan satu alisnya ke arahku. Mungkin dia heran melihatku karena mendapati aku yang sedang menghirup udara di dalam toilet, padahal aku sedang menikmati harumnya parfum dari baju supervisorku ini. Tanpa mempedulikan tanggapan dari wanita yang juga tim leader di kantorku ini, aku langsung melangkah keluar menuju ruangan supervisorku kembali.Tok tok tok...Aku mengetuk
Eh, apa-apaan ini! Pak Bryan semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Aku melihat sorot matanya yang begitu memancarkan gairah kepadaku. Ketakutanku semakin menjadi-jadi saat laki-laki ini mencium bibirku. Aku meraung, segera menjerit. Tapi, jeritanku tertahan dalam mulutnya. Aku memukul-mukul dan mendorong-dorong dadanya. Tapi sepertinya itu tidak berdampak apa-apa pada dirinya. Dia tetap terpacu, mencium bibirku secara brutal."Lepaskan akuuu!!"Kata-kata itu yang terlontar dari mulutku. Tapi, sekali lagi. Suaraku tertahan di dalam mulutnya."Lepaskan aku!! Dasar bejat kau! Baj**ngan!!"Aku mulai menyadari sepenuhnya apa yang akan dia lakukan kepadaku. Terlebih saat ini dia mulai menjelajahi bagian dadaku. Saat aku ingin kembali berteriak, secepat kilat tangannya menyumpal dan menekan mulutku dengan kuat. Aku semakin memberontak. Ku tarik-tarik rambut belakangnya dan ku pukul-pukul kepalanya dengan kuat. Tapi dia tetap tidak merespon pukulan dariku.
Dalam samar-samar penglihatan, aku mencoba membuka mataku yang terasa berat. Tersenyum ketika melihat suami yang sedang duduk di tepi ranjang. Menggendong bayi mungil kami dengan raut wajah yang sumringah. Aku dan bayiku sudah dibolehkan pulang dua hari yang lalu. Dan tadi, aku disuruh Bryan istirahat sejenak. Dia yang menggantikan tugasku menjaga si baby. Kebetulan hari ini hari libur. Bryan bilang, aku harus banyak istirahat agar tidak terlalu lelah. Agar ASI eksklusif yang aku berikan kepada bayi kami tetap lancar. Maklum, memang belum seminggu aku menjadi seorang ibu. Tapi, semua tanggungjawab ini sudah membuatku kalang kabut. Sebab aku tidak punya pengalaman mengurus bayi. Jangankan bayi, menjaga adik saja aku tidak pernah. Sebab aku kan anak tunggal. "Kau sudah bangun?" tanyanya. Aku mengangguk. Lalu, berusaha untuk duduk dan bersender di ranjang. Ngilu jahitan caesarku masih terasa. "Apa dia rew
Bintang-bintang terlihat begitu cantik menghiasi langit malam yang gelap. Ada bulan separuh di tengah-tengah mereka. Seakan menjadi ratu di antara hamparan bintang-bintang itu.Di balkon kamar, aku berdiri menengadah ke atas langit. Tersenyum dalam lamunan. Menyaksikan indahnya ciptaan Tuhan. Ku elus perutku yang sudah membuncit. Gerakan si jabang bayi langsung menyambut tanganku. Begitu kuat dan aktif. Membuatku tertawa dalam hati.Tidak terasa kini usia kehamilanku sudah memasuki usia 9 bulan. Hamil di usia muda tidak mudah bagiku. Aku sempat mengalami stres saat trimester pertama dan kedua. Panik memikirkan bagaimana rasanya persalinan nanti. Beruntung ibu dan suamiku selalu menyemangatiku, hingga aku dapat menyingkirkan pikiran buruk yang ada di otakku.Sekarang berat badanku naik dua kali lipat. Wajar saja, karena selama hamil, nafsu makanku naik dari biasanya. Ditambah lagi dengan sikap suami yang selalu mengingatk
Perutku benar-benar sedang keroncongan sekarang. Sampai badanku gemetaran karena menahan lapar. Setelah tadi makan siangku tertunda karena jengkel dengan bik Sumi, sekarang aku harus kembali menunda untuk makan. Sebab aku sedang menunggu makanan yang ingin aku cicipi. Nasi goreng kampung buatan suami dadakanku sedang bergumul dalam wajan.Tak pernah ku sangka, aku akan menghadapi hari-hari seperti ini. Rumahku terasa ramai dengan kehadiran suami dadakanku. Bagaimana tidak, dia selalu saja membuatku jengkel. Begitu juga dengan bi Sumi. Mereka bagaikan dua kubu yang berbeda jenis tapi satu haluan. Mahir sekali membuatku kesal.Akan tetapi, kekesalan itu kini berubah 180 derajat. Sepertinya tingkah kedua orang ini sekarang berubah menjadi semacam hiburan bagiku. Sebab aku tidak lagi merasakan yang namanya kesunyian di rumah ini seperti hari-hari sebelumnya. Bryan dan bi Sumi berhasil mengembalikan senyumku.Klentang, klenteng!Suara sendok dan wajan pe
Anandita POV~Aku terbangun saat jam menunjukkan pukul satu siang. Perutku keroncongan. Pantas saja tidurku terganggu, aku kan belum makan siang. Ketika aku membuka mata, tak sengaja pandanganku tertoleh ke samping. Mataku langsung menangkap sosok Bryan yang tertidur pulas di sampingku. Tepatnya di bahuku. Kepalanya bertengger di bahu polosku yang tanpa alas.Melihat keberadaannya, baru aku sadar kenapa tubuhku terasa lelah tak karuan. Aku baru ingat tadi Bryan menjelajahi seluruh lekuk tubuhku hingga akhirnya dia kembali menggauliku. Aku terhanyut dalam sentuhannya, terbuai pada indahnya surga dunia. Meski masih terasa perih, tapi aku menikmati permainannya. Sebab dia melakukannya dengan lembut. Tidak seperti ketika pertama kali dia menjamahku. Begitu kasar dan sama sekali tidak memikirkan kesakitan yang aku rasakan saat itu.Aku mengeliatkan tubuh. Badanku terasa remuk. Persetubuhan yang kami lakukan tadi benar-benar menguras tenaga. Hingga tanpa sengaja kami
Bryan POV~"Kau sudah sadar?" tanyaku ketika Anandita sudah sempurna membuka matanya.Anandita langsung kaget ketika menyadari keberadaanku yang tepat berada di atasnya. Aku duduk di tepi ranjang dengan separuh badan yang mengurung tubuh mungilnya."Kau?""Ssshh ...."Cepat aku menahannya, menenangkannya agar tidak mengamuk seperti biasa. Dan untungnya, dia menurut. Anandita kembali tenang. Meski matanya menyiratkan sebuah ketakutan yang tak menutup kemungkinan adanya pertanyaan di sana."Tenanglah! Kau jangan terlalu banyak bergerak," ucapanku pelan. Mengelus kening atasnya dengan lembut."A-apa yang terjadi padaku? Dan kenapa aku tiba-tiba bisa ada di kamar ini?" tanyanya dengan suara parau."Kau pingsan. Makanya aku membaringkanmu di ranjang.""Pingsan?"Aku mengangguk cepa
Anandita POV~Perutku terasa begah karena memaksakan diri menghabiskan sepiring nasi goreng. Posisiku masih sama seperti tadi. Berhadapan dengannya yang juga telah selesai menyantap sajian bi Sumi. Bahkan saat makan pun, dia tetap fokus melihatku. Mengawasiku agar aku menghabiskan makanan ini. Anehnya, kenapa aku harus takut? Aku benar-benar payah! Sangat pengecut, seperti anak kecil yang takut dimarahi oleh orang tuanya. Oh ... God!Aku mendorong kursi, bangkit dari duduk."Aku mau mandi. Kau tetaplah di sini sampai aku selesai!" titahku pada Bryan.Bryan yang baru saja meneguk segelas air putih, langsung mendongak melihatku."Ngapain aku di sini? Kalau aku ikut denganmu, emang kenapa?" tanyanya menyelidik.Aku mendesah. Melipat kedua tangan ke dada."Kalo kau ikut masuk ke kamar, bagaimana bisa aku memakai pakaianku! Aku tidak terbiasa memakai baju di dalam toilet!" keluhku. Berharap dia mau memahami.Bryan berdehem, menyerin
