Raka terbelalak membaca pesan-pesan yang ditujukan Aletta padanya dari nomor yang mengancamnya beberapa hari ini.“Hubungan gue sama Satria itu gak lebih dari bencana, Ka. Gue harus segera akhirin ini sebelum ada lagi yang terluka,” ujar Aletta dengan lirih. Keputusannya sudah bulat. Dia akan menyerah dengan nasibnya sekarang. Kisah Cinderella memang hanya ada di dongeng anak-anak saja. Jika terjadi di dunia nyata, hanya akan memberikan sakit dan luka.Raka menggeleng tak setuju. “Enggak, Al. Lo jangan nyerah dan kalah sama orang ini. Gue yakin ... dia itu cuma terobsesi sama Satr
Sehari sebelumnya ....“Al, Kakak mau ambil beberapa baju dulu di rumah. Kamu bisa 'kan tunggu Ibu di sini?” tanya Gerald. Aletta mengangguk pasti.“Bisa, Kak.”“Oke. Kakak juga gak bakal lama, kok. Kalau kamu ngantuk, kamu tidur aja. Besok kamu juga harus mulai sekolah lagi, 'kan? Kalau ada apa-apa, langsung telpon Kakak.”Aletta tersenyum. “Iya, Kak Gerald. Udah deh, sana. Aku bakal baik-baik aja, kok.”Gerald tersenyum, lalu mulai melenggang pergi. Alettapun melangkahkan kakinya ke ruangan Anna. Sudah dua hari ini Ibunya itu masih tak sadarkan diri. Selama itu juga Aletta izin tidak masuk sekolah dan kerja untuk menemaninya di
“Jawab gue, Shireen!” bentak Raka hilang kendali.“Raka, apa-apaan sih kamu? Kenapa kamu malah bentak-bentak adik kamu kaya gitu?” Rani yang kebetulan baru kembali dari mengerjakan urusannya di luar, terkejut dan langsung mendatangi putranya yang memarahi Shireen.Shireen langsung berhambur memeluk Rani dan menangis di sana. “Mama ....”Rani mengelus punggung anak tirinya itu dengan lembut. “Tenang, Sayang. Tenang ....” Meski hanya Ibu tiri, tapi kasih sayang Rani
Satria membolak-balikkan halaman buku paket di depannya dengan gusar. Fikirannya berkelana pada obrolannya dengan Raka tadi saat di lorong. Satria bimbang. Satu sisi dia ingin percaya, tapi di sisi lain, otaknya yang masih kesal ditambah perasaan cemburu karena Aletta lebih membela Raka kemarin memaksanya untuk tetap teguh pada pendiriannya bahwa Aletta memang bersandiwara mencintainya selama ini.‘Lo harus percaya sama gue, Sat. Aletta itu cinta banget sama lo. Dia mutusin lo dan nolak lo di depan semua orang karena diancem orang. Dia terpaksa ngelakuin itu.’‘Kalau sampe Aletta kenapa-kenapa dan lo tetep anggep
“Sialan! Kenapa cuma Satria yang dapet pujian? Padahal, gue juga ikut andil dalam olimpiade itu,” geram Zain dengan tangan terkepal. Kevin yang berdiri di sebelahnya merangkul bahunya.“Ya, mau gimana lagi, Zain? Pertandingan ini sebenarnya cuma untuk formalitas doang! Meski kita menang sekalipun, ya, tetep Satria yang akan dapat pujian,” sahutnya.Zain berdecak. Sejak awal masuk SMA, selalu dan selalu dirinya dikalahkan Satria. Meski dirinya sama-sama berasal dari kelas unggulan sama sepertinya, tetapi untuk urusan kepopuleran dan kepintaran, dirinya masih berada jauh di atas Satria, dan Zain membenci hal itu. Dia benci sekaligus iri karena Satria selalu mendapatkan semuanya tanpa susah payah. Bahkan, gadis yang dia sukai sejak awal masuk sekolah Nirwanapun juga lebih menyukai Satria ketimbang dirinya. Manda.
