Clarisa pergi hanya membawa sedikit uang disakunya, dengan linglung dia, menaiki taksi menunju rumah Joana Lei.
Ting dong... ting dong...
Suara bell berbunyi, dengan berlinangan air mata Clarisa menekan bell apartement Joana.
Cekrek... suara pintu dibuka.
Dengan kaget Joana bertanya, "Clarisa apa yang terjadi denganmu?"
Clarisa hanya menangis sesegukkan, didepan pintu Apartemen Joana.
Joana mencoba menenangkan Clarisa, dengan lembut dia berkata, "Masuklah, kau pasti kedinginan!"
Joana Lei membawa masuk Clarisa, memberikan secangkir minuman hangat pada Clarisa, dengan lembut Joana kembali bertanya, "Apakah sesuatu telah terjadi?"
"Bicaralah padaku, mungkin aku bisa mengurangi bebanmu!"
Clarisa mencoba membuat dirinya tenang, setelah beberapa lama, akhirnya Clarisa mengeluarkan suaranya.
Dengan sedikit terisak dia bertanya, "Apa yang harus aku lakukan?"
Joana menjawab, "Apa maksudmu? J
Disisi lain, Lukas yang berada dikamarnya sedang merenungi kejadian hari ini, hari dimana dia mengungkapkan kebenaran pada Clarisa, wanita yang mampu menyentuh hatinya yang dingin. Lukas merasa begitu hampa kala Clarisa meninggalkannya, saat dia memalingkan pandangan nya pada Christian, Lukas merasakan sedikit kehangatan untuk sejenak. Lukas beranjak pergi menuju Bar miliknya yang berada di kawasan Elit, dengan cepat dia melajukan mobil Maserati hitamnya yang menambah kesan dingin. Setiba nya di sana, Lukas disambut oleh Raymond sahabatnya. Mereka pun memasuki ruang VVIP di sana sudah ada, Gerald, Yo Han, Marvel. “Yo... Saudara kita Lukas, bagaimana kabarmu?” Seru Marvel yang sedari tadi memperhatikan Lukas. Lukas tak mengatakan sepatah kata pun, dengan dingin dia melangkahkan kakinya ke dalam ruangan. Yo Han yang melihat Lukas pun memberanikan diri, dengan hati-hati dia bertanya, “Apakah terjadi sesuatu?” Lukas melirik Yo
Bab 58 Di tengah malam, Christian terbangun, dan mendapati dirinya tidur dikamar Lukas, terasa begitu sepi. Christian mencoba keluar kamar untuk mencari ayahnya Lukas, namun setelah berkeliling pun dia tidak menemukannya dimana pun. Akhirnya Christian menuju dapur, mencari apakah ada makanan di kulkas. “Aku sangat lapar.” Gunam Christian yang berada di dapur sendirian. Tiba-tiba sebuah suara terdengar, dan cukup mengagetkan dirinya. “Tuan kecil, Anda sedang apa?” Kepala pelayan bertanya dengan sedikit bingung. “Astaga... kau membuatku kaget.” Christian yang kaget pun berkata, “Akh aku, aku sedikit lapar sehingga aku mencari sedikit makanan di sini. Apakah aku tidak boleh berada di sini? Pada jam tengah malam seperti ini?” Kepala pelayan hanya tersenyum, dengan lembut dia berkata, “Seharusnya Anda tidak boleh berada di dapur pada jam ini.” “Karena tuan muda Lukas, menerapkan peraturan yang mana dia pulang l
“Clarisa, Apakah kau sudah bangun?” Joana, mencoba memanggil Clarisa yang berada di kamar.Clarisa yang mendengar, panggilan Joana pun, dengan perlahan dia mulai membuka matanya.Joana kembali, memanggil Clarisa, “Clarisa bangunlah, kau harus makan!”Clarisa perlahan bangkit dari tempat tidurnya, seraya berkata, "Iya, aku sudah bangun!”Joana berkata, “Cepatlah, makanannya akan dingin jika kau terlalu lama.”Clarisa berkata, "Aku, ke sana!”Clarisa yang selesai mencuci mukanya, mencari-cari ponsel nya.“Akh, celaka, aku meninggalkan ponselku di mansion Lukas.” Batin Clarisa.“Christian, pasti khawatir!”Clarisa berjalan keluar, seraya memanggil Joana, “Joana, dapatkah aku meminjam ponselmu sebentar?”Joana berkata, “Apakah kau meninggalkan ponselmu di tempat Lukas?”Clarisa menjawab, “Mmm, aku lupa meningga
Drrrtttt... drttt ponsel Lukas bergetar. Terdengar suara di seberang telepon begitu panik. “Halo presdir, di perusahaan terjadi sedikit masalah.” Lukas bertanya, “Apa yang terjadi?” “Ada sebuah virus, menyerang data Base perusahaan, dan itu seperti kanker.” “Setelah di hapus, akan ada lagi, dan lagi!” Ungkap seorang teknisi IT di perusahaan yang di naungi oleh Jian Group. Lukas sedikit berpikir, dia pun berkata, “Baiklah, aku akan melihat ke sana! Pertahankan pengamanannya.” “Baik presdir!” Lukas yang masih merasakan sakit di bagian perutnya, pun bersusah payah mengenakan pakaiannya. Dan di saat yang sama Dokter Anand masuk, untuk memeriksa keadaan Lukas. Dokter Anand bertanya, “Apa yang kau lakukan?” Lukas menjawabnya dengan enteng, “Aku akan pergi ke kantor, ada sedikit masalah di sana. Dokter Anand sedikit marah, dia berteriak pada Lukas di depan perawat, “YA! Kau sudah bosan hidup ya!”
Christian di turunkan di depan pintu masuk perusahaan, di sana dia menjadi pusat perhatian. Dalam batin Christian dia berkata, "Padahal aku sudah berusaha untuk tidak mencolok!” Semua karyawan yang berada di lobi, memandang Christian dengan takjub, walaupun tidak melihat wajahnya, semua orang tetap merasakan aura nya. “Bukankah anak itu tampan?” “Apakah dia salah satu Brand dari perusahaan ini?” “Wah, sepertinya dia sangat cocok untuk jadi model pakaian musim ini!” Tiba-tiba security menghampiri Christian, dia bertanya, “Hei, anak muda, apa uang kau lakukan di sini?” Christian dengan sopan menjawab, “Aku datang ke sini, karena ingin bertemu dengan ayahku!” Dalam batinnya security bertanya, “Siapa yang berani membawa anak, saat sedang bekerja?” Security kembali bertanya, “Siapa ayahmu? Ada keperluan apa? Sehingga kau datang menemuinya!” Dengan spontan Christian menjawabnya, “Karena aku akan pergi bermain
Christian di tarik oleh seorang dokter, dan perawat. Namun Christian menolak, bahkan dia memeluk kursi tunggu. “Tuan muda, Anda harus melanjutkan pemeriksaan lebih lanjut!” Ucap seorang dokter. “Aku ingin berada di sini!” “Aku ingin menemani ayahku!” Christian berteriak, wajah nya di penuhi air mata. “Tuan muda, jika kau bersikap seperti ini, akan menghambat pemeriksaannya.” Dokter kembali mengingatkan Christian. Perawat, dan dokter kembali saling menarik dengan Christian. Christian memohon dengan sangat, pada dokter, “Aku mohon izinkan aku berada di sini! Aku mohon!” Dokter dengan putus asa kembali membujuk Christian, “Tuan muda, bukankah jika ingin menunggu, kepalamu harus di obati terlebih dahulu!” Christian kembali berpikir sejenak, dia pun berkata, “Aku tidak ingin pergi, aku ingin bersama ayahku!” Darah segar pun kembali mengalir di kepala Christian, dokter, dan perawat sedikit panik. “Darah
Tut... tut... tut... panggilan pun tersambung. “Pak kepala, ada yang ingin bertemu dengan Anda, di bangsal IGD!” Di seberang telepon pun terdengar, “Siapa yang sedang mencariku?” kepala rumah sakit bertanya. “Orang yang ingin bertemu Anda, bernama Raven Jiang!” Ungkap perawat. Kepala rumah sakit sedikit kaget, seraya berkata, “APA!!!” “Tuan besar? Aku akan segera ke sana!” Sang perawat pun sedikit kaget, kala mendengar teriakan dari kepala rumah sakit. Dengan tergopoh-gopoh kepala rumah sakit bersama dokter yang lain, menuju bangsal IGD. Raven Jiang sedang duduk di samping ranjang, memperhatikan dokter jaga yang lain mengobati, dan kembali menjahit luka Christian. Raven berkata, “Hati-hati, jangan membuat cucuku kesakitan!” Dokter jaga hanya menganggukkan kepalanya. Christian yang menyadari ekspresi tegang dokter jaga pun, dengan tersenyum lembut dia berkata, “Tenanglah, jangan gugup! Perla
“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif!” Clarisa terus mencoba menghubungi nomor yang tadi menghubunginya, namun tetap tidak bisa. “Kenapa tidak bisa?” “Apa yang sebenarnya terjadi?” Clarisa terus menerus berbicara sendiri. Sopir taksi pun menjadi sedikit bingung melihat pelanggannya menangis. “Ayolah...!!!” Clarisa terus mencoba menghubungi nomor tadi. Jalanan sangat macet, bahkan mobil yang di tumpanginya tidak bergerak sama sekali. “Pak sopir, apa yang terjadi sekarang?” “Mengapa mobilnya tidak bergerak?” Clarisa bertanya dengan cemas. “Saya juga tidak tahu, nona!” “Sepertinya di depan sana, terjadi kecelakaan!” Ungkap sang sopir. Clarisa semakin khawatir. “Ini terlalu lama! Jika aku menunggu di sini!” “Bagaimana jika aku tak sempat menemui Lukas?” dirinya semakin tak terkendali. Pikiran-pikiran negatif pun bersarang di kepalanya. Jarak antara tempat nya berad
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem