Berita tentang Erza kini sedang menjadi hot news di Indonesia. Bagaimana tidak? Tendy Salim adalah salah satu pebisnis yang memiliki pengaruh di negara ini. Dalam berita tersebut disebutkan Erza memiliki dendam kepada Tendy. Hal itu dilatar belakangi karena Tendy tidak merestui hubungan Erza dengan anak gadisnya itu. Sehingga itulah yang menjadi ‘motif’ Erza membunuh Tendy.
Gladys sedang menoton berita tersebut di televisi, kemudian Keenan langsung meraih remote dan mematikannya. Sontak Gladys mendongak dan menatap Keenan.
“Tidak usah menontonnya,” kata Keenan, seraya dia duduk di samping Gladys.
“Tapi … apa tidak—”
Belum juga Gladys menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja Keenan memotongnya. “Tenang saja, Gladys. Tidak akan ada apa-apa, percayakan padaku, ya?”
Gladys menatap manik hitam milik Keenan. Laki-laki itu terlihat sedang meyakinkan Gladys, agar gadis itu tidak perlu khawatir. Ta
Halo~ Terima kasih sudah mengikuti My Dominant CEO sampai sejauh ini. Semoga kalian suka dengan cerita ini. Oiya, jangan lupa baca "After The Heartbreak" juga, karena sudah ada season 2-nya hehe. Untuk batas GA sampai novel ini tamat. Yuk, berikan gem kalian untuk Keenan dan Gladys, ya. See you <3
Sesuai dengan rencana Keenan, pagi ini mereka berdua; Keenan dan Gladys pergi menuju tempat peristirahatan terakhir Andrean, Adrian, dan juga Nathan. Entah kenapa Gladys merasa senang, karena Keenan sudah menyadari kesalahannya. Untuk orang seperti Keenan, tentu itu adalah suatu hal yang patut diapresiasi dan kalau bisa membuat syukuran.“Loh, kok? Bukannya kita mau ke makam Om Andrean?” tanya Gladys bingung. Pasalnya Keenan kini mengemudikan mobilnya ke arah yang berlawanan.“Udah diem aja. Aku yang pegang kemudi, kamu ikut aja,” timpal Keenan. Gladys pun terdiam, dia tiba-tiba memikirkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana jika Keenan berubah pikiran? Laki-laki seperti dia kan tidak bisa ditebak?Namun, saat mobil mereka memasuki sebuah jalanan kecil, Gladys mengerutkan keningnya. Dia mencoba mengintip dari jendela mobil. Jalanan kecil ini seperti akan membawa mereka ke sebuah tempat yang sepi.Benar saja mereka mendatangi sebuah tem
“Sedang apa kalian di sini?” Seorang laki-laki bertanya dengan penuh rasa kecurigaan. Sontak Gladys mematung di hadapan laki-laki itu. Sedangkan Keenan dia berjalan dengan santai, lantas merangkul Gladys.“Sedang makan siang. Ya … ziarah. Untuk apa bertanya begitu?” timpal Keenan kesal.Laki-laki itu mendengus. “Tumben sekali. Biasanya kamu tidak peduli,” balasnya lagi.“Ngomong-omong, setelah kamu berziarah aku tunggu di tempat parkir. Ada yang harus aku bicarakan,” ucap Keenan. Kemudian dia berlalu meninggalkan laki-laki itu menuju parkiran.Ya! Keenan harus menyelesaikan juga masalah dengan Aidan. Rasanya dia juga harus meminta maaf, walau dia tidak mungkin untuk jujur pada laki-laki itu. Namun, dia harus meminta maaf atas kesalah pahamannya selama ini.Keenan dan Gladys menunggu di dalam mobil. Tak lama kemudian mata Keenan menatap sosok Aidan. Lalu dia keluar dari mobil dan menghampirinya.