Beberapa jam sebelumnya ....Karena Anna masih di Rumah Sakit dan kemungkinan di rumah Aletta tak ada siapa-siapa, Kanaya akhirnya memutuskan membawa tas sekolah Aletta ke rumahnya sendiri. Biar besok dia mengembalikan tas temannya itu.Ceklek!“Kamu kok baru pulang, Nak?” tanya Rian--Papanya Kanaya. Kanaya mengangguk, lalu menyalim tangan Papanya itu.“Iya, tadi kejebak macet, Pa.”“Yaudah. Seka
“Woy, pengecut!” teriak Satria kalap setelah berhasil mengejar orang itu ke atap gedung.Orang itu melirik ke bawah. Sial! Tidak ada jalan lain baginya selain melawan Satria. Tapi tunggu! Satria mengejarnya seorang diri, 'kan? Bagus! Akan lebih mudah baginya untuk menghancurkan teman sekaligus musuhnya itu bila sendirian seperti sekarang ini.“Lo udah berani sakitin Aletta, itu sama aja lo udah nyari mati sama gue!” sentak Satria. Orang itu melepas penutup kepalanya, lalu memutar tubuhnya menghadap Satria.“Hi, Sat. Nyali lo besar juga ya ngeja
“Pergi, Sat! Gue bilang pergi ...! Gue gak sudi lihat muka lo lagi. Bahkan, gue gak sudi jadi cewek lo lagi!” bentak Aletta. Satria membeku di tempat dengan pandangan shock. Hatinya hancur berkeping-keping.“Aletta.” Kanaya yang baru kembali dari toilet, terkejut melihat Aletta berteriak histeris. Langsung saja dia berlari menghampiri Aletta dan berusaha menenangkannya.“Nay, bilang sama Satria untuk pergi. Gue gak mau lihat dia lagi. Suruh dia pergi ....” Aletta terisak lirih. Kanaya terkejut. Dia menatap Aletta heran dan bergantian menatap Satria kasihan.
Satria membawa Aletta ke Rumah Sakit untuk mengobati kakinya. Untung saja kata Dokter, cederanya tidak terlalu parah. Saat ini, mereka berdua sedang berjalan di lorong Rumah Sakit bersiap pulang. Satria sudah menawarkan diri membantu Aletta berjalan. Dia juga sudah meminta gadis itu untuk menggunakan kursi roda saja. Namun, semuanya ditolak.***“Aww ... shh ....”Satria yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas. Sepuluh tahun tak bertemu, sikap gadis itu masih saja belum berubah. Keras kepala dan mau seenaknya sendiri.
“Nisha mau sama Kak Aletta! Ma, Kak Tata mana? Kok gak dateng-dateng sih?” Nisha mengerucutkan bibirnya dengan tangan bersedekap dada. Kiran mencoba menenangkan putrinya itu, tapi tak berhasil. Saat ini, dia dan putrinya itu sedang duduk di undakan teras rumahnya sendiri. Kiran sudah membujuk Nisha untuk masuk, tetapi putrinya itu kekeh ingin di luar dan tidak akan masuk ke dalam jika Aletta belum datang. Kalau begini, jatuhnya Aletta seakan bukan guru les private-nya Nisha, tetapi lebih mirip sebagai baby sitter-nya.Tak lama kemudian Pak Guntur dan Satria kembali dari mengobrol ringannya di ruang tamu.“Terima
Kanaya tak henti-hentinya berdecak kagum melihat foto seorang lelaki yang dimuat di majalah hari ini. Dia sudah mendapat penghargaan sebagai CEO termuda dan tersukses se-Asia selama tiga tahun terakhir.“Gila! Satria sukses banget sekarang.”“Lagi lihatin apa, sih?” tanya Aletta yang baru masuk ke mobil Kanaya. Mereka berdua baru saja selesai membeli berbagai bahan makanan untuk keperluan di rumah makan Anna. Sekedar menghemat ongkos, Aletta tadinya meminta bantuan Gerald untuk menemaninya berbelanja. Namun, alih-alih dia sendiri yang mengantarkan, di tengah jalan tadi, Gerald tiba-tiba ada telpon dari Rumah Sakit dan alhasil Kanayalah yang harus menggantikan dirinya mengantar Aletta.Kanaya menyodorkan majalah itu ke hadapan Aletta. Awa
