"aduduh... Sakit, pelan pelan tante".
"Lagian siapa suruh pake acara berantem segala"."Maaf tan.. abis aku kebawa emosi tadi". Ruben mengelus bekas luka dan memar akibat perkelahiannya dengan valdo.Setelah sampai di rumah sepulang sekolah, alangkah terkejutnya tante mayang melihat keponakannya dengan kondisi sudut bibir yang sudah memar. Semenjak di bangku SMP, ruben memang di asuh oleh paman dan bibinya.Tante mayang adalah adik dari ibunya ruben. Kebetulan mayang dan suaminya tidak memiliki anak, sehingga semenjak ibunya ruben tidak bisa merawatnya di karenakan kondisi yang tidak memungkinkan. Mereka berdua berinisiatif untuk mengasuh ruben seperti anak mereka sendiri.Walau berstatus keponakan, tapi tante mayang dan suaminya sangat menyayangi ruben seperti anak kandung sendiri. Selama ini ruben selalu menunjukkan sikap ramah dan penurut. Oleh karena itu alangkah terkejutnya mayang melihat kondisi ruben yang babak belur seperti habis berkelahi. Padahal tPagi ini seorang gadis masih terbaring di tempat tidurnya yang nyaman. Dengan memakai selimut menutupi tubuh hingga hanya menyisakan bagian kepala. Begitu lelapnya seakan tidak ada beban di dalam hidupnya. Semakin lama alarm berdering, makin membuat anak manusia itu menarik selimut menutupi telinga semata mata untuk memperpanjang masa tidurnya yang telah terganggu.Tok... Tok... Tok..."May... Maya... Bangun. Udah jam berapa ni. Nanti kamu telat ke sekolah". Rutinitas ibunya maya membangunkan anak gadisnya setiap hari. Walau alarm tetap di pasang setiap hari namun hal itu percuma. Tidak akan berpengaruh kepada gendang telinga maya yang sudah kebal akan teriakan alarm itu.Berbeda jika yang membangunkan adalah ibunya. Maya pasti akan langsung menyegarkan matanya walau dengan terpaksa. Pernah suatu ketika maya malas untuk bangun, tapi apa yang di dapat adalah segarnya guyuran air. Tentu maya tidak ingin kejadian itu terulang kembali kan."Iya ma... Aku bangun". May
"Em... Gimana kalau kita langsung masuk aja ke kelas?". Ajak amara ke ruben untuk mengalihkan pertanyaan yang yang di tujukan untuk dirinya.Ruben tersenyum tanpa menjawab ajakan amara. Mereka berdua berjalan masuk menuju kelas. Kejadian itu ternyata di lihat oleh sosok lelaki yang dari tadi sudah memperhatikan interaksi antara amara dan ruben."Ngomong ngomong, gimana muka kamu? Masih sakit nggak?". Tanya amara disela langkah kakinya beriringan dengan ruben."Udah nggak apa apa. Lo khawatir sama gue?". Jika dilihat memang masih ada bekas memar di wajah tampannya."Iyalah, kamu nggak tahu aja gimana perasaan saya liat kalian berkelahi tempo hari. Memang apa sih yang bikin kalian ribut?"."Karena lo". Jawab ruben dengan cepat. Memang benar jika alasan valdo dan ruben berkelahi tempo hari memang karena dirinya.Amara segera menghentikan langkahnya, terkejut dengan apa yang ia dengar barusan. Ternyata apa yang ia pikirkan terjadi.Amara bertekad jika
Cintauntuk bisa menyadarinya memang hanya butuh waktu sepersekian detik. Namun untuk melupakan butuh waktu yang tak bisa di pastikan kapan rasa itu akan hilang.Semilir angin berhembus membuat sepasang manusia yang sedang duduk di bibir pantai sejenak melupakan beban yang selama ini mereka rasakan. Meninggalkan kewajiban untuk menikmati waktu singkat untuk memanjakan jiwa raga atas kepenatan yang dirasakan selama ini.Tak terasa matahari sudah mulai tergelincir di ufuk barat. Kebersamaan singkat yang membuat waktu berjalan begitu cepat."Ngomong ngomong lo nggak ngabarin ayah lo kalau sekarang kita jalan? Gue takut ayah lo nanti nyariin?". Tanya valdo. Lelaki itu ingat jika saat mereka berangkat, amara belum mengabarkan kepergiannya kepada ayahnya."Nggak. Dia juga lagi nggak di rumah"."Kalau gue perhatiin kayaknya ayah lo nggak pernah ada di rumah ya?".Glek...Oh iya. Amara melupakan kenyataan bahwa bisa saja ada yang curiga kenapa ayahn
