Waktu sudah menunjukkan pukul 16:00 sore, Setelah puas berada di taman belakang Conan bersama dengan Lukas kembali masuk ke dalam Mansion. Di ruang tamu telah berada Clarisa yang tengah berbaring di atas sofa sedangkan Christian baru saja turun bersama dengan Athes.
“Ibu,” Conan menyapanya. Clarisa tersenyum penuh kebahagiaan saat Conan dalam pandangannya.
“Apa sudah bermainnya?” Clarisa bertanya seraya mengusap punggung tangan Conan.
“Eng.” Conan menganggukkan kepalanya. Lalu dia mengalihkan pandangannya pada Christian yang baru saja datang ke ruang tamu.
“Apa masih mengantuk?” Conan menghampiri Christian lalu membawanya duduk di sampingnya. Christian menganggukkan kepalanya, tubuhnya kembali terbaring di atas sofa.
Conan melirik ke arah tas belanja miliknya. Lalu dia meminta Athes untuk membawakan barang-barang yang ada di sudut lain ruang tamu.
“Mr. Athes, tolong bawakan ba
Langit malam tampak cerah, dihiasi oleh jutaan bintang serta cahaya bulan yang meneranginya begitu indah kala memandangnya. Lukas bersama Gerald duduk di bawah sorot lampu balkon ruang kerja milik Lukas, keduanya menikmati malam ini dengan sedikit minum anggur. Selagi para wanita bersama anak-anak bersama mereka berdua pun tak ingin kalah. “Bagaimana dengan hubungan Kalian? Apakah ada keinginan untuk menikah di antara Kalian berdua?” Lukas kembali menyesap kembali anggur yang ada di gelasnya. Gerald menatap langit malam sejenak lalu menundukkan kembali kepalanya, lalu berkata. “Entahlah, aku pun belum tahu. Aku takut jika nanti aku belum bisa melupakan mendiang Istriku.” “Aku juga tidak ingin menyakitinya bahwa aku masih mencintai mendiang Istriku.” Gerald tersenyum pahit, sembari menggoyang-goyang gelas di tangannya. Lukas bukanlah tipe orang yang bisa menghibur, maka dari itu ia tidak bisa berkata lebih banyak di depan Gerald. Dia hanya akan
Sebuah mobil membelah gelapnya jalanan di malam hari. Gerald memberhentikan mobilnya di sebuah vila yang berada di pesisir pantai. Ia keluar dari mobil, berjalan pelan menyusuri pantai panjang dengan pasir putih. Debur ombak pantai terdengar berirama Gerald berdiri di tempatnya pandangannya tertuju ke arah laut. Dalam bayangannya tampak seorang wanita dan seorang anak perempuan sedang berlari di kejar oleh seorang pria, itu adalah bayangan Gerald sendiri beberapa waktu silam kenangan manis itu masih membekas dalam ingatannya. Gerald duduk di atas pasir, tangannya meraih pasir lalu menjatuhkannya kembali, sekilas ia teringat akan senyuman hangat dari Joana, akan tetapi sedetik kemudian ia tidak bisa melepaskan kesedihannya. Ia seakan terjerat masa lalunya, dadanya sesak membayangkan kepergian mendiang Istrinya. Ia menjatuhkan tubuhnya menatap langit yang dipenuhi oleh banyak bintang, malam yang sunyi itu diterangi oleh sinar bulan yang sangat indah dan menakjubka
Jiwa Yo Han masih terguncang atas pernyataan yang dilontarkan oleh Nari, bahwa dia kehilangan hak istimewanya untuk menjadi seorang ibu itu kandas bersama dengan calon anak miliknya. Rasa bersalah semakin besar di hatinya, dadanya terasa sesak saat memikirkannya, ia memukul-mukul dadanya berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri. Namun hatinya merasakan sakit yang teramat pedih setelah kehilangan anak, dia juga kehilangan wanita yang sangat dicintainya. Yo han menampar dirinya sendiri.“Yo Han sadarkan dirimu! Jika kau mencintainya dengan tulus kau tidak akan keberatan tentang ia tidak bisa memiliki anak. Kamu seharusnya mengejarnya.” Yo Han seakan mendengar bisikan di telinganya. Seketika Yo Han bangkit dari duduknya. Berusaha mengejar Nari yang sudah pergi sedari tadi. Marvel mengantarkan Nari kembali ke apartemennya. Di sepanjang perjalanan Nari tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Nari memejamkan kedua matanya sesekal
Di dalam perjalanan, Yo Han mengemudi dengan kecepatan yang cukup tinggi ia berusaha untuk mengejar wanitanya. Berharap ia mau menghabiskan hidupnya bersamanya, ia yang sudah membulatkan tekadnya untuk menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Walau awalnya dia terkejut namun Yo Han tak ingin menyerah begitu saja. Pikirannya sudah melayang ke mana-mana, ia takut jika dirinya akan kehilangan lagi wanita yang sangat berarti untuknya. Saat Yo Han melewati persimpangan, tiba-tiba sebuah truk melintas menerobos lampu merah, Yo Han yang berada di dalam mobil menatap ke arah truk yang datang. Lalu mengalihkan pandangannya pada sisi Kanannya, siswa-siswi taman kanak itu tengah berada di dalam mini bus, jika ia menghindar otomatis akan banyak korban berjatuhan. Yo Han menguatkan hatinya dia mengerem di tengah jalan bersiap menerima hantaman yang akan mengguncang dirinya. Di dalam pikirannya hanya ada Seo Nari. “Nari, maafkan aku.” “
Di sudut ruangan tampak seorang wanita muda tengah menatap ke arah luar jendela. tatapannya yang terlihat kosong justru tengah berdialog dengan rintik hujan yang mulai menderas. Sesekali bibirnya tersenyum pahit. Entah apa yang coba dia kisahkan pada ribuan rintik itu. Yang pasti, dia tidak dalam kondisi hati yang baik. “Nari,” seketika wanita yang berdiri di sudut itu berbalik menatap pada seorang pria yang memanggilnya dari arah belakang. Nari tampak sangat rapuh, tatapannya begitu pilu, manik yang indah itu tenggelam dalam air mata tanpa bisa mengeluarkannya. “Ada apa?” Nari menjawabnya dengan nada suara yang terdengar dingin. Seo Joon menghela napasnya dengan berat hati ia berkata. “Nari, apa kau ingin pergi ke rumah sakit?” mendengar suara Seo Joon Nari menatap ke arahnya. Nari segera beranjak dari tempatnya, ia memegang tangan Seo Joon dengan penuh harap mendapat kabar baik tentang Yo Han. Namun Seo Joon menggelengkan kepalanya.
“Aku akan pulang lebih dulu, jika terjadi sesuatu aku harap kalian menghubungiku.” Setelah berpamitan Lukas beranjak pergi dari rumah sakit. Hari yang cerah telah berganti dengan gelapnya malam. Lukas yang berada di dalam mobil berpapasan dengan mobil yang dikendarai oleh Seo Joon dan juga Nari, mobil yang dikendarai mereka menuju ke arah rumah sakit. Sedangkan mobil yang membawa Lukas menuju ke mansion nya. Saat melewati sebuah toko kue tiba-tiba Lukas meminta Jay untuk menghentikan mobilnya.“Jay,” walau suaranya pelan, Jay dapat mendengar dan mengerti tentang isyarat darinya. Ia pun menepikan mobilnya di area parkir sebuah toko kue. Jay menatap ke etalase kue di sana terpajang kue kesukaan anak-anak.“Jay, tolong kau belikan kue kesukaan anak-anak. Aku akan menunggu di sini.” Lukas menyerahkan kartu Hitamnya pada Jay untuk membayar kue yang akan dibelinya.Jay meraih kartunya lalu beranjak keluar dari d
Conan telah berangsur stabil, raut wajahnya tak sepucat tadi. Conan perlahan membuka matanya. Yang terlihat pertama kali adalah kepala Ibunya yang menunduk seraya memegang salah satu tangannya.“Ibu,” suaranya terdengar begitu lemah. Clarisa yang mendengarnya segera mengangkat dagunya ke atas sehingga dia bisa melihat Conan yang sudah mengulas senyum untuknya.“Sayang, bagaimana keadaanmu? Bagian mana yang sakit?” Clarisa bertanya dengan cemas.“Aku tidak apa-apa Bu, maaf karena membuat semua orang khawatir.” Ia mengedarkan pandangannya. Semua orang tampak cemas dan berkumpul di sekitarnya.“Christ, kemarilah.” Conan menyadari Adiknya yang sudah berlinang air mata. Ia tersenyum lembut padanya. Christian menghampiri Conan yang terbaring di sofa. Christian yang terisak membuat semua orang sedih.“Maaf Christ, sudah membuatmu terkejut. Aku tidak akan meninggalkanmu begitu cepat.”
Tok tok terdengar suara pintu di ketuk. “Ayah, apa aku boleh masuk?” suara khas anak-anak itu terdengar dari balik pintu. “Masuklah.” Lukas mempersilakannya untuk masuk ke dalam. Sesaat kemudian Christian masuk. Ia melihat Lukas tengah bergelut dengan pekerjaannya. “Ayah,” suaranya kembali menggema di seisi ruangan. “Ada apa?” Lukas menghentikan aktivitasnya, lalu menatap ke arah Christian yang berjalan masuk. Christian berdiri di hadapan Lukas mereka hanya terpisah oleh meja yang menghalangi keduanya. “Ayah, bolehkah aku bersamamu?” Christian meminta waktu untuk berdua. Lukas menatapnya lekat. “Mendekatlah.” Lukas melebarkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan Putra keduanya. Christian dengan senang hati dia berhambur ke dalam pelukannya. “Tidak biasanya kau manja seperti ini?” Lukas mengusap lembut punggung kecilnya. “Aku? Hanya saja aku ingin lebih lama menghabiskan waktuku dengan Ayah. Karena sejak dulu
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem