Di malam yang hujan itu jalanan begitu sepi. Tidak banyak orang maupun kendaraan yang berlalu lalang.
Drrrttt... drrrttt... drrrttt ponsel Clarisa bergetar.
Clarisa meraih ponselnya yang berada di dalam tasnya. Clarisa tersenyum kala menatap layar ponselnya. Terlihat nama yang tertera adalah Lukas.
Clarisa menjawab. “Halo. Ada apa?” Ucapnya.
“Istriku. Aku sangat rindu padamu. Apakah kau sudah selesai? Apakah sudah makan malam?” Lukas bertanya dengan sedikit nada manja.
Clarisa merasa hatinya sangat hangat kala mendengar suara lembut Lukas. Dia merasa begitu di pedulikan oleh Lukas. Kala Lukas menghubungi, dan berkata rindu padanya.
Clarisa menjawab. “Aku sedang dalam perjalanan pulang. Tunggulah sebentar,” ucapnya.
“Sepertinya di sana sedang hujan? Apakah kau membawa payung?” Lukas bertanya.
“Bagaimana kau tahu? Di sini sedang hujan?” Clarisa bertanya-tanya.
“Tentu saja aku tahu. Suara gemuruh hujannya beg
Christian begitu bahagia kala berinteraksi dengan para sahabat ayahnya. Christian bahkan dapat tertawa dengan lepas.Marvel bertanya. “Hei Tuan. Apakah kakakmu juga tampan sepertimu?”Christian menjawab. “Tentu saja. Bahkan menurut orang lain kakakku adalah seorang perfeksionis. Tentunya aku juga tidak kalah tampan bukan? Ucapnya. Seraya melakukan gerakan yang imut.Semua orang tertawa kala melihat gerakan yang dilakukan olehnya.“Bos putramu sungguh berbeda denganmu,” ucap Yo Han.“Yang sama persis dengan Ayah itu adalah kakakku. Kakakku seperti Ayah versi mini nya.”“Semuanya yang diturunkan kepada kakakku itu semua milik ayah,” Ucap Christian.“Ya. Bagaimana kau bisa secerdas ini?” Ucap Marvel.“Tentu saja. Karena ayahku juga sangat cerdas,” ungkapnya.“Eh. Benar-benar anak ini,” ungkap Marvel.Lukas yang mendengarka
Para sahabat Lukas kini telah meninggalkan Lukas dan Christian, mereka kembali pulang setelah hadiah untuk Christian datang, mereka menggunakan lift untuk turun ke lantai bawah.Di saat yang bersamaan Clarisa turun dari mobil Maserati Hitam. Dia berjalan dengan anggunnya, gaun selutut nya mengekspos kaki jenjang yang indah milik Clarisa.Saat berada di lobi rumah sakit mereka berempat berpapasan dengan Clarisa, 2 pasang mata menatap Clarisa dengan intens. Hingga Clarisa berlalu memasuki Lift.“Lihatlah wanita itu cantik bukan?” ucap Yo han.“Ya. Kau benar dia benar-benar cantik,” balas Marvel. Seraya memandangi Clarisa hingga masuk lift.“Apakah aku harus mengejarnya? Untuk mendapatkan nomor teleponnya,” ucap Raymond.“Ah. Sepertinya aku harus mendapatkannya. Lagi pula aku tidak memiliki kekasih,” ucap Yo Han.Gerald yang sudah tahu wajah Clarisa pun seketika berkata. “
“Istriku, sebaiknya kau membersihkan dirimu terlebih dulu. Setelah itu istirahatlah,” ucap Lukas “Mmm... sebentar lagi. Biarkan aku memelukmu sebentar lagi,” ungkap Clarisa yang semakin erat memeluk Lukas. Lukas hanya tersenyum kala mendapati Clarisa yang sedang bermanja dengannya. Tiba-tiba saja Clarisa berkata. “Lukas. Jika saja dulu aku tahu kau adalah pria yang tidur bersamaku.” “Apakah kau akan menerimaku? saat aku tiba-tiba datang kepadamu dan meminta pertanggung jawabanmu?” Lukas sedikit terdiam. Namun dia mengingat kembali bahwa dirinyalah yang pertama kalinya untuk Clarisa. Orang yang pertama menjamah tubuhnya adalah dirinya, dan terlebih dirinya juga yang merenggut kesucian Clarisa. Dengan tersenyum Lukas berkata. “Tentu saja. Aku akan menerimamu sepenuh hatiku,” ucapnya. “Lagi pula sejak kejadian malam 10 tahun yang lalu itu. Aku tidak bisa melupakannya.” “Aku selalu membayangkan wanita yang berada di bawahku
Di Quebec, Kanada. Conan terlihat menawan kala sinar mentari pagi menyinari wajah tampannya. Senyumannya begitu memesona. Namun sedetik kemudian Conan terjatuh, memegangi kepalanya. Dirinya begitu kesakitan. Jay yang melihat kejadian itu segera berteriak. “Athes...” seraya berlari menghampiri Conan yang tersungkur di lantai. “Tuan kecil.” “Tuan kecil.” “Athes...” Jay setengah berteriak. Kala memanggil Athes yang tak kunjung datang. Athes yang baru selesai mandi pun dengan segera menghampiri Jay. Rambut basahnya masih meneteskan air, tanda dia menyelesaikan mandinya dengan tergesa-gesa. “Ada apa?” Tanya Athes yang berlari kecil. Conan yang tersungkur kesakitan berkata dengan lirih. “Ini sangat menyakitkan, sangat menyakitkan sekali,” seraya mencengkeram lengan Jay dengan begitu eratnya. Hingga merasakan sakitnya. “Bertahanlah sebentar. Aku akan membawa obat penenang,” ucap Athes seraya meninggalkan Conan bersama
