Gladys membuka matanya secara perlahan. Dengan pandangannya yang masih kabur, dia berusaha memindai sekelilingnya. Tempat yang terasa asing baginya. Kemudian dia mendapati seseorang tertidur tepat di tepi ranjang.
“Keenan?” gumam Gladys, saat dia yakin orang yang tidur di sampingnya itu adalah laki-laki yang tadi mengikatnya dengan tak berperasaan.
Seketika hati Gladys bergejolak panas. Dia masih tidak terima dengan perlakuan Keenan padanya. Ingin rasanya menikam laki-laki ini sekarang juga. Tapi … Gladys tak mempunyai keberanian untuk menyakiti seseorang.
Gadis itu masih memandangi wajah Keenan yang masih tertidur. Ternyata laki-laki bengis itu sangat polos ketika tertidur. Sungguh, jika orang yang tidak tahu bagaimana tabiat Keenan aslinya, pasti akan mengira bahwa laki-laki ini adalah laki-laki yang hangat dan baik.
Untuk sepersekian detik Gladys pun terpesona dengan visul Keenan. Kulit wajah Keenan terlihat sangat terawat untuk ukur
“Ah, sial!” gerutu Gladys sambil mengacak rambutnya. Perasaannya kini tak tenang, mungkin lebih tepatnya dia sedang merasa ketakutan.Sekarang sudah pukul delapan, tapi Keenan tak kunjung datang ke rumah sakit. Gladys ingat betul, tadi Keenan bilang akan pulang sebentar ke rumah. Tapi … sekarang sudah hampir tiga jam dan dia belum juga datang ke rumah sakit.Eh, sebentar. Kenapa Gladys mengharapkan kedatangan Keenan? Padahal bagus bukan jika laki-laki itu tidak ada di dekatnya. Mengingat perlakuan Keenan padanya hari ini cukup membuatnya terkejut. Selama 23 tahun hidupnya, dia belum pernah dipermalukan seperti tadi.Tapi … entah kenapa disaat seperti ini Gladys mengharapkan Keenan ada di sampingnya. Apalagi saat tadi laki-laki itu meminta maaf padanya. Hati Gladys terasa hangat mendengar satu kata maaf yang keluar dari mulut laki-laki berengsek itu. Kata maaf yang terdengar sangat tulus walau terkesan malu-malu. Dan Gladys, bisa merasak
“Sedang apa kamu di sini?” tanya Keenan pada laki-laki yang sedang bersama dengan Gladys. “Menemani Gladys. Tadi dia meneleponku dan meminta untuk menemaninya,” ucap laki-laki itu santai. Keenan melirik ke arah Gladys, seolah meminta penjelasan dari gadis itu. Gladys tersentak ketika ditatap dingin oleh Keenan. “Anu … aku menelepon Mas Erza soalnya kamu tidak mengangkat teleponku,” ucap Gladys sedikit ragu. “Benarkan? Dia yang menelponku, tenang saja aku tidak macam-macam padanya kok,” timpal Erza. “Kenapa kamu tidak sabar menungguku datang?” Keenan kini sudah berdiri di depan Gladys dan Erza yang sedang duduk di sofa. Perasaannya sedikit kesal ketika mendapati Gladys bersama dengan laki-laki lain. Walaupun gadis itu bersama dengan sahabatnya yang sudah dia percaya. “Karena aku terlalu takut sendirian di sini. Dan bayangkan kalau aku menunggumu? Kamu baru datang jam segini, yang ada aku keburu mati ketakutan,” dengus Gladys kesal
Gladys sedang merapikan barangnya, hari ini dia sudah diizinkan pulang oleh dokter. Antara senang dan tidak, itu lah yang sedang dirasakan Gladys sekarang. Senang, karena dia bisa pulang dan melanjutkan aktivitas seperti biasa. Tidak, karena … itu adalah rumah Keenan.Tiba-tiba saja dia mengingat kembali obrolan dengan Erza malam itu. Laki-laki itu berpesan kepada Gladys untuk sabar menghadapi Keenan. Dia juga berpesan, sebisa mungkin Gladys harus bisa membuat Keenan merubah pandangannya tentang perempuan. Tapi entah kenapa Gladys tak yakin bisa melakukan hal itu.“Sudah berkemas?”Gladys tersentak dan langsung menoleh ke belakang. Lalu dia mendapati sang dokter yang datang ke ruangannya. Di belakang dokter itu berdiri laki-laki yang dia kenal.“Sudah, Dok,” ucap Gladys sambil mengangukkan kepalanya. Dia melirikkan matanya pada Keenan. Syukurlah, sepertinya mood laki-laki itu sedang baik.“Baiklah kalau begitu,
Maaf. Satu kata yang sangat jarang keluar dari mulut Keenan. Dia merasa muak ketika harus mengucapkan kata tersebut. Alasannya, karena sedari kecil dia selalu mengeluarkan kata maaf hampir setiap hari. Padahal dia tak pernah melakukan sebuah kesalahan, tapi dia harus berkata demikian jika sang ibu mulai memarahinya.Namun hari itu, entah kenapa Keenan bisa mengucapkan kata terlarang tersebut, pada gadis yang beberapa bulan ini jadi objek pemuas hobi gilanya. Dia sendiri sempat berpikir apa dirinya gila? Tapi saat melihat kondisi Gladys yang pingsan dan tak berdaya, dia merasa bahwa perlakuannya ini salah. Dan sudah saatnya dia mengucapkan satu kata yang sudah lama tidak dia katakan.“Ekhm … kamu sudah selesai?” tanya Keenan sedikit salah tingkah. Dia mencoba menutupi rasa senangnya, karena Gladys sudah mau memaafkannya.“Eh?” Gladys terheran. “Selesai apa?”“Sarapan,” jawab Keenan sekenanya.Gl
Sudah lebih dari satu bulan Gladys harus menjalani kehidupan wajib lapor setiap saat pada Keenan. Awalnya memang terasa berat, tapi lama kelamaan dia terbiasa. Lagi pu;a apa sih kegiatan Gladys? Setiap harinya saja Gladys harus berada di sisi Keenan. Bahkan saat ada tugas ke Bandung untuk mengontrol projek kerjasama, Gladys pun diwajibkan ikut.Tapi sudah satu bulan juga Keenan tak melakukan hal aneh pada Gladys. Jika diperhatikan lagi, laki-laki itu bisa sedikit lebih baik pada Gladys. Semoga saja sikapnya berubah dan selalu seperti ini. Gladys pun akan sebisa mungkin untuk tidak membuat laki-laki itu marah.“Mas Erza, ini apa?” tanya Gladys yang melihat sepucuk undangan di meja kerjanya.“Oh itu undangan untukmu. Minggu depan ada pesta ulang tahun Pak Adrian, mantan CEO perusahaan ini,” jawab Erza.“Pak Adrian? Ayahnya Mas Aidan? Berarti Pamannya Mas Keenan?”Erza menjentikkan jarinya. “Iya. Acaranya ming
Satu tamparan keras mendarat di pipi laki-laki bermanik hitam. Saking keras tamparan itu, suaranya sampai menggema di ruang kerjanya. Pipi laki-laki itu kini terasa panas. Dia meraba pipi yang baru saja mendapatkan tamparan dari gadis yang sedang berdiri dengan menatap tajam ke arahnya.Keenan membuka mulut dan mengetatkan rahang. Beraninya gadis itu menampar keras pipi mlusnya. Sampai pipinya itu kini terdapat cap lima jari dari perempuan itu.“Jangan pernah menghina ibuku! Aku tak akan segan membunuhmu, kalau kamu berani menghina ibuku lagi!” ancam Gladys yang matanya membara, seolah ada api yang berkobar pada tatapan matanya itu. Kemudian perempuan itu pergi meninggalkan ruang kerja Keenan.“Gladys! Diam di tempat!” teriak Keenan. Namun sayang, Gladys benar-benar tak menghiraukannya. Gadis itu membukakan pintu ruang kerja Keenan dan membantingnya dengan keras.“Oh, shit!” umpat Keenan sambil meninju ke bawah dengan k
Untung Aidan datang diwaktu yang tepat. Jika tidak, mungkin gadis yang sedang dirangkul olehnya ini sudah terjatuh. Di tatapnya wajah gadis yang sampai saat ini masih menjadi penghuni di hatinya. Gadis itu nampak pucat, dan tatapan matanya pun lemah.“Gladys, are you ok?” tanya Aidan khawatir.Gadis itu balas menatap Aidan dengan tatapan lemahnya. Mereka bertatapan selama beberapa detik. Sampai akhirnya sang gadis tersadar dan mencoba berdiri melepaskan rangkulan Aidan.“Ah, Maaf. Aku baik-baik saja,” jawab Gladys lemah. Dia berbohong. Gladys sedang tidak baik-baik saja, kepalanya masih pusing dan kakinya masih terasa lemah untuk menopang badannya yang kecil itu.“Sepertinya kamu sedang tidak baik-baik, saja. Biar ku bantu duduk di sana,” ucap Aidan khawatir. Laki-laki itu tidak bisa dibohongi, dia sudah mengenal Gladys beberapa tahun.“Nggak papa, aku bisa sendiri, Aidan,” timpal Gladys yang tak ingi
“Gladys, kenapa?” tanya Erza yang langsung menghampiri Gladys.Gladys mengangkat tangannya, memberikan isyarat bahwa dia baik-baik saja. “Aku tidak apa-apa,” jawabnya yang kemudian menggelengkan kepalanya. Mencoba untuk menahan rasa sakitnya. Setidaknya ini tidak sesakit tadi, jadi Gladys masih bisa menahannya.“Serius?” Erza mencoba memastikan.Gladys mengangguk sambil tersenyum. “Iya. Maaf membuat Mas Erza khawatir,” ucap Gladys.“Kamu duduk saja. Sepertinya kamu terlalu lelah bekerja.” Tiba-tiba saja laki-laki berjas abu-abu itu berucap pada Gladys.Gladys tersenyum menyapa laki-laki itu. “Ah, iya, Pak. Mohon maaf atas ketidak nyamanannya,” ucap Gladys merasa tak enak pada laki-laki itu.Jika dilihat dari penampilannya yang sangat rapi, pasti laki-laki itu adalah tamu penting atasannya. Apalagi dia datang bersama dengan Erza. Tapi siapa?“Tadi siapa namam