Jadi ini semua sebenarnya tentang apa sih, Oma?” tanya Gery dengan nada tak sabar lagi. Daripada terus membuang waktu dengan berbelit-belit, Gery lebih suka segera membahas hal pentingnya dan memutuskannya sekarang juga.Nyonya Daphne yang akhirnya juga terpancing emosi pun berkata lugas,“Karena itulah Oma sekarang maunya kamu itu dekat dengan Eve, mencoba menjalin hubungan berdua. Oma kira kalian berdua ini bisa jadi pasangan yang serasi dan—““Oma!” sergahan keras dari Gery akhirnya membuat suasana mendadak hening.Eve yang juga tadinya tengah menyuapkan makanan pembuka sampai tersedak dan sedikit terbatuk karena terkejut mendengar perkataan Nyonya Daphne yang terang-terangan itu. Tentu saja ia jadi malu karena dirinya seolah langsung disodorkan kepada Gery seperti itu. Terlebih setelah mendengar tentang protes keras Gery. Memalukan sekali!“Uhuk! Tolong, apakah di sini ada yang ingin meminta pendapatku dulu?” Akhirnya Eve tak bisa tidak menginterupsi perdebatan yang sedang berlang
Sofia menatap deretan nomor itu. Dia menekan salah satu nomor yang tidak lain adalah nomor Dr. Dean yang merupakan dokter pribadi keluarga Foster. Dia menunggu beberapa lama sampai dokter itu mengangkat telepon dari seberang sana. Terdengar suara yang tidak terlalu jelas, namun dia membuka percakapan lebih dahulu."Halo, aku ingin menawarkan kerjasama," ucap Sofia tanpa basa-basi sama sekali karena merasa tidak mau membuang banyak waktu."Kerjasama?" tanya Dr. Dean, mau tidak mau merasa tertarik dan juga merasa penasaran.Sofia duduk di kursinya, dia berpikir sejenak bagaimana merangkai kalimat untuk menjelaskan semua ini agar Dean bisa memahaminya secepat mungkin. Dia duduk di kursi dan menengadahkan kepala."Ya, ini perintah langsung dari Nyonya Daphne. Saya berpikir bahwa saya ingin menggunakan keadaannya untuk mengelabui Pak Gery." Sofia berbicara dengan suara yang pelan, namun tetap saja terdengar keras di ruangan itu.Dr. Dean mengerutkan kening dan merasa tidak mengerti. Dia me
“Semua sudah beres, Nyonya. Anda kalau sudah siap juga bisa langsung berangkat ke rumah sakit. Semua telah disiapkan oleh Dr. Dean di sana dan pelayan di rumah ini pun sudah saya koordinir semua,” lapor Sofia sambil menyeduhkan teh hangat aromaterapi di cangkir sang Nyonya. “Kalau begitu kita bisa berangkat sebentar lagi usai sarapan, ya.” Nyonya Daphne tersenyum. “Astaga, aku jadi harus akting setelah ini, semoga saja naluri main dramaku masih bisa diandalkan, Sofia,” lanjut Nyonya Daphne yang dibalas senyuman oleh Sofia. “Saya yakin sekali Nyonya akan bisa mengatasi semuanya.” Sofia kemudian beranjak untuk menyuruh salah satu pelayan mengemasi beberapa pakaian untuk menginap di rumah sakit bagi Nyonya Daphne selama tiga hari beserta juga perlengkapan pribadi beliau sementara Nyonya Daphne pergi ke bawah untuk menikmati sarapannya. Usai sarapan barulah mereka berangkat ke rumah sakit St. Pedro di mana Dr. Dean berpraktek. Dr. Dean di sana telah meminta izin kepada pihak rumah ska
Eve tak bisa konsentrasi bekerja selepas meeting tadi. Ia kepikiran oleh kondisi Nyonya Daphne. Wanita tua nan baik hati itu sudah banyak berjasa untuknya dan ia merasa cukup dekat dengan beliau hingga kecemasan juga menghinggapi hatinya.Ingin menelepon Gery dan bertanya kabar terbaru Nyonya Daphne pun ia segan. Untunglah pada jam makan siang Gery sendiri yang menelepon dan menanyakan perkembangan di kantor. Kesempatan itu ia pakai untuk menanyakan kondisi Nyonya Daphne.“Dokter bilang tekanan dan tingkat stres yang dialami Oma membuatnya daya tahannya menurun. Tekanan darah dan jantungnya melemah hingga harus dipantau dulu selama beberapa waktu. Dia juga bilang Oma tidak boleh banyak pikiran agar cepat pulih,” jawab Gery dengan nada sangat sedih. Belum pernah Eve mendengar suara Gery sesendu itu sebelumnya. Pria yang biasanya kasar dan kaku terhadapnya itu kini tengah diliputi kecemasan dan muram akan kondisi nenek kesayangannya.Hati Eve bergetar mendengarnya. Seketika rasa simpati
Kaki Eve bergerak-gerak gelisah selagi menyelesaikan pekerjaan di depan layar komputer. Berkali-kali matanya melirik ke arah arloji yang melingkar di tangannya dengan jantung berdebar-debar.Entah apa yang membuatnya gugup sampai seperti itu, Eve menggeleng berkali-kali untuk memfokuskan pikirannya pada layar komputer. Setelah pekerjaan selesai, tanpa menunggu apapun lagi Eve langsung mematikan layar komputer dan merapikan mejanya.Tergesa-gesa, Eve memasukkan barang-barang secara sembarangan ke dalam tas. Ia harus sampai ke rumah sakit secepat mungkin. Eve tak ingin membuat Gary menunggu terlalu lama.Namun sebelum benar-benar beranjak dari kursi, Eve membuka tasnya lagi dan merogoh sebuah benda persegi berwarna hitam mengkilap, dengan cermin di sisi atas dan sebuah palet berwarna peach di sisi satunya. Eve menyapu pipinya dengan brush agar wajahnya tak tampak pucat setelah seharian bekerja.“Apa aku harus menambah perona bibirku?” batin Eve seraya menatap bayangannya di cermin. Tung
Lidah Eve sudah tidak sepahit beberapa jam yang lalu. Jadi bekal makan siangnya bisa habis tanpa perlu khawatir ibunya akan marah. Mungkin karena Eve sudah melihat kondisi Nyonya Daphne yang baik-baik saja setelah dirawat, meski ia belum tahu betul keadaannya. Akan tetapi melihat wajah Nyonya Daphne yang damai tertidur membuat hati Eve sedikit lega.Eve merapikan kotak bekal dan melesakkannya kembali ke dalam wadah. Gery dan Nyonya Daphne masih terlelap sampai Eve kembali dari luar membeli minuman dingin.Apa Gery tidak pegal tertidur dengan posisi seperti itu? pikir Eve sambil melirik ke arah kelopak mata Gery yang masih terpejam. Haruskah ia bangunkan agar lehernya tidak terasa kaku? Tapi bagaimana jika itu juga membangunkan Nyonya Daphne?Eve menggeleng cepat dengan gagasan konyolnya barusan. Biarkan saja mereka terlelap, bosnya pasti juga lelah setelah mengurus Nyonya Daphne yang terbaring lemah di rumah sakit.Tepat ketika Eve mengatur suhu pendingin ruangan agar Gery maupun Nyon
Tak berselang lama setelah Gery terbangun, Nyonya Daphne pun sadar. Hati Eve semakin lega begitu melihat wajah Nyonya Daphne yang sumringah ketika melihatnya datang. Sepertinya kondisi Nyonya Daphne memang sudah membaik.“Aku sangat senang melihatmu, Eve. Astaga, mengapa kau tidak membangunkanku ketika kau datang?” ucap Nyonya Daphne dengan tersenyum lebar.“Saya tidak ingin membuatmu yang sedang tidur lelap terbangun, Nyonya. Lagi pula Nyonya butuh istirahat,” sahut Eve. “Pak Gery juga, perut Pak Gery juga butuh diisi, jangan dibiarkan kosong.”“Kau sudah makan, Eve?” Gery justru balik bertanya.Mereka memang sudah sepakat untuk tidak saling bermusuhan di depan Nyonya Daphne. Tapi tetap saja Eve sedikit terkejut dengan perubahan sikap Gery yang berubah drastis.“Sudah, Pak, tadi waktu Nyonya sama Pak Gery masih tertidur,” jawab Eve sedikit terbata.“Kenapa tidak menungguku? Atau setidaknya bangunkan aku saat kau datang tadi,” protes Gery yang membuat Eve tertawa canggung.Sungguh san
Kabin mobil terasa hangat seiring penumpang yang dirasa lengkap. Ny Dhapne benar-benar menang banyak. Sengaja memilih duduk di belakang bersama Sofia agar bisa leluasa melihat cucunya dan gadis pilihannya tersebut berdekatan. Hati wanita tua itu benar-benar bersorak. Bahkan sesekali lemparan senyum Gery pada Eve saat berbincang pun dimaknai sebagai romantisme yang sangat manis.Seolah tak pernah kehabisan kata, Ny Dhapne terus mengajak muda-mudi di depannya tersebut berbicara. Membahas tentang perkembangan bisnis serta langkah-langkah apa yang akan diambil ke depan?Bertambah besar rasa kagum wanita tua itu saat Eve mengutarakan ide-ide cemerlangnya. Bukan hanya Ny Dhapne, Gery pun akhirnya mengakui bahwa gadis disampingnya memang pantas diberi kedudukan istimewa. Tak terasa senyumnya terbit. Mata elangnya melirik sesekali dan tentu itu membuat Ny Dhapne yang memantau dari kaca spion tersenyum geli."Kalian benar-benar serasi." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Ny Dhapne mem
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Maaf, aku minta maaf karena belum bisa peka dengan apa yang kamu rasakan. Maaf karena sudah membuatmu cemburu dan sakit hati, Eve,” bisik Gery pelan. Sekarang ini keduanya masih berpelukan, bahkan pelukan itu semakin menguat saat Gery membisikkan kata-kata itu.Gery merasa bersalah. Sebab kemarin pun tadi dirinya tidak menjelaskan apa pun pada Eve. Walaupun apa yang Eve lihat tadi tidak sepenuhnya benar. Eve sepertinya memang tidak melihat kejadian itu sampai akhir hingga akhirnya menyimpulkan begitu.Saat merasa jika Eve sudah lebih tenang, Gery pun mencoba melepas pelukan keduanya. Laki-laki itu menatap dalam dan penuh kasih ke arah netra Eve. Eve lagi-lagi dibuat tersipu karena mendapatkan perlakuan manis dari Gery. Eve lantas menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu. Kedua tangannya juga saling bertautan dan memelintir ujung bajunya. Gery tersenyum tipis saat melihat bagaimana gemetarnya tangan Eve itu.Entah apa yang membuat Eve begitu malu. Gery tidak tahu. En
“Aku tidak bisa diam saja. Eve kasihan sekali. Dia terlihat sangat sedih tadi. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga!” putus Cindy cepat.“Enak saja mereka sudah buat sahabatku sakit hati tapi tidak merasa bersalah sedikit pun. Dan Gery juga kurang ajar sekali! Dasar laki-laki!” Cindy bersungut-sungut. Rasa kesalnya sungguh tidak bisa ditahan lagi.Dia hanya tidak mau jika sahabatnya bersedih karena Gery atau siapa pun itu. Walaupun Gery adalah kekasih Eve tetapi dia sangat tidak rela jika laki-laki itu menyakiti Eve. Cindy tidak akan tinggal diam jika hal itu terjadi.Cindy masih teringat bagaimana sembab juga merahnya wajah Eve tadi. Ucapannya pun begitu menyayat hati. Rasanya, sahabatnya itu terlihat buruk sekali. Eve sendiri sudah pulang sekarang ini. Karena itulah dirinya berani berkata-kata kasar juga mengumpati kekasih Eve itu.Tanpa menunggu lagi, Cindy bergegas bangkit dari kursinya dan menuju mobilnya. Cindy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah dua ouluh m
Di perjalanan, tepatnya di dalam mobil Gery yang sedang menuju kantor Eve hanya diam membisu. Gery yang melihatnya pun sedikit heran, tetapi dia tidak berniat sedikit pun untuk bertanya. Dia berpikir jika mungkin saja Eve sedang tidak ingin berbicara.Sampai di kantor, Eve pun tak juga bersuara. Wanita cantik itu bahkan langsung turun tanpa berpamitan pada Gery yang masih duduk di kursi kemudi. “Ada apa sebenarnya dengan Eve? Kenapa sikapnya begitu berbeda?” Gery bertanya-tanya, tetapi tak berlangsung lama. Laki-laki itu menggeleng kemudian turun dan masuk ke ruangannya. Di ruangannya, Eve langsung mendudukkan dirinya dengan sedikit kasar di kursi kerjanya. Hatinya sakit. Perasaannya tak keruan sekarang. Dirinya pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri padahal tadi dia sendirilah yang menyetujui permintaan Ny. Andrews. Akan tetapi, sekarang dirinya malah merasa menyesal.Sebenarnya, Eve tidak ingin jika Gery menyadari sikap cemburunya. Namun, entah kenapa sangat sul
Pagi ini, Eve dan Gery memang sudah memiliki janji untuk menjenguk Cheryl yang masih berada di rumah sakit. Keduanya akan pergi bersama. Semua itu atas inisiatif Eve yang ingin menjenguk dan melihat bagaimana keadaan Cheryl sekarang ini. Sebagai sesama wanita, Eve pun merasa sangat iba pada Cheryl. Apalagi setelah tahu jika selama ini wanita cantik berprofesi sebagai model itu tidak terlalu mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hati Eve ikut sesak mendengarnya. Eve sekarang ini sedang bersiap di kamarnya. Dia sengaja melakukan semua rutinitasnya dengan santai karena Gery sendiri tidak keberatan jika harus menunggunya. Karena itulah Eve sedikit memanfaatkannya untuk bersantai ria.Dering ponselnya membuat Eve harus meletakkan bedak yang baru saja akan dipakainya. Dengan sedikit malas, Eve mengambil ponselnya. Namun, sedetik kemudian senyumnya mengembang saat tahu siapa yang meneleponnya sekarang.Tanpa membuang waktu, Eve lantas menerimanya dan bersuara. “Halo?”“Halo, Eve. Apa ka
“Saya pamit. Semoga Cheryl segera pulih supaya tidak menjadi beban bagi orang lain lagi,” ucap Ny. Daphne seraya menyindir.Ny. Andrews menampilkan senyumannya, dari raut wajahnya tampak dia terpaksa. Ucapan Ny. Daphne memang menohok, cukup membuat Ny. Andrews tak berkutik.“Terima kasih telah berkenan menjenguk Cheryl, Ny. Daphne,” balas Ny. Andrews.“Sama-sama. Sampaikan salam saya ketika dia sadar,” ujar Ny. Daphne.“Baik, Ny. Daphne. Sekali lagi, saya sangat berterima kasih atas kunjungannya.”Ny. Daphne keluar meninggalkan ruangan bersama Sofia. Ny. Andrews mengantarnya hingga depan pintu ruangan. Ny. Andrews menatap kepergian Ny. Daphne dan Sofia hingga mereka menghilang dari pandangannya.Ny. Andrews kembali masuk ke dalam ruangan putrinya. Dia menatap Cheryl dengan intens. Ny. Andrews menginginkan Cheryl segera pulih, dia ingin putrinya kembali seperti sedia kala.Ny. Andrews duduk di samping ranjang. Melihat putrinya yang tak berdaya serta dipenuhi alat medis di badannya memb
Sudah tiga hari Gery rutin menjenguk Cheryl. Dia sebenarnya ingin berhenti saja, tetapi Ny. Andrews terus mengiba. Ny. Andrews ingin Cheryl kembali pulih secepatnya.“Saya sudah berusaha, Tante, tapi Cheryl belum juga pulih seperti semula. Memangnya mau sampai kapan saya harus begini?”Gery tentu saja kesal, karena pekerjaannya juga menjadi terganggu. Eve mengelus tangan Gery, berharap dia lebih sabar lagi untuk membantu kesembuhan Cheryl.“Saya minta maaf karena waktumu terganggu. Tapi mohon, bantu saya sedikit lagi. Saya yakin Cheryl akan segera pulih jika kamu terus menjenguknya ke sini,” ujar Ny. Andrews.“Iya, Gery. Sedikit lagi saja, aku juga yakin Cheryl akan segera pulih,” tambah Eve.Mereka kini tengah berada di rumah sakit, tepatnya dalam ruangan di mana Cheryl dirawat. Gery melirik ke arah Cheryl yang masih terbaring lemah, belum sepenuhnya sadar. Dalam hatinya, Gery berharap Cheryl segera pulih supaya dia tidak perlu berurusan lagi dengan Ny. Andrews.“Baiklah,” ucap Gery
“Eve!” panggil Bu Kate seraya mengetuk pintu kamar putrinya.“Iya, Ibu,” sahut Eve dari dalam.“Ibu boleh masuk?” tanya Bu Kate.“Masuk saja, Ibu,” balas Eve.Eve sedang merias wajahnya dengan sedikit polesan make up. Gadis itu duduk di hadapan cermin, wajahnya tampak sangat cantik. Bu Kate tersenyum ketika melihat putrinya.“Gery sudah menunggu di depan,” ujar Bu Kate.“Benarkah?” tanya Eve.Bu Kate mengangguk, Eve segera merampungkan riasan pada wajahnya. Eve tak mau Gery terlalu lama menunggunya. Eve mengambil tas selempangnya, lalu memakai sepatu.“Kalau begitu, Eve pergi dulu,” pamit Eve.Eve berpamitan pada Bu Kate, dia berjalan menuju depan rumahnya. Ternyata benar saja, Gery sudah duduk ditemani secangkir kopi.“Sudah selesai?” tanya Gery.Eve mengangguk, Gery tersenyum tipis. Gery masuk ke dalam terlebih dahulu untuk berpamitan pada Bu Kate. Setelahnya, Gery dan Eve berjalan menuju mobil yang telah terparkir.Gery membukakan pintu mobil untuk Eve. Setelah itu, dia mengitari m