“Mama?” ucap Keenan. Sedetik kemudian Gladys pun dibuat terkejut dengan sosok perempuan yang sedang bersama Giselle. “Ibu?” katanya. “Halo, Keenan dan Gladys,” sapa Anita sambil tersenyum pada kedua anaknya itu. Buru-buru Keenan dan Gladys menghampiri wanita itu. “Mama sudah dengar, kalau selama ini Anita lah yang merawat Gladys. Terima kasih sekali lagi,” kata Giselle pada Anita. Jujur saja, sebenarnya dulu hubungan mereka tak berjalan baik. Bagaimanapun juga Giselle tak suka ketika dimadu oleh suaminya. “Sama-sama. Terima kasih sudah menjaga anakku juga.” Anita tersenyum dan menundukkan kepalanya. “Tapi kenapa Mama bisa di sini?” Keenan tiba-tiba menyela pembicaraan dua wanita itu. “Sejak kapan Mama Giselle tahu keberadaan Mama?” imbuhnya. “Mama tahu dari Excel, dia benar-benar menceritakan semuanya. Makanya Mama mencoba membawa Mamamu ke sini,” jawab Giselle. “Dan mulai hari ini Anita akan tinggal di sini bersama Mama.” Alis
“Keenan, kalau kamu sibuk, nggak usah repot-repot harus ke luar negeri gini,” ucap Gladys. Dia sedang sibuk mengemas barang-barang pribadi miliknya dan Keenan ke dalam koper.Laki-laki itu mendekat pada istrinya. Kemudian dia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Gladys, memeluk sang istri dari belakang.“Aku nggak sibuk, Sayang. Lagi pula kita kan belum berbulan madu,” timpal Keenan. Laki-laki itu kini mengecup tengkuk Gladys.Seketika Gladys merasa geli dan menghentikkan aktivitasnya. Dia mencoba melepaskan pelukan Keenan dan kemudian berbalik menatap sang suami.“Kemarin, kan, di Bali udah. Lagian kita udah hampir setengah tahun menikah. Masa masih bahas bulan madu segala.”“Itu bukan bulan madu. Kemarin kita ke Bali sambil kerja. Sekarang aku cuman pengin berdua sama kamu. Nggak ada tuh mikirin yang namanya kerjaan.” Keenan mengusap pipi Gladys lembut.Satu bulan setelah mereka menikah
“Kenapa kamu repot-repot bawa aku ke sini, sih?” tanya Gladys. Kini Gladys dan Keenan sedang duduk di teras hotel yang mereka tempati. Sembari menikmati sunrise di Maladewa.“Kenapa memangnya?” tanya Keenan. Dia sedang mengalungkan tangannya di pundak Gladys. Duduk di belakang istrinya sembari memeluknya lembut.“Maksudnya Bali juga sudah cukup. Kita nggak usah jauh-jauh ke sini,” ucap Gladys.Keenan menggeleng. “Aku bosen sama Bali, Sayang. Sekali-kali kita main-main di luar negeri tidak masalah, kan?” Keenan meletakkan dagunya di pundak Gladys.Gadis itu menarik sudut bibirnya. “Aku jadi nggak enak. Padahal kerjaanmu lagi banyak banget.”“Ssst! Jangan bilang begitu. Sudah jadi kewajibanku buat membahagiakanmu. Apa pun pasti aku lakukan, Gladys. Dan aku juga ingin menebus semua kesalahanku padamu.”“Ssst!” Gladys menempelkan telunjuknya pada bibir Keenan. &l
WARNING CONTENT!Harap bijak dalam membaca~Happy reading~***Melihat Gladys benar-benar ketakutan, Keenan tiba-tiba tertawa. “Hahaha. Kamu masih takut?” tanya Keenan. Dia memundurkan sedikit tubuhnya.Gladys hanya diam, dia merasa bingung. Tidak boleh lega dulu, karena Keenan sering sekali berubah suasana hati.Keenan melirik ke arah Gladys yang masih terlihat tegang. Dia kemudian tertawa lagi, sungguh lucu sekali wajah ketakutan istrinya itu. Kemudian dia langsung mengelus puncak kepala Gladys.“Nggak, Sayang. Aku cuman bercanda. Aku sekarang udah nggak mau melakukan hal itu sama kamu,” ucap Keenan.“Bercanda?” tanya Gladys. Dia masih mencoba meyakinkan dirinya terlebih dahulu.Anggukkan kecil menjadi jawaban dari Keenan untuk pertanyaan Gladys. “Iya, bercanda. Aku nggak akan pecat Reza atau menghukum kamu. Aku cuman bercanda,” terangnya.“Bene
“ Gladys,” panggil Keenan.Gladys yang sedang melakukan perawatan malam pada wajahnya itu langsung menoleh ke arah Keenan. Suaminya itu sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur sembari memegang tablet miliknya.“Kenapa?” tanya Gladys.“Kalau udah selesai ke sini. Ada yang ingin aku bicarakan,” ucapnya dengan nada serius.Gladys mengangukkan kepalanya, lalu dia segera menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai, Gladys langsung menghampiri Keenan, dan duduk bersandar di samping sang suami.“Ada apa?” tanya Gladys. Dia melihat keseriusan dari wajah laki-laki itu.Keenan langsung mendekatkan dirinya pada Gladys. Kemudian melingkarkan tangannya pada perut sang istri. Memeluk Gladys dengan penuh kehangatan.“Kalau aku minta kamu berhenti kerja, gimana?” tanya Keenan pada istrinya itu.Gladys langsung menoleh ke arah Keenan dengan eskpresi terkejut. “Loh, ke
“Neng Gladys!” panggil Bi Iyah. Gladys yang sedang membaca buku itu pun menoleh ka arah belakang. “Kenapa, Bi?” tanya Gladys. Bi Iyah menghampiri Gladys. Wajahnya itu terlihat sedang kebingungan. “Neng, ikut dulu sama Bibi, yuk!” pintanya. Tak ingin banyak bertanya, Gladys menutup buku dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia beranjak dan mengikuti Bi Iyah. Mereka keluar rumah dan menuju pos penjaga. “Ada apa?” tanya Gladys lagi. Bi Iyah memberikan kode pada dua orang penjaga. Para penjaga itu juga nampak kebingungan. “Ja-jadi gini, Bu,” ucap seorang penjaga yang bernama Beni. “Tadi saya menemukan ini di depan gerbang.” Beni memperlihatkan sebuah keranjang yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang badannya. Gladys mengerutkan alisnya. Kemudian dia melangkah dan mendekat untuk melihat isi dari keranjang itu. Terlihat ada kain yang membungkus sesuatu. Saat Gladys mencoba menyingkap sebagian kain itu, matanya seketik
Delapan belas tahun kemudian.... “Raynald. Selamat atas kelulusanmu, ya,” ucap Gladys pada anak pertamanya itu. Raynald Setyawardhana, anak pertama Gladys dan Keenan itu baru saja melangsungkan kelulusannya di bangku SMA. Walau sebenarnya Raynald berstatus anak angkat, tapi Keenan tak keberatan untuk memberikan nama keluarganya pada Raynald. “Terima kasih, Ma,” balas Raynald. Kemudian dia melihat ke arah ayahnya yang sedang berdiri di samping ibunya. “Hebat. Terima kasih sudah terus berusaha untuk menjadi yang terbaik,” puji Keenan pada Raynald. Gladys dan Keenan benar-benar menyanyangi Raynald seperti anak mereka sendiri. Karena bagaimanapun juga, mereka bisa merasakan perasaan terbuang seperti apa. Jadi, sebisa mungkin mereka selalu memberikan kasih sayang pada Raynald. Mereka pun sengaja tidak memberitahukan siapa Raynald sebenarnya. Karena mereka tidak ingin kehilangan anak laki-lakinya itu. “Rayna ke mana?” tanya Raynald.
“Neng Gladys!” panggil Bi Iyah. Gladys yang sedang membaca buku itu pun menoleh ka arah belakang. “Kenapa, Bi?” tanya Gladys. Bi Iyah menghampiri Gladys. Wajahnya itu terlihat sedang kebingungan. “Neng, ikut dulu sama Bibi, yuk!” pintanya. Tak ingin banyak bertanya, Gladys menutup buku dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia beranjak dan mengikuti Bi Iyah. Mereka keluar rumah dan menuju pos penjaga. “Ada apa?” tanya Gladys lagi. Bi Iyah memberikan kode pada dua orang penjaga. Para penjaga itu juga nampak kebingungan. “Ja-jadi gini, Bu,” ucap seorang penjaga yang bernama Beni. “Tadi saya menemukan ini di depan gerbang.” Beni memperlihatkan sebuah keranjang yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang badannya. Gladys mengerutkan alisnya. Kemudian dia melangkah dan mendekat untuk melihat isi dari keranjang itu. Terlihat ada kain yang membungkus sesuatu. Saat Gladys mencoba menyingkap sebagian kain itu, matanya seketik
“ Gladys,” panggil Keenan.Gladys yang sedang melakukan perawatan malam pada wajahnya itu langsung menoleh ke arah Keenan. Suaminya itu sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur sembari memegang tablet miliknya.“Kenapa?” tanya Gladys.“Kalau udah selesai ke sini. Ada yang ingin aku bicarakan,” ucapnya dengan nada serius.Gladys mengangukkan kepalanya, lalu dia segera menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai, Gladys langsung menghampiri Keenan, dan duduk bersandar di samping sang suami.“Ada apa?” tanya Gladys. Dia melihat keseriusan dari wajah laki-laki itu.Keenan langsung mendekatkan dirinya pada Gladys. Kemudian melingkarkan tangannya pada perut sang istri. Memeluk Gladys dengan penuh kehangatan.“Kalau aku minta kamu berhenti kerja, gimana?” tanya Keenan pada istrinya itu.Gladys langsung menoleh ke arah Keenan dengan eskpresi terkejut. “Loh, ke
WARNING CONTENT!Harap bijak dalam membaca~Happy reading~***Melihat Gladys benar-benar ketakutan, Keenan tiba-tiba tertawa. “Hahaha. Kamu masih takut?” tanya Keenan. Dia memundurkan sedikit tubuhnya.Gladys hanya diam, dia merasa bingung. Tidak boleh lega dulu, karena Keenan sering sekali berubah suasana hati.Keenan melirik ke arah Gladys yang masih terlihat tegang. Dia kemudian tertawa lagi, sungguh lucu sekali wajah ketakutan istrinya itu. Kemudian dia langsung mengelus puncak kepala Gladys.“Nggak, Sayang. Aku cuman bercanda. Aku sekarang udah nggak mau melakukan hal itu sama kamu,” ucap Keenan.“Bercanda?” tanya Gladys. Dia masih mencoba meyakinkan dirinya terlebih dahulu.Anggukkan kecil menjadi jawaban dari Keenan untuk pertanyaan Gladys. “Iya, bercanda. Aku nggak akan pecat Reza atau menghukum kamu. Aku cuman bercanda,” terangnya.“Bene
“Kenapa kamu repot-repot bawa aku ke sini, sih?” tanya Gladys. Kini Gladys dan Keenan sedang duduk di teras hotel yang mereka tempati. Sembari menikmati sunrise di Maladewa.“Kenapa memangnya?” tanya Keenan. Dia sedang mengalungkan tangannya di pundak Gladys. Duduk di belakang istrinya sembari memeluknya lembut.“Maksudnya Bali juga sudah cukup. Kita nggak usah jauh-jauh ke sini,” ucap Gladys.Keenan menggeleng. “Aku bosen sama Bali, Sayang. Sekali-kali kita main-main di luar negeri tidak masalah, kan?” Keenan meletakkan dagunya di pundak Gladys.Gadis itu menarik sudut bibirnya. “Aku jadi nggak enak. Padahal kerjaanmu lagi banyak banget.”“Ssst! Jangan bilang begitu. Sudah jadi kewajibanku buat membahagiakanmu. Apa pun pasti aku lakukan, Gladys. Dan aku juga ingin menebus semua kesalahanku padamu.”“Ssst!” Gladys menempelkan telunjuknya pada bibir Keenan. &l
“Keenan, kalau kamu sibuk, nggak usah repot-repot harus ke luar negeri gini,” ucap Gladys. Dia sedang sibuk mengemas barang-barang pribadi miliknya dan Keenan ke dalam koper.Laki-laki itu mendekat pada istrinya. Kemudian dia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Gladys, memeluk sang istri dari belakang.“Aku nggak sibuk, Sayang. Lagi pula kita kan belum berbulan madu,” timpal Keenan. Laki-laki itu kini mengecup tengkuk Gladys.Seketika Gladys merasa geli dan menghentikkan aktivitasnya. Dia mencoba melepaskan pelukan Keenan dan kemudian berbalik menatap sang suami.“Kemarin, kan, di Bali udah. Lagian kita udah hampir setengah tahun menikah. Masa masih bahas bulan madu segala.”“Itu bukan bulan madu. Kemarin kita ke Bali sambil kerja. Sekarang aku cuman pengin berdua sama kamu. Nggak ada tuh mikirin yang namanya kerjaan.” Keenan mengusap pipi Gladys lembut.Satu bulan setelah mereka menikah
“Mama?” ucap Keenan. Sedetik kemudian Gladys pun dibuat terkejut dengan sosok perempuan yang sedang bersama Giselle. “Ibu?” katanya. “Halo, Keenan dan Gladys,” sapa Anita sambil tersenyum pada kedua anaknya itu. Buru-buru Keenan dan Gladys menghampiri wanita itu. “Mama sudah dengar, kalau selama ini Anita lah yang merawat Gladys. Terima kasih sekali lagi,” kata Giselle pada Anita. Jujur saja, sebenarnya dulu hubungan mereka tak berjalan baik. Bagaimanapun juga Giselle tak suka ketika dimadu oleh suaminya. “Sama-sama. Terima kasih sudah menjaga anakku juga.” Anita tersenyum dan menundukkan kepalanya. “Tapi kenapa Mama bisa di sini?” Keenan tiba-tiba menyela pembicaraan dua wanita itu. “Sejak kapan Mama Giselle tahu keberadaan Mama?” imbuhnya. “Mama tahu dari Excel, dia benar-benar menceritakan semuanya. Makanya Mama mencoba membawa Mamamu ke sini,” jawab Giselle. “Dan mulai hari ini Anita akan tinggal di sini bersama Mama.” Alis
“Sedang apa kalian di sini?” Seorang laki-laki bertanya dengan penuh rasa kecurigaan. Sontak Gladys mematung di hadapan laki-laki itu. Sedangkan Keenan dia berjalan dengan santai, lantas merangkul Gladys.“Sedang makan siang. Ya … ziarah. Untuk apa bertanya begitu?” timpal Keenan kesal.Laki-laki itu mendengus. “Tumben sekali. Biasanya kamu tidak peduli,” balasnya lagi.“Ngomong-omong, setelah kamu berziarah aku tunggu di tempat parkir. Ada yang harus aku bicarakan,” ucap Keenan. Kemudian dia berlalu meninggalkan laki-laki itu menuju parkiran.Ya! Keenan harus menyelesaikan juga masalah dengan Aidan. Rasanya dia juga harus meminta maaf, walau dia tidak mungkin untuk jujur pada laki-laki itu. Namun, dia harus meminta maaf atas kesalah pahamannya selama ini.Keenan dan Gladys menunggu di dalam mobil. Tak lama kemudian mata Keenan menatap sosok Aidan. Lalu dia keluar dari mobil dan menghampirinya.
Sesuai dengan rencana Keenan, pagi ini mereka berdua; Keenan dan Gladys pergi menuju tempat peristirahatan terakhir Andrean, Adrian, dan juga Nathan. Entah kenapa Gladys merasa senang, karena Keenan sudah menyadari kesalahannya. Untuk orang seperti Keenan, tentu itu adalah suatu hal yang patut diapresiasi dan kalau bisa membuat syukuran.“Loh, kok? Bukannya kita mau ke makam Om Andrean?” tanya Gladys bingung. Pasalnya Keenan kini mengemudikan mobilnya ke arah yang berlawanan.“Udah diem aja. Aku yang pegang kemudi, kamu ikut aja,” timpal Keenan. Gladys pun terdiam, dia tiba-tiba memikirkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana jika Keenan berubah pikiran? Laki-laki seperti dia kan tidak bisa ditebak?Namun, saat mobil mereka memasuki sebuah jalanan kecil, Gladys mengerutkan keningnya. Dia mencoba mengintip dari jendela mobil. Jalanan kecil ini seperti akan membawa mereka ke sebuah tempat yang sepi.Benar saja mereka mendatangi sebuah tem