Milan, Italy 07.30 A.MOlivya berjalan tergesa-gesa masuk kedalam Universitas. Ia lupa jika hari ini dia akan ada presentasi. Dijalan pun, pak sopir mengeluh jika sakit perut, mengharuskan ia dan pak sopir harus mampir terlebih dahulu ke toilet umum yang berada di pom bensin.Saat sudah sampai didepan kelas, Olivya menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya dengan perlahan. Tangannya yang sudah memegang handle pintu segera mendorong pintu itu hingga terbuka. Banyak pasang mata yang menatapnya, termasuk guru killer yang bernama Yoseline itu."Maaf bu, saya terlambat." ujar Olivya dengan sopan dan ramah."Apa kamu bilang? Maaf? Gara-gara kamu, kita menunda presentasi. Kamu tahu kan jika hari ini adalah giliran mu untuk presentasi?" tanya Yoseline dengan nada tinggi, lebih tepatnya membentak."I-i-iya, bu. Ingat.""Hm, lalu.. kenapa telat? Melayani bapak-bapak dulu?"Olivya mengangkat kepalanya, ia menatap tak percaya dengan ucapan Yoseline."Tidak bu. Saya tidak serendah itu." elak
Olivya duduk dibawah pohon dengan Carson. Mereka berdua bercerita banyak siang ini. Olivya pikir, Carson ini adalah tipe orang yang ceria dan humoris. Tidak seperti kebanyakan pria tampan yang sok cool dan terlihat dingin.Olivya juga tak ragu untuk berbagi cerita dengan Carson. Disaat semua tak ingin berteman dengannya, tapi Carson masih tetap ingin berteman dengan dirinya. Bahkan, Carson tak memperdulikan semua hujatan jelek tentang Olivya."Carson, apakah kita tidak dimarahin jika bolos kelas?" tanya Olivya dengan sedikit takut.Carson menghentikan aksinya yang mencabuti rumput, ia menatap kearah Olivya. "Tenang saja, aku sudah izin pada kakakku, dan dia juga memaklumi nya. Katanya, kamu juga butuh waktu untuk merefresh otak dari segala pikiran yang menghantuimu." balas Carson.Olivya terdiam sejenak, ia menatap kearah awan yang cerah. Sebelumnya, ia tak mengetahui taman ini, tapi berkat Carson yang mengajaknya kesini, dirinya menjadi sangat betah dengan suasana rindang disini. Ber
Madrick menggeret kopernya saat sudah tiba di Bandara Hawai. Mad dan Gaston harus berpisah tujuan, Gaston ke Indonesia dan Mad kembali ke Italy."Tuan, boleh saya periksa isi kopernya?" tanya seorang penjaga."Kenapa?" tanya Mad dengan wajah datar."Pemeriksaan ini sudah menjadi rutinitas setiap penumpang tuan."Mad memberikan kopernya, sebelumnya, Mad lupa untuk membeli ponsel baru. Ia akan membelinya jika sampai di Italy nanti."Tuan, pesawat akan di delay selama setengah jam. Ada kendala pada mesin." ujar seorang penjaga yang telah selesai memeriksa isi koper milik Mad.Mad menatap arlojinya, ia mengangguk dan menuju pada sebuah kafe. Saat sudah sampai, Mad menuju tempat yang jauh dari pengunjung lainnya. Seorang pegawai wanita menghampirinya dan menawarkan sebuah pesanan. Mad hanya memesan sebuah coffe dan pancake berukuran mini.Mad menatap kearah air mancur secara tak langsung karena terhalang dinding kaca. Entah kenapa hari ini ia merasa lelah, bahkan ia tak bisa berpikir untuk
Olivya, Berta, dan dua pengawal masuk kedalam pesawat pribadi milik Mad. Dalam sepanjang perjalanan, Olivya terus meramalkan doa untuk Mad. Ia sempat membuka berita tentang pesawat jatuh dan masih sekitar beberapa orang yang ditemukan masih hidup namun mengalami luka yang berat."Sebaiknya nona tidur, biar kami yang akan berjaga. Perjalanan cukup memakan waktu banyak." ujar pengawal Mad dengan wajah datarnya.Olivya menurut saja, ia membaringkan tubuhnya diatas kasur yang ada di pesawat besar ini. Berta sedang berkutik di dapur untuk membuatkan sarapan selama di pesawat dan dibantu oleh tiga pramugari pribadi pesawat ini."Aku kasih melihat nona Olivya yang sepertinya sangat terpukul melihat berita ini." ujar Berta sambil memotong-motong wortel. Tema masakan kali ini adalah sup daging."Apakah sudah ada ikatan diantara mereka berdua?" tanya Elsa-- salah satu pramugari cantik dengan berkulit hitam.Berta tersenyum sambil mengambil bawang, "Ya. Tapi hanya sebatas sepasang kekasih.""Aku
Tiga hari kemudian...Olivya senantiasa berada dirumah sakit. Bahkan, ia meminta pengawal untuk membawakan kopernya di rumah sakit. Selama Mad dirawat, ia akan tidur, mandi, dan makan diruangan ini.Olivya sedari tadi melamun, ia menatap kosong kearah wajah Mad yang masih senantiasa menutup matanya. Tiga hari sudah berlalu, dan Olivya lewati dengan hari-hari yang suram tanpa ada ke-posesifan dari Mad."Mad, kapan kau akan sadar?" lirih Olivya sambil mengeluarkan air mata. Berta pamit kembali ke apartemen untung mencuci baju. Olivya pun tak keberatan."Buka matamu Mad, lihatlah.. aku disini. Maafkan aku Mad yang telah melanggar perintah mu. Hukum aku dengan cara apapun Mad, tapi jangan seperti ini. Kau akan semakin membuatkan tersiksa dengan kondisi mu ini. Apa indahnya dengan kau terus menutup mata? Lihatlah, ada yang lebih indah untuk kau tatap daripada kegelapan. Mad.. hiks... Buka matamu, Mad.""Engh," Olivya mengangkat wajahnya saat mendengar lenguhan dari seseorang. Matanya yang
Mad memakan suapan dari tangan Lovina. Mad sedikit bingung, rasanya beda sekali suapan dari tangan Lovina."Sudah cukup." perintah Mad saat Lovina hendak menyuapinya lagi. Lovina pun mengangguk dan mengambilkan Mad minum. Mad hanya menegak sedikit air dan lalu menatap Lovina dengan tajam."Jujur, aku tak mengenalmu." ujar Mad. Lovina menyembunyikan keterkejutannya dengan bersikap santai."Lalu kenapa kau bersikap baik padaku tadi?" tanya Lovina balik."Aku merasa memiliki seorang kekasih. Tapi aku tak tahu siapa kekasihku itu. Wajahnya sangat samar di ingatanku." ujar Mad sambil mengingat-ingat wajah kekasihnya."Mad, akulah kekasihmu. Kau mengalami amnesia, tapi aku tidak. Jadi aku memberitahu mu, bahwa aku ini adalah kekasihmu yang kau maksud."Mad menatap manik mata Lovina, "Benarkah itu?""Itu benar, sayang.""Lalu maid yang masih muda tadi?" Maid muda yang Mad maksud adalah Olivya."Itu maid baru mu, sayang. Aku yang mengangkat dia sebagai maid yang menjagamu disini jika aku ada
Keesokan harinya...Olivya menggeret kopernya serta koper milik Lovina. Mereka telah sampai di bandara, namun pesawat pribadi Mad akan terbang dua puluh menit lagi.Semenjak Mad hilang ingatan, dan menganggap Lovina sebagai kekasihnya, gadis itu bertindak seenaknya terhadap Olivya. Memerintahkan inilah, itulah, bahkan memerintahkan untuk mengikat tali sepatu milik dirinya. Dan sekarang? Lovina memerintahkan Olivya membawakan koper besar miliknya. Bisa saja seorang pengawal yang membawakan, tapi Lovina hanya ingin Olivya yang membawakan kopernya. Mad pun merasa acuh dan tidak peduli, apapun yang Lovina mau, ia akan lakukan.Mad memerintahkan untuk sebaiknya segera naik pesawat. Mereka bisa menunggu penerbangan didalam pesawat yang bebas dari panas dan tentunya nyaman. Sepanjang lorong menuju kabin pesawat, Olivya menatap kemesraan Mad dengan Lovina dengan membawa koper milik wanita murahan ini yang beratnya bukan main lagi."Nona lelah? Sini biar saya yang bawakan." tawar pengawal Mad
Olivya's POV OnAku melihat indah pemandangan kota Milan dari atas. Tak lama lagi, pesawat akan landing di Bandara Milan. Maafkan kota Milan, ku sambut engkau dengan kesedihan yang mendalam, bukan kebahagiaan yang ku pendam.Seharusnya, kepulangan ini membawa kebahagiaan untukku. Dimana, Mad pulang dari Hawai dan kusambut kedatangannya dengan kebahagiaan yang terpancar jelas. Tapi ini berbanding balik, Mad melupakan segalanya masa-masa bersamaku. Sebisa mungkin, ku pendam rasa menyedihkan ini.Kesedihan menjadi bertambah disaat ia lebih memilih orang lain untuk dicintainya dari pada orang yang sudah ia cintai.Seperti sudah ahli pilotnya atau jalannya memang halus, pesawat ini mendarat cukup baik dan halus. Saat sudah dipastikan benar-benar berhenti dan diperbolehkan turun, aku segera mengambil koperku dan berjalan menjauh terlebih dahulu. Aku tak sanggup lagi melihat kemesraan kekasihku dengan wanita lain. Bahkan, tidak ada kata putus diantara mulut kita berdua. Biarkan aku bertahan
Setelah makan utama selesai, Olivya melarang mereka untuk beranjak dari tempat. Ia juga memerintahkan maid yang lain untuk membereskan semua sisa makan. Mereka berbincang-bincang di ruang makan sambil melemparkan candaan satu sama yang lain."Kate, dimana pacarmu?" tanya Olivya untuk menggoda anak itu."Hah? Aku tidak punya pacar, aunty. Apakah Allcy mengatakan kepada aunty kalau aku punya seorang pacar?" balas Kate."Tidak, Kate. Aku pikir kamu sudah punya pacar. Kamu cantik, masa iya tidak punya pacar.""Masa sih tan aku cantik?" tanya Kate untuk memastikan.Olivya mengangguk sambil tersenyum."HAHHHH, GUYS, AKU CANTIK MMPH–" Jenny menutup mulut sahabatnya ini saat berteriak cukup kencang, yang membuat seluruh orang kaget.Mereka semua tertawa saat melihat Kate yang berteriak karena baru saja dipuji cantik."Apa sih, Jen? Kamu ga suka kalau aku dipuji cantik? Kamu iri ya?" tanya Kate dengan nada mengejek yang dibuat-buat olehnya."Kak Kate engga cantik. Kalau cantik, berarti kak Kat
Tok tok tokSeseorang mengetuk pintu kamar Olivya. Olivya yang sedang menyisiri rambutnya didepan cermin meja rias pun segera bangkit dan membuka pintunya untuk mengetahui siapa yang telah mengetuk pintunya."Allcy, ada apa?" tanya Olivya. Allcy lah yang telah mengetuk pintu kamar Olivya."Mama, apakah ruang bioskop nya sudah bisa aku gunain?" tanya Allcy."Sudah, sayang. Tapi bentar, sekarang jam berapa?" tanya Olivya.Allcy menatap kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Pukul lima sore, Ma." jawab Allcy."Pukul tujuh harus sudah haru berada di ruang makan ya, bersama ketiga sahabat mu. Kita makan malam bersama."Allcy mengangguk saja dan berpamit untuk pergi. Olivya menutup kembali pintu kamarnya. Ia berjalan menuju sebuah lemari berukuran cukup besar. Ia membuka lemari itu dan mengambil sesuatu di dalamnya. Saat mendapatkan apa yang dia ambil, Olivya kembali menutup pintu lemari besar itu. Ia berjalan menuju meja baca sambil membawa sebuah kotak berukuran panja
Milan, Italy 03.00 PMHampir menjelang sore hari, jalanan kota Milan terus saja ramai kendaraan yang berlalu-lalang. Mulai dari mobil, pejalan kaki, truck besar, sepeda motor, serta kendaraan lainnya.Empat orang gadis cantik yang sedang berada dalam mobil, sedang menikmati hujan di sore hari. Mereka merasa segar, karena baru saja melalukan perawatan wajah dan tubuh. Ditambah udara sejuk di sore hari.Lampu hijau berubah menjadi merah. Kate yang saat ini menggantikan Jenny untuk menyetir mobil milik Jenny. Radio musik di putar dengan cukup kencang.Elizabeth terus menatap jalanan yang ramai. Baru kali ini ia pergi keluar bersama seorang sahabat dan melalukan aktifitas seperti orang normal. Mungkin bagi diri Elizabeth, ini tidak normal. Setiap hari hidupnya selalu diatur dua puluh empat jam.Hari ini ialah hari yang cukup membahagiakan bagi Elizabeth dan juga ketiga sahabatnya. Kesempatan bagi dirinya untuk membebaskan diri."Allcy, apakah kita mampir dulu ke supermarket?" tanya Kate s
Allcy baru saja usai menelpon Mama nya untuk meminta izin jika dia akan pulang lambat. Selain itu, ia juga meminta izin agar diperbolehkan sahabat-sahabatnya ini menginap dirumah. Allcy, Elizabeth, Kate dan Jenny berjalan masuk kedalam mobil milik Jenny. Jenny sengaja menyetir mobil sendiri tanpa menyuruh sopirnya.Elizabeth juga sudah menelpon sopirnya agar datang ke sekolah dengan membawa pakaian ganti Elizabeth untuk menginap dirumah Allcy. Elizabeth juga tak lupa memberikan tas sekolahnya kepada sopirnya dan ia membawa tas yang berisi pakaian ganti yang dibawakan oleh sopirnya.Allcy duduk didepan, disebelah kursi sopir. Sedangkan, Elizabeth dan Kate duduk dibelakang. Jenny memutar musik untuk menghilangkan kesunyian."El, kenapa kamu tidak beli saja pakaian baru di mall nanti? Biar sopirmu tidak perlu membawakan baju ganti mu." tanya Kate yang berada di samping Elizabeth.Elizabeth tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak, Daddy tidak memberikan aku izin."Kate mengerutka
Elizabeth melangkah sepanjang koridor sekolah. Seperti biasanya, dia tetap menjadi sorotan mata seluruh siswa. Apa mungkin kulitnya yang terlalu putih?Elizabeth menundukkan pandangannya. Ia tak memiliki cukup keberanian untuk mengangkat kepalanya dan menatap balik semua siswa disini. Saat ini ia datang lebih awal dari ketiga sahabatnya.Brukkk"Aww!" ringis Elizabeth dengan pelan saat ada seseorang yang menabrak dirinya."Hei, jalan pake mata bisa nggak?" bentak seorang gadis yang bertabrakan dengan dirinya."M-maaf, sekali lagi aku minta maaf." gumam Elizabeth dengan pandangan yang senantiasa menunduk."Lain kali gunakan mata untuk jalan, jangan nunduk terus."Plakkk"Aww.."Elizabeth mengangkat pandangannya saat gadis di depannya ini meringis kesakitan. Dia melihat kota susu kosong yang di lemparkan seseorang kepada gadis didepannya ini."Bodoh! Jalan itu pakai kaki." ujar seorang gadis yang sudah berada di samping Elizabeth.Kate. Gadis itu yang melempar kota susu kosong kearah ga
Olivya sedih jika harus pulang sekarang. Baginya, waktu begitu sangat cepat berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Adrian, Olivya dan Allcy hendak bersiap-siap untuk masuk kedalam mobil milik keluarga Midleton.Mad merengkuh pinggang Olivya dengan cukup erat. Rasanya, tidak ingin ia harus berpisah dengan istrinya itu."Daddy, kapan Daddy akan ikut bersama kami?" tanya Adrian.Mad berjongkok didepan Adrian untuk mensejajarkan tubuhnya dengan putranya."Saat di rasa sudah waktunya, Daddy akan sesegera mungkin untuk pulang." balas Mad."Tapi Daddy janji ya kalau sudah pulang ke mansion, tidak boleh lama lagi."Madrick mengangguk kepalanya. Ia mengecup puncak kepala Adrian dan setelah itu mengecup puncak kepala Allcy."Jaga Mommy ya. Adrian kan jagoan Daddy." pinta Mad pada putra kecilnya."Pasti Daddy."Mad mengantarkan Olivya, Allcy dan Adrian untuk masuk kedalam mobil. Keluarga kecil Midleton hanya melihat adegan itu dari ambang pintu castle.Mad terus memantau mobil yang di t
Olivya dan Mad saling berpelukan satu sama lain. Mereka saling mengeratkan pelukan dan seakan tak ingin melepaskan. Allcy yang melihat kejadian di depannya pun merintikkan mata tanda bahagia.Setelah penantian yang cukup lama akhirnya Mama dan Papanya bertemu. Tanti hentinya Allcy mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan karena telah pertemukan Olivia dengan Mad.Adrian yang berdiri tidak jauh dari kakaknya pun kebingungan melihat Mommy nya berpelukan dengan seorang pria yang belum dia ketahui.Apakah dia Daddy? batin Adrian.Mad melepaskan pelukannya ia menatap wajah Olivya dengan sesakma. bibir mendarat ke dahi Olivya tanda sebagai memberikan sebuah ciuman setelah sekian lama berpisah."Mad, akhirnya.." gumam Olivya.Mad menggangguk, ia begitu bahagia disaat melihat istri tercintanya ada di depan matanya."Mom?" panggil seorang anak laki-laki. Olivya menoleh kearah Adrian yang tadi memanggilnya.Mad pun melihat kearah Adrian. Pria itu berjalan kearah Adrian. Mad hendak memeluk Adrian, n
KringggggSuara bel sekolah berbunyi untuk memberitahu kepada seluruh siswa, bahwa pelajaran jam pertama akan dimulai.Allcy, Kate, Elizabeth dan Jenny berjalan bersama sepanjang koridor sekolah untuk menuju kelas mereka. Tak sedikit pasang mata yang menatap kearah mereka."Tidak biasanya kita di lihatin seperti ini." bisik Kate pada Jenny."Semenjak kita berteman dengan Elizabeth, banyak yang memperhatikan kita." balas Jenny."Eumm, apakah aku melakukan kesalahan karena berteman dengan kalian?" tanya Elizabeth."Tidak!! Kenapa kamu berpikiran seperti itu?" seru Kate.Mereka pun melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan tatapan dari seluruh siswa.Setelah sampai di kelas, Allcy meletakkan tas nya dengan malas. Entah mengapa ia tak begitu semangat untuk hari ini."Allcy kenapa?" tanya Elizabeth pada Kate.Kate pun mengalihkan pandangan nya kearah Allcy. "Itu sudah hal yang biasa terjadi pada Allcy. Hampir tiap pagi, ia tak begitu semangat."Elizabeth berjalan menuju meja Allcy."Allcy,
Olivya berjalan mendekati Adrian. Ia menarik putranya kedalam rangkulan nya. Dipeluknya Adrian dengan sangat erat, dan membiarkan putra sulungnya ini menangis."Adrian sayang, Adrian nggak boleh ngomong gitu ya. Daddy disana juga merindukan Adrian." ucap Olivya dengan nada pelan."Mommy bohong kan? Daddy engga sayang Adrian lagi Mom.""No, baby. No. Daddy sangat sayang padamu." Olivya melepaskan pelukannya. Ia menghapus air mata putranya sambil tersenyum.Olivya mengajak putranya untuk duduk di sofa panjang yang terdapat di ruang kerja Mad."Adrian mau tau sesuatu ga?" tanya Olivya."Apa Mom?"Olivya tersenyum hangat. "Dulu, saat Adrian masih berada di perut Mommy, Daddy terus saja mencium perut Mommy. Daddy terus saja mengajak Adrian bicara. Dan Ian tau ga? saat Ian lahir, Daddy adalah orang pertama kali yang Ian liat saat membuka mata. Mommy tau, Ian engga akan ingat hal itu, tetapi Ian harus percaya kalo Daddy sangat menyanyangi Ian melebihi apapun." cerita Olivya pada putranya."L