“Aku akan memasak lagi,” ucap Gladys spontan. Dia langsung membuang omelette yang sudah tak layak untuk dikonsumsi.
“Aku sarapan dengan roti panggang saja,” timpal Keenan dingin.
“Eh?” Gladys menoleh ke belakang, dan mendapati Keenan yang sedang menyiapkan sarananya sendiri.
Buru-buru Gladys menghampiri Keenan. “Biar aku yang menyiapkannya,” ucap Gladys merasa tak enak hati.
“Tidak usah. Kamu duduk saja, sarapan denganku,” titah Keenan.
“Sarapan denganmu? Ti-tidak usah, aku biasa sarapan di kamarku.” Gladys menolak halus perintah dari Keenan. Akan terasa canggung jika Gladys sarapan bersama laki-laki itu.
“Jangan melawan! Kamu lupa kalau segala ucapanku adalah perintah untukmu?”
Gladys langsung terdiam ketika mendengar ucapan yang terkesan menyentaknya itu. Dia langsung duduk di meja makan, melihat Keenan yang sedang mempersiapkan sarapan. Dia t
Keenan sedang membaca dan memahami isi file dalam hardisk, yang menjadi peninggalan sang ayah. Namun pikirannya sedikit terganggu. Tiba-tiba saja dia memikirkan gadis yang selama ini tinggal di rumahnya. Walau Erza menjamin bahwa Gladys akan baik-baik saja. Tapi entah kenapa perasaan Keenan mengatakan sebaliknya, sebut saja perasaan khawatir. Lebih tepatnya dia tak ingin miliknya itu terluka bahkan seujung kuku pun. Laki-laki itu langsung menyambar ponselnya dan mengirimkan pesan pada sahabatnya.Keenan: Di mana? Gladys bersamamu, kan? Kamu tidak membiarkan dia bersama staff lain?Setelah mengirimkan pesan itu, dia mencoba fokus kembali pada pekerjaannya. Sialnya, pikiran Keenan kini didominasi oleh Gladys. Beberapa kali dia melirikkan pandangannya ke arah gawai yang terletak tepat di samping mouse yang sedang dia pegang. Tapi Erza belum juga membalas pesannya.Ting.Mendengar notifikasi ponselnya berbunyi Keenan langsung menya
Harap bijak dalam membaca. Happy reading~ *** Akal sehat Gladys benar-benar hilang sekarang. Dia sudah seperti perempuan murahan yang menginginkan sentuhan dari seorang laki-laki. Gladys benar-benar gila sekarang, dia tak bisa menahan hasratnya sendiri. Karena semakin dia berusaha menahannya, maka dorongan itu semakin kuat. Terlebih di sampingnya sedang duduk seorang laki-laki yang benar-benar tampan dan menggoda. Soal bagaimana perlakuan laki-laki itu pada Gladys, tiba-tiba saja dia melupakannya. Saat ini dia tak peduli dengan hal-hal itu. Dia ingin perasaan aneh yang sedari tadi mendorong dirinya ini segera berakhir. “Jangan salahkan aku, karena ini permintaan langsung darimu,” bisik Keenan. Oh, Tuhan! Entah kenapa mendengar bisikan Keenan itu membuat Gladys semakin bergairah. Mata sayunya terus mengikuti pergerakan Keenan. Laki-laki itu turun dari mobil dan membuka pintu lalu menggendong Gladys. M
“Cepat masuk ke kamarmu! Besok kita harus pulang,” perintahnya pada Gladys yang masih terkejut dengan kalimat yang baru saja diucapkan oleh Keenan.“Kenapa kamu selalu seenaknya sih, Keenan?” sergah Gladys. Dia tak langsung menuruti perintah Keenan.“Aku tidak menerima pertanyaan apa pun darimu. Sekarang kamu masuk ke dalam!” perintahnya lagi dengan nada tegas. Sejurus kemudian, Keenan langsung meraih kunci yang sedang dipegang oleh Gladys, membukakan pintu itu dan segera mendorong Gladys dengan paksa.Gladys hampir saja tersungkur. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Keenan langsung menutup pintunya dan mengunci dari luar. Gladys mengepalkan tangannya, lalu memukul pintu dengan keras.“Keenan, buka!” teriaknya dari dalam.“Tak usah melawan. Atau kau ingin hukumanmu besok lebih kejam!” ucap Keenan dari balik pintu. Lalu terdengar suara pintu di samping kamar Gladys di buka dan sedetik kemu
“Keenan, kamu mau apa?” tanya Gladys terkejut, ketika mendapati tangannya diborgol untuk kedua kalinya.“Diam! Jangan banyak bicara!” Keenan memerintah Gladys sambil melayangkan tatapan tajam pada gadis itu. Kemudian dia menutup pintu mobil dan langsung berjalan menuju kursi kemudi.Gladys mencoba untuk melepaskan tangannya. Dia mengguncangkan tangannya berharap borgol itu bisa lepas dari tangan mungilnya. Saat Keenan sudah duduk di sampingnya, Gladys menoleh ke arah laki-laki itu dengan tatapan tajam.“Lepaskan aku! Aku bukan seorang tersangka!” raung Gladys. Dia sangat tidak terima dengan perlakuan Keenan saat ini.Keenan tak memedulikan ucapan Gladys sama sekali. Dia menstarter mobil dan langsung menginjak pedal gas. Membawa mobilnya keluar dari parkiran basement.Kesal karena tak mendapatkan respon dari laki-laki dingin itu. Gladys memukul lengan Keenan sambil terus memanggil namanya. Berharap laki-laki itu m
Harap bijak dalam membaca chapter ini, ya.Happy reading~***Keenan mengunci pintu besi itu dan melihat Gladys yang mulai ketakutan melihat tempat ini. Dia menyeringai puas, ini lah akibatnya jika Gladys sering melawan pada Keenan. Namun di satu sisi, dia merasa senang akhirnya bisa membawa Gladys ke tempat ini.“Keenan, tempat apa ini?” tanya Gladys gemetar, matanya menatap sekeliling ruangan.Ruangan ini hampir mirip dengan tempat pertama kali sang gadis di sekap. Tapi … tempat ini lebih terlihat menyeramkan. Di pojok ruangan, dia melihat sebuah ranjang. Selain itu terdapat peralatan aneh yang menggantung di dinding ruangan itu. Gladys menyipitkan matanya, mencoba menatap ke arah benda aneh itu. Oh, Tuhan! Apa itu? Kenapa ada ... ah, Gladys tak sanggup untuk melihatnya lagi. Buru-buru dia memejamkan matanya.Keenan tak menjawab, dia menghampiri Gladys dengan membawa beberapa tali berwarna mer
Karena terlalu asyik dengan tubuh Gladys, sampai-sampai dia melupakan satu hal yang penting. Padahal Keenan tak melakukan aktivitas di atas ranjang bersama Gladys, tapi tubuhnya itu memang membuat Keenan candu. Sayangnya Keenan harus meninggalkan karya seni yang baru saja dia buat itu. Agak sedikit kesal, tapi tamunya ini sangat penting dan tak mungkin dia lewatkan begitu saja.Suara hentakan sepatu pantofel yang sedang dikenakan oleh Keenan mendominasi ruangan besar dan kosong itu. Dia baru saja masuk ke sebuah ruangan yang tepat berada di depan ruang Gladys berada. Terdapat dua orang laki-laki di sana. Satu orang berdiri dengan mengenakan kemeja berwarna hitam. Sedangkan yang satunya lagi sedang berlutut dengan posisi tangan terikat dan kepala tertutup kain.“Selamat siang, Mas. Maafkan jika saya mengganggu Anda,” ucap laki-laki yang sedang berdiri itu dengan rasa tak enak.Keenan tersenyum sungging sambil mengibaskan tangannya. Laki-laki itu hanya