“Tuan Jay... “ Conan yang terbangun dari tidurnya mencoba memanggil Jay. Namun tak ada seorang pun yang datang menghampirinya. Dengan kondisinya yang masih lemah dia mencoba meraih gelas yang berada di nakas samping tempat tidur. Namun karena kondisinya yang masih lemah itu tak sengaja Conan menjatuhkan gelasnya hingga pecah. “Ah,” Conan mencoba untuk turun dari ranjangnya. JAY dan Athes yang mendengar keributan di dalam kamar Conan pun segera berlari menuju kamar Conan. Saat Jay mendorong pintu, di saat itu dia melihat Conan yang sudah terduduk membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai kamarnya. Wajahnya pucat pasi, namun tetap memberikan senyuman yang hangat pada keduanya. Seraya berkata. “Maaf. Aku tidak sengaja menjatuhkannya.” Jay dengan segera mengangkat Conan untuk naik ke ranjangnya. Seraya berkata. “Apa yang tuan butuh kan? Biarkan aku atau Mr. Athes yang mengambilkannya.” “Aku sudah mencoba
Dua minggu kemudian Lukas telah keluar dari rumah sakit, Clarisa beserta Christian yang selalu menemaninya, dia begitu bahagia. Namun di satu sisi dia juga merasa sedih, karena ketiadaan putra sulungnya Conan. Lukas sangat senang kala mendengar Conan ingin kembali ke mansion nya. Namun di satu sisi juga dia takut. Takut akan kenyataan saat Clarisa mengetahui kondisi Conan yang sebenarnya. Dan kondisi mentalnya tidak kuat menerima kenyataannya. Lukas yang duduk di ranjang sedikit melamun. Dirinya ingin memberi tahu Clarisa namun dia juga tak ingin melukainya. “Ada apa?” sebuah suara yang menyadarkannya dari lamunan. Lukas sedikit terkejut namun dia berusaha untuk tenang kembali. Saat dia menatap Clarisa tiba-tiba saja dia menjadi bergairah kala melihat Clarisa memakai gaun tidur yang sangat seksi itu. Napas Lukas kini sedikit memburu. Sedangkan Clarisa dengan tampang tanpa dosa mengitari Lukas, dan sesekali menggodanya. Seraya b
Di hari ini Lukas bertekad untuk memberi tahu Clarisa tentang penyakit yang di derita oleh Conan. Walaupun sebenarnya dia tak kuasa kala ingin memberitahunya. Namun demi kebaikan semuanya dia harus memberanikan dirinya. Ada pergolakan dalam dirinya. Lukas membayangkan bagaimana dirinya saat pertama kali tahu Conan sakit. Itu sangatlah menyakitkan. Apalagi rasa sakit yang akan di rasakan oleh Clarisa nanti. Lukas menguatkan hatinya. Mencoba untuk tetap tenang kala mengatakan kebenaran pada Clarisa. “Lukas. Apa yang kau pikirkan?” ucap Clarisa, membuyarkan lamunan Lukas. Lukas segera tersadar, dan menatap nanar Clarisa yang berada di ambang pintu. Lukas berkata. “Kemarilah ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu,” ucapnya. Clarisa sedikit bingung, dengan heran di berjalan menghampiri Lukas yang berada di depan Jendela bergaya prancis itu. “Ada apa?” Tanya Clarisa yang sedikit kebingungan. “Apakah kau menya
Di dalam kamar masih dipenuhi isak tangis Clarisa. Lukas bahkan ikut menangis bersama Clarisa. Ingin sekali menghiburnya namun dirinya sama sekali tahu cara menghibur orang.Lukas hanya mengusap lembut puncak kepala Clarisa seraya berkata. “Semuanya akan baik-baik saja. Tenanglah,” ucapnya.Lukas berusaha menenangkannya dengan mengusap pelan serta lembut punggungnya seraya berkata. "Percayalah Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.”Clarisa hanya membenamkan wajahnya pada dada bidang milik Lukas.Setelah dirinya puas menangis kini dirinya dapat bersandar di tubuh Lukas.Dia bertanya dengan lirih. “Apakah kondisinya baik-baik saja?” ucapnya.Lukas menjawabnya. Suaranya begitu lembut kala bicara pada Clarisa. “Tentu saja dia baik. Dia bahkan memiliki seorang perawat pribadi,” ungkapnya.Clarisa sedikit memaksakan senyumannya seraya berkata. “Syukurlah jika Conan baik. Aku harap dia bi
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem