Kini hampir berakhir sandiwara yang dilaksanakan serentak itu, Dirga mendekati Lingga dan Agora sambil tersenyum puas mendengar kabar menggembirakan yang dia tunggu."Selamat ya," ucap Dirga sambil menepuk bahu Lingga."Cepat-cepat kau nikahi dia ya, biar anak di perut Mamanya tahu siapa Ayah yang sebenarnya," lanjut Dirga berbangga hati.Sementara itu Lingga mengangguk hormat sambil tersenyum sewajarnya, namun berlainan dengan itu Lingga terus menerus berharap sandiwara ini agar cepat berakhir. "Baik Om, setelah pekerjaanku benar-benar selesai, dalam waktu dekat ini aku akan segera menikahinya," jawab Lingga sembari menatap Agora."Baiklah, Ayah ikut bahagia melihat kalian seperti ini, kalau begitu kita harus segera menentukan tanggalnya," jawab Dirga sembari menerka penetapan tanggal pernikahan.“Ayah, untuk itu mungkin akan kami tentukan berdua tanggalnya, Kalingga juga harus mempertimbangkan dengan jadwalnya yang padat Ayah,” timpal Agora sambil mengelus lengan pria di sampingnya
Di malam yang sunyi, tiba-tiba suara deru motor terdengar nyaring dari luar rumah di perkomplekan padat di suatu wilayah. Adri membuka tirai jendela kamar untuk memastikan dari mana suara itu berasal. Dilihatnya seorang pria tengah membuka helm menunjukkan wajah asli yang tersembunyi dari balik kaca hitam tersebut. Dia adalah Lingga, pria yang pernah membuatnya beberapa kali merasa kesal.Tok…tok…Tak ingin membangunkan seisi rumah, Adri segera membukakan pintu, akan tetapi ketika mereka berhadapan suasana diantara mereka seakan kacau, baik Lingga maupun Adri keduanya tidak berusaha untuk bersikap ramah satu sama lain.“Masuk? Jangan berisik aku tidak ingin membangunkan orang tua ku,” ucap Adri dengan suara kecil.Lingga masuk sambil melepas sepatunya.“Terimakasih,” jawabnya pelan.Mereka duduk berhadapan dengan atmosfer yang begitu mencekam. Tanpa menghabiskan waktu Lingga segera mengungkapkan tujuannya.“Kau sedang meneliti kecelakaan di pasar waktu itu?” tanya Lingga sembari menau
5 tahun kemudian….Bertahun-tahun berlalu, setelah melalui hari-hari yang sulit Lingga akhirnya dapat kembali bangkit, melepas keterpurukan dan hidup normal kembali. Saat ini perusahaan Ayahnya yang hampir bangkrut telah berjalan normal kembali, begitupun kondisi Lingga, perekonomiannya berjalan stabil dengan membangun start up baru yang dia kembangkan dengan kerja kerasnya sendiri.Lingga memberikan nama yang cukup bermakna terhadap perusahaan yang dia bangun, HL&B company adalah nama perusahaan yang sedang dia kembangkan saat ini.Di meja kerja tempatnya menghabiskan waktu, dia pajang foto cantik gadis pujaanya, tak banyak foto yang dia miliki untuk mengenang cinta yang baru mekar ini, namun dua atau tiga butir foto saja sudah cukup memuaskan dahaga kerinduannya terhadap pujaan hati. Kenangan dulu yang mereka buat memang tidak sebanyak pasangan pada umumnya, namun sebenarnya itu memang wajar karena resminya hubungan Lingga dan gadis itu hanya berlangsung kurang dari 8 Minggu. Walaup
Masih ingatkah dengan sosok Lisya? gadis pintar dan cantik yang merupakan pacar adik Lingga yang telah tiada itu kini sudah dapat di atur dengan mudah, walaupun dalam beberapa waktu dia juga masih bisa bertindak gila. Gadis pintar dan gila akan beribu ulahnya itu sekarang telah menjadi satu kubu, bahkan tak jarang mereka dikatakan pasangan serasi abad ini, namun siapa sangka dibalik keserasian itu Lingga pernah memberinya lemparan pisau hingga hampir menancap di kepala Lisya dan itulah awal bersatunya mereka.Waktu itu…Bak!“Hallo Kakak!” Lisya membuka pintu dengan keras.Lingga yang tengah memotong sayuran sontak memegang dadanya akibat suara menggelegar itu.“Oh Kakak sedang memasak ya, masak apa?” tanya Lisya sambil melihat apa yang sedang dilakukan Lingga. Sementara pria itu diam tak menaggapi.“Akhirnya aku menemukan rumah Kakak, jariku cukup lelah melihat maps seharian.” Lisya duduk di atas meja sambil melihat jari jemarinya sementara Lingga fokus memotong sayuran.Melihat Ling
Bagaimana dengan kondisi Syina dan Adri sekarang?Setelah lima tahun berlalu, Adri menekuni bidang yang di garapnya sejak SMK yaitu rekayasa perangkat lunak, tidak hanya itu Davian juga ikut bergabung dengan menekuni bidang yang sama sekaligus menekuni bidang baru yang dia temukan dalam dunia IT. Saat ini kedua sahabat itu telah memiliki usaha maju, namun tidak banyak orang yang tahu tentang pekerjaan mereka selain keluarga dan orang-orang terdekat saja.Disamping itu Syina sedang menempuh studi akhir dari kuliah Kedokterannya, saat ini dia sedang menjalani Koas di salah satu rumah sakit di kotanya. Sebenarnya keputusan Syina mengambil jurusan Kedokteran bukanlah hal yang paling dia inginkan, namun akibat sang Ibu yang terus menerus membujuknya maka dengan terpaksa dia mengambil jurusan tersebut.Walaupun demikian Syina tahu betul bahwa Ibunya terkena hasutan seseorang, akan tetapi dia berusaha bersikap tidak tahu bahwa hasutan itu berasal dari Kiel, yap pria yang menginjak umur 25 ta
DI RUMAH..Kediaman yang sepi namun asri, setiap kali Lingga memasuki rumahnya dia tak pernah menampakkan wajah masam, selelah apapun itu, meski tak ada penghuni lainnya namun dia selalu berusaha melatih diri untuk konsisten berprilaku sebagaiana suami idaman seharusnya.Memasuki rumah dia disuguhkan dengan tumpukan belanjaan didapur, berbagai sayuran dan rempah tersaji siap untuk di olah.Lingga membuka ponselnya dan benar saja Bu Nina telah mengirimkan pesan, dan secara garis besar, Bu Nina tak akan memberikan latihan memasak untuk hari ini.Sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk mengundang makan malam bersama orang-orang terdekat, namun Lingga malah memilih Kiel untuk acara makan malam ini. Dia nyalakan ponselnya kembali kemudian menekan tonbol panggilan.Titt…“Ada apa?” jawab Kiel dari seberang sana.“Temani aku makan, jam 20.00 kau harus sudah sampai.”“Gak ah, males,” jawab Kiel tak bersemangat.“Ajak Syina juga sekalian.”“Oke, aku akan segera kesana,” jawab Kiel bersema
DI PERUSAHAAN HL&B“Kakak!” panggil Lisya.Lingga langsung menutup laptopnya kemudian tersenyum.“Ada yang ingin kau kunjungi lagi?” tanya Lingga ramah.“Hari ini ada yang ingin kubicarakan, kita makan diresto bersama Kakaku yuk,” ajak Lisya sambil menunjukkan dua tiket pesawat.“Baiklah, kau tunggu dulu di lobi, aku akan menyiapkan beberapa barangku dulu.” Lingga menyisipkan sebuah map ditasnya.“Baiklah, jangan lama-lama ya.” Lisya langsung keluar ruangan usai menyampaikan tujuan.…Kini Lingga telah berada didepan perusahaan dengan membawa mobil. Banyak pegawai yang senantiasa diam ditempat untuk melihat Lisya dan Lingga saling berinteraksi. Yap mereka benar-benar serasi, gadis 29 tahunan itu tampak dewasa dengan setelan elegan sebagaimana putri bangsawan. Berlainan dengan Lingga, dia hanya mengenakan setelan kemeja dan jas seperti biasa namun entah mengapa sejak dulu hingga saat ini wajahnya tidak mengalami perubahan yang signifikan, dia masih terlihat tampan dan lebih berwibawa.
Seketika Lisya menyeka cairan di pelupuk matanya, dia langsung berbalik kepada dua anak tersebut sambil memegang masing-masing sebelah tangan mereka.“Adek mau main ke rumah Kakak yuk, nanti Kakak berikan kalian eskrim sama mainan yang banyak ya,” ajak Lisya sambil mengusap punggung tangan kedua anak tersebut dengan tulus.Anak yang mengenakan baju lusuh tiba-tiba menarik tangannya untuk lepas dari genggaman Lisya, dia berbisik pada temannya dengan penuh curiga.“Gak Tante.” Anak yang memakai baju serba bagus menarik tangannya sambil menggeleng enggan.Kedua anak itu tampak berbisik untuk kabur, namun berhsil Lisya tahan kembali.“Ayo main sama Kakak ya, ayo!” Lisya menahan mereka, namun segera dihentikan oleh Lingga.“Lepaskan!” Bisik Lingga sambil memegan pundak gadis itu.Lisya menatap Lingga tajam, dia menghempaskan pegangan Lingga dipundaknya.“Jangan ganggu urusanku,” ucap Lisya dengan sedikit amarah.“Dek ayo, Kakak gendong sampai mobil ya?” Lisya hendak menggusur mereka menuju
Dalam malam yang sunyi Raymond duduk di meja kerja, dia membuka lembaran kertas lalu menulis pelan dengan tinta hitam. Tak akan ada orang yang tahu bagaimana perasannya, tak akan ada yang tahu bagaimana sulitnya membunuh rasa cinta, melalui tulisan ringan ini dia ungkapkan segala beban dalam hati yang tak mungkin bisa tercurahkan, kalimat demi kalimat yang indah hanya untuk seseorang yang tak akan mungkin bisa dia gapai.Untukmu malaikat kecilMenurutmu bagaimana cinta ituApakah menyenangkan atau tidak?Selama bertahun-tahun mulutku selalu ingin mengungkapkannya.Fiolyn atau Ayya, aku harus memanggilmu bagaimana?Tingkahmu yang tak jelas, bertindak bodoh dan berusaha kuat, aku tak menginginkan kau melakukan itu semua.Jika aku harus menuruti egoku aku ingin kau hidup sepeti wanita pada umumnya.Normal dan bahagia.Namun aku tahu semua penderitaanmu memang berasal dariku, jika kau ingin marah maka marahlah, aku selalu menunggu kau melakukan itu, agar aku bisa mengurangi sedikit bebanm
Ira wanita itu diam di ujung ranjang sambil meremas jari-jemarinya, rasa gugup sedang melandanya saat ini. Walaupun ini bukan yang pertama kali, akan tetapi jika malam ini di habiskan penuh hasrat seperti waktu itu, mereka benar-benar akan melakukannya dengan kesadaran penuh.Ira sebenarnya tidak tahu apa yang akan terjadi dimalam ini, pernikahan yang diawali dengan kesepakatan dan bukan cinta akankah memiliki alur yang sama?“Atau pura-pura tidur saja ya,” gumam Ira sambil menoleh menatap bantal.Perlahan dia mengambil selimut lalu merangkak menaiki ranjang, namun ketika Ira sedang merangkak tiba-tiba derap kaki terdengar mendekat dari balik pintu. Segera dia membenarkan posisi secepat mungkin, berbaring membelakangi menutup dirinya penuh dengan selimut.Cklek…Pintu terbuka, Pria yang sudah menjalin ikatan resmi dengan Ira itu memasuki ruangan kemudian mengunci pintu.Tak-tak…Suara itu semakin terdengar jelas, Ira berusaha tidak gugup dengan diam tak bergerak seperti tertidur pulas
Keesokan hari, Ira tengah duduk mematung. Sejak pagi dia telah diseret untuk melakukan persiapan pernikahan, tubuhnya terasa telah diobrak abrik oleh satu penata rias dan dua penata busana. Ira sekaan boneka yang bisa dimainkan sesuka hati mereka.Dengan wajah tak berekspresi sedikitpun, Ira malah harus menyaksikan kejutan lain lagi. Alfa adik satu-satunya itu datang menghampiri dengan setelan jas hitam datang bersama wanita yang terkenal dengan tingkah gilanya. Lisya, wanita itu membawa Alfa untuk menemui Ira."Kakak selamat atas pernikahannya," Alfa memberi selamat dengan malu-malu, ada rasa bersalah yang mendalam kala melihat sang kakak memakai kebaya untuk akad.Ira hanya bisa menatap nanar sang adik. Ingin rasanya dia terkejut namun semua kejutan itu datang terlalu cepat hingga Ira hanya bisa melamun tak percaya."Hai, Ibu mertua, aku membawa hadiah yang cocok kan untuk pernikahanmu," ucap Lisya dari belakang Alfa."Aku akan pergi, jelaskanlah pada kakakmu agar tak ada kesalahpah
Tak ada pengharapan yang lebih besar daripada ini. Ira memohon sekuat mungkin, berharap ada malaikat yang datang dalam situasi mencekam ini. CkckckckHendel toilet seperti dipaksa terbuka, bergerak tak tentu dengan bunyi besinya."BUKA!" Teriak dari luar sembari memukul-mukul pintu. Ira tak bisa bertahan lagi, kesadarannya hampir hilang seiring ketakutan menjalar. Nafasnya terengah kala desakan demi desakan terdengar dari luar."Hggg..." Nafas semakin sulit keluar, semakin sesak dan sesak.Di situasi menegangkan yang terjadi, suara dobrakan dari pintu kamar samar terdengar."Ra! Kamu di dalam?" Terdengar seperti itu samar-samar.Ira perlahan membuka matanya, ingin dia berteriak, ada dia di dalam sana, namun jangankan untuk berbicara, bernafas saja sudah teramat sulit. Kesadaran terasa hampir hilang, Ira memeluk dirinya di sudut, memasrahkan semua keadaan pada Tuhan....Di ranjang rumah sakit, Ira terbaring dengan kondisi buruk. Peristiwa percobaan pelecehan yang di rencanakan Bram d
Pembicaraan singkat telah selesai begitu saja meninggalkan rasa canggung di antara Ira dan juga Lingga. Sepanjang perjalanan, mata wanita cantik itu terus tertuju pada jendela. Seolah-olah ada pikiran yang membebani dirinya. Perjalanan terasa singkat hingga tak terasa Ira dan Zed telah tiba di hotel. Hari ini berjalan melelahkan, bukan tentang bagaimana Zed bahagia, namun tentang dirinya sendiri yang tak bisa melupakan masa lalu. Lingga, pria itu memanglah baik, kesalahpahaman dimasa lalu yang telah dijelaskan rinci dan pengorbanan saat ini telah menggoyahkan tekad Ira.Sambil melihat Zed disampingnya, Ira tersenyum."Sekarang bagaimana? Aku semakin takut untuk bertemu dengannya," batin Ira sembari melihat Zed. Wajah manis dan menggemaskan itu sangat mirip dengan Lingga. "Aku harus mulai menjauhinya."...Esok menjemput, Zed tampak lebih semangat memulai hari, dengan setelan kaos dan celana selutut, Zed telah siap bertemu sang ayah."Mama! Ayo kita berangkat!" Panggil Zed sembari m
Ira tersenyum dan mengambil bola dari tangan Zed. "Baiklah," ujarnya sambil melempar bola ke Zed. Zed tertawa dan menerima bola itu, kemudian melempar kembali ke Ira.Namun, Ira tidak pernah melempar bola ke arah Lingga. Meski Lingga mencoba untuk bergabung dalam permainan, Ira selalu melempar bola ke arah Zed atau menghindari Lingga dengan lemparan yang lebih jauh. Lingga cukup memahami sikap tersebut dan tidak memaksakan diri untuk ikut bermain.Setelah bermain sejenak, Ira mengajak Zed untuk pulang. Wanita itu merasa lega dan bersyukur bahwa dia masih bisa merasa dekat dengan Zed, dan bahwa Zed masih membutuhkan kehadirannya sebagai ibu. Meski masih ada kekhawatiran, Ira tahu bahwa dia akan selalu berusaha untuk menjadi ibu yang terbaik bagi Zed....Di hotel HL&B Zed telah tertidur di pangkuan Ira. Disaat itu Arkana memberi saran."Nak, bagaimana kalau kamu menginap saja disini, Zed sudah kelelahan." Ira melihat wajah putranya yang nyenyak dalam pangkuan. Ya Zed pasti kelelahan,