Ada perasaan yang berbeda bagi Anandita ketika mencicipi masakan bi Sumi. Nasi goreng yang dikunyahnya tidak seperti yang pernah dibuatkan oleh Bryan untuknya, meski nasi goreng itu masih terasa enak, tapi lidah Anandita merindukan nasi goreng buatan suaminya.Pelan Anandita mengunyah makanannya seperti tidak rela makanan itu berada di mulutnya. Bi Sumi yang melihat itu dari kejauhan merasa keheranan. Diamatinya Anandita lekat-lekat. Sambil membawa segelas air putih yang diambilnya dari kulkas."Ada apa Non? Kenapa ngunyahnya kayak gak ikhlas gitu? Apa masakan bibi gak enak ya?" tanya bi Sumi. Meletakkan gelas ke hadapan Anandita."Oh, enggak kok Bi. Nasi gorengnya enak. Cuma ....""Cuma ...??" Bi Sumi membeo."Umm ... cuma ... cuma ... cuma ... entahlah Bi. Entah kenapa rasanya tenggorokanku pahit. Gak nyaman kalo nelan makanan." Anandita beralasan."Oh ... wajar sih Non. Emang gitu kalo lagi hamil. Apalagi Non sedang hamil muda. Wajar kala
Bryan POV~Pagi ini, tidak seperti pagi-pagi biasa. Sebab pagi ini adalah pagi pertamaku bersama wanita yang telah sah menjadi istriku.Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Berusaha menyesuaikan cahaya yang menyerang retinaku. Sebelum akhirnya aku menemukan wajah cantik yang berada di dekatku. Kami sama-sama terbaring miring berhadapan. Reflek aku tersenyum ketika menyadari wajah cantik istriku menempel di dadaku.Wajah mulus yang nyaris tidak ada cela ini membuatku terhipnotis. Tuhan ... begitu cantiknya istriku ini. Tak tahan rasanya aku untuk tidak menyentuhnya. Maka, tanganku mulai menghampiri lekuk wajahnya yang terpahat rapi.Kecantikannya tidak berkurang meski dalam keadaan mata terpejam. Anandita, gadisku! Sampai kapan aku bisa menahan untuk tidak menyentuhmu, Sayang. Aku tidak yakin kau akan selamat dari jeratan birahiku. Mungkin aku akan melakukannya lagi saat kau sudah agak tenang. Dan disaat itu, kau akan menyadari betapa sayangnya aku padamu.
Anandita POV~Tak terbayangkan betapa kesalnya rasa hatiku kepada pria yang notabennya sudah resmi menjadi suamiku ini. Bertindak sesuka hati tanpa memikirkan ketakutanku. Aku juga bodoh. Kenapa harus takut pada laki-laki yang telah berbuat jahat kepadaku. Bukankah seharusnya dia yang harus waspada terhadapku? Lalu, kenapa semuanya seakan ... terbalik!Dan karena jeritanku yang tertahan tadi, membuatnya cekikikan dan kembali menutup pintu kamar mandi. Sayup-sayup kudengar dia bernyanyi. Sebuah nyanyian riang. Enjoy di dalam sana seperti orang yang tak pernah melakukan kesalahan apapun terhadapku. Sebal!Well, biarkan saja dia mau melakukan apa. Asal dia tidak menggangguku. Asal dia tidak merepotkanku. Asal dia tidak macam-macam padaku, apalagi sampai menyentuhku. Kalau itu terjadi, aku pastikan dia takkan lagi menempati kamar yang sama denganku.What???Kamar yang sama? Oh, God! Kenapa aku tidak menyadari hal ini sejak tadi. Sejak Oma membawanya ke