“Selamat ulang tahun ....”Aletta yang saat itu baru saja sampai di dalam rumahnya, terkejut ketika melihat Anna, Gerald, Kanaya, dan Nisha--murid les private-nya sebulan ini sama-sama menyanyikan lagu selamat ulang tahun ketika dia baru saja membuka pintu. Aletta membekap mulutnya sendiri dengan mata berkaca-kaca. Dia terharu sekaligus tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini. Ditambah lagi, bersama orang-orang yang dia sayangi.Anna kemudian berjalan mendekati Aletta sambil membawa kue ulang tahun yang harus ditiu
“Aletta.”Aletta mendongak dan langsung berdecak kasar melihat Raka berdiri di depannya.“Gue tahu lo pasti udah bosen denger gue bilang kalau Satria gak pernah ngelakuin hal yang lo duga selama ini. Gue juga tahu kalau lo gak akan percaya sama gue, tapi setidaknya ... lo harus lihat video ini,” ujar Raka seraya menyodorkan handphone-nya pada Aletta. Gadis itu menyerngitkan dahinya heran.“Gue janji setelah ini gue gak akan maksa-maksa lo lagi buat percaya sama Satria. Ini yang terakhir,” sambung Raka meyakinkan Aletta.Aletta menghela nafas sebentar. Baiklah. Kali ini dia akan menuruti kemauan Raka. Gadis itu mengambil handphone Raka, lalu menyetel video yang dimaksu
“Pergi, Sat! Gue bilang pergi ...! Gue gak sudi lihat muka lo lagi. Bahkan, gue gak sudi jadi cewek lo lagi!” bentak Aletta. Satria membeku di tempat dengan pandangan shock. Hatinya hancur berkeping-keping.“Aletta.” Kanaya yang baru kembali dari toilet, terkejut melihat Aletta berteriak histeris. Langsung saja dia berlari menghampiri Aletta dan berusaha menenangkannya.“Nay, bilang sama Satria untuk pergi. Gue gak mau lihat dia lagi. Suruh dia pergi ....” Aletta terisak lirih. Kanaya terkejut. Dia menatap Aletta heran dan bergantian menatap Satria kasihan.
“Woy, pengecut!” teriak Satria kalap setelah berhasil mengejar orang itu ke atap gedung.Orang itu melirik ke bawah. Sial! Tidak ada jalan lain baginya selain melawan Satria. Tapi tunggu! Satria mengejarnya seorang diri, 'kan? Bagus! Akan lebih mudah baginya untuk menghancurkan teman sekaligus musuhnya itu bila sendirian seperti sekarang ini.“Lo udah berani sakitin Aletta, itu sama aja lo udah nyari mati sama gue!” sentak Satria. Orang itu melepas penutup kepalanya, lalu memutar tubuhnya menghadap Satria.“Hi, Sat. Nyali lo besar juga ya ngeja
Beberapa jam sebelumnya ....Karena Anna masih di Rumah Sakit dan kemungkinan di rumah Aletta tak ada siapa-siapa, Kanaya akhirnya memutuskan membawa tas sekolah Aletta ke rumahnya sendiri. Biar besok dia mengembalikan tas temannya itu.Ceklek!“Kamu kok baru pulang, Nak?” tanya Rian--Papanya Kanaya. Kanaya mengangguk, lalu menyalim tangan Papanya itu.“Iya, tadi kejebak macet, Pa.”“Yaudah. Seka
“Sialan! Kenapa cuma Satria yang dapet pujian? Padahal, gue juga ikut andil dalam olimpiade itu,” geram Zain dengan tangan terkepal. Kevin yang berdiri di sebelahnya merangkul bahunya.“Ya, mau gimana lagi, Zain? Pertandingan ini sebenarnya cuma untuk formalitas doang! Meski kita menang sekalipun, ya, tetep Satria yang akan dapat pujian,” sahutnya.Zain berdecak. Sejak awal masuk SMA, selalu dan selalu dirinya dikalahkan Satria. Meski dirinya sama-sama berasal dari kelas unggulan sama sepertinya, tetapi untuk urusan kepopuleran dan kepintaran, dirinya masih berada jauh di atas Satria, dan Zain membenci hal itu. Dia benci sekaligus iri karena Satria selalu mendapatkan semuanya tanpa susah payah. Bahkan, gadis yang dia sukai sejak awal masuk sekolah Nirwanapun juga lebih menyukai Satria ketimbang dirinya. Manda.