Ira gemetar saat Raymond menghilang di balik pintu kamar. Dia merenungkan kata-kata kakaknya, "jika dia meminta sesuatu darimu nanti, tolong kabulkan, agar Zed tidak berubah menjadi membencimu nanti". Ira merasa seperti sedang berada dalam ujian, keputusan yang salah akan berdampak besar pada hubungannya dengan Zed.Setelah beberapa saat, Raymond muncul kembali dengan Zed di tangannya. Zed tampak bersembunyi dibalik kaki Raymond, Dia meraih tangan Zed dan mencoba tersenyum padanya, tetapi Zed hanya menatapnya dengan tatapan takut."Maukah kamu duduk di sini bersama mama?" tanya Ira dengan suara lembut.Zed hanya mengangguk, tetapi Ira merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dia merasa seperti sedang berjalan di atas kaca yang pecah-pecah, setiap langkah bisa berdampak besar pada hubungannya dengan Zed.Saat Ira mencoba untuk membuka percakapan dengan Zed, dia merasa semakin kesulitan. Zed hanya memberikan jawaban pendek dan tidak menunjukkan minat pada apa pun yang Ira katakan. Ira meras
Perjalanan yang mereka tempuh cukup panjang dan melelahkan. Ira tidak menyangka Arkana berani membawa Zed melintasi perbatasan seperti ini. Sepanjang perjalanan, Ira merasa gelisah dan cemas. Rasa khawatir yang mendera pikirannya tentang bagaimana Zed bisa direbut dengan paksa kapan saja, membuat jantungnya berdegup kencang dan napasnya terasa berat.Saat tiba di hotel, Raymond dan Ira segera melakukan panggilan lagi tanpa membuang waktu sedikit pun. Mereka yakin Arkana mungkin telah meninggalkan mall tersebut."Ayah, sekarang ayah dimana?" tanya Raymond dengan suara yang penuh kecemasan saat panggilan tersambung."Ayah berada di hotel HL&B, jika kamu ingin kemari, katakan saja ingin bertemu atas nama Arkana," jelas Arkana dengan suara yang tenang dan tegas sebelum mematikan panggilan. Raymond cukup tahu sang ayah kurang menyukai melakukan panggilan menggunakan telepon, sangat berlainan dengan dirinya yang selalu mengandalkan telepon sebagai alat komunikasi utama.Tanpa berpikir dua k
Setelah kondisi Lisya sedikit membaik, Lisya dipulangkan untuk menenangkan diri. Dalam keadaan lemas, Lingga menemui Zerry untuk mengabarkan kondisi adiknya."Dia sudah pulang," ucap Lingga tak mau berkata apapun lagi. Dia lihat Aya masih duduk tampak sibuk dengan tehnya. Perasaan yang berkecamuk semakin tak tentu, Lingga sudah menyadari titik kesalahannya, dan seperti yang diinginkan Ayya maka dia akan melanjutkan hidupnya kembali sebagaimana yang diinginkan Ayya."Terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk berbicara denganku," ucap Lingga dengan senyum putus asa lalu duduk kembali ."Sekarang..." Lingga mengantungkan kalimatnya, sangat berat untuk mengucapkan satu kata perpisahan itu, selamat tinggal dan selamat bahagia, sesulit itu mengucapkan kata tersebut."Maaf telah mengganggu waktumu, dan terima kasih telah kembali hidup. Mulai saat ini, aku tak akan mengganggumu lagi. Terima kasih telah melahirkan Zed ke dunia ini, terimakasih..." ucap Lingga, bola matanya hampir meneteskan