Gladys membuka matanya secara perlahan. Dengan pandangannya yang masih kabur, dia berusaha memindai sekelilingnya. Tempat yang terasa asing baginya. Kemudian dia mendapati seseorang tertidur tepat di tepi ranjang.“Keenan?” gumam Gladys, saat dia yakin orang yang tidur di sampingnya itu adalah laki-laki yang tadi mengikatnya dengan tak berperasaan.Seketika hati Gladys bergejolak panas. Dia masih tidak terima dengan perlakuan Keenan padanya. Ingin rasanya menikam laki-laki ini sekarang juga. Tapi … Gladys tak mempunyai keberanian untuk menyakiti seseorang.Gadis itu masih memandangi wajah Keenan yang masih tertidur. Ternyata laki-laki bengis itu sangat polos ketika tertidur. Sungguh, jika orang yang tidak tahu bagaimana tabiat Keenan aslinya, pasti akan mengira bahwa laki-laki ini adalah laki-laki yang hangat dan baik.Untuk sepersekian detik Gladys pun terpesona dengan visul Keenan. Kulit wajah Keenan terlihat sangat terawat untuk ukur
“Ah, sial!” gerutu Gladys sambil mengacak rambutnya. Perasaannya kini tak tenang, mungkin lebih tepatnya dia sedang merasa ketakutan.Sekarang sudah pukul delapan, tapi Keenan tak kunjung datang ke rumah sakit. Gladys ingat betul, tadi Keenan bilang akan pulang sebentar ke rumah. Tapi … sekarang sudah hampir tiga jam dan dia belum juga datang ke rumah sakit.Eh, sebentar. Kenapa Gladys mengharapkan kedatangan Keenan? Padahal bagus bukan jika laki-laki itu tidak ada di dekatnya. Mengingat perlakuan Keenan padanya hari ini cukup membuatnya terkejut. Selama 23 tahun hidupnya, dia belum pernah dipermalukan seperti tadi.Tapi … entah kenapa disaat seperti ini Gladys mengharapkan Keenan ada di sampingnya. Apalagi saat tadi laki-laki itu meminta maaf padanya. Hati Gladys terasa hangat mendengar satu kata maaf yang keluar dari mulut laki-laki berengsek itu. Kata maaf yang terdengar sangat tulus walau terkesan malu-malu. Dan Gladys, bisa merasak
Delapan belas tahun kemudian.... “Raynald. Selamat atas kelulusanmu, ya,” ucap Gladys pada anak pertamanya itu. Raynald Setyawardhana, anak pertama Gladys dan Keenan itu baru saja melangsungkan kelulusannya di bangku SMA. Walau sebenarnya Raynald berstatus anak angkat, tapi Keenan tak keberatan untuk memberikan nama keluarganya pada Raynald. “Terima kasih, Ma,” balas Raynald. Kemudian dia melihat ke arah ayahnya yang sedang berdiri di samping ibunya. “Hebat. Terima kasih sudah terus berusaha untuk menjadi yang terbaik,” puji Keenan pada Raynald. Gladys dan Keenan benar-benar menyanyangi Raynald seperti anak mereka sendiri. Karena bagaimanapun juga, mereka bisa merasakan perasaan terbuang seperti apa. Jadi, sebisa mungkin mereka selalu memberikan kasih sayang pada Raynald. Mereka pun sengaja tidak memberitahukan siapa Raynald sebenarnya. Karena mereka tidak ingin kehilangan anak laki-lakinya itu. “Rayna ke mana?” tanya Raynald.
“Neng Gladys!” panggil Bi Iyah. Gladys yang sedang membaca buku itu pun menoleh ka arah belakang. “Kenapa, Bi?” tanya Gladys. Bi Iyah menghampiri Gladys. Wajahnya itu terlihat sedang kebingungan. “Neng, ikut dulu sama Bibi, yuk!” pintanya. Tak ingin banyak bertanya, Gladys menutup buku dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia beranjak dan mengikuti Bi Iyah. Mereka keluar rumah dan menuju pos penjaga. “Ada apa?” tanya Gladys lagi. Bi Iyah memberikan kode pada dua orang penjaga. Para penjaga itu juga nampak kebingungan. “Ja-jadi gini, Bu,” ucap seorang penjaga yang bernama Beni. “Tadi saya menemukan ini di depan gerbang.” Beni memperlihatkan sebuah keranjang yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang badannya. Gladys mengerutkan alisnya. Kemudian dia melangkah dan mendekat untuk melihat isi dari keranjang itu. Terlihat ada kain yang membungkus sesuatu. Saat Gladys mencoba menyingkap sebagian kain itu, matanya seketik
“ Gladys,” panggil Keenan.Gladys yang sedang melakukan perawatan malam pada wajahnya itu langsung menoleh ke arah Keenan. Suaminya itu sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur sembari memegang tablet miliknya.“Kenapa?” tanya Gladys.“Kalau udah selesai ke sini. Ada yang ingin aku bicarakan,” ucapnya dengan nada serius.Gladys mengangukkan kepalanya, lalu dia segera menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai, Gladys langsung menghampiri Keenan, dan duduk bersandar di samping sang suami.“Ada apa?” tanya Gladys. Dia melihat keseriusan dari wajah laki-laki itu.Keenan langsung mendekatkan dirinya pada Gladys. Kemudian melingkarkan tangannya pada perut sang istri. Memeluk Gladys dengan penuh kehangatan.“Kalau aku minta kamu berhenti kerja, gimana?” tanya Keenan pada istrinya itu.Gladys langsung menoleh ke arah Keenan dengan eskpresi terkejut. “Loh, ke
WARNING CONTENT!Harap bijak dalam membaca~Happy reading~***Melihat Gladys benar-benar ketakutan, Keenan tiba-tiba tertawa. “Hahaha. Kamu masih takut?” tanya Keenan. Dia memundurkan sedikit tubuhnya.Gladys hanya diam, dia merasa bingung. Tidak boleh lega dulu, karena Keenan sering sekali berubah suasana hati.Keenan melirik ke arah Gladys yang masih terlihat tegang. Dia kemudian tertawa lagi, sungguh lucu sekali wajah ketakutan istrinya itu. Kemudian dia langsung mengelus puncak kepala Gladys.“Nggak, Sayang. Aku cuman bercanda. Aku sekarang udah nggak mau melakukan hal itu sama kamu,” ucap Keenan.“Bercanda?” tanya Gladys. Dia masih mencoba meyakinkan dirinya terlebih dahulu.Anggukkan kecil menjadi jawaban dari Keenan untuk pertanyaan Gladys. “Iya, bercanda. Aku nggak akan pecat Reza atau menghukum kamu. Aku cuman bercanda,” terangnya.“Bene
“Kenapa kamu repot-repot bawa aku ke sini, sih?” tanya Gladys. Kini Gladys dan Keenan sedang duduk di teras hotel yang mereka tempati. Sembari menikmati sunrise di Maladewa.“Kenapa memangnya?” tanya Keenan. Dia sedang mengalungkan tangannya di pundak Gladys. Duduk di belakang istrinya sembari memeluknya lembut.“Maksudnya Bali juga sudah cukup. Kita nggak usah jauh-jauh ke sini,” ucap Gladys.Keenan menggeleng. “Aku bosen sama Bali, Sayang. Sekali-kali kita main-main di luar negeri tidak masalah, kan?” Keenan meletakkan dagunya di pundak Gladys.Gadis itu menarik sudut bibirnya. “Aku jadi nggak enak. Padahal kerjaanmu lagi banyak banget.”“Ssst! Jangan bilang begitu. Sudah jadi kewajibanku buat membahagiakanmu. Apa pun pasti aku lakukan, Gladys. Dan aku juga ingin menebus semua kesalahanku padamu.”“Ssst!” Gladys menempelkan telunjuknya pada bibir Keenan. &l
“Keenan, kalau kamu sibuk, nggak usah repot-repot harus ke luar negeri gini,” ucap Gladys. Dia sedang sibuk mengemas barang-barang pribadi miliknya dan Keenan ke dalam koper.Laki-laki itu mendekat pada istrinya. Kemudian dia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Gladys, memeluk sang istri dari belakang.“Aku nggak sibuk, Sayang. Lagi pula kita kan belum berbulan madu,” timpal Keenan. Laki-laki itu kini mengecup tengkuk Gladys.Seketika Gladys merasa geli dan menghentikkan aktivitasnya. Dia mencoba melepaskan pelukan Keenan dan kemudian berbalik menatap sang suami.“Kemarin, kan, di Bali udah. Lagian kita udah hampir setengah tahun menikah. Masa masih bahas bulan madu segala.”“Itu bukan bulan madu. Kemarin kita ke Bali sambil kerja. Sekarang aku cuman pengin berdua sama kamu. Nggak ada tuh mikirin yang namanya kerjaan.” Keenan mengusap pipi Gladys lembut.Satu bulan setelah mereka menikah
“Mama?” ucap Keenan. Sedetik kemudian Gladys pun dibuat terkejut dengan sosok perempuan yang sedang bersama Giselle. “Ibu?” katanya. “Halo, Keenan dan Gladys,” sapa Anita sambil tersenyum pada kedua anaknya itu. Buru-buru Keenan dan Gladys menghampiri wanita itu. “Mama sudah dengar, kalau selama ini Anita lah yang merawat Gladys. Terima kasih sekali lagi,” kata Giselle pada Anita. Jujur saja, sebenarnya dulu hubungan mereka tak berjalan baik. Bagaimanapun juga Giselle tak suka ketika dimadu oleh suaminya. “Sama-sama. Terima kasih sudah menjaga anakku juga.” Anita tersenyum dan menundukkan kepalanya. “Tapi kenapa Mama bisa di sini?” Keenan tiba-tiba menyela pembicaraan dua wanita itu. “Sejak kapan Mama Giselle tahu keberadaan Mama?” imbuhnya. “Mama tahu dari Excel, dia benar-benar menceritakan semuanya. Makanya Mama mencoba membawa Mamamu ke sini,” jawab Giselle. “Dan mulai hari ini Anita akan tinggal di sini bersama Mama.” Alis
“Sedang apa kalian di sini?” Seorang laki-laki bertanya dengan penuh rasa kecurigaan. Sontak Gladys mematung di hadapan laki-laki itu. Sedangkan Keenan dia berjalan dengan santai, lantas merangkul Gladys.“Sedang makan siang. Ya … ziarah. Untuk apa bertanya begitu?” timpal Keenan kesal.Laki-laki itu mendengus. “Tumben sekali. Biasanya kamu tidak peduli,” balasnya lagi.“Ngomong-omong, setelah kamu berziarah aku tunggu di tempat parkir. Ada yang harus aku bicarakan,” ucap Keenan. Kemudian dia berlalu meninggalkan laki-laki itu menuju parkiran.Ya! Keenan harus menyelesaikan juga masalah dengan Aidan. Rasanya dia juga harus meminta maaf, walau dia tidak mungkin untuk jujur pada laki-laki itu. Namun, dia harus meminta maaf atas kesalah pahamannya selama ini.Keenan dan Gladys menunggu di dalam mobil. Tak lama kemudian mata Keenan menatap sosok Aidan. Lalu dia keluar dari mobil dan menghampirinya.
Sesuai dengan rencana Keenan, pagi ini mereka berdua; Keenan dan Gladys pergi menuju tempat peristirahatan terakhir Andrean, Adrian, dan juga Nathan. Entah kenapa Gladys merasa senang, karena Keenan sudah menyadari kesalahannya. Untuk orang seperti Keenan, tentu itu adalah suatu hal yang patut diapresiasi dan kalau bisa membuat syukuran.“Loh, kok? Bukannya kita mau ke makam Om Andrean?” tanya Gladys bingung. Pasalnya Keenan kini mengemudikan mobilnya ke arah yang berlawanan.“Udah diem aja. Aku yang pegang kemudi, kamu ikut aja,” timpal Keenan. Gladys pun terdiam, dia tiba-tiba memikirkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana jika Keenan berubah pikiran? Laki-laki seperti dia kan tidak bisa ditebak?Namun, saat mobil mereka memasuki sebuah jalanan kecil, Gladys mengerutkan keningnya. Dia mencoba mengintip dari jendela mobil. Jalanan kecil ini seperti akan membawa mereka ke sebuah tempat yang sepi.Benar saja mereka mendatangi sebuah tem