"pagi ben. Kemarin kamu ke rumah ya? Maaf ponsel saya kehabisan daya. Jadi nggak tahu kalau kamu datang". Amara baru datang di kelas sedangkan ruben sudah terlebih dulu sudah duduk di bangkunya."Iya, nggak apa apa". Jawab ruben dengan wajah datar.Amara mengernyitkan alisnya, ruben terlihat cuek pagi ini. Biasanya anak itu tidak pernah terlihat datar jika di depan amara."Kamu marah?". Tanya amara langsung ke intinya."Nggak kok. Lo tenang aja".Amara tidak melanjutkan lagi kata katanya. Ia hanya memajukan sedikit bibirnya sehingga terlihat seperti mulut bebek.Dari awal masuk sampai jam istirahat, amara merasakan jika sikap ruben hari ini sungguh berbeda. Tidak biasanya lelaki itu begitu cuek terhadapnya.Sedangkan saat amara melihat valdo, lelaki itu terlihat sering tersenyum. Entah apa yang membuatnya senang. Apa mungkin ia mengira jika saingan cintanya telah menyerah sehingga ia dapat dengan leluasa mendekati amara.Mengingat hal itu, ama
sebuah mobil sedang melaju melintas di tengah teriknya matahari. Siang ini maya lagi lagi dijemput oleh andri kakak satu satunya. Jika ingin jujur, maya tidak ingin dirinya di antar jemput begini. Seperti anak manja yang tidak berani untuk melakukan perjalanan sendirian.Melihat ke arah luar jendela mobil, ia memikirkan penyebab kakaknya tiba tiba perhatian dengan sering mengantar jemput dirinya."Kak, sebenarnya kakak nggak perlu antar jemput aku gini"."Loh, kenapa?". Sesekali andri melihat cepat ke arah maya sambil tetap berkonsentrasi dengan kegiatannya mengendarai kendaraan roda empat itu."Nggak sih. Mm... emang kakak nggak capek?"."Nggak". Jawab singkat andri.Maya terus memikirkan cara agar kakaknya berhenti mengantar jemput dirinya. Bukannya apa, karena kakaknya yang terus datang ke sekolah maya jadi tidak bisa jalan dengan para gebetannya.Jika dulu memang maya ingin sekali diperhatikan oleh kakaknya, namun kenapa baru sekarang kakaknya
Setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya, akhirnya andri telah terbebas dari kewajibannya. Nasib seorang karyawan memang begitu. Setinggi tingginya jabatan yang diduduki, tetap saja statusnya adalah karyawan.Entah kenapa saat ini lelaki itu ingin sekali makan makanan jepang. Ia ingat ada tempat yang terkenal dengan kelezatannya. Makan ebi katsu dan daging teriyaki sepertinya enak.Setelah meninggalkan kantornya, ia menyalahkan mobil dan bergegas pergi ke cafe ala jepang itu. Ia merasa saat ini isi perutnya sedang mengadakan demo besar besaran, minta untuk segera diisi dengan makanan.Setelah sampai, ia langsung bernapas lega melihat pengunjung hari itu tidak terlalu ramai. Pasalnya tempat itu terkenal dengan pengunjungnya yang selalu penuh sesak. Apalagi di jam makan seperti saat ini.Namun, ia merasa miris ketika melihat pengunjung malam itu rata rata adalah pasangan muda mudi yang pasti sedang berkencan. Ah, jomblo akut seperti dirinya memang bisa apa. Se
Seorang pemuda terlihat sangat mencurigakan. Ia berjalan sendirian ke arah taman sekolah yang kebetulan pagi itu dalam keadaan sepi. Tiap ia melewati tikungan, selalu saja ia melihat keadaan. Memastikan jika tidak ada yang mengikuti langkahnya.Hal itu menarik perhatian amara yang kebetulan sedang berjalan di koridor sekolah. Awalnya amara izin untuk pergi ke toilet di tengah jam pelajaran berlangsung. Namun, di tengah langkahnya amara melihat gerak gerik seseorang yang menurutnya sangat mencurigakan.Melihat tingkah laku pemuda itu, amara memicingkan matanya curiga. "Pemuda itu terlihat mencurigakan sekali". Lirih amara.Gadis itu memutuskan untuk mengikuti kemana tujuan pemuda itu. Apakah kali ini gadis itu bisa menangkap pelaku sebenarnya. Semoga saja begitu. Amara berusaha agar tidak menarik perhatian sekaligus tidak terlihat oleh pemuda itu.Amara sekilas memang pernah melihat sosok pemuda itu. Kalau tidak salah saat ini ia duduk di bangku kelas XI. Namun te
Setelah keluar dari ruang interogasi, wahyu segera memerintahkan anak buahnya untuk tetap menahan pemuda itu. Mungkin saja ia masih bisa menemukan petunjuk dengan menginterogasi ulang nanti.Ia tidak tenang mengetahui keadaan sahabatnya yang saat ini berada dalam bahaya, akhirnya wahyu memutuskan untuk segera menghubungi amara.Namun sial, nomor yang dituju tidak aktif. Jika wahyu langsung kesana khawatir justru akan memancing kecurigaan terhadap penyamaran amara."Apa nanti malam saja saya ke rumahnya ya". Wahyu berpikir semakin cepat amara mengetahui info ini makin baik. Agar sahabatnya semakin waspada.***"Sudah saya bilang, saya nggak apa apa". Amara cemberut setelah tangan valdo lagi lagi memegang dahinya."Tapi badan kamu agak demam"."Sudah saya bilang, cukup istirahat sebentar juga nanti sembuh"."Gue nggak mau tahu. Lo harus pulang sama gue"."Tapi...""Dan nggak ada bantahan". Entah kenapa tatapan tajam valdo membuat amara
“jangan melihatku kayak gitu” valdo merasa kurang nyaman karena terus ditatap oleh amara. Berjalan menuruni anak tangga di Gedung SMA Cahaya Hati dengan valdo berada di depan sedangkan amara hanya mengekori. Entah apa alasannya, yang jelas amara memilih untuk berjalan di belakang valdo. Mereka berdua hendak keluar dari tempat itu sedangkan wahyu tetap berada di atas untuk membantu tim forensik sekaligus mengamankan TKP. “terima kasih” akhirnya amara berani mengeluarkan kata kata yang sedari tadi bermain di kepala namun tak berani ia utarakan. “terima kasih untuk apa?” valdo bertanya. “karena kamu sudah membantu saya” jawab amara. “walau dengan cara yang tidak terduga sama sekali” lanjutnya dengan suara pelan. Valdo menghentikan langkahnya membuat amara tak sengaja menabrak tubuh bagian belakang kekasihnya. Kebetulan mereka sudah berada di koridor sekolah sehingga tak ada yang membahayakan saat amara menabrak tubuhnya. “aduh, kenapa tiba tiba kamu berhenti?” amara mengusap dahinya
“diam” gumam amara sehingga ruben perlu bertanya kembali apa yang gadis itu ucapkan.“saya bilang diaaamm” amara berteriak lalu dengan cepat menyerang kedua orang lelaki yang ternyata adalah anak buah ruben atau killian.Ruben terkejut melihat kedua anak buahnya dilumpuhkan dengan mudah. Ia tahu jika kedua lelaki itu tak kuasa menahan gerakan amara yang lincah dan mematikan. Ia berpikir jika dalam waktu dekat amara pasti langsung menghajar dirinya juga.Ruben pun keluar, berlari ke arah tangga. Menaiki banyaknya anak tangga menuju atas Gedung sekolah tersebut. Benar saja, belum lama ruben berlari, amara telah bisa melumpuhkan seluruh anak buahnya.“cepat, keluar dari sini” amara memerintahkan seluruh siswa untuk segera meninggalkan Gedung sekolah.Merasa situasi sudah aman, semua siswa pun berduyun duyun berlari keluar mengikuti perintah amara. Tak sedikit yang mengucapkan terima kasih karena telah membebaskan mereka semua.Amara berlari mengikuti ruben. Ia yakin ruben menuju atap Ged
amara berlari secepat mungkin menuju sumber suara minta tolong dari para siswa. melihat dari lokasinya, ia yakin jika kelasnya lah yang menjadi sasaran penyerangan. namun langkahnya terhalangi ketika banyak siswa dari kelas lain yang berhamburan untuk segera keluar dari gedung sekolah."silv, ngapain lo kesana?! cepat ikut keluar, disana berbahaya. kita harus menyelamatan diri" ujar maya langsung menarik pergelangan tangannya ketika melihat sahabatnya hendak menerobos masuk melawan arus kerumunan para siswa."apa yang terjadi di dalam?" amara balik bertanya."kelas lo. kelas lo diserang sama orang orang bersenjata. pokoknya cepet lo ikut keluar biar nggak dijadikan sandera juga sama mereka" maya terus menarik tangan sahabatnya namun posisi amara masih tak bergeming.sambil mengepalkan tangannya, amara melampiaskan rasa marahnya. apakah pelakunya merupakan sisa gerombolan tersangka pengrusakan? rasanya masih mengganjal karena pimpinan mereka telah tiada."saya harus masuk. kamu tetap d
tindakan yang harus diambil saat ada tersangka yang melawan saat penangkapan benar benar telah amara lakukan. terutama dalam keadaan genting seperti tadi, dimana valdo sempat menodongkan senjata ke arahnya. apalagi senjata yang dipegang merupakan pistol milik amara yang pernah hilang.suara deburan ombak dan hembusan angin laut yang menghujam tubuh menemani kesedihan yang amara rasakan. dikala kedua tangannya masih memeluk tubuh tak bergerak yang penuh dengan darah akibat luka tembak yang tepat mengenai jantungnya.rasa kehilangan menyelimuti gadis itu hingga udara dingin yang menusuk sampai ke tulang sampai tak terasa sama sekali."AMARA..." panggil seseorang dari kejauhan.seorang lelaki yang sengaja menyusul sedang berlari mendekat ke arah amara dan valdo. dengan menahan rasa sakit di lengan yang telah diperban, wahyu sangat terkejut dengan pemandangan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. amara sama sekali tak menjawab panggilannya, sedari tadi ia hanya memeluk dalam diam.
baik amara maupun valdo sama sama terkejut dengan pertemuan tak terduga saat ini. tak terbayangkan jika hanya dengan bertatapan langsung bisa membongkar semua hal yang selama ini disembunyikan.dengan begini, identitas amara sebagai polisi juga langsung ketahuan oleh valdo. begitupun sebaliknya, amara tahu siapa lelaki yang dipanggil 'bos' oleh para tersangka yang berhasil mereka lumpuhkan lebih dulu.tiba tiba semua konsentrasi pun pecah, amara tak tahu harus bersikap seperti apa menghadapi situasi seperti ini. hal ini dimanfaatkan oleh valdo untuk membalikkan keadaan yang tadinya amara berada di atas tubuhnya, kini pemuda itu dengan cepat mendorongnya sehingga amara terhuyung ke belakang.valdo mengunci gerakan amara dengan cara menggenggam erat kedua tangan gadis itu. "biar aku jelaskan" valdo berkata dengan tatapan tak terbaca."jelaskan apa!? buktinya sudah sangat jelas kalau kamu pimpinan mereka" amara langsung menyimpulkan begitu karena tidak ada orang lain di tempat itu selain
"kamu sudah datang" wahyu baru saja ingin masuk ke ruangan AKP Budi saat melihat kedatangan amara yang masih memakai seragam sekolahnya."iya. bagaimana situasinya?" tanya amara cepat."kita masuk dulu" akhirnya amara dan wahyu masuk bersama ke dalam ruangan yang telah ada beberapa rekan mereka."akhirnya kalian tiba. ada pergerakan yang dicurigai sebagai gerombolan para pengrusak. lokasinya di perumahan yang telah lama terbengkalai. malam ini bergeraklah kesana dan tangkap para pelaku teror itu" perintah dari atasannya dijawab serempak oleh semua anggota tim."siap.""saya akan kembali dulu ke rumah untuk mengganti pakaian dan mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk operasi malam ini" amara berkata kepada wahyu setelah mereka semua keluar dari ruangan atasannya."aku juga akan kembali dulu" wahyu terlihat memikirkan sesuatu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berbicara lagi. "apa kamu yakin akan ikut penangkapan malam ini?"."memangnya kenapa?" amara mengerutkan keningnya."entahla
"target kita kali ini berubah" seperti biasa, killian menghubungi anak buahnya melalui sambungan telepon dengan nomor yang selalu berbeda."jadi, tempat apa yang akan kita serang selanjutnya bos?" tanya pria berbadan besar itu."target kita selanjutnya adalah SMA Cahaya Hati. tapi kapan waktunya, tunggu kabar dari saya dulu" salah satu sudut bibir killian terangkat membentuk sebuah seringai yang mengandung arti tak baik.lelaki bertubuh besar itupun mengerutkan keningnya. apa telinganya tak salah mendengar perihal perubahan target penyerangan kali ini. "ma... maksudnya kita akan menyerang sekolah bos?.""iya. kenapa?" tanya killian dengan nada datar."bukannya itu sekolah bos sendiri? kenapa..." tiba tiba kalimatnya terputus karena langsung dipotong oleh killian."bukan urusan lo. tugas kalian cuma jalanin semua yang saya perintahkan.""baik bos. kami tunggu kabar selanjutnya" panggilan pun terputus.beberapa hari sudah amara terus memperhatikan gerak gerik kekasihnya. tak ada yang an
amara membaca selembar kertas yang sengaja ditinggalkan oleh valdo saat ia bertamu ke rumahnya. sebelum pulang, pemuda itu sempat memberinya sepucuk surat."ini ungkapan isi hatiku. kamu tahu aku bukan orang yang bisa menyampaikan dengan kata kata. jadi aku memutuskan untuk menulisnya agar kamu tahu bagaimana perasaanku padamu" pesan yang valdo tinggalkan sesaat sebelum lelaki itu mengendarai motornya.saat membacanya, amara merasa sangat tersentuh karena ia bisa merasakan ketulusan yang valdo katakan walau bukan keluar langsung dari mulutnya. kata demi kata ia resapi ke dalam sanubari, tak ada satupun yang terlewat.tak terasa setetes air mata jauh membasahi pipi ranumnya, sebegitu tuluskan perasaan yang valdo miliki untuknya. sekejap amara merasakan perasaan bersalah yang teramat sangat karena telah membohongi kekasihnya selama ini.amara memeluk erat surat tersebut. dalam hatinya, ia berjanji setelah kasus yang ditanganinya selesai, amara akan langsung memberitahukan semua rahasia
"silv, pulang sekolah aku main ke rumah kamu ya" pinta valdo saat jam istirahat tengah berjalan.suasana riuh menyelimuti seluruh ruangan di sekolah tak terkecuali dengan taman tempat valdo dan amara tengah duduk. ya, sesaat bel istirahat berbunyi, valdo mengajak kekasihnya untuk ke taman sekolah tempat ia biasanya duduk seorang diri."boleh" tanpa curiga sedikitpun amara mempersilahkan valdo untuk berkunjung ke rumahnya.'seperti ada yang berbeda dengannya. tapi kenapa ya?' amara memang merasa semenjak hari ini ada yang berbeda dengan pemuda itu. padahal kemarin masih tidak menunjukkan gejala apapun. seperti ada yang tengah dipikirkan oleh valdo tapi ia belum tahu apa."gue cari kemana mana nggak tahunya kalian ada di sini" tiba tiba ruben datang menghampiri mereka berdua di taman.kompak amara dan valdo saling mengerutkan keningnya. saling bertatapan mencari tahu kenapa ruben tiba tiba mencari mereka berdua."nggak harus ada alasan buat nyari kalian kan